Seharusnya aku cuman mengurusi bagian keuangan. Tapi masuk timnya Tristan, apa-apa kuurusi. Mulai dari meneliti berkas perencanaan dan lain-lain. Seperti sekretaris pribadinya saja. Entahlah, sebenarnya jabatanku ini apa.Asisten pribadi Tristan cuman mondar-mandir mengurus ini, mengurus itu yang berkaitan di lapangan. Asistennya seorang laki-laki."Aruna masih mengganggumu?""Apa Mbak Aruna berteman dengan Atika?" Bukan menjawab pertanyaan, aku justru mengorek keterangan lainnya."Mungkin?"Aku menatap heran. "Kok mungkin? Apa Pak Tristan nggak tahu istrinya berteman dengan siapa saja?""Nggak semuanya kuketahui, Hilya. Apa yang kamu tahu sampai bertanya begitu?""Nggak apa-apa, Pak," jawabku singkat. Sudahlah tak perlu membahas lagi hingga jadinya bisa ke mana-mana. Aku juga tidak tahu pasti, sebenarnya pernikahan Tristan dan Aruna ini bagaimana. Dan itu aku tidak perlu tahu.***L***Hari-hari selanjutnya aku bekerja seperti biasa. Tidak kupedulikan tatapan memuja dari Tristan, atau
Dapur dalam kondisi urgent juga dan harus dibenahi. Kasihan anak-anak kalau sampai kayu lapuk, jatuh, dan menimpa mereka, sedangkan aku tidak ada di rumah. Semoga Pak Tristan memang sebaik itu."Sepuluh juta?" Mbak Asmi seolah tak percaya."Iya. Sisanya masih kusimpan. Nanti liburan sekolah, kita ajak anak-anak berlibur. Aku sudah cari tahu tiket kereta api ke Jogja. Agnes kemarin nelepon, suruh main ke sana. Nanti diajak jalan-jalan."Netra Mbak Asmi berkaca-kaca. "Bosmu baik banget, Hil. Semoga nggak ada maksud dibaliknya.""Nggak ada, Mbak. Pak Tristan baik orangnya. Mbak, tenang saja. Bonus itu untuk menghargai kerja kerasku dan konstribusiku pada perusahaan. Pak Tristan ...." Aku spontan berhenti bicara, karena baru sadar kalau Mas Arham ada dibelakang kami. Apa dia mendengar percakapan tadi?"Ada apa, Mas?" tanyaku tak suka. Karena tiba-tiba saja dia masuk ke dalam."Rifky pup. Aku gantiin di kamar mandi, ya.""Nggak usah. Ayo, Rifky sama bunda." Aku mengambil anakku dari gendon
USAI KEPUTUSAN CERAI - Malam Penghargaan "Malam ini, perusahaan akan memberikan penghargaan kepada karyawan terbaik tahun ini. Dengan dedikasi, kerja keras, dan profesionalismenya, penghargaan ini memang layak diberikan kepada Mbak Hilya. Wanita tangguh yang luar biasa. Single mom yang hebat," pujian pembawa acara kembali menggema mengiringi langkahku menuju panggung.Jantungku berdetak lebih cepat.Tepuk tangan kembali bergemuruh. Aku berusaha tetap tenang meskipun bisa merasakan puluhan pasang mata mengarah padaku.Aku berdiri di sebelah pembawa acara setelah menyambut uluran tangannya. Pada akhirnya aku bisa berdiri di panggung kebanggaan dan impian semua karyawan."Dengan segala hormat, saya meminta Pak Tristan untuk memberikan trofi penghargaan pada Mbak Hilya."Gemuruh tepuk tangan kembali terdengar. Tristan bangkit dari duduknya seraya mengancingkan jas hitam yang dipakai. Melangkah tegap ke arah panggung. Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat tatapan tidak suka Aruna dan k
