"Silakan duduk, Pak. Kita perlu cari tahu, apa isi kresek tersebut. Apa ada hubungannya dengan kasus ini?"
Satpam segera menggeser kursi lalu duduk. Pria setengah umur tersebut kaget dan langsung menatap kaca jendela. Baru saja, dia melihat ada bayangan yang melintas. Bukankah di sebelah adalah kolam ikan? Tak ada jalan di samping jendela?"Ada apa, Pak?" tanya Ny. Anggara sambil mengamati ekspresi pria di depannya. Wanita tersebut merasa aneh dengan perubahan raut wajah pria tersebut."Maaf, Nyonya. Barusan, saya liat ada orang lewat dekat jendela. Siapa, ya?""Samping jendela itu kolam. Mana bisa orang jalan di atas air?""Nah, itu dia, Nyonya," balas satpam samabil tersenyum tipis. "Saya mohon izin cek dulu. Nanti saya ke sini lagi sambil bawa kresek hitam.""Silakan dicek dulu, Pak. Terima kasih masih mau peduli dengan kami."Satpam tersebut bangkit lalu berjalan ke luar kamar. Tak lama kemudian, Bik Sumi datang dengan nampan berisi dua botol minuman dingin."Pak Satpam baru saja keluar, Bik," ucap Ny. Anggara seraya mengambil sebotol dari nampan."Saya sudah kasih, Bu. Ini punya Non Sandra.""Terima kasih, Bik.""Nyonya, saya mau kasih saran. Bagaimana kalo pintu pembatas ruang makan dengan dapur dikunci saja? Soalnya suka merinding saat liat ke dapur.""Saran bagus, Bik. Saya gak kepikiran sampe ke situ. Nanti saat rekonstruksi, biar lewat pintu samping saja," balas Ny. Anggara yang sesekali menyedot minumam dingin dari sedotan. Bik Sum lalu menaruh nampan di meja. Wanita masih berdaster ini mendekat ke Ny. Anggara."Nyonya, ada sebagian baju di jemuran."Ny. Anggara yang mendengar langsung tersenyum. "Ya, gak apa. Masih ada baju yang lain. Entar kalo Bik Sumi gak berani ambil baju di kamar. Kita nanti mampir bentar buat beli baju. Tolong catat, semua keperluan Bik Sumi.""Maaf, Nyonya. Dipotong gaji, ya?"Sebelum menjawab pertanyaan Bik Sumi, sang majikan tertawa kecil. "Gajian Bik Sumi utuh. Saya belikan, Bik. Anggap sebagai bonus.""Terima kasih banyak, Nyonya.""Sekarang catat semua keperluan Bik Sumi dan bahan sembako yang kita perlukan. Kita agak lamaan di apartemen.""Baik, Nyonya," balas wanita tersebut. Ketika hendak melangkah, Bik Sumi teringat sesuatu. "Non Sandra masih tidur. Padahal sudah waktunya makan.""Gampang itu. Kita bisa mampir beli makan."Ny. Anggara bangkit lalu memeluk wanita yang telah menemani keluarganya semenjak Sandra lahir. "Bik Sumi, terima kasih banyak. Bibik sudah menemani kami selama ini. Terima kasih masih mau menjaga Sandra, meski sering kena pukul dia. Gak usah sungkan lagi sama saya. Bik Sumi itu sudah saya anggap bagian keluarga. Kalo perlu apa-apa, bilang ke saya."Bik Sumi yang dipeluk oleh majikannya, jadi terharu. Beberapa buliran bening mengalir deras dari kedua pelupuk mata."Nyonya, terima kasih banyak telah memperlakukan saya dengan baik. Memang tugas saya untuk jagain Non Sandra. Maafin saya, Nyonya. Saat itu, gak ada di rumah. Saya sedang belanja ke pasar," ungkap Bik Sumi sambil menangis tersedu-sedu.Nyonya Anggara mengurai pelukan lalu mengambil tisu. Wanita bertinggi badan 170 cm tersebut mengusap air matanya. Kini, Nyonya Anggara memegang kedua bahu asisten rumah tangga ini sambil tersenyum."Gak perlu minta maaf, Bik. Namanya udah takdir. Kita hanya menjalani saja. Eh, iya. Tolong dilihat, semua barang udah naik belum?""Tinggal baju Nyonya dan