POV Risa.Mas Dafa tidak menyahut lagi. Dia kembali fokus pada laptop dan HP-nya. Aku jadi penasaran apa sih yang dikerjakan dia. Kenapa juga mesti pusing-pusing segala kan, ada anak buah biarkan saja mereka yang kerjakan. Bos tinggal duduk manis terima hasil.Mau main games apa lagi, ya? Semua sudah pernah. Bosan juga. Aku mau jalan-jalan ke sosmed ah, siapa tahu aku bisa sedikit terhibur.Sialnya begitu aku buka IG yang pertama kali muncul adalah postingan Mas Fais. Ya, ampun aku lupa kalau aku belum unfollow akun dia.Banyak sekali postingan ucapan selamat untuk dia dan istri kampungannya itu ditambah lagi mereka berlebihan memuji kecantikan si tukang jahit itu.Postingan terakhir dia lagi di bandara internasional Soekarno-Hatta untuk pergi ke Paris. Duuuh, nyesek lagi batiku lihat ini. Pokoknya aku pun harus pergi ke Paris.Huuffftt lama-lama dadaku sesak. Ingin menangis, tapi pantang bagiku untuk menangis. Aku jadi serba salah gini. Bawaanku ingin sekali marah-marah. Tuhan, kenap
POV Risa.âAku pikirkan caranya dulu ya, Beb. Bukan aku tidak cinta padamu, tapi aku harus pastikan waktunya yang tepat juga.â Aku terpaksa mengangguk. Mau dipaksa juga untuk berangkat dalam waktu dekat ini susah.Setelah melakukan aktivitas dewasa kami malam ini. Aku mengambil foto kami berdua dan aku kirimkan ke Kayla. Dia harus tahu bahwa Mas Dafa hanyalah milikku dengan begini dia akan semakin bosan dan akhirnya mundur sendiri tanpa aku pinta. Kebetulan tadi dia telepon Mas Dafa, tapi sengaja tidak dijawab. Entah kenapa aku tidak tahu mungkin saja Mas Dafa pusing karena rengekan emak yang memintanya cepat kembali.[Maaf ya, Kay, tadi Mas Dafa tidak jawab teleponmu. Habisnya kami sedang memadu kasih.] Kirim dan langsung dibaca. Yes! Pasti Kayla kesal dan cemburu.[Oh, iya, tidak apa-apa. Tadi cuma mau bilang semalam ada yang masuk rumah dan mengacak-acak kamar. Tidak hanya kamarku saja, tapi kamarmu juga.]Apa! Cuma begini balasannya? Dia tidak kesal ataupun memakiku? Apa Kayla ben
POV Risa.Hhhh ... Mas Fais, semakin kamu jauh dari hidupku kenapa aku semakin ingat padamu. Semakin aku melupakanmu, semakin aku cemburuan padamu. Apa ada yang salah ya, dengan hatiku?Lagi pula si Fatki juga sepertinya tidak mau melepaskan tambang emasnya. Cih, aku tidak menyangka kalau perempuan kampung seperti Fatki pun bisa menggenggam erat emas di tangannya. Ini berarti Mas Fais tidak akan pernah lepas dari Fatki. Apalagi Mas Fais terlihat sekali bucin padanya.Ditambah lagi ke dua orang tuaku masih saja menyalahkanku padahal mereka juga kan, mendukung pernikahanku dengan Mas Dafa. Sudah aku bilang kalau harta Mas Dafa juga banyak, tapi mereka tetap saja ngeyel. Apalagi ibu yang selalu saja menuntut untuk bertemu keluarga Mas Dafa. Katanya beliau malu anaknya punya suami, tapi tidak kenal dengan besannya. Ruwet sekali hidupku ini. Bapak dan ibu harusnya lebih bersabar dulu apalagi sekarang Mak mertuaku itu sedang sakit pasti cerewetnya akan berlipat-lipat kalau mereka bertemu te
POV Risa.âLoh, Mas, kok, ke rumah sakit? Kita enggak pulang dulu?ââNanti saja ini darurat,â jawab Mas Dafa seraya berlari masuk ke rumah sakit.âPak, ada apa, sih?â tanyaku pada supir.âTidak tahu, Nyah. Saya sejak kemarin kan, ikut Nyonya sama Tuan ke kota.ââYa, sudah!â Aku pun gegas masuk ke dalam menyusul Mas Dafa.Duh, di mana, ya? Di ruangan emak apa bapak? Mereka kan, dirawat terpisah.Lebih baik aku ke ruangan emak dulu biasanya kalau anak laki-laki kan, selalu kangen ibunya.Rupanya sampai ruangan emak pun Mas Dafa tidak ada yang ada hanya emak sama si bidah udik itu.âKayla! Kamu kok, aneh, sih, emak jedutin kepala begitu dibiarkan saja!â bentakku pada Kayla. Aku ini seorang dokter meski aku kesal pada mereka, tapi kalau tahu mereka meregang nyawa begitu tentu saja aku tidak bisa tinggal diam. Ini yang ada Kayla malah asyik main HP.âEm, bukan gitu. Memang emak jadi sering begitu sebentar lagi juga tidak lagi,â jawab Kayla. Wajahnya pucat pasi pasti dia ketakutan karena ke
