Share

170. Keputusan 2

last update Last Updated: 2025-04-08 20:04:34

Jam enam pagi, Tristan sudah berpakaian rapi. Dia harus ke kantor lebih awal karena beberapa hari ini tidak bisa fokus pada pekerjaan.

Ia menghampiri Aruna yang tengah membukan gorden jendela kamar. Tristan memeluknya dari belakang. Tentu saja dia terlihat segar, karena tadi malam mendapatkan apa yang ia mau.

Perlahan Aruna melepaskan tangan Tristan dari perutnya tanpa memandang sang suami.

"Sore nanti aku nggak akan pulang ke rumah, tapi langsung ke sini."

Aruna memandang suaminya sekilas, lalu mengambil keranjang baju kotor dan membawanya keluar kamar.

Tristan masuk ke kamar putrinya. Namun Giska masih tertidur pulas. Hari ini dia masih libur awal puasa. Diciumnya pipi sang anak, baru ia keluar kamar.

🖤LS🖤

"Mbak Sri, bawakan data anak-anak magang kemarin pada saya." Bre menghampiri Mbak Sri sebelum masuk ke ruangannya.

"Baik, Pak."

Sejak awal Bre curiga dengan salah satu di antara kelima gadis itu. Ada yang terasa aneh saja. Sebab baru kali ini perusahaannya menerima peserta mag
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Lis Susanawati
penyakit turunan
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
Tristan habis dapet jatah lngsng semngat ya..Bree n hilya ..bapakmu mlh gak tau..mng klakuan adek sebapak km yg gatel tukang rusak RT orang kek ibunya
goodnovel comment avatar
Adfazha
Alhamdulillah Mba Asmi udh hml next Aruna yg hml yaa... bs jd hp Pak umar rsk /no.hpnya diganti biar bre gk bs hub. dy jd nurul bs beraksi tnpa bpknya ksh info ke bre hilya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Usai Keputusan Cerai   171. Keputusan 3

    Lebaran ....Suara takbir menggema di seluruh penjuru alam. Hari kemenangan telah pun tiba. Tristan berharap, ini bukan sekedar kemenangan puasa, melainkan kemenangan dalam rumah tangganya.Meski Aruna masih belum banyak bicara, tapi mereka sudah bisa saling berkomunikasi dengan baik. Mereka juga membeli barang bersama-sama untuk persiapan menyambut hari raya.Semenjak malam kebersamaan mereka, Tristan tak lagi pulang ke rumahnya. Tapi ke apartemen. Dia yang menemani anaknya bermain jika Aruna ada acara pengajian. Dan habis Maghrib itu, ia, Aruna, dan Mbak Sari bersiap-siap untuk kembali ke rumah. Mereka akan merayakan lebaran di rumah. Besok sehabis salat Idul Fitri, dua keluarga akan bertemu untuk membahas tentang kelanjutan hubungan mereka."Ada apa?" Tristan menghampiri Aruna yang tampak menunduk diam setelah menyusun pakaian di dalam koper."Nggak apa-apa," jawabnya mengelak. Padahal kepalanya terasa agak pusing. Mungkin imbas dari benturan waktu dia kecelakaan hari itu."Kamu n

    Last Updated : 2025-04-08
  • Usai Keputusan Cerai   172. Berteman 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Berteman Author's POV Hilya berdiri di depan cermin, membetulkan jilbab warna sage. Gamis senada yang membalut tubuhnya memberi kesan anggun, tidak mencolok, tapi justru karena itulah Hilya tampak memikat. Malam itu dia dan Bre akan pergi ke sebuah restoran yang telah disepakati untuk bertemu dengan Agatha. Dada Hilya berdebar-debar. Penasaran dengan sosok Agatha itu seperti apa? Kalau dilihat dari foto profilnya, dia sangat cantik. Usianya sekarang hampir empat puluh tahun dan masih bertahan sendiri setelah bercerai dari Bre.Dia mencintai Bre semenjak masih SMA. Duh selama itu. Apa bermakna sekarang dia belum bisa move on. Perasaan Hilya jadi kebat-kebit."Sayang, sudah apa belum?" Bre muncul di pintu kamar sambil menggendong Rifky yang sudah berpakaian rapi. Bocah tampan itu mengenakan kemeja warna navy, sama dengan yang dipakai papanya."Sudah, Mas." Hilya mengambil tas kecil, menyampirkannya di bahu, lalu keluar. Ia menyembunyikan ketegangan yang menyeli