Nona yang belum.""Baju kita nanti taruh mobil hitam aja. Saya mau ganti baju dulu. Tolong, Bik Sumi kemasi baju punya Sandra, ya.""Baik, Nyonya." Ny. Anggara pun beranjak meninggalkan kamar. Sementara Bik Sumi segera menuju lemari dan mulai mengemasi semua pakaian sang nona. Sembari melipat baju dan menyimpan ke dalam travel bag kedua mata Bik Sumi awas menatap kaca jendela. Ada hawa dingin menyelimuti dalam ruangan Sementara itu, bulu kuduk wanita separuh baya ini meremang.Yang barusan lewat apa, ya? Tapi kok mirip kepala? Bik Sumi bertanya dalam hati. Dia mengusap kedua lengan yang bulunya merinding, saat hawa sedingin es menerpa kulit tubuhnya. Bik Sumi yang sudah merasa ada sesuatu, segera melirik obat di meja. Ah, syukurlah. Non Sandra sudah minum obat. Moga bisa tidur pulas, batin wanita separuh baya tersebut.Beberapa saat kemudian, tampak olehnya sebuah kepala tanpa tubuh melintasi kaca jendela. "Ya ampun! Apa itu? Meski ngeri, wanita separuh baya ini nekat bangkit lalu beranjak ke jendela. Saat kedua tangan akan membuka daun jendela, ...."Bik, ayo kita berangkat!" ajak Ny. Anggara yang datang mengangetkannya. Wanita separuh baya ini pun langsung menoleh ke sumber suara."Eh, eh ... Nyo-Nyonya.""Ada apa, Bik? Macam orang takut gitu?" tanya Ny. Anggara sembari mendekat."A-anu ... i-itu, Nyo-Nyonya ..." Bik Sumi menjawab dengan tubuh menggigil."Duduk dulu, yuk!" Kemudian, Ny. Anggara membimbing asisten rumah tangga menuju kursi. Setelah Bik Sumi duduk dengan baik, sang nyonya segera mengulurkan botol minuman dari meja."Minum dulu, Bik! Biar bisa tenang," saran Ny. Anggara sambil tersenyum ramah. Wanita di hadapannya mulai menyedot minuman beberapa saat. Raut wajah Bik Sumi mulai tak pucat lagi. Dia mulai tersenyum tipis, meski tampak memaksakan diri. Ny. Anggara kemudian duduk di sisi ranjang dengan mata menatap lekat ke raut wajah Bik Sumi."Udah lega, Bik?" tanya wanita yang kini sudah berganti dengan setelan blus dengan celana jeans."Sudah, Nyonya," jawab Bik Sumi."Ada apa, Bik?" tanya Ny. Anggara lembut. Wanita yang masih cantik di usia lima puluh tahun ini tersenyum. Dia mencoba menenangkan Bik Sumi."A-anu ... han-hantu, Nyonya.""Mana ada, hantu jam segini, Bik?""Ada tadi, Nyonya.""Ah, mungkin hantu keliru jadwal kerja itu," balas Ny. Anggara bercanda agar pikiran Bik Sumi tak tegang. Beberapa saat, wanita berdaster tersebut mengambil napas panjang. Kemudian, dia menghempaskannya kembali. Bik Sum menundukkan pandangan. Dia tak ingin menatap ke arah jendela. Ny. Anggara duduk agak mendekat ke Bik Sumi. Dia lalu memegang jemari tangannya."Cerita, ada apa?" tanya Ny. Anggara sambil tersenyum ramah."Tadi di kaca jendela, ada kepala lewat, Nyonya.""Maksudnya, kepala tanpa tubuh?" tanya Ny. Anggara ingin memperjelas pernyataan Bik Sum barusan.Bik Sumi pun mengangguk. Ny. Anggara seketika mengarahkan pandangan ke jendela. Tak tampak apa pun di sini. Tak bisa dipungkiri oleh Ny. Anggara, dirinya pun merasakan perasaan aneh."Emang kita harus segera pindah dari sini. Kasian Non Sandra. Bisa digangguin terus," papar Bik Sumi sambil memandang Sandra yang tidur pulas. Wanita ini tersenyum merasa bersyukur sang nona tak terganggu tidurnya.Bik Sumi pun mengangguk. Ny. Anggara seketika mengarahkan pandangan ke jendela. Tak tampak apa pun di sini. Tak bisa dipungkiri oleh Ny. Anggara, dirinya