Home / Fantasi / Upik Abu dan Bola Cahaya / Bab 24. Filosofi Telur

Share

Bab 24. Filosofi Telur

Author: Beyouna
last update Last Updated: 2022-09-07 11:44:16

***

Pagi mendung, dipukul delapan. Liom mondar-mandir menunggu Mpus untuk segera bangun dari tidurnya. Sedari tadi, Mpus tak berubah menjadi sosoknya, ia masih menjadi benda bulat yang diam di atas bantal.

"Energinya habis?" tanya Liom pada Upik.

"Ya, bisa jadi. Dan matahari tak kelihatan pagi ini." Upik mengambil bola itu, membawanya ke teras rumah.

"Aku lapar, apa kau tak apa-apa kutinggal sebentar?"

"Ya, tak apa. Pergilah." Upik tersenyum.

Mendapati senyuman Upik yang menyejukkan di pagi yang sejuk, rasanya kaki Liom malah menjadi beku untuk melangkah.

"Aaah, aku tak sanggup meninggalkanmu sendirian di sini, aku khawatir kejadian kemarin."

"Aku tak sendirian, di sini ada Mpus dan si Tikus."

"Benda Bulat itu akan terus menjadi benda mati tanpa sinar matahari." Mpus menunjuk-nunjuk benda bulat yang di genggam Upik.

Tiba-tiba benda bulat itu bercahaya, Upik segera meletakkannya ke lantai. Seketika benda bulat itu bertransformasi menjadi sosok Mpus.

"Kau bilang apa?!"

"Wooow!" L
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 25. Mbah Dukun

    ***Menikah dengan pak Bambang, adalah impian Rianti sejak tiga tahun yang lalu. Pertama kali melihatnya di sebuah Restauran, Rianti langsung memasang target, bahwa dia akan menikah dengan pria kaya itu. Bermacam cara dilakukan Rianti untuk bisa dekat dengan pak Bambang. Sayangnya, ia masih memiliki istri dan seorang putra. Sialnya lagi, pak Bambang adalah sosok pria yang mencintai keluarganya. Rianti tentu tak kehabisan cara. Ia mulai mencari tahu, dimana kira-kira pak Bambang gemar bersantai, atau sekedar nongkrong dengan teman-temannya. Sayang sekali, pak Bambang lebih suka menghabiskan waktu senggangnya bersama keluarganya. Rianti mencoba mencari tahu lagi, seperti apa sosok sang istri pak Bambang, hingga seolah tak bisa mengalihkan fokus pak Bambang daripadanya. Dewi, sosok istri dari pak Bambang. Ibu rumah tangga biasa. Awalnya Rianti menyepelekannya, namun setelah tahu bahwa Dewi bukanlah wanita sembarangan, pendidikannya S2, putri satu-satunya dari seorang Pengusaha Kelapa

    Last Updated : 2022-09-09
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 26. Menggandakan Uang

    ***Liom melamun di teras, jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia mengurung tubuhnya dengan kain sarung, mengenakan kupluk rajut sambil merangkul kakinya. Upik datang dari dalam rumah menyapanya, "Kau tak kedinginan, Liom?""Tidak, aku sedang memikirkan sesuatu.""Apa itu?"Liom menatap Upik, wajah Upik yang teduh membuat Liom ingin mencurahkan segalanya pada Upik. Namun urung, karna ia paham pemikiran Upik masih belum sebijak usianya. "Hmmm, aku hanya rindu keluargaku." "Pak Bambang itu, Bapakmu?" Pertanyaan ini membuat Liom tertegun, nafasnya terasa sesak seketika. Liom mengangguk perlahan, "Aku, sangat kecewa Upik. Dia benar-benar bukan Bapakku yang kukenal.""Pak Bowo, kata Mpus juga Bapakku, tapi dia bajingan. Seandainya aku ia temukan dalam keadaan bersih seperti ini di peternakan, dia juga akan melecehkanku.""Tapi Bapakku, dahulu seorang yang taat. Aku sungguh kecewa." Liom menenggelamkan wajahnya ke dalam lutut dan kain sarungnya. Upik mengusap punggung Liom, se

    Last Updated : 2022-09-09
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 27. Mbah Acong