Beberapa saat kemudian, suara mikrofon kembali diketuk beberapa kali, membuat percakapan di ruangan meredup dan kembali memandang ke panggung. Pembawa acara sudah berdiri di sana, persiapan untuk acara undian berhadiah.Seluruh karyawan mengambil nomer di dalam tas masing-masing. Kertas kecil yang diberikan oleh panitia saat kami memasuki ballroom."Semoga aku dapat motor.""Aku dapat kulkas pun nggak apa-apa."Celetuk beberapa rekan yang sangat antusias menantikan undian. Seketika ruangan kembali riuh. Piring-piring yang masih berisi makanan ditaruh dulu di atas meja dan fokus ke atas panggung.Dari hadiah terkecil, hingga hadiah-hadiah mahal membuat suara orang-orang bersorak senang.Ani hanya mendapatkan kipas angin, Ika mendapatkan setrika, dan aku belum mendapatkan apa-apa. Aku tidak berharap lagi setelah mendapatkan penghargaan sebagai karyawan terbaik. Itu sudah cukup."Yang mendapatkan hadiah utama adalah nomer undian 763." MC menyebut tiga angka. Dan membuatku sangat kaget. I
Aku memandang ke arah kiri. Mas Arham membuka kaca mobilnya. Rifky menggerak-gerakkan kakinya saat melihat sang papa. "Papa.""Rifky." Mas Arham tersenyum memandang anaknya."Kalian mau ke mana?""Aku mau ngajak Rifky jalan-jalan," jawabku kembali fokus pada traffic light."Ke mana?""Maaf, kami pergi dulu!" pamitku karena lampu sudah berganti warna. Dan dari spion kulihat mobilnya mengikuti kami. Namun tidak terkejar karena aku lolos di lampu merah berikutnya, sedangkan dia terjebak dan harus berhenti.Aku langsung masuk mall sambil menunggu Ika dan Ani sampai. Kubiarkan Rifky turun dan berlarian di koridor. Kebetulan mall baru buka, jadi pengunjung belum seberapa ramai.***L***"Hilya, kamu akan mendapatkan promosi jabatan sebagai CFO. Chief Financial Officer," kata Tristan siang itu yang membuatku spontan terkejut."Benarkah, Pak? Tapi masih ada yang lebih senior dari saya.""Papa sudah memutuskan hal itu. Kamu memang layak mendapatkannya. Kami sudah serius membicarakannya. Kerja b
USAI KEPUTUSAN CERAI- Luka Lelaki Author's POV "Kamu, Tristan. Apa nggak bisa mengurangi interaksi dengan wanita itu." Pak Ardi berkata dengan mata menyala-nyala penuh amarah."Wanita itu punya nama, Pa. Dia karyawan terbaik di kantor kami. Bagaimana saya harus mengurangi interaksi, sedangkan kami ini satu tim kerja. Kami berhubungan secara profesional. Jangan berlebih-lebihan membuat masalah ini kian runcing, Pa. Maaf, kalau ucapan saya kasar." Di akhir kalimat, suara Tristan melunak.Pak Fadlan yang sejak tadi diam, berdehem seraya menegakkan duduknya. Dengan pembawaan tenang, ia memandang sang besan. "Pak Ardi, bukankah masalah ini sudah kita bahas sebulan yang lalu. Sudah kita anggap clear, bukan. Cobalah tanyai baik-baik Aruna, maunya apa? Tristan nggak ngapa-ngapain dengan Hilya."Apa dia pernah memergoki Tristan dan Hilya berkencan atau hanya sekedar berduaan. Bahkan kalau mereka berbincang di ruang meeting pun, seringnya ada saya di sana. Ada tim, ada staf lain juga."Hilya
Zara ini sepupunya Aruna. Putri dari kakak perempuannya istri Pak Ardi. Gadis yang dipacari Tristan. Namun diam-diam Aruna menaruh hati pada Tristan dan dengan licik Pak Ardi mengancam dan meminta Zara menjauhi Tristan. Zara yang tidak berdaya karena berhutang budi pada pamannya itu, akhirnya pergi. Setelah ayahnya Zara meninggal, biaya hidup ia dan ibunya, biaya sekolah hingga kuliah ditanggung oleh Pak Ardi. Namun harus dibayar mahal dengan kehilangan lelaki yang sangat ia cintai.Tapi Zara beruntung mendapatkan suami yang baik, meski bukan lelaki kaya raya. Pria itu sangat bertanggung jawab. Dulunya dia bekerja di perusahaan Pak Ardi, tapi setelah menikahi Zara, akhirnya berhenti atas keinginannya sendiri. Dan membawa Zara bersama ibunya pergi dari kota Surabaya."Papa tahu kamu ada hati dengan Hilya."Tristan terkejut dan memandang papanya sekilas. "Papa nggak bisa kamu bohongi sekalipun kamu berkata tidak. Kamu harus ingat kalau punya istri dan anak. Bagaimanapun terpaksanya ka