pun merasakan perasaan aneh."Emang kita harus segera pindah dari sini. Kasian Non Sandra. Bisa digangguin terus," papar Bik Sumi sambil memandang Sandra yang tidur pulas. Wanita ini tersenyum merasa bersyukur sang nona tak terganggu tidurnya."Yaodah, ceritanya dilanjut di perjalanan aja,"sahut Ny. Anggara yang mulai merasakan ngeri. Dia sengaja menunda cerita Bik Sumi. Sudah dua orang yang mengatakan ada sesuatu di jendela tersebut. Hal tersebut sudah cukup kuat buat alasan harus segera pindah dari rumah ini."Saya taruh travel bag Non Sandra ke bagasi dulu. Punya Nyonya sudah siap?" tanya Bik Sum seraya menyeret dua koper besar tersebut."Udah saya taruh di ruang tamu. Sekalian, panggilkan Vino dan tukang angkut. Suruh ngangkat Sandra ke mobil.""Baik, Nyonya. Permisi," balas Bik Sumi. Wanita berdaster tersebut segera berlalu, te
"Pak, tolong suruh yang sif malam agar datang sekarang. Bapak harus segera lapor polisi. Nanti saya menyusul," perintah Ny. Anggara seraya mata menatap ke arah samping pos jaga."Baik, Nyonya. Barusan saya sudah telepon dia. Sekarang lagi tunggu dia datang," ucap satpam seraya keluar dari pos lalu mengikuti arah pandangan majikannya."Bagus. Udah gak begitu bau sekarang," kata wanita separuh abad tersebut sembari mengendus-endus ke udara."Habis saya semprot pewangi dan kasih kapur barus dalam dus, Nyonya."“Ya, udah. Kami berangkat. Nanti kita ketemu di kantor polisi,” ucap Ny. Anggara. “Baik, Nyonya,” balas satpam tersebut sambil mengangguk.Ny. Anggara segera berlalu dan segera masuk ke mobil. Wanita berusia separuh baya yang masih terlihat cantik ini mengambil duduk di sebelah Vino. Sementara di kursi belakang ada Bik Sumi yang menjaga Sandra. Perjalanan ke apartemen memerlukan waktu 30 menit.Namun di pertengahan jalan, tampak gelagat lain pada Sandra. Gadis tersebut bangkit lal
“Bukannya yang barusan no.10. Giliran saya, masih lima belas nomor lagi,” balas Bik Sumi sambil memperlihatkan nomor antreannya kepada perawat.“Pak Dokter yang meminta saya untuk mendahulukan Ibu. Mari.”Bik Sumi yang diliputi kebingungan, akhirnya menuruti kata perawat. Wanita ini pun segera masuk ruangan dengan didampingi perawat. Sesaat setelah masuk ruangan, perawat segera mengunci pintu.Ada senyum mengembang dari kedua bibir pria dengan jas putih sembari mengacungkan jempol ke arah asistennya tersebut. Sementara itu dua orang perawat yang lain segera membimbing Bik Sumi menuju ranjang pasien. Wanita lugu tersebut merasa keheranan dengan prosedur perawatan di luar kebiasaan tersebut. Seorang perawat telah mempersiapkan alat suntik.“Dokter, saya langsung disuntik? Saya hanya mau mengobati luka bekas suntikan. Leher saya sakit,” protes Bik Sumi yang belum mau naik ke ranjang.“Harus disuntik agar tak infeksi,” jelas dokter dengan ekspresi datar.“Saya gak mau suntik. Saya minta o
VAMPIRE 8“Benar, Bu. Ada teman saya yang melihat gelagat mencurigakan dari tenaga medis yang memeriksa Bik Sumi,” urai Vino “Ya, beruntung kamu segera ke sana. Gak bisa dibayangkan, jika Bik Sumi jadi korban mereka.”“Ya, Bu. Saya sudah memberitahu teman agar memantau aktivitas mereka.”“Kita laporkan saja ke pihak managemen,” saran Ny. Anggara yang langsung direspon gelengan kepala oleh Vino.“Kenapa?” tanya Ny. Anggara keheranan dengan ucapan Vino yang dirasa ganjil.“Mereka adalah sekumpulan penyamar, Nyonya.”“Itu udah gak bener niat mereka. Apalagi, Bik Sumi korbannya. Kalo bisa jadi saksi. Komplit. Bisa dilaporin, Vin.”“Mereka punya kekuatan super natural, Nyonya,” ucap Vino dengan ekspresi serius.“Maksud kamu?”“Nyonya harus lebih waspada. Mereka telah incar Nyonya sekeluarga.”“Mereka siapa, Vin? Yang jelas, dong!”“Non Sandra punya darah suci, Nyonya.”“Kamu makin ngaco! Sandra anak kandung kami and she is pure the human. Darah suci apaan? Mereka, yang tukang menyamar it