    ***"Mas, kamu dimana?" telfon Rianti pada suaminya. "Di Kantor.""Gak pulang?""Aku sibuk.""Aku susul ya ke Kantor? aku masak rendang ini.""Aku ada janji makan siang dengan salah seorang relasi nanti.""Yasudah, tapi nanti bisa pulang kan?"Bambang merasa sangat enggan untuk bertemu istrinya, apalagi sampai pulang ke rumah. Sebisa mungkin ia kurangi intensitasnya untuk pulang, apalagi bersama wanita itu. Namun, Bambang tak ingin Rianti curiga bahwa ia sudah mengetahui semua yang dilakukan Rianti, "Baiklah, aku akan pulang nanti.""Terimakasih Mas, aku akan memasak masakan spesial untukmu." Rianti terdengar girang. Meski Bambang berusaha untuk membuat Rianti tak curiga, sejatinya Rianti yang selalu terhubung dengan Dukun langgannya sudahlah mengetahui, bahwa pengaruhnya terhadap Bambang kian memudar. Namun, Rianti merasa malah ini semua sudah kepalang basah. Ia akan mengerahkan semua yang ia mampu untuk mengembalikan hati dan raga Bambang untuknya. "Hallo Mbah, suamiku akan pula

    Last Updated : 2022-09-10
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 28. Membujuk Rayu Bambang

    ***Bambang keluar dari Garasi, ia dapati sambutan hangat dari Rianti. Parfum lembut khas dari tubuh Rianti terasa menenangkan saat memeluk Bambang. Namun, kehangatan itu tetap tak bisa melelehkan dinginnya tanggapan Bambang pada Rianti. Rasa enggan bersentuhan, ingin segera berjauhan, adalah gestur Bambang saat bertemu dengan Rianti. Bukan tak sadar, Rianti bahkan sudah siap dengan itu. Namun Rianti tetap melancarkan serangan-serangannya, untuk menaklukkan Bambang malam ini. "Mas, kamu capek?""Ya, tadinya aku mau tidur di Kantor saja. Namun, aku sudah berjanji untuk pulang.""Aaah, makasih sayang!" Rianti merangkul lengan Bambang. Sampai di ruang makan, Rianti membuka jas hitam yang dikenakan Bambang. Is kembali memeluk Bambang dari belakang. Belahan dadanya yang rendah, beberapa kali ia gesek-gesekkan ke lengan dan bahu Bambang. Namun, Bambang seperti tak bergeming. Ia hanya melihat ke langit-langit rumah, dan melangkah ke meja makan. "Kamu mau kopi, atau teh?" tanya Rianti. "

    Last Updated : 2022-09-10
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 29. Berusaha Lepas

    ***Bambang tergeletak pingsan di lantai, Rianti merasa kali ini Bambang sudah ada dalam kuasanya. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat Rianti beranjak dari kamar, Bambang membuka matanya, berusaha bangkit dari ketergeletakannya. Tubuhnya seperti diikat banyak tali, ia berjuang untuk segera bangkit. Melangkah tertatih, Bambang menuju celananya yang digantung di sebuah stand hanger di sudut ruangan. Berkali-kali ia berusaha meraih celana itu dengan memegangi dinding agar tak ambruk. Celana ia raba sakunya, ia temukan sebuah pil berwarna hijau (semacam olahan tepung yang dibentuk kecil dan pipih). Segera ia telan, dan tiba-tiba tubuhnya terasa terbakar, keringatnya bercucuran, ia berteriak sejadi-jadinya. "Aaaaaaaaaa!!!!" Bambang memegangi telinganya, matanya melotot ke atas, ke kanan dan ke kiri, seluruh ruangan seperti berputar jungkir balik. Bisikan-bisikan di telinganya mengatakan, "Sadarlah Bambang! semua tak sesuai dengan rencanamu."Sementara itu, Rianti d

    Last Updated : 2022-09-11
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 30. Penculikan

    ***Bambang kembali tergeletak di lantai. Hp yang tadinya menghubungi seseorang diambil oleh Rianti, tampak sebuah panggilan yang sedang berlangsung. Panggilan itu untuk mbah Acong, di sana mbah Acong berkali-kali menyapa, "Hallo, Bambang?!""Halloooo, mbah Acong? Hmmm, apakah Anda adalah Dukun yang membimbing suamiku?" Rianti menjawab sapaan mbah Acong. "Kamu?! dimana Bambang?!""Hahahahaha, sayang sekali. Anda kalah langkah dengan saya, Mbah. Dia sekarang sudah berada di genggamanku.""Tidak mungkin!""Yah, kita lihat saja!" ucap Rianti menutup telfon. Rianti membuka kembali HP Bambang, menekan simbol Pengaturan, dan menyetel kunci layar. Bambang menggunakan sidik jari untuk mengunci layar HPnya, dengan mudah Rianti meraih jari jempol Bambang yang masih pingsan, dan memasangkannya ke pengenalan sidik jari di pengaturan kunci layar. Kini, Rianti menggantinya menjadi tak terkunci.Kali ini ia menuju simbol Mobile Banking. Ia tampak tersenyum sumringah. Ada dua Mobile Banking di sa