    Last Updated : 2025-04-09
  • Usai Keputusan Cerai   173. Berteman 2

    Bre duduk berseberangan dengan Agatha. Rifky di sebelahnya dan Hilya di sebelah kanan. Pelayan datang membawa buku menu, memberi mereka waktu sejenak untuk memilih makanan.Hilya memperhatikan bekas luka yang katanya ada di wajah Agatha. Namun ternyata sudah tidak ada. Mungkin sudah disamarkan."Bentar ya, Bunda ambilin mainan." Hilya bicara pada sang anak, lantas berdiri menuju sebuah rak untuk mengambilkan kotak mainan yang tersedia di sana.Agatha menoleh ke arah Hilya dan terkejut saat melihat perut wanita itu sedikit menonjol di balik gamis sage-nya. Dia baru menyadari kalau wanita itu tengah hamil."Hilya sedang hamil, Bre?""Iya, sudah lima bulan," jawab Bre sambil tersenyum.Agatha menarik napas. Sekilas jemarinya mengusap rambut yang jatuh ke pipinya. Hatinya terusik. Dia sudah legowo menerima takdirnya bersama Bre, tapi jujur juga kalau dia merasa terluka. Setahun menikah, Bre sama sekali tidak menyentuhnya."Wah, selamat, ya. Aku senang mendengarnya. Calon ayah."Bre tersen

    Last Updated : 2025-04-09
  • Usai Keputusan Cerai   174. Berteman 3

    Aruna memandang suaminya dengan netra mulai memanas. Ia menelan saliva karena merasakan sesak dalam dada. Dan tangannya terus bekerja memasukkan baju kotor. Hingga Tristan menangkapnya. "Maafkan aku, Runa.""Ya." Runa menjawab lirih tanpa memandang Tristan. Ditarik tangannya pelan dari genggaman sang suami untuk membereskan pekerjaan yang tinggal sedikit lagi. Ia sudah setuju untuk berdamai dan memperbaiki hubungan mereka, meski dalam hati masih ada ganjalan tentang rasa khawatir dan cemas."Runa, aku ingin kita punya anak lagi."Perkataan yang membuat Aruna terkejut. "Kita bisa membahasnya nanti, Mas. Aku masih menyelesaikan pelatihan kewirausahaan yang tinggal dua pertemuan lagi. Kemarin kan break karena bulan puasa. Nanti kupikirkan karena aku harus melepas implanku."Tristan diam. Jadi Aruna memang benar-benar tidak menyadari bahwa benda di lengannya sudah tidak ada. Apa sang istri tidak terbiasa untuk mer*ba benda itu?Pria itu menarik pinggang istrinya. Lalu menghabiskan seteng

    Last Updated : 2025-04-09
  • Usai Keputusan Cerai   175. Jangan Sampai Gagal 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Jangan Sampai Gagal Author's POV Bre tersenyum dan meletakkan pulpennya di atas meja saat Hilya muncul dari pintu. Pria itu bangkit dari kursi putarnya lalu memeluk sang istri. Perutnya yang datar, bersinggungan dengan perut Hilya yang membulat. Saat disentuh, bayi mereka menyambutnya. Membuat mereka berdua saling pandang dan tersenyum senang.Lalu Bre menarik kursi dan membantu istrinya untuk duduk. "Rifky, mana?""Nggak kuajak. Ribet kalau pas meeting ngajak Rifky, Mas. Anaknya nggak mau diam.""Dia nggak nangis kamu tinggal tadi?""Nggak."Mereka duduk berhadapan dan dipisahkan oleh meja."Aku tadi mampir beli siomay, Mas." Hilya mengeluarkan dua mealbox berisi dua porsi siomay Bandung dari kantung kresek. Satu kotak di geser Hilya ke hadapan suaminya. Bre bangkit untuk mengambilkan dua botol air mineral. "Sayang, kamu sudah melihat gadis itu?" tanya Bre sambil menyuap siomay.Hilya menggeleng."Dia cantik?" tanya Hilya seraya menjeling pada suaminya. Bre

