Aku pura-pura menggoda suamiku. Aku yakin dia menolak karena dia sudah tergoda pembantu, tetapi prediksiku salah. Kini dia sudah menggendongku masuk ke kamar mandi.
Part 6"Mas, kamu yakin gak ada yang mau disampaikan ke aku?" tanyaku saat kami kembali beriringan jalan santai menuju rumah."Apa? Gak ada, tuh! Kenapa, Sayang?" Mas Galih memperhatikan raut murungku yang memang sejak berbincang dengan Bu Citra."Tidak ada. Ya sudah kalau gitu." Aku tidak mau mendesaknya untuk jujur karena aku sendiri yang akan mengungkap kebohongan demi kebohongan yang dilakukan suamiku dan juga Esti di belakangku. Aku yakin sekali mereka punya hubungan gelap.Begitu sampai di rumah, aku pergi ke dapur. Memperhatikan Esti yang sedang menyiangi sayur. Tidak ada yang aneh. Pakaian yang ia kenakan pun selalu pakaian panjang dan longgar. Pembantuku ini sama sekali belum pernah bekerja menggunakan daster. Selalu saja setelan baju kaus. Aku belum pernah melihat bajunya kekurangan bahan.Wajahnya juga tidak cantik, biasa saja dengan kulit coklat. Tidak manis juga dan benar-benar beda jauh jika dibandingkan denganku."Bu, apa ada yang bisa saya bantu?" aku tersentak."Tidak ada. Masak apa hari ini?" aku berusaha bersikap biasa saja. Aku berjalan mendekati bungkusan kresek yang belum semua dirapikan Esti ke dalam kulkas dan juga rak bumbu."Bapak bilang mau ikan pesmol. Jadi saya masak ikan pesmol.""Loh, suamiku gak bilang. Emang suamiku bilang langsung sama kamu?" ingin sekali aku menc44kar wajah sok polos Esti, tetapi aku belum punya bukti cukup kuat untuk mengh44jarnya habis-habisan."Oh, i-itu, iya, Bu. Sebelum Ibu keluar untuk olah raga tadi, Bapak ke dapur dan bilang masakin pesmol.""Oh, oke kalau gitu." Aku bergegas masuk ke kamar. Suamiku baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menggantung di pinggang. Ia tersenyum amat sangat manis, tetapi bagiku palsu. Mungkinkah senyumannya ia berikan juga pada Esti? Kenapa selera Mas Galih begitu rendahan?"Mas, kita udah satu bulan gak berkeringat di ranjang. Aku lagi pengen nih!" Kataku berpura-pura menggodanya. Aku ingin tahu reaksinya dan aku sangat yakin kalau dia menolak. Seratus persen dia pasti akan menolak, sama persis dengan novel yang pernah aku baca. Suami mendadak tidak berselera dengan istri karena sudah ada yang baru yang lebih legit."Oh, iya, Sayang? Baiklah, bagaimana kalau kita berkeringat di kamar mandi aja? Sekalian kamu juga mandi he he he ...." mau menolak percuma karena prediksiksiku malah salah. Mas Galih sudah menggendongku ala bridal untuk masuk ke kamar mandi. Ia juga mendaratkan cium4n di bibir ini hingga aku seketika lupa akan emosi yang tadi sempat membuncah karena aneka praduga perselingkuhan suamiku.Aku disentuh tanpa ampun hingga akhirnya aku kalah hingga tiga kali, sedangkan Mas Galih belum juga. Ia mulai lelah dan langsung mengguyur tubuhnya."Kamu gak papa, Mas?" tanyaku tidak enak hati."Gak papa. Mungkin tadi terlalu lelah berolah raga, jadi aku gak fokus. Kamu lanjutkan mandi ya, aku duluan ganti baju. Dingin juga dua kali mandi he he he ...." Mas Galih keluar dari kamar mandi, sedangkan aku masih