Ny. Anggara pun mengakhiri hubungan telepon lalu memasukkan ponsel ke tas. Bersamaan dengan wanita tersebut menutup tas, terdengar bunyi bell.“Biar aku yang bukain, Ma,” ucap Sandra yang segera beranjak ke arah pintu.Saat pintu dibuka, tampaklah Vino yang tersenyum ramah. Namun dengan penampilan yang sangat mengagetkan ketiga wanita.“Vin ...?”Pertanyaan Ny. Anggara terhenti.“Maaf, saya numpang toilet,” ucap Vino yang gegas masuk dengan sedikit membungkuk. Ny. Anggara hanya bisa mendelik ke arah sopir kepercayaannya tersebut. Sementara dua wanita yang lain, menoleh ke arah Vino hingga tubuh pria muda tersebut hilang di balik pintu toilet.“Ma, itu Bang Vino kenapa?” tanya Sandra bingung sambil menunjuk ke arah pintu toilet.Ny. Anggara seketika tersenyum ke arah putri kesayangannya. “Sayang, syukurlah, kamu udah pulih,” kata Ny. Anggara sambil memeluk Sandra penuh haru.“Ma, emang Sandra kenapa? Terus itu Bang Vino ...,”“Beneran, kamu gak ingat apa pun?” tanya Ny. Anggara semba
“Baik, Pak. Terima kasih bantuannya,” balas Vino sambil menyalami petugas. “Terima kasih telah mau berkerjasama demi penyelidikan,” ucap petugas sembari tersenyum. Di saat bersamaan, telinga Vino yang sensitif mendengar gerakan kasar di antara pepohonan di sekitar kantor polisi. Mereka ingin lawan main rupanya, batin Vino dengan geram. Pria muda berbodi atlelis tersebut melangkahkan kaki ke arah tempat tunggu. Di ujung salah satu kursi panjang, Vino duduk sambil membaca situasi luar dari jendela terbuka di hadapan. Dengan indra penglihatan supranatural, dirinya bisa tahu beberapa sosok berbulu dan bertaring tak kasat mata sedang mengitari area ruang pemeriksaan. Vino tersenyum penuh arti. Dengan mantap, pria tersebut menebar jaring penutup dimensi lain di seluruh area kantor polisi. “Buatlah pesta tanpa korbankan makhluk jenis lain.” Vino mencoba membangun komunikasi dengan mereka. Namun, nyatanya usaha yang dilakukannya tak mendapat respon. Pria berkulit eksotis ini menikmati k
“Setahu saya, tubuh Radit diseret Papa. Dia dibunuh pria tua itu. Dia harus dihukum mati!” teriak Sandra yang tiba-tiba emosi dengan mata melotot. Sekujur tubuh gadis ini tegang lalu terdengar gigi-giginya gemeretak. “Nona, tenang!” bujuk petugas yang kaget dengan reaksi wanita muda tersebut. “Sayang, sudah! Biar Mama yang jawab,” ucap Ny. Anggara sambil memeluk kembali putrinya. “Maaf, Pak. Keadaan anak saya belum stabil. Tolong mengenai hal tersebut diskip dulu!” pinta Ny. Anggara kepada petugas. “Baik, Bu. Sesi tanya jawab Ibu sudah selesai. Khusus untuk Saudari Sandra, tunggu sampe kondisi telah baik. Silakan menunggu di luar, setelah ini ada proses penandatanganan berkas. Minta tolong saksi Sumiati dipersilakan masuk.” “Baik, Pak. Saya akan kasih tahu Bik Sumi. Permisi, Pak,” balas Ny. Anggara yang kemudian membimbing Sandra untuk berjalan keluar ruangan. Sesampai di luar, Ny. Anggara memberitahu Bik Sumi. Setelah si ART masuk ruang pemeriksaan, Ny. Anggara mengajak Sandra u