    Last Updated : 2025-04-10
  • Usai Keputusan Cerai   176. Jangan Sampai Gagal 2

    "Pulang dari pelatihan, aku langsung ke dokter untuk periksa," jawab Aruna sambil bangkit dari duduknya. Namun tubuhnya terhuyung hampir jatuh dan langsung ditahan oleh Tristan. "Duduk dulu!" Dibimbingnya sang istri duduk di tepi pembaringan."Mungkin ini bukan tentang efek dari kamu kecelakaan waktu itu." Tristan harus jujur tentang pelepasan implan di lengan istrinya. Sebab sampai sekarang Aruna tetap tidak menyadarinya. Tristan yang justru merasa kalau Aruna sedang hamil sekarang. Melihat perubahan bentuk tubuh istrinya yang mulai berisi, mual, dan selera makannya yang menurun. "Nggak usah ke pelatihan dulu. Nanti kuantar periksa. Bukan ke dokter umum, tapi ke dokter kandungan."Aruna terkejut memandang suami yang duduk di sebelahnya. Jadi Tristan mengira dirinya hamil? Memang dia belum haid lagi semenjak puasa. Tapi bukankah siklus bulanannya memang tidak pernah teratur, terlebih setelah ia sering sekali mengalami stres semenjak mereka konsultasi ke konselor pernikahan."Aku ngg

    Last Updated : 2025-04-10
  • Usai Keputusan Cerai   177. Jangan Sampai Gagal 3

    Aruna memperhatikan dengan perasaan campur aduk. Mau tidak mau ia harus menerimanya. Dulu ia memilih kontrasepsi implan agar tidak ribet dan takut dirinya lupa. Sementara Tristan kalau ada maunya, sewaktu-waktu melakukannya. Dan mereka tidak pernah membicarakan anak lagi setelah kelahiran Giska.Namun kecelakaan itu, membuat implannya harus dilepas tanpa sepengetahuannya. Sekarang ia hamil dikala belum siap untuk memiliki anak kedua.Setelah dokter kandungan memberikan vitamin dan obat, Aruna melangkah pulang dengan naik taksi. Selama di perjalanan, dua kali Tristan menghubunginya. Dan mereka nyaris bersamaan ketika sampai di rumah."Kenapa nggak menungguku tadi?" protes Tristan saat keduanya masuk ke dalam rumah. Terus menaiki tangga menuju kamar mereka."Pas kebetulan ada taksi, jadi aku langsung naik.""Dokter bilang apa?"Keduanya masuk kamar. Aruna mengeluarkan amplop putih dari dalam tasnya dan memberikan pada sang suami.Membaca hasil tes dan melihat foto USG, membuat Tristan t

    Last Updated : 2025-04-10
  • Usai Keputusan Cerai   178. Salah Sangka 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Salah SangkaAuthor's POV "Kenapa belum pulang, Mbak?" Seorang kepala bagian perencanaan bertanya dan membuat Indira menoleh. Ternyata salah menduga dia. Bukan Bre tapi lelaki usia lima puluhan yang tengah melangkah hendak pulang."Eh, saya masih menunggu teman saya, Pak," jawab Indira gugup, kemudian buru-buru pergi dari sana dan menemui salah seorang temannya yang masih menyelesaikan pekerjaan. "Kenapa sih susah banget ketemu dia?" gumam Indira."Ada apa?" Temannya yang keheranan menoleh memandang Indira."Nggak ada apa-apa," jawab Indira gugup lalu segera membantu rekannya berkemas-kemas. Setelah itu mereka pulang berbarengan.Jarak kantor dan tempat kos hanya sekitar tiga ratus meteran saja. Bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sebelum ke kosan, mereka mampir dulu beli bakso. Terpaksa menunggu karena antriannya panjang."Nggak terasa bentar lagi kita selesai magang, In," ujar rekannya yang berpakaian abu-abu. Hanya dijawab anggukan kepala oleh Indira. Begitu c