    Last Updated : 2022-09-11
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 31. Penawaran

    ***"Aduuuh, kepalaku pusing." Liom meringis memegangi kepalanya. Liom memperhatikan sekitar, ia berada di dalam sebuah ruangan seperti gudang. Di sebelahnya, Upik masih dalam keadaan pingsan dengan pakaian badutnya. Sementara dirinya sendiri, sudah berubah wujud menjadi sosok dirinya dengan mengenakan pakaian wanita. "Aaah sial, ck!" Ia kemudian menoleh ke tengah ruangan. Di sana Mpus sedang duduk bersila, menghadap sebuah cahaya tajam yang masuk melalui celah lubang angin, ia sedang mengisi energinya. "Meski dia sedang mengenakan pakaian badut sekalipun, kenapa kharismanya tetap terlihat tumpah-tumpah?" gumam Liom sambil memandangi Mpus. Tiba-tiba, pintu terbuka. Seorang Pria paruh baya, berpakaian serba hitam, sambil mengusap dagunya yang berjanggut masuk di kawal oleh dua orang bertubuh besar di belakangnya. Ia langsung saja melihat ke arah Mpus yang masih fokus bersila di bawah sinar matahari, langkahnya mendekati Mpus perlahan. Melihat itu Liom langsung siaga, khawatir Pri

    Last Updated : 2022-09-12
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 32. Menerima Penawaran

    ***"Ho ho ho, sudah kuduga! kau hanyalah pengabdi Gadis ini. Hidupnya adalah segalanya bagimu."Mbah Acong melangkah ke arah pintu. Ia menganggukkan kepalanya ke arah Pengawalnya. Seorang Pengawal meletakkan dua bungkusan di depan Liom dan Upik. "Apaan ini?" Liom memeriksa bungkusan itu. "Waah, tahu saja mereka kita membutuhkan pakaian yang layak. Upik, ini punyamu! Mpus, kau tak berganti pakaian?"Mpus menggeleng, "Ini sudah cukup.""Upik, lihat ini! mereka bahkan tau kau sedang haid." Liom memperlihatkan sebungkus pembalut. Upik yang melihat itu seperti menyadari sesuatu. Ia mengangkat pinggulnya, dan ternyata darah sudah merembes menembus pakaian badutnya. Liom dan Mpus saling berpandangan, mereka saling mengangguk. Liom melangkah ke arah pintu, "Hey! buka dong. Kami mau ke Kamar mandi nih!"***Rianti melangkah ke arah Bambang yang masih kebingungan, ia membelai rambut Pria itu, "Sarapan dulu, yuk!""Dimana HPku?""Owh, semalam kupinjam untuk membuka Mobile Bankingmu.""

    Last Updated : 2022-09-12

Latest chapter

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 52. Teror Kedua

    ***Sudah seminggu Santi mengajari Upik dan Mpus, ada beberapa perkembangan yang ia hasilkan. Mengajari di pagi dan sore hari, tentu dalam sepekan ia bisa membuat Upik bisa berhitung dan mengeja huruf, dan Mpus dengan luar biasanya sudah bisa membaca, menulis dan menghitung, meski masih terbata-bata dan terkadang masih ada yang salah. Santi memamerkan pencapaiannya pada Mpus. "Tempo dua minggu, Mpus akan lancar menulis, membaca dan berhitung." "Heeei, kau hanya fokus mengajari Mpus?" tanya Liom tak terima. "Dia bisa karna memang otaknya luar biasa encer!""Upik bagaimana?""Dia, yaaah... mungkin tempo sebulan kurang lebih." "Kau mengacuhkannya?""Ya enggaklah! aku professional.""Hadiah bisa kau terima, kalau dua-duanya bisa baca, tulis dan hitung." tegas Liom. "Ah, menyebalkan!" sungut Santi. Tiba-tiba bel pintu berbunyi, Santi melangkah menuju pintu. Ia buka, dan seorang Kurir bunga sudah ada di depan. "Dengan ibu Santi?" tanyanya. "Ya!" jawab Santi bingung. "Ada titipan b