“Oh, gitu. Nanti sehabis berendam, kita ke sana ya, Bang?” “Baik, Tuan Putri! Sekarang fokus pengobatan sampe gak ada kulit yang terkelupas.” “Okey,” jawab Sandra yang kembali memejamkan mata. “Aaaauhh ...! Ooooo ...!” samar-samar terdengar lolongan serigala semakin mendekat. “Mereka lagi! Bang sat!” ujar Vino penuh emosi. Sandra yang mendengar umpatan Vino barusan, seketika membuka mata kembali. “Ada apa, Bang?” tanya Sandra dengan tatapan mata penasaran. Vino akhirnya merasa geli sendiri. Taktik dia untuk menyumpal telinga Sandra dari apa pun dan hanya bisa dengar suaranya menjadi bumerang. “Enggak apa. Abang barusan terbawa lamunan. Gimana udah bersih kulitnya?” tanya Vino untuk mengalihkan pembicaraan. “Udah bersih. Ringan banget di badan. Berasa lebih fresh, dapat energi baru,” jawab Sandra. “Kalo gitu udah beres. Abang ambil baju buat kamu dulu,”balas Vino yang segera berlari secepat kilat. Hingga Sandra tak tahu tujuan pria tersebut. Wanita muda tersebut keluar dari
Bernard tersenyum mengetahui kekasihnya telah siuman. "Sabar, Sayang. Sesampai tempat kamu, aku akan pasang infus."Lift dalam keadaan sepi. Hanya mereka bertiga sampai pintu terbuka di lantai tempat mama Sandra dengan yang lain menunggu. Carol berjalan mendahului dengan senyum penuh arti. Wajah Bernard basah oleh peluh dan itu telah membasahi pakaian formal yang masih dipakainya.Begitu sampai depan pintu, Carol segera menekan bel. Pintu terbuka dan tampak beberapa wajah yang cemas akan keadaan Sandra. Tentu saja, Bernard kaget dengan semua ini."Bagaimana bisa kalian ada di sini?"tanya pria bermata biru tersebut. "Maaf, Nyonya. Sandra mabuk berat hingga pingsan.""Saya tahu, kamu adalah dokter. Segera obati anak saya!"pinta Ny.Anggara yang langsung berjalan ke arah kamar Sandra. Wanita ini membuka pintunya.Bernard membopong masuk tubuh Sandra. Kemudian merebahkan Sandra di pembaringan. Dia segera memasang infus dan menaruh kantongnya dengan mencantolkan pada sebuah hiasan di dindin
"Besok pagi kami akan ke keluarga kamu. Kami akan persiapkan semua. Kakek dan Nenek sudah ngotot ingin buru-buru menimang cucu," jelas James yang mematik sikap usil Bernard."Wah, kita harus buru-buru nikah biar bisa bikin cucu yang lucu buat Kakek dan Nenek," celetuk Bernad yang menghasilkan sebuah cubitan di punggung tangan. "Aduh, Sayang. Bilang aja mau buruan ada yang temani tidur tiap malam. Saya siap, Nona.""Apaan, sih!" Sandra cemberut padahal dalam hati senangPesta ini memang diadakan untuk memperkenalkan Sandra kepada seluruh anggota keluarga besar Bernard. Sayang Axel dan Jeanne tidak bisa pulang untuk menghadiri pesta. Namun, keduanya sangat antusias saat diajak video call oleh Bernard bersama Sandra.Malam ini Sandra telah minum champagne berlebihan. Wanita ini tidak pernah minum wine apalagi champagne. Ya, sejak diketahui Sandra memiliki darah suci, orang tuanya telah mewanti-wanti padanya untuk tidak memakan maupun meminum hasil olahan fermentasi.Kini, Bernard yang ke