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Usai Keputusan Cerai   195. Setelah Tujuh Tahun 3

    Mbak Asmi juga diam. Tak ada air mata yang jatuh. Justru luka yang dulu menganga terasa kembali. Ia telah memaafkan Heru, tapi luka pengkhianatan dan penelantaran itu tidak pernah benar-benar hilang. Bertahun-tahun pula ia berusaha sekuat tenaga menjadi ibu dan sekaligus ayah bagi Yazid. Begitu sulitnya waktu itu."Mas Heru, sekarang tinggal di mana?" tanya Ustadz Izam."Saya sekarang tinggal di Lamongan, Mas. Sudah dua bulan ini." Namun Heru tidak menceritakan kehancuran pernikahan keduanya. Dia hanya bilang kalau sudah menduda. Dulu setelah bercerai dari Mbak Asmi, Heru tinggal di Jakarta bersama selingkuhannya. Lamongan adalah kota asal lelaki itu."Maaf, Ibu di mana. Saya ingin bertemu dan meminta maaf." Heru bicara sambil memandang ke dalam."Ibu sudah meninggal empat tahun yang lalu," jawab Mbak Asmi dengan raut wajah sedih."Innalilahi wa inna ilaihi raji'un." Heru kaget juga. Padahal dia ingin bertemu mantan mertuanya dan memohon maaf. Tapi rupanya sudah terlambat. "Apa kabar

  • Usai Keputusan Cerai   194. Setelah Tujuh Tahun 2

    Lelaki itu mengangguk. Dia melangkah ke depan sambil membawa beberapa paper bag di tangannya. Memilih duduk di bangku kayu samping toko. Sedangkan Mbak Asmi masuk ke dalam dan menutup pintu. Ia menidurkan bayinya di bouncer.Dadanya berdegup kencang. Tidak mengira pada akhirnya lelaki itu mencari anaknya. Setelah bercerai, tak pernah memberi nafkah anak. Jangankan mengirim uang untuk kebutuhan anak, bertanya kabar pun tidak pernah. Dia lenyap bersama selingkuhannya seolah hilang ditelan bumi."Ayah sudah di telepon, Kak?" tanya Mbak Asmi pada Yazid yang memegang ponsel milik bundanya."Sudah, Bun. Tapi nggak diangkat. Mungkin ayah sedang diperjalanan.""Iya. Kamu jagain adek dulu ya. Bunda mau nyoba telepon ayah."Yazid mengangguk. Lalu duduk di sebelah sang adik yang tertidur pulas. Mbak Asmi membawa ponsel ke belakang untuk menelepon suaminya. Tadi Ustadz Izam pamit hendak ke rumah sepupunya sebentar. Rumahnya tidak jauh, makanya hanya naik motor.Sementara di luar rumah, Heru, ayah

  • Usai Keputusan Cerai   193. Setelah Tujuh Tahun 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Setelah Tujuh Tahun Author's POV Sinar keemasan mentari pagi memantul di permukaan lantai ruang santai di rumah Tristan. Aruna tengah duduk bersila di atas matras yoga. Usia kandungannya sudah delapan bulan, dan tubuhnya tampak lebih berisi sekarang. Nafasnya teratur saat mengikuti gerakan senam hamil yang rutin ia lakukan melalui panduan video di layar televisi. Sementara itu Tristan mengawasi dari sofa sambil memegang tablet, sesekali memperhatikan ke arah sang istri. Aruna terlihat lebih ceria sekarang, meski tetap jarang bicara kalau tidak benar-benar perlu. Dia masih memasang tirai tipis di antara mereka."Istirahat dulu, Runa. Sudah lama kamu senam pagi ini," seloroh Tristan.Aruna menoleh sekilas, lalu kembali fokus pada gerakan stretching yang dirancang untuk memperbaiki posisi janin. Bayinya memang sungsang. Untuk menghindari lahiran secara caesar, Aruna rajin melakukan senam agar bisa melahirkan secara normal."Kalau nanti pun harus caesar, nggak a