berdiri dengan kedua kaki yang lemas. Aku tidak ingin melewatkan sedikit pun Mas Galih lepas dari pandanganku, untuk itu aku pun segera membilas tubuh ini. Tunggu, perutku mendadak mulas. Sial!Aku punya masalah sembelit. Jika sudah seperti ini, maka aku bisa setengah jam di kamar mandi. Setengah jam kemudian aku keluar dan tidak mendapati Mas Galih di kamar. Mereka pasti melakukan sesuatu. Aku pun memakai baju dengan asal-asalan. Kaki ini setengah berlari mencari suamiku ke seluruh ruangan."Mas, kamu dari mana?" tanyaku terheran karena suamiku baru saja masuk dari pintu belakang."Ada tikus. Tadi aku mengejarnya dan Esti aku suruh pergi beli r44cun tikus di warung depan. Ya ampun, padahal aku ingin sekali makan mie rebus, malah harus nguber tikus. Kamu bisa buatkan aku mi rebus, Sayang?"Pasti ada sesuatu, aku yakin sekali. Setelah membuatkan mi rebus untuk Mas Galih, aku menemani suamiku makan. Esti belum juga pulang dari membeli r44cun tikus."Esti beli r44cun tikus di mana? Udah setengah jam belum pulang," tanyaku dengan dingin."Esti bukan cuma aku suruh beli r44cun tikus, tapi juga papan perangkapnya. Kenapa, Sayang, kamu aneh banget deh!" Mas Galih menatapku heran."Justru aku yang heran di rumah ini, Suamiku. Kamu jujur, Mas, kamu gak sedang naksir pembantu kita'kan? Kalau naksir, bilang, jangan main belakang! Jangan sampe aku tahu ada sesuatu diantara kalian! "BersambungJadi setelah kamu menuduh suamimu ini, kamu sekarang mencecar Esti. Jangan tuduhkan apa yang tidak aku lakukan atau aku benar-benar melakukannya! Part7"Aku gak suka kalau kamu asal bicara!" Mas Galih meninggalkanku dengan wajah masam. Aku pun segera menyusulnya."Mas, harusnya aku di sini yang kesal dengan kamu dan Esti. Kamu tahu, tadi Bu Citra bilang, kamu anter Esti nganter laundry setrika pakaian yang ekspres. Tapi, Esti bilang dia yang mengerjakan. Gak mungkin Bu Citra bohong. Jadi yang bohong pasti kamu dan Esti. Jujur aja, Mas, kalau kamu naksir Esti. Apa karena aku belum bisa kasih kamu anak?" cecarku sudah tidak tahan lagi. Mas Galih hanya tertawa sumbang, lalu berjalan masuk ke kamar tanpa memedulikan protesku. Aku menyusulnya ke kamar dalam keadaan menangis. Suamiku menghela napas, lalu mendekatiku. "Jangan sentuh, kalau kamu belum cerita yang sesungguhnya!" Aku bergeser saat tangan Mas Galih mencoba menyentuh pundakku. "Sayang, maafkan aku yang tidak jujur. Jadi, nant
Esti ijin pulang kampung, sedangkan suamiku ijin keluar kota. Sebuah kebetulan yang semakin membuatku yakin bahwa mereka bermain nak4l di belakangku. Baiklah, aku akan memergoki kalian! Part 8"Aku berangkat ke bandara sekarang saja," katanya sambil bergerak turun dari ranjang. Napasku masih lagi naik turun karena kelelahan, sehingga tidak mampu menyahut ucapannya. Rasanya beda karena suamiku bisa bermain lebih lama. Ini seperti bukan dirinya dan bukan seperti biasanya. "Ini masih siang dan kamu belum makan ikan pesmol pesanan kamu, Mas," kataku. "Ada yang harus aku siapkan untuk meeting besok.""Kamu gak capek? Kamu sangat berbeda hari ini." Langkahnya terhenti di ambang pintu kamar mandi."Tidak, aku merasa biasa saja. Aku duluan bersih-bersihnya ya." Aku mengangguk dan tidak berniat menjawab. Seluruh tubuhku terasa sakit. Tulang ini serasa lepas dari tempatnya karena satu jam bersama Mas Galih. Aku benar-benar tidak bisa bangun dibuatnya."Mas bantu aku ke kamar mandi," kataku s