Arham terbayang Hilya. Ia mengingat betapa Hilya selalu memastikan perutnya kenyang. Bahkan ketika lelah setelah seharian bekerja, tetap saja ia akan menyiapkan sesuatu. Meskipun hanya nasi goreng sederhana atau sup hangat yang selalu membuatnya merasa dihargai. Menyiapkan baju-baju kerja dan baju rumahan yang selalu rapi dan wangi.Dan sekarang?Atika lebih sering keluar dengan teman-temannya. Lebih banyak menghabiskan uang daripada mencari uang. Dua tahun lalu memilih resign dengan alasan ingin menjadi ibu rumah tangga yang fokus, tapi kenyataannya lebih sering berada di luar rumah.Arham bersandar di punggung kursi, menatap kosong ke depan. Teringat dinner malam itu. Hilya semandiri itu, sampai tidak pernah menghubunginya untuk urusan anak. Bayangan Hilya yang berdiri di atas panggung saat malam penghargaan kembali menghantui pikirannya. Dia terlihat begitu elegan. Senyum bangga menghiasi wajah cantiknya saat menerima penghargaan.Ia mendengar pidato singkat Hilya yang membuat hat
Namun ia sudah terjebak ke dalam labirin yang tidak tahu di mana jalan keluarnya. Seumur hidup, sungguh terlalu lama. Sementara itu ponsel Tristan yang tergeletak di meja, layarnya menyala. Sebuah pesan masuk dari Bre.[Kamu di mana, Bro? Jadi ke Semarang.][Ya. Aku di Semarang sekarang.][Semarangnya mana?][Aku nginap Hotel Mustika.][Aku juga ada di Semarang. Bisa kita ketemuan? Aku tidak jauh dari situ.]Tristan terdiam. Bagaimana ini bisa kebetulan sekali. Bertemu di tempat yang sama padahal Semarang begitu luasnya. Beberapa hari yang lalu, ia memang memberitahu Bre kalau ada pekerjaan di Semarang. Tapi kenapa bisa sama, padahal kemarin Bre tidak bilang apa-apa.Tristan menegakkan tubuh, rahangnya mengeras. Dia ingin menghabiskan waktu dengan Hilya malam ini. Dia tidak ingin gangguan. Namun menolak Bre juga bukan pilihan. Sebab selama ini dia merahasiakan siapa wanita yang membuatnya mendua.Akhirnya Tristan mengiyakan.Setengah jam kemudian, seorang pria tinggi dengan kemeja na
Namun Bre kian resah karena belum ada pesan masuk dari Hilya. Yang pasti sekarang Hilya sudah ada di kantor yang mereka tuju. Apa sesibuk itu, hingga tidak sempat mengirimkan pesan padanya?"Hilya mau kan kamu ajak pindah ke Malang?""Kami akan membahasnya nanti. Masih banyak yang perlu kami bicarakan."Bu Rika manggut-manggut. "Kamu nggak ingin ketemu Hilya dulu sebelum berangkat ke Semarang?""Iya, nanti kami ketemuan." Bre tidak ingin menceritakan keresahannya pada sang mama. Daripada nanti jadi kepikiran. Yang jelas, dia tidak akan membiarkan Hilya terlepas."Sebelum berangkat, kamu makan siang dulu. Bentar, mama siapin." Bu Rika beranjak ke belakang. Menghampiri ART-nya yang tengah memasak. Sedangkan Bre buru-buru meraih ponselnya di atas meja saat benda pipih itu berpendar. Keresahannya spontan berubah kelegaan saat Hilya mengirimkan nama dan alamat hotel tempat mereka menginap. Juga mengirimkan informasi alamat terkini.[Oke. Kita ketemu di situ ya.][Iya.] Jawaban singkat dar