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 51. Hari Belajar Pertama

    ***Ruangan belajar ditata sendiri oleh Santi. Ruangan itu berada di balkon lantai dua. Sengaja ia pilih tempat itu agar proses belajar mengajar berkesan santai dan tidak kaku. Santi sendiri bukanlah lulusan Sarjana Pendidikan. Namun, ia pernah melakukan kegiatan amal di sebuah Panti Asuhan selama sebulan penuh, dalam hal mengajar buta aksara. Dia bukanlah tipe penyabar, namun tehnik mengajarnya cukup membuat orang-orang yang ada di kelasnya bisa menangkap dengan cepat apa yang ia ajarkan. Tempo sebulan, ia mampu mencetak setidaknya dua belas orang bisa membaca, menulis dan berhitung.Liom datang dari belakang, menyapa Santi. "Kau tampak bersemangat. Apa ini karna lima batang emas itu?""Yaa, mungkin! tapi lebih ke rasa simpatikku pada kalian semua.""Simpatik?""Kalian melindungiku, itu membuatku tersentuh.""Hmmm, bukan karna kau tiba-tiba terkagum-kagum dengan pesona Mpus, kan?" tebak Liom menggoda Santi. "Kau bicara apa?!" Santi terlihat gugup. "Aku paham kok. Jangankan kau w

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 50. Terpesona

    ***Liom dan Upik langsung mengejar dan melihat ke bawah. Mata mereka melotot, tangan mereka seakan ingin meraih, namun hanya railing tangga yang bisa mereka raih dan genggam. Sementara si Kurir berlari menghindar dan mendekati Lelaki asing yang masih bersujud kesakitan. Liom dan Upik melihat ke bawah, Santi berada di sana, namun tidak ada hal yang mengenaskan terjadi. Santi sedang digendong melayang oleh Mpus. Melihat itu, Liom dan Upik langsung terduduk lemas, mereka menghembuskan nafas lega. Tak terbayangkan jika Santi mengalami hal yang mengerikan itu, jatuh dari lantai dua dalam keadaan hamil besar. Tubuh Santi digendong Mpus masih dalam keadaan melayang. Mata mereka beradu, namun Mpus segera mendongakkan wajahnya melihat ke atas. Sementara Santi masih syok dan terperangah. Antara percaya dan tidak percaya, mereka berdua benar-benar sedang melayang di udara, kaki Mpus sama sekali tidak menapak di lantai. Ia pandangi wajah Mpus yang teduh dan tampan. Seketika ia terjebak lagi

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 49. Teror Pertama

    ***Sosok itu menekan tombol-tombol itu, kemudian membuka-buka berkas yang ada di sana. Sepertinya sosok itu berhasil membuka pintu brankas itu. Mpus membuka pintu kamar itu lebar, sosok itu langsung menoleh dan terkejut. Ia tampak tak menduga seseorang bisa menyadari apa yang ia lakukan di kamar Bambang. "Kau lupa dengan sumpahmu, Rian?" tanya Mpus. "Aaaaah, kukira kau siapa!?" Rian tampak sedikit lega dan memasukkan berkas itu kembali ke dalam brankas. "Kau sedang apa?" tanya Mpus. "Aku sedang mengganti pin sandinya, aku khawatir Santi melihatku tadi menekan tombol sandinya.""Aku berharap kau tak lupa akan sumpahmu!" "Aku tak mungkin berkhianat. Meskipun kemarin Julian tidak membuat perjanjian darah padaku di depanmu, aku takkan berkhianat!""Kuharap demikian, kalau kau berusaha mengkhianati Liom, kau pasti tahu akibatnya.""Aku sudah selesai merubah pinnya, apa kau mau bertahan di sini?" Rian beranjak dari posisi berjongkoknya, hendak keluar kamar. Mpus membiarkan Rian berl

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 48. Hadiah

    ***Lima hari dalam perawatan, akhirnya Liom diperbolehkan pulang, namun harus terus melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit. Mpus, Upik, Rian dan Santi berada satu mobil dengan Liom. Tujuan mereka adalah ke rumah Bambang di tengah-tengah Perkebunan. Ya, rumah masa kecil Liom dan keluarganya, sekaligus rumah yang didiami Rianti selama ini."Santi, kau tidur dengan Upik di kamar tamu lantai dua ya!? dan aku bersama Mpus." Liom membuka percakapan. "Ogah banget berbagi kamar dengan perempuan kampung ini." jawab Santi. "Yasudah, kamu tidur bersama Mpus saja." kata Liom