"Coba aku rasakan." Bernard mengambil obat dari plastik lalu mengulum dan mencium bibir Sandra sekaligus menyalurkan obat tersebut. Keempat asisten rumah tangga segera memalingkan wajah karena malu melihat adegan mesra sejoli. "Minumnya." Bernard menyodorkan gelas ke mulut Sandra. Wanita ini segera meminumnya sampai habis."Benar-benar pasangan serasi. Semoga Tuan Muda dan Nona segera menikah," ucap ART senior.Sejoli tersenyum ke arah para ART. Akhirnya mereka mulai bersiap merias Sandra dan Bernard yang sadar diri segera mendekat ke arah Sandra. "Aku tunggu di bawah, Sayang. Jangan lama-lama! Aku gak bisa menaha rindu terlalu lama.""Gombal, ih!" Sandra manyun ke arah Bernard dan langsung dikecup bibirnya. Setelah itu, Bernard langsung kabur.Perilaku pasangan ini membuat keempat ART ikut gemas dibuatnya. Dalam waktu satu jam lebih Sandra dirias oleh keempat wanita kepercayaan. Kini, Sandra tampil begitu memesona apalagi rasa bahagianya telah mengaktifkan molekul-molekul dalam dara
Hatinya yang terluka perlahan dapat obat penawar dari pria asing di sebuah restoran. Sandra tidak akan pernah menyesali itu. Pria ini benar-benar serius ingin mempersuntingnya. Bukan sekadar kata-kata manis yang terucap dari bibir Derick dan bukan pula pernikahan di atas pengkhianatan Vino terhadap Grace."Aku kunci sebentar pintunya, Sayang," bisik Bernard sambil melepas pelukan. Sandra baru tersadar, mereka telah berada di atas ranjang. Cumbuan keduanya telah membuat melayang. Sandra tersenyum memandangi tubuh Bernard yang berjalan ke arah pintu. Pria berbadan atletis yang telah lama didambanya. Pria yang sesuai dengan ekspektasi Sandra. Lebih dari Raditya, Vino maupun si eksotis Derick.Bernard mengunci pintu lalu ia segera menghampiri Sandra. Pria itu memainkan jari jemarinya pada lekuk tubuh Sandra yang menggiurkan."Bens, aku bertanggung jawab atas drama yang terjadi," bisik Sandra yang semakin membuat Bernard semakin bergairah.Sandra berdiri di depan si pria indo ini. Ia mena
Tiba-tiba Sandra dikejutkan oleh kehadiran beberapa wanita bercode dress ala asisten rumah tangga Telenovela. Bernard lalu mendekati Sandra dan berbisik, "Sampai jumpa di pesta dansa, Sayang."Pria berparas blasteran ini mengecup pipi Sandra sekilas lalu pergi entah ke mana. Sandra memegang pipi bekas kecupan Bernard. Kurang ajar, rutuk Sandra dalam hati. Padahal dalam hatinya berbunga-bunga.Sandra diarahkan ke sebuh kamar oleh salah satu ART yang berwajah lebih dewasa dari yang lain. Sepertinya, dia adalah senior dari para ART. Sebuah ruangan yang sangat luas. Ada sebuah pembaringan besar berkasur tebal. Matanya memidai sekeliling ruangan. Seluruh dinding berwarna keemasan dengan kaca jendela lebar yang mampu membingkai langit dengan segala isinya.Lampu gantung besar tepat berada di atas pembaringan. Tak jauh dari pembaringan ada meja rias satu set. Berjarak sekitar satu meter berdiri lemari kayu jati berdampingan dengan etalase baju dan sepatu. Dalam etalase baju terdapat berbagai
"Pak, tolong, dong! Jangan dihukum kayak gini. Please," ucap Sandra mirip anak kecil merengek.“Ya. Ada yang mau saya omongin lebih banyak. Duduk!"“Nanti saya telat masuk.”“Saya bilangin staf promo kalau kamu ada urusan sama saya.”Sandra terpaksa menurut daripada dalam masalah. Wanita berambut lebat ini sadar bahwa Bernard sedang menatapnya dengan sinis.“Kenapa?” tanya Sandra malas. Padahal dalam hatinya ingin sekali mempergunakan kekuatan supranatural. Ia pun teringat akan nasihat mamanya agar berperilaku layaknya manusia. Sandra hanya ingin hidup dengan damai dan itu bisa didapatkan saat dirinya kembali menjadi manusia seutuhnya.“Kamu gak bisa kabur lagi, wanita licik.”***Dari awal pertemuan tidak sengaja mereka, Bernard ikut andil membuat skenario di mana mereka bertemu saat liburan. Hal itu sesuai dengan penjelasan Bernard kepada keluarganya.Sandra kini kembali ke ruang promo dan iklan dengan tubuh yang lemah, letih dan juga lesu. Macam orang kurang gizi. Begitu selesai k
