Share

31. Berpisah?

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-26 15:39:08
"Apa Anda yakin dengan keputusan Anda, Tuan?"

Raven mendengar suara dari arah belakangnya, namun pria itu tak jua mengalihkan pandangannya dari jendela dengan kedua tangan yang terlipat di dada.

Manik kelabu asap itu tajam menatap ke lantai bawah, di mana sebuah helikopter dengan mesinnya yang menyala berada, dan dua orang yang tampak sedang berjalan untuk memasukinya.

"Tentu saja aku yakin, "ucap pria itu setelah beberapa saat kemudian dengan melukis seuntai seringai samar penuh makna di wajahnya.

"Tolong jaga dan pastikan keselamatan mereka berdua--paling tidak hingga helikopternya telah menyeberangi lautan dan sampai di pulau tujuan, Alberto," sambungnya lagi sambil menoleh ke arah belakangnya, dimana Alberto berada.

Pandangan Raven pun lalu kembali lagi menatap ke balik jendela. "Karena setelah sampai di tujuannya, maka Moora adalah tanggung jawab Rhexton sepenuhnya."

Alberto pun hanya mengangguk tanpa bersuara. "Apa Anda ingin Miss Maura tetap diawasi?"

Raven tak
Black Aurora

lanjut baca yukk... double up hari ini♡♡

| 19
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Virginity For Sale    32. Jebakan

    Maura mendesah pelan diam-diam, lalu menatap pria yang berada di sampingnya. Rhexton. Satu-satunya jalan keluar yang ia miliki adalah pria ini. Apakah kira-kira Rhexton bisa meminjamkannya uang yang cukup banyak untuk bisa pergi ke Grindelwald? Rhexton membawa Maura masuk melalui pintu berwarna putih, yang menuntun mereka ke tangga menurun menuju koridor yang terang namun sangat sepi. Pria itu masih tetap menggenggam tangan Maura di sepanjang perjalanan, dan Maura pun membiarkannya. Ada sebuah lift dengan pintu yang telah terbuka di ujung koridor itu, dan mereka pun langsung masuk ke dalamnya. "Kamu baik-baik saja?" Rhexton bertanya, saat menatap wajah Maura yang masih tampak pucat. Gadis itu mengangguk lemah. Ketegangan yang sedari tadi menyelimuti diri, kini perlahan mulai terasa sirna, menyisakan hanya lemas di sekujur tubuhnya. "Istirahatlah dulu di apartemenku, Maura. Kamu bebas untuk tinggal berapa lama, jangan pikirkan apa-apa lagi." Maura tak menjawab, nam

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-26
  • Virginity For Sale    33. Petaka

    "Woa. Coba lihat siapa yang mendatangimu." Madamme Jane tersenyum miring dengan sorot penuh arti menatap ke arah Rhexton, yang berdiri beberapa meter di depan mobil. "Berhenti berontak, atau dia akan kutembak." Maura menahan napasnya kala melihat senjata yang berada di tangan Madamme Jane teracung lurus di kaca depan, terarah tepat ke sosok Rhexton! Sepertinya kaca mobil yang sangat gelap membuat pria itu tidak dapat melihat marabahaya yang tengah tertuju padanya. "MAURA! KAMU BAIK-BAIK SAJA?!" Kembali Rhexton pun berteriak. Kali ini dia mulai mengayunkan langkah, menuju sisi mobil dimana Maura berada. Maura merasakan cekikan di lehernya agak sedikit mengendur, membuatnya terbatuk-batuk dan berusaha meraup udara dengan rakus. Pandangan matanya mulai kabur karena titik-titik cairan bening yang mulai mengumpul. "Jangan terlalu bersemangat mencekiknya, Rebecca. Ingat, Tuan Daniel menginginkan Maura dalam keadaan utuh dan hidup," ucap Madamme Jane santai sambil melirik ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Virginity For Sale    34. Kembali Bersamaku