Kenapa kamu tidak menyusul suami kamu? Part9Gara-gara obat tadi, aku tidak bersemangat mau nonton. Sudah berdiri lama di depan loket sambil melihat layar iklan film yang ditayangkan hari ini, tetapi aku belum juga menentukan pilihan. Malas dan rasanya ingin pulang saja."Kikan." Aku berbalik ke belakang saat suara berat itu memanggil namaku."Pak Batara, b-bapak di sini?" tanyaku sambil celingak-celinguk memperhatikan sekililing, tetapi sepertinya bosku memang datang sendiri. "Iya, saya di sini, di depan kamu. Kamu sendiri?" aku mengangguk sambil tersenyum. "Suami gak ikut?" "Lagi ada kerjaan di luar kota, Pak," jawabku. "Bapak sendiri?" pria tiga puluh delapan tahun mengangguk sambil tersenyum."Anak-anak lagi di rumah neneknya. Saya bosan di rumah, dari pada bengong nanti kesambet laporan keuangan, mending saya cari angin. Kamu mau nonton film apa?""Eh, s-saya bingung mau nonton apa, Pak." Aku mendadak tidak enak hati dan ingin segera keluar dari bioskop."Mungkin tidak jadi
Vitamin Stamina Pri4 di Laci Lemari Pembantuku_Part10Aku berdiri di belakang wanita yang berada satu kamar dengan suamiku. Kami menunggu pintu lift terbuka. Aku harap mereka tidak menyadari ada aku di belakang mereka.****Selamat membacaAku yang tadinya ingin berteriak pada dua orang itu, akhirnya memutuskan menahan diri. Aku harus memergoki keduanya sedang berbuat hal terlarang, sehingga cukup bukti untuk melaporkan mereka atas tuduhan perzinahan. Ya, sudah aku putuskan untuk melaporkan Mas Galih dan Esti jika benar mereka berselingkuh.Lift nampak sedang berpihak padaku. Untunglah aku menggunakan hoodie yanga baru aku beli kemarin. Lekas aku memakai masker, lalu menutup kepalaku dengan topi hoodie. Aku setengah berlari untuk berdiri persis di belakang Esti yang juga sedang menunggu pintu lift terbuka. Ting!Pintu besi itu pun terbuka. Kami membiarkan empat pengunjung keluar terlebih dahulu, barulah kami masuk. Jantungku berdetak cepat. Aku harap Mas Galih tidak mengenaliku denga
Aku yang tadinya ingin berteriak pada dua orang itu, akhirnya memutuskan menahan diri. Aku harus memergoki keduanya sedang berbuat hal terlarang, sehingga cukup bukti untuk melaporkan mereka atas tuduhan perzinahan. Ya, sudah aku putuskan untuk melaporkan Mas Galih dan Esti jika benar mereka berselingkuh.Lift nampak sedang berpihak padaku. Untunglah aku menggunakan hoodie yanga baru aku beli kemarin. Lekas aku memakai masker, lalu menutup kepalaku dengan topi hoodie. Aku setengah berlari untuk berdiri persis di belakang Esti yang juga sedang menunggu pintu lift terbuka. Ting!Pintu besi itu pun terbuka. Kami membiarkan empat pengunjung keluar terlebih dahulu, barulah kami masuk. Jantungku berdetak cepat. Aku harap Mas Galih tidak mengenaliku dengan pakaian seperti ini. Baju longgar, hoodie besar, dan juga kaca mata hitam. Kulihat ia menekan angka lima."Mbak mau ke lantai lima juga?" tanya Mas Galih. Aku hanya mengangguk tanpa bersuara. Suasana semakin mencekam karena tidak ada yan