Penjelasan dokter Ariel sampai membuat teman-temannya berbisik. “Nama akhirnya Luciano, kayaknya dia penerus direktur yang sekarang, ya?”“Kayaknya iya deh, masih pemilik rumah sakit ini.”Namun, dari pembicaraan mereka yang Sandra takutkan adalah ... Itu orang yang sama. Begitu Sandra menoleh ke belakang dan melihat kedatangan si Wakil Direktur. Saat itulah Sandra merasa dunianya seketika berputar bagai gangsing.Wanita muda ini buru-buru menoleh ke arah lain, hingga Bernard melewati. Saat pria tersebut memberi kata sambutan, Sandra segera menunduk. Ia berpura-pura membaca proposal yang akan tim lakukan.“Lu biasa bagian apa?"tanya wanita sebelah Sandra.Product placement," balas Sandra singkat."Meliputi apa saja?"tanya yang lain. Sandra merasa terganggu dengan dua orang ini yang terus-menerus tanya berbagai hal. Mereka seperti sengaja menguji kemampuannya.Masa, iya. Sudah kerja tahunan di bidang advertiser, masih tidak ngerti apa itu product placement, omel Sandra dalam hati. Namu
“Jangan kabur lu! Kita harus menikah dan lu harus punya anak agar bisa sembuh dari penyakit langka."“Iih, lepas gak? Gue mau ke kamar mandi. Kebelet."“Tanggung jawab!"“Sinting!"seru Sandra mencoba melepaskan diri. “Lepas, gak?”“Kalau kamu gak mau, kita balik lagi ke dalam dan kamu jelaskan semuanya.”“Iih, tunggu!” Sandra panic ketika Bernard menariknya berjalan. Namun, tenaga pria itu lebih besar, mustahil untuk dilawan. “Iya, iyaaa! Gue tanggung jawab! Izinin dulu gue ke kamar mandi, please! Gue janji akan tanggung jawab," ucap Sandra dengan raut wajah memelas.Tidak sia-sia Sandra untuk mengeluarkan bakat aktingnya. Akhirnya, Bernard menghentikan langkah. “Ada yang perlu gue ingin bicarakan sama lu. Penting! Kita ke apartemen gue.”“Gue mau ke kamar mandi di sini dulu. Gak kuat, pengen pup." Sandra berkata sembari menahan bagian pantat. "Atau lu lebih suka, gue buang kotoran dimari? Oke, fine!"Bernard seketika melepaskan cengkramannya. “Gue ikut sama lu.”“Terserah!" Sandra pu
Satu-satunya yang terpikirkan di kepala Sandra adalah ...."Hhhggg ....” Wanita berambut lebat tersebut memegang dadanya lalu berakting sesak. “Sa-Saya ma-mau ke to-toilet.”“Bernard antar dia! Kayak sesak gitu. Kalo perlu antar ke dokter,” ucap Cecilia khawatir.“Gak papa, Tante. Saya ke kamar mandi dulu ….” Sandra buru-buru berdiri lalu melangkah sambil menunduk tanpa mengetahui kalau ada dua pria sedang menggotong meja.BRUKK! “Aaaah!” Sandra jatuh lalu tiba-tiba pandangan matanya gelap. Wanita ini pun tak sadarkan diri.“Ya ampun, Nak!”pekik Cecelia terkejut.“Bens, buruan bawa ke rumah sakit”perintah James sambil mengulurkan kunci mobil.Dengan berat hati Bernard membopong tubuh Sandra. Tampak ada benjolan di bagian kening wanita berambut lebat tersebut. Wajah cantiknya pucat pasi seperti kapas. Timbul rasa empati dalam hati pria berpredikat es batu ini. Sementara itu, Bernard tidak menyadari bahwa Cecilia mengikuti dengan setengah berlari. Bernard dengan napas tersengal-sengal,