USAI KEPUTUSAN CERAI- Tiga Hati di Semarang Author's POV "Pak Bre, saya sudah pesankan tiketnya. Penerbangan jam tiga sore ini." Seorang asisten pribadinya memberitahu Bre di ruangannya."Oke, makasih banyak," jawab Bre seraya menutup laptop. Dilihatnya jam tangan. Baru jam delapan pagi. Tadi Hilya berangkat ke Semarang jam tujuh.Dia harus berangkat sekarang dari Malang ke Juanda. Nanti mampir sebentar ke rumah mamanya. Tadi sengaja berbohong pada Hilya kalau dia sudah ada di Solo, padahal baru mau berangkat dari Malang dan naik pesawat ke Semarang dari Juanda. Jujur saja dia khawatir dengan Hilya yang pergi bersama Tristan. Walaupun Bre kenal baik sama pria itu, tapi dia tidak percaya karena sahabatnya sedang dimabuk kepayang oleh Hilya. Perempuan yang sama-sama mereka cintai.Akan ada cerita berbeda saat Tristan sudah tahu semuanya. Namun ia berharap, persahabatan dan kerjasamanya dengan pria itu tidak akan bermasalah setelah ini. Makanya lebih baik ia berpura-pura tidak tahu t
"Mbak, lusa aku jadi ke Semarang. Sebenarnya ini sudah dijadwalkan Minggu kemarin, tapi di undur lusa. Mungkin dua sampai tiga hari aku di sana. Rifky kira-kira rewel nggak, ya?""Nggak. Kamu tenang saja. Dia manut sama Mbak."Hilya kepikiran Rifky saja kalau dia pergi ke luar kota. Biasanya hanya dua hari saja dia pergi, sekarang tiga hari."Untuk Bre, kalau menurut mbak. Jangan ragu, pandang dia yang sekarang, jangan lihat masa lalunya. Ayo, tidur. Mbak sudah ngantuk."Keduanya bangkit dari karpet dan masuk ke kamar masing-masing. Hilya berbaring menghadap Rifky yang memeluk guling. Diusapnya pelan pipi halusnya. Dialah cinta sejati bagi Hilya. Yang bisa mengobati rasa lelah hanya dengan tatapan matanya yang bening. Hilya bergerak pelan untuk mengecup kening Rifky. Kemudian memeluk kaki kecil itu dan dia pun memejam.🖤LS🖤"Hilya, ada pesan dari Arham." Mbak Asmi menunjukkan ponselnya pada Hilya.[Mbak, maaf kalau dalam beberapa waktu ke depan saya nggak datang menjenguk Rifky. Na
Omongan Pak Ardi yang ngelantur membuat Tristan menghela nafas panjang. "Saya tegaskan, Pa. Hubungan saya dengan Hilya, hanya sebatas tentang pekerjaan."Aruna yang sejak tadi diam saja, akhirnya juga ikut bicara. "Sudah, Pa. Jangan membahas hal ini lagi. Kami baik-baik saja, Papa nggak perlu khawatir." "Kamu tahu apa, Runa. Jangan sampai suamimu direbut perempuan lain, baru kamu nangis-nangis.""Aku nggak mau membahas ini lagi, Pa," sangkal Aruna. Dia ingat ucapan suaminya, kalau sampai mengusik Hilya, maka hubungan mereka yang menjadi taruhannya. "Lihat ini, Pa. Mas Tristan barusan ngasih hadiah." Aruna menunjukkan cincin berlian di jari manisnya. Pak Ardi dan istrinya memperhatikan.Selesai bicara, Aruna bangkit dari duduknya dan mengajak suaminya pamitan. "Kami pulang dulu, Pa. Aku lega Papa sudah jauh lebih baik." Aruna mencium tangan papa dan mamanya. Begitu juga dengan Tristan. Lantas mereka melangkah keluar kamar.Pak Ardi tampak kecewa. Anak yang dibelanya agar tidak diseli
USAI KEPUTUSAN CERAI - Cincin di Mobil Author's POV "Mas, beli ini untukku?" Aruna terbeliak kaget, sekaligus berbinar menemukan kotak perhiasan berbentuk hati warna merah jambu yang terletak di dasbor mobilnya Tristan.Senyumnya lebar saat ia membuka dan melihat ada sebentuk cincin berlian di dalamnya.Tristan yang baru duduk dan menutup pintu pun terkejut. Tidak mengira kalau istrinya membuka dasbor mobil, di mana ia menyimpan hadiah ulang tahun yang akan diberikan pada Hilya."Ini untukku, kan? Atau untuk selingkuhanmu?" tanya Aruna yang mulai tidak yakin kalau itu dibeli Tristan untuknya. Karena Tristan jarang memberikan kejutan. Kalau menginginkan sesuatu, Aruna hanya memberitahu suaminya, setelah itu pergi beli sendiri. Tristan berdecak jengkel. "Aku nggak punya selingkuhan. Nggak usah mengada-ada, Runa. Itu kubeli untukmu. Pas nggak di jarimu?" jawab Tristan seraya menyalakan mesin mobil dan bergerak pelan meninggalkan garasi. Mereka hendak ke rumah orang tua Aruna. Menjeng