    'Siapa yang memanggil namaku?' Alis gelap yang melengkung indah itu pun saling bertaut, namun dengan kedua mata yang tetap masih terpejam. Seseorang telah menyebut namanya berulang kali serta menepuk-nepuk pipinya, namun entah kenapa ia sulit sekali membuka kelopak matanya yang terasa berat. "MAURA!" Nada yang menyentak itu membuatnya seketika tersadar dan berjuang untuk melihat dengan jelas seseorang yang memanggilnya. "Akhirnya kamu sadar juga." Mual dan pusing yang menyerangnya, membuat Maura mengerjap pelan dengan pandangan yang masih belum terlalu jelas. Siapa... itu? Tiba-tiba saja gadis itu merasakan dagunya dicengkram dengan kuat, lalu seraut wajah familier pun datang mendekat. "Tu... Tuan Daniel..." Maura pun berucap dengan suara tercekat, ketika seringai sinis dan keji di wajah pria paruh baya itu mulai terlihat. Kenapa ia bisa berada di tangan Daniel?? Maura bermaksud untuk bergerak, namun seluruh tubuhnya seperti membatu dan mati rasa. "Aku ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Virginity For Sale    35. Pembunuh

    Pasti ini kamarnya. Raven menatap dingin ke arah pintu yang berada tak begitu jauh dari tangga menuju ke lantai dua, menilik dengan manik kelabu asapnya dengan seksama, lalu mulai menganalisa. Jenis pintu geser elektrik, yang hanya bisa diaktifkan dengan scan sidik jari si pemilik. Fuck! Dia tidak punya banyak waktu untuk omong kosong semacam ini! Raven mengarahkan senjatanya ke bagian pengunci, lalu menembak sebanyak empat kali. Seketika terdengar alarm nyaring yang memekakkan telinga, namun pria itu tampak seperti tuli dan tidak peduli. Dengan satu kakinya, Raven pun menendang kuat pintu yang kini telah setengah hancur karena ia terus menembak dengan membabi-buta. BRAK! Dan pintu kamar yang terkunci itu pun akhirnya terbuka dari arah luar, rubuh dan tak berbentuk. Dengan senjata yang masih tergenggam di tangannya, pria itu bergegas menyerbu masuk. Waktunya semakin sempit, dan ia harus segera menemukan Maura secepatnya. Namun lagi-lagi ia mengutuk saat mengedarkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Virginity For Sale    36. Ajari Aku

    Tiga hari telah berlalu sejak penyelamatan Maura oleh Raven, dan dalam tiga hari itu juga tubuh Maura yang terluka telah berangsur-angsur jauh lebih baik dari sebelumnya. Hari ini masih pagi, namun Raven telah kedatangan tamu yang sengaja jauh-jauh datang untuk menemuinya. Seorang pria kurus tinggi berkacamata yang juga manajer sekaligus editornya, Stefan. "Sudah kubilang, tidak!" Raven menatap Stefan dengan sorot gusar. "Jangan memaksaku lagi, Stefan." Pria yang duduk di sofa berhadapan dengan Raven itu pun menarik napas pelan mendengar penolakan tegasnya. "Raven, tolong pertimbangkanlah lebih dulu. Ini cuma satu kali wawancara serta tour di Mansion-mu, itu pun hanya dengan lokasi yang kamu inginkan," sergahnya berusaha membujuk. "Aku tidak peduli. Tidak akan ada yang bisa memasuki Mansion ini selain orang-orang yang kuinginkan. Dan kehidupan pribadiku bukanlah untuk menjadi konsumsi orang lain!" Seusai mengucapkan kalimat itu, Raven pun berdiri lalu berjalan menuju bar

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Virginity For Sale    37. Masih Hidup

    Menggunakan Senjata?? Satu sudut bibir Raven pun seketika menukik naik membentuk seringai samar penuh arti, kala mendengar permintaan Maura. Tangan rapuh gadis itu yang masih berada dalam genggamannya itu pun ia tekan sedikit lebih kuat, membuat kening Maura berkerut dan melirik ke bawah, dimana tangannya dan Raven sedang bertaut. "Kamu yakin, Moora?" Raven bertanya seraya mengangkat tangan Maura dan mengecup jemarinya lembut. "Berhati-hatilah dengan permintaanmu, Sugar Cookie. Senjata adalah alat yang digunakan untuk melukai, menghancurkan, dan juga... membunuh." Maura terpaku pada kilau yang terpantul dari manik kelabu Raven, yang sejenak membuatnya terpesona kala pria itu sedang berucap. Raven selalu seperti itu, memiliki kekuatan yang mampu membuatnya seolah terhipnotis. Maura mengerjap-kerjapkan matanya ketika telah tersadar pada akhirnya, lalu mendehem pelan sembari menggigit bibirnya. "Ya... aku yakin," desahnya dengan menghela napas. "Aku tidak ingin menjadi le

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04
  • Virginity For Sale    38. Dilema