"Kikan, aku minta maaf. Aku khilaf. Aku gak mau menalak kamu. Kita tidak akan bercerai!" Mas Galih memohon sambil menahan tanganku yang sedang menurunkan semua bajunya dari dalam lemari. Namun, aku sama sekali tidak peduli dan terus menurunkan pakaian miliknya. "Kikan, berikan aku satu kesempatan lagi. Aku janji gak akan mengulanginya. Aku hanya khilaf!""Lepas, Mas, aku gak mau kamu peluk! Aku jijik berada di dekat kamu!" Aku berusaha melepas pelukannya, meski susah, tetapi aku terus berusaha. "Sayang, aku minta maaf! Aku benar-benar minta maaf. Kamu pukul aku, kamu boleh tusuk aku biar kamu puas. Asalkan kita tidak berpisah. Aku hanya khilaf karena Esti terus menggodaku!" Aku meneteskan air mata. Aku cengeng bukan karena aku begitu mencintainya, tetapi karena ..."Sayang, aku minta maaf. Ini, tangan kamu, silakan pukul aku!" Tangan ini ia tuntun untuk menampar wajahnya. Kepalaku tiba-tiba berputar dan untuk detik kemudian aku tidak bisa mengingat apapun lagi.Aku terbangun saat hi
"Oh, yang itu kue Robi, Sayang. Dia baru saja syukuran tujuh bulan istrinya dan bawain kue dan nasi kotak. Aku benar-benar lupa karena buru-buru tadi. Aku gak mau terlambat, Sayang. Maafin ya." Aku tersenyum kaku. Susah sekali untuk percaya Mas Galih disaat ia sudah pernah membuatku sangat patah hati. "Oh, sayang sekali kamu gak bawain, Mas. Padahal kalau nasi kotak syukuran gitu, pasti rasanya enak. Mungkin karena didoakan." Mas Galih tersenyum. Ia duduk sambil memijat kaki ini. "Nanti kita mau syukuran empat bulan atau mau tujuh bulan?" tanyanya. "Entahlah, Mas, masih awal sekali. Mungkin nanti saja tujuh bulan." Suamiku tersenyum sambil mengangguk. "Aku ke dapur dulu ya, lapar nih, mau makan." Aku mengangguk. Yang perlu aku lakukan saat ini adalah berusaha memercayai suamiku, meskipun belum sepenuhnya. Sambil terus mencari informasi apakah di luaran sana suamiku masih menjalin hubungan dengan Esti. Ngomong-ngomong Esti, aku lupa untuk mengecek bagaimana kabar pelakor itu. Aku
Aku menangis untuk hal sepele. Sungguh memalukan, tetapi ini mungkin efek dari kehamilanku. Usia kandunganku masih muda dan emosiku naik turun dan lagi-lagi Mas Galih tidak mau mengerti. Cemburu? Di mana dia saat dia menduakanku dan tidur dengan pembantu busuk menggunakan obat? Apa dia lupa? Aku yang terlalu sabar atau harusnya sejak awal aku tidak memaafkannya?Aku tidak melihatnya di kamar setelah aku selesai mandi. Acara mencari kado tidak jadi aku lakukan. Biarlah besok, saat jam istirahat aku pergi sebentar ke mall yang tidak jauh dari kantor. Tok! Tok!"Kikan.""Ya, Ma." Suara ibu mertuaku di balik pintu kamar yang masih aku tutup. "Masuk saja, Ma." Kenop pintu bergerak, kemudian daun pintu ikut bergerak terbuka. Ibu mertuaku tersenyum hangat. "Ini susunya." "Makasih, Ma. Padahal Kikan bisa bikin sendiri karena Kikan udah gak bedrest." Aku meraih gelas susu ibu hamil dari tangan mertuaku."Gak papa, menantu Mama pasti capek. Sini, biar Mama pijat kakinya!""Jangan, Ma, gak p