  • Usai Keputusan Cerai   192. Satu Hari di Kota Malang 3

    Matahari di Minggu pagi bersinar lembut di atas pekarangan rumah rumah Bre. Langit sedikit berawan dan embun masih menetes di dedaunan yang tumbuh rapi di sekeliling taman. Di kursi kayu berlapis bantal putih, Bre duduk dengan santai memangku baby Rafka yang baru berusia dua minggu. Si kecil mengenakan topi rajut biru muda, memakai kacamata bundar untuk melindunginya dari silaunya sinar matahari.Di sebelahnya, Rifky duduk di kursi kecil berwarna hijau. Kakinya mengayun-ayun sembari menggenggam botol susu yang sudah setengah kosong. Matanya sesekali melirik adiknya, lalu menatap sang papa dan mereka bercerita."Papa, boleh Rifky cium adek?""Boleh. Pelan-pelan, ya."Rifky bangkit berdiri dan menempelkan pipinya ke pipi adiknya. Rafka bergerak lembut merespon sang kakak. Bre tersenyum melihat tingkah mereka. Dua bayi bagaikan magnet yang membuatnya ingin segera pulang ke rumah setelah urusan pekerjaan selesai.Walaupun malamnya kurang tidur kalau Rafka mengajak begadang, tapi Bre meni

  • Usai Keputusan Cerai   191. Satu Hari di Kota Malang 2

    "Semua sudah selesai, Run. Aku sudah memaafkan," jawab Zara sambil merangkul adik sepupunya."Terima kasih."Setelah itu Aruna hanya diam. Sama sekali tidak lagi memperhatikan entah bagaimana Tristan dan Zara berinteraksi dalam pertemuan itu. Ia sudah tidak peduli.Giska yang didampingi orang tua Tristan, hanya sebentar mendekat dan memeluk mamanya. Lalu Bu Fadlan merangkul sang cucu untuk duduk di depan.Tristan mencoba bicara saat malam tiba. Mereka duduk di kamar, Aruna mengelus perutnya pelan. Lelah dan mengantuk setelah sehari semalam nyaris tidak tidur. Perutnya juga terasa menegang beberapa kali."Runa, aku minta maaf. Seharusnya aku peduli saat kamu bilang mengkhawatirkan papa pagi kemarin. Aku tahu permintaan maaf nggak bisa mengembalikan apa pun. Tapi aku ingin kamu tahu, aku menyesal.""Nggak apa-apa," jawab Aruna datar. Tristan memandang istrinya. Perempuan itu tak marah. Tapi nada bicaranya datar dan yang terlihat hanya kelelahan dan luka. Dia tahu Aruna kecewa dan menyes

  • Usai Keputusan Cerai   190. Satu Hari di Kota Malang 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Satu Hari di Kota Malang Author's POV Tristan menghela nafas panjang. Dia harus memberitahu istrinya daripada Aruna bakalan kaget nantinya. "Runa, kita tunggu papa di rumah. Papa akan dibawa pulang."Perasaan Aruna sudah tidak karuan. Namun masih berusaha menepis ketakutannya. Papanya masih ada. Papanya bisa tertolong dan akan pulang dalam keadaan baik-baik saja. Meski hati kecilnya merasakan pesimis.Ketika mobil memasuki halaman rumah, Aruna lemas saat melihat suasana begitu terang benderang dan beberapa kerabat sudah berkumpul di sana. Di teras dan ruang tamu duduk para saudara dan tetangga."Runa ....""Aku sudah tahu," potong Aruna cepat dengan air mata sudah membanjiri pipinya. Ketakutannya menjadi kenyataan. Ia yakin, papanya sudah tiada.Tristan turun dari mobil dan membuka pintu untuk istrinya. Aruna yang sempoyongan berusaha berjalan sendiri masuk ke rumah lewat pintu samping. Dia tidak peduli dengan Tristan yang begitu khawatir di sampingnya.Aruna