    Rhexton... masih hidup?! Maura menatap Raven dengan sorot penuh harap dan tanya, hingga akhirnya pria itu pun ikut menatapnya seraya tersenyum samar. "Ya. Dia memang masih hidup... paling tidak untuk sekarang," ujar Raven datar dan penuh maksud tersirat di dalamnya, seolah setiap saat ia pun dapat mengambil nyawa saudara kembarnya itu kapan pun ia mau. Lalu Raven pun kembali menatap Alberto. "Kami akan turun menemui Rhexton sebentar lagi, terima kasih, Alberto." Alberto mengangguk penuh hormat, kemudian permisi untuk undur diri meninggalkan Maura dan Raven kembali berdua. "Apa yang kamu rasakan kepada Rhexton?" Maura mengerjap kaget mendengar pertanyaan Raven yang datang dengan sangat tiba-tiba itu dan tidak disangka itu. "Aku memang tidak terlalu mengenalnya, namun menurutku... Rhexton adalah pria yang baik." Maura hanya memberikan jawaban yang dirinya bayangkan tentang Rhexton. Manik kelabu terang Raven tampak semakin berkilat-kilat sesudahnya, atau mungkin itu hanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Virginity For Sale    39. Jangan Temui Dia Lagi

    Suara dua langkah kaki yang menuruni tangga membuat tatapan Rhexton yang waspada pun terarah ke sana. Pria dengan surai yang agak panjang itu menatap lekat penuh tanya pada jemari Maura, yang sedang berada di dalam genggaman erat Raven. Rhexton pun memaki dalam hati saat menyadari bahwa ia sudah terlambat. Raven dengan semua trik liciknya itu pasti telah berhasil mempengaruhi pikiran Maura, dan pasti akan sangat sulit baginya untuk membawa gadis itu pergi dari sini. "Rhexton. Kamu tidak apa-apa?" Maura-lah yang pertama kali berucap, saat mereka bertiga pada akhirnya saling bertemu tatap. Gadis itu terlihat ingin mendekati Rhexton untuk memeriksa salah satu lengannya yang diberi penyangga, namun tampak tak berkutik karena tangannya yang masih digenggam oleh Raven dengan sengaja. "Peluru itu hanya mengenai lenganku," tukas Rhexton sambil tersenyum, berusaha menenangkan raut khawatir di wajah Maura. "Ya. Hanya lengan. Sayang sekali," tukas Raven sembari sedikit memiringkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06

Bab terbaru

  • Virginity For Sale    107. Lompat

    Maura membeku saat Rhexton mendadak menciumnya. Sentuhan itu datang begitu cepat dan begitu tiba-tiba, hingga otaknya butuh beberapa detik untuk memproses apa yang sedang terjadi. Bibir yang awalnya kaku perlahan merasakan tekanan yang semakin dalam dari bibir Rhexton. 'Tidak, ini tidak nyata', pikirnya. Tetapi sensasi lembut dan hangat di bibirnya itu membuktikan sebaliknya. Ini sungguh nyata. Ketika Maura mencoba untuk bergerak, Rhexton memegang erat bagian belakang kepalanya, membuatnya tak mampu menghindar. Kedua tangan Maura pun terangkat, berniat untuk mendorong tubuh pria itu menjauh. Tetapi Rhexton tidak bergeming sedikit pun. Pria itu seperti orang yang telah menahan diri begitu lama dan akhirnya menyerah pada dorongan hatinya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Maura. Ia mengerjap, merasakan panas yang mengalir di pipinya. Ia tidak menginginkan ini. Tidak seharusnya Rhexton menciumnya. Tapi ia juga tidak berdaya, kalah tenaga melawan genggaman kuat pria itu

  • Virginity For Sale    106. Berharap Tidak Kembali

    Raven merasakan tubuhnya memanas, darahnya berdesir lebih cepat dari biasanya. Efek obat itu perlahan menguasainya, mengaburkan pikiran dan logikanya hanya dalam sekejap. Tapi seorang Raven King bukanlah pria biasa yang akan begitu mudahnya menyerah. Ia telah terlalu banyak bertarung dan berada di situasi under pressure, terlalu terlatih oleh Santiago yang membuatnya kuat sekaligus tak terkalahkan. Di balik tatapan kosong manik kelabunya itu, sesungguhnya otaknya tengah bekerja untuk mencoba mencari jalan keluar. Ia tahu satu hal pasti, bahwa wanita di depannya adalah kunci untuk kebebasannya. Wanita itu semakin mendekatkan wajahnya yang memulas senyuman penuh kemenangan. “Bagaimana rasanya, Raven? Menyerah pada sesuatu yang tak bisa kamu kendalikan?” Raven mengangkat wajahnya perlahan, menatapnya dengan mata yang tampak berkilat antara amarah dan gairah. Ia sengaja membiarkan tatapannya berkabut, seolah dirinya benar-benar telah terjerumus nafsu dan tak mampu mengontrol diri