POV Fawas.Sampai malam bakda isya aku mendapat dua kantong darah dari anak buah bapak dan dari Susanti. Ck, kenapa sih, harus berurusan lagi dengan Susanti? Aku kira setelah pulang dari markas sudah beres tidak bertemu lagi dengan gadis itu, tapi nyatanya malah dia berjasa menyelamatkan hidupku. Memberiku darahnya dengan suka rela. Apa suatu kebetulan golongan darah kami sama?Susanti terlihat biasa saja dan masih ceria padahal kan, harusnya lemas, tapi ada satu yang membuatku heran sih, porsi makannya banyak sekali. Bakso, nasi goreng, sate kambing masuk di perutnya. Hingga malam ini dia berhasil menghabis itu semua. Aku sampai bergidik ngeri melihat dia rakus begitu.âKamu belum pulang apa nunggu diusir?â tanyaku padanya, tapi dia malah cuek dan asyik mengunyah makanannya.âHei, ini kuping apa cantelan wajan?â kataku lagi. Kutarik sedikit ujung jilbabnya. Dia menoleh padaku dan langsung melotot.âKamu tanya sama siapa, Mas? Aku?â Ya, ampun ini bocah kok, enggak nyambungan. Ya, dial
POV Fawas.âAlhamdulillah kenyang. Malam ini bisa tidur nyenyak sekali,â ujar Susanti.âAku juga!ââAku juga!â sahut Biru dan Jingga bersamaan. Dasar anak kecil memang pantasnya main dengan anak kecil.âKalian sikat gigi terus bobo ya, besok kan, sekolah ini sudah jam 8 malam,â titah Susanti. Hebatnya anak-anakku langsung menurut.âBu Hajjah, Mbak Wulan, aku pamit ya, pulang dulu. Besok kita jadi kan, ke butik beli gamis?â Ya, ampun, itu anak masih ingat saja dengan gamisnya.Ibu dan Wulan tertawa pasti mereka heran ada manusia seperti Susanti.âJadi, dong, insya Allah. Nanti kita berkabar saja, ya, kan, aku sudah ada nomormu,â jawab Wulan.âBaiklah, kalau begitu aku pamit.ââAku antar sampai bawah, sampai kamu dapat ojek, ya, Mbak.â Susanti mengangguk.âIkutttt!â teriak anak-anakku.âBoleh, ayo!â ajak Susanti.Saat mereka hendak membuka pintu bersamaan dengan tamu datang. Ternyata itu bulek dan ada Ilham juga. Yang pertama aku lihat adalah ekspresi Susanti. Dia sampai melongo. Past
POV Fawas.âAstaga! Bukan begitu Markonah. Dia minta kamu mengulangi ucapanmu bukan berbisik-bisik,â kataku seraya Kulempar Susanti pakai bekas minumku barusan.âApaan sih, Mas. Resek, deh! Orang Mas Ilham saja tidak protes,â jawab Susanti ketus. Eyalah dikasih tahu malah nyolot!âAku tidak apa-apa, Mas, namanya juga baru bertemu dan Mbak Susanti pasti belum paham,â sahut Ilham sok, bijak! Halah bilang saja dia senang bisa sedekat itu dengan perempuan. Dua-duanya sama-sama norak!âIya, itu dasar Mas Fawas norak! Tidak bisa memahami orang lain,â sela Susanti. Halah terserah kalian sajalah.âSebenarnya aku sudah kenyang, Mbak, tapi kalau Mbak Susanti menawariku ya, dengan senang hati aku terima,â ucap Ilham lagi.Susanti mengambil donat di meja lalu diberikannya pada Ilham.âTante, aku juga mau donat!â seru Jingga. Susanti gesit mengambil lagi donat yang hendak dimakan oleh Ilham dan diberikan ke Jingga.âMas, maaf ya, donatnya tinggal satu dan Jingga mau. Orang dewasa sebaiknya mengal
POV Fawas.âBiru marah sama Papah?â Dia menggeleng.âTidak, Pah. Biru jadi merasa bersalah sama Papah.ââHei, boy! Ayolah, tersenyum. Papah senang kalau Biru tanya seperti itu.â Biru melihatku dan tersenyum manis sekali. Anak lelakiku ternyata sudah besar.âAku juga mau Mamah baru. Bosan main dengan Mbak terus. Kalau ada Mamah kan, aku bisa melakukan apa pun berdua,â sahut Jingga. Aku mengangguk saja. Bingung mau jawab apa.Tak lama Wulan datang membawakan makanan untuk kami. Semalam kami tidur bertiga hanya ada orangku yang ikut menjagaku di sini. Lagi pula kasihan juga orang tuaku jika harus setiap hari menjagaku. Sedang Biru dan Jingga semalam sudah tertidur jadi tidak diajak pulang. Tumben Wulan sendirian biasanya sama si cewek enggak jelas itu atau dia belum masuk, ya? Aku celingukan mencari dia.âCari siapa, Mas?â tanyanya mengagetkanku.âEm, iâtu enggak cari siapa-siapa,â jawabku gugup. Wulan mencebikkan bibirnya.âHeleh, kamu cari Susanti, ya?â Duh, kok, Wulan bisa tahu, sih!
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p