  • Usai Keputusan Cerai   189. Kehilangan 3

    Malang ....Hawa dingin terasa begitu menusuk ke tulang. Gerimis di luar belum berhenti. Tristan membawakan segelas teh hangat dan di letakkan di meja depan Aruna. Lelaki itu juga menangkupkan selimut ke tubuh sang istri yang tengah duduk menikmati pemandangan di luar, dari balik jendela kaca."Mau kupesankan roti bakar?" tanya Tristan sambil duduk merapat pada istrinya. Lengannya merangkul bahu Aruna yang ringkih."Nggak usah. Aku masih kenyang."Keduanya memandang jauh keluar. Sebenarnya Aruna kepikiran tentang papanya. Kesehatannya makin menurun dari hari ke hari. Namun Aruna tidak pernah membahas hal itu dengan Tristan.Sejak awal, Tristan memang tidak cocok dengan papa mertuanya. Untuk itu Aruna pun tidak ingin membicarakan tentang sang papa dengan suaminya. Ia sadar kesalahan papanya waktu itu sangat menyakitkan bagi Tristan. Meski mereka sudah bisa saling menerima dan memaafkan. Aruna sekarang benar-benar menjaga diri dan berhati-hati."Kamu nggak ngantuk?" Tristan mengecup ke

  • Usai Keputusan Cerai   188. Kehilangan 2

    Tristan duduk menunggu di sisi tempat tidur. Memperhatikan perut Aruna yang membuncit. Karena kehamilannya, Aruna mengurangi banyak kegiatan di luar. Termasuk melanjutkan ikut pelatihan. Trimester pertama waktu itu membuatnya harus banyak bed rest karena tubuhnya terasa sangat lemah. Sempat opname tiga hari karena kondisinya yang ngedrop.Ada perasaan lega, tapi juga getir di dada Tristan. Ia tahu Aruna berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, meski hatinya telah remuk oleh kondisi mereka saat itu. Namun Aruna sekarang terlihat lebih baik daripada beberapa bulan yang lalu.Tristan sendiri membuktikan untuk berubah. Memperbaiki diri dan banyak belajar dari kesalahannya. Memprioritaskan istri dan anak-anaknya."Yuk, kita berangkat sekarang!" Tristan bangkit dari duduk lalu mengangkat koper kecil keluar kamar. Aruna mengikuti sambil menutup pintu kamar. Pria itu meraih tangan sang istri dan mereka menuruni tangga bersama-sama."Aku sebenarnya khawatir dengan kondisi papa,"

  • Usai Keputusan Cerai   187. Kehilangan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Kehilangan Author's POV "Kamu nggak nyoba telepon Bre dulu, Ham?" Bu Rida yang menenteng kado mengingatkan putranya."Sudah kukirim pesan, Ma. Dijawab agar kita langsung ke sini."Sebenarnya Arham tidak sengaja datang di waktu Hilya lahiran. Dia sudah janjian dengan Bre tiga hari yang lalu, kalau akan ke Malang bersama mamanya untuk bertemu Rifky. Kebetulan Bu Rida juga baru sembuh dari sakit dan dia ingin sekali bertemu cucunya.Tadi pas datang ke rumah mereka, ART di sana memberitahu kalau Hilya melahirkan. Bre juga membalas pesannya agar Arham mengajak sang mama langsung ke klinik saja. Bu Rida tadi sempat meminta mampir ke toko untuk membeli kado.Ketika mereka tengah melangkah di lorong, ponsel Arham berdering. Bre yang menelepon. "Halo, Mas. Saya dan mama sudah sampai di klinik.""Kami tunggu, Mas. Saya di depan kamar perawatan. Paviliun 302.""Iya." Arham menyimpan kembali ponselnya dan mengajak sang mama melangkah mencari paviliun yang dimaksud oleh B

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status