  • Virginity For Sale    105. Lebih Berhati-hati

    "Selamat, Nyonya. Hasil tes kesehatan Anda cukup sudah keluar, dan semuanya normal. Anda sekarang sudah boleh pulang," ucap ramah seorang pria paruh baya berkacamata yang mengenakan jas putih dokter. Maura duduk di tempat tidur rumah sakit, wajahnya terlihat lebih segar meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Ia mengucapkan terima kasih seraya tersenyum kecil saat dokter menyatakan bahwa ia sudah boleh pulang, setelah tiga hari dirawat di rumah sakit. Namun perasaan lega itu pun dengan segera berubah menjadi perasaan rikuh, ketika Rhexton tiba-tiba muncul dari balik pintu dan masuk ke dalam ruangan. Pria itu tersenyum dan menyapa sang Dokter, sambil menanyakan kondisi Maura. Raut wajahnya pun tampak gembira ketika mendengar kabar baik tentang kepulangan Maura. Untuk beberapa saat mereka masih berdiskusi, hingga akhirnya dokter pun permisi dan meninggalkan ruangan. “Aku akan menggendongmu ke kursi roda,” ujar Rhexton tegas dan tiba-tiba, tanpa sedikit pun memberi ruang kepada

  • Virginity For Sale    104. Tinggal Bersama

    Maura sedang duduk di depan laptop milik Raven, manik gelapnya terus menelusuri layar monitor dengan konsentrasi penuh. Jarinya dengan lincah bergerak di atas touchpad untuk membuka folder demi folder, dokumen demi dokumen, berharap menemukan secuil informasi yang bisa mengarahkan dirinya pada keberadaan tunangannya. Namun hampir dua jam berlalu dan hasilnya tetaplah nihil. Tidak ada dokumen mencurigakan, tidak ada pesan tersembunyi, tidak ada yang mengindikasikan alasan mengapa Raven menghilang tanpa jejak. Maura menghela napas pelan, kedua tangannya memijat pelipisnya yang berdenyut. Rasa frustrasi bercampur kelelahan perlahan-lahan menguasainya. Namun ia menolak menyerah. Ini bukan tentang dirinya lagi, tapi ini tentang Raven, pria yang begitu berarti baginya. “Aku harus menemukannya,” bisiknya lirih, seolah memberi dirinya semangat untuk terus berusaha. Ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya. Maura menoleh, membiarkan beberapa detik berlalu sebelum menjawab. “

  • Virginity For Sale    103. Jalan Yang Gelap

    Maura duduk diam di kursi belakang mobil yang meluncur perlahan di jalanan gelap. Kepalanya bersandar pada jendela, mata menatap kosong ke luar. Lewis yang bertindak menjadi pengawal sekaligus supirnya, melirik dari kaca spion dengan ekspresi prihatin. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya bertanya. “Apakah ada informasi dari Tuan Tobias, Nona?” Maura menghela napas panjang sebelum menggeleng lemah. “Tidak ada. Dia tampak sama terkejutnya dengan aku soal hilangnya Raven. Bahkan aku bisa merasakan, di balik ketenangannya, dia sedang mencoba mencerna situasi ini.” Lewis mengangguk pelan, tatapannya kembali ke jalan di depan. "Dan bagaimana dengan Mansion itu? Apa ada hal lain yang mencurigakan?” Maura menarik napas, mencoba merangkai kata-kata. "Mansion itu sekarang ada di tangan Rhexton. Dia tinggal di sana dan... dia akan menjabat sebagai CEO King Enterprise. Tobias bilang, itu keputusan yang terbaik untuk saat ini.” Lewis menoleh sedikit, seakan memastikan bahwa