Bre juga menceritakan sekilas tentang berbagai kecurangan dan permusuhan dengan keluarga Livia. Kemudian hubungan mereka kembali membaik setelah beberapa tahun kemudian. Pria itu juga menceritakan pernikahan keduanya dengan Agatha. Ini yang mengejutkan bagi Hilya. Karena ia berpikir, Bre hanya pernah menikah sekali saja."Saya tidak pernah menyentuh Agatha selama menikah. Biar dia bisa merasakan kebahagiaan dengan lelaki yang akan mencintainya setulus hati. Agar Agatha tidak seperti mama, yang diperlakukan seperti istri tapi tidak diberi hati sama sekali."Kalau ikutkan nafsu, lelaki pasti bernafsu. Tapi saya tidak ingin melakukan itu. Supaya dia bisa bahagia dengan pasangan barunya.""Sekarang Mbak Agatha sudah menikah?""Belum. Dia tinggal di Singapura hanya sesekali pulang ke Surabaya. Tapi kamu tidak usah khawatir, saya dan Agatha benar-benar sudah berakhir di saat putusan cerai dari pengadilan agama. Hubungan kami membaik, tapi tidak akrab juga. Dengan Livia, Hutama Jaya ada hubu
Dari jendela taksi yang membawanya malam itu, Hilya memperhatikan sepanjang perjalanan menuju kafe tempat ia akan bertemu Bre. Hanya berdua saja."Yakinkan hatimu, bahwa langkah yang kamu ambil ini tepat. Mbak 100% mendukungmu. Budhe juga mendukung. Mbak sudah cerita pada beliau tadi pagi." Mbak Asmi yang menungguinya bersiap berkata seperti itu tadi."Sebenarnya aku juga pengen Mbak Asmi juga menikah lagi." Hilya memandang sang kakak."Jangan tunggu mbak. Pokoknya kamu jangan abaikan kesempatan ini. Pria seperti Bre nggak akan datang dua kali, Hilya."Hilya sebenarnya tidak sampai hati kalau harus menikah lebih dulu. Namun kakaknya yang justru mendesak agar Hilya segera menerima Bre.Akhirnya taksi berhenti di depan sebuah kafe dua lantai di salah satu sudut kota Surabaya. Bre sudah menunggunya di teras. Kemudian langsung mengajaknya naik ke lantai dua. Mereka disambut dengan lampu-lampu redup yang menciptakan nuansa romantis. Dinding interior dihiasi dengan lukisan abstrak berwarna
USAI KEPUTUSAN CERAI- Hanya Berdua Author's POV "Bagaimana rasanya diperjuangkan, Hilya? Selama ini kamu yang selalu berjuang dan bertahan. Dengan Arham sebagai suami atau dengan mantan pacarmu yang sama-sama nggak tahu diri itu. Sekarang kamu tahu bagaimana seorang laki-laki itu berjuang untuk mendapatkanmu. Bahkan sepaket dengan keluargamu juga, bisa diterima dia apa adanya."Hilya tersenyum sambil mengunyah nasi. Kalau dibilang 100% ia percaya Bre, tidak juga. Sudah berulang kali terluka, membuat Hilya tidak segampang itu memberikan semua kepercayaannya. Namun ia tetap berusaha untuk menghargai seseorang yang telah berupaya memperjuangkannya."Tapi kita akan berpisah, Hil," ujar Ani memicu kesedihan mereka lagi."Nggak mungkin kamu akan bertahan di Global, sedangkan Mas Bre juga memiliki perusahaan sendiri," lanjut Ani."Tapi sesekali kita masih bisa bertemu, An. Kita kan bisa berkunjung ke Malang atau sebaliknya. Via tol kan cepat," kata Ika."Arham bakalan berjauhan sama anakn