  • Virginity For Sale    102. Tak Membiarkannya Terluka

    "Turunkan dia." Suara berat yang memberikan perintah itu terdengar menggema di ruangan gelap dan lembab yang kini bercampur aroma darah. Seorang pria tampak menganggukkan kepalanya, lalu perlahan menarik tuas yang yang terhubung dengan tali yang mengikat kaki pria yang sedang digantung terbalik itu. Suara berderik yang nyaring dari besi tuas yang berkarat terdengar bagaikan jeritan makhluk kegelapan yang di tengah keheningan ini. Pria yang digantung terbalik itu sejak tadi diam tak bergeming, bahkan ketika tubuhnya kini telah turun dan terbaring di atas lantai yang kotor dan basah. "Ah, rupanya dia pingsan," ucap si suara berat itu sambil menyentuhkan ujung sepatunya ke kepala pria yang diam terbaring di lantai. "Atau jangan-jangan... dia sudah mati?" cetus pria bersuara berat itu lagi. Pria bersuara berat itu membungkuk sedikit, memperhatikan tubuh yang tergeletak di lantai dengan mata menyipit tajam. "Hei, periksa dia. Pastikan dia masih bernapas. Kalau dia mati,

  • Virginity For Sale    101. Sasaran

    Tobias King duduk di sofa mewah dengan postur yang tenang, namun tatapannya tajam, menyelidik setiap detail dari sosok Maura. Gadis itu terlihat jauh lebih sehat dibandingkan terakhir kali ia tiba ke mansion ini bersama Helen, ibunya. Wajah Maura yang sebelumnya pucat pasi kini tampak lebih cerah, dengan rona halus di pipinya. Bahkan tubuhnya terlihat lebih berisi, seolah-olah telah melalui masa pemulihan yang cukup baik. Namun perhatian Tobias tidak hanya berhenti di situ. Pandangannya tertuju pada bagian perut Maura yang tertutup oleh atasan longgar, mungkin untuk menutupi kehamilannya. Sebuah pertanyaan pun seketika muncul di dalam pikirannya. 'Apakah Maura tahu bahwa kami pernah bertemu sebelumnya?' Tobias tersenyum kecil, sebuah senyum yang tidak sampai ke matanya. Saat terakhir kali Maura berada di mansion ini, kondisinya sangat kritis, bahkan nyaris tidak selamat. Rasanya tidak mungkin Maura mengingatnya, kecuali Raven yang menceritakan soal dirinya. Kalau pun Maura

  • Virginity For Sale    100. Pertemuan Di Mansion Keluarga King

    Maura melangkahkan perlahan kakinya yang terasa berat perlahan ke dalam kamar, seolah beban emosionalnya turut membebani tubuhnya. Matanya yang sembab tampak masih merah karena air mata yang baru saja ia tahan di hadapan Lewis. Namun pemandangan di depan mata membuat napasnya tertahan sesaat. Ia menatap nanar pada nampan berisi segelas susu, beberapa kue, dan potongan buah tersaji rapi di atas meja kecil di dekat ranjang, "Raven." Nama itu pun seketika langsung terlintas di benaknya. Maura tahu, hanya Raven yang memiliki perhatian seperti ini. Tidak ada orang lain yang tahu kebiasaannya yang menyukai susu cokelat hangat disertai camilan ringan untuk menemaninya. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Maura pun berjalan mendekati meja itu. Ia menyentuh gelas susu tersebut, tetapi rasa dingin segera merayap ke telapak tangannya. Susu itu telah lama berada di sini, kehangatannya telah hilang... sama seperti hatinya yang kini telah membeku karena kehilangan kehangatan yang

  • Virginity For Sale    99. Hilang

    Di dalam kamar yang diterangi cahaya remang dari lampu di sudut ruangan, Maura berbaring di atas ranjang dengan tubuhnya diselimuti dalam kehangatan Raven. Napas pria itu berhembus dan terasa panas di lehernya, sementara jemarinya dengan lembut mengusap kulitnya yang terasa seperti sutra. Setiap sentuhan Raven membuat Maura tersentak dalam sensasi yang membakar, dengan desahannya yang penuh mengisi ruang di antara mereka. Raven menatap wajah Maura yang merona karena tak berdaya dalam gairah, lalu bibirnya pun melengkung membentuk senyuman puas. "Apa kamu tahu, Moora? Aku bisa menghabiskan seluruh hidupku hanya untuk memujamu seperti ini," bisiknya seraya mengecup lembut bibir Maura, yang dengan pasrah menerima ciumannya. Maura merintih lirih saat bibir panas Raven kini berpindah untuk mencium dadanya dengan penuh nafsu, lalu menggelitik lekukan lembut itu dengan usapan lidahnya. Ia sungguh tergila-gila oleh rasa manis serta aroma kulit Maura yang selalu terasa memabukkan.

DMCA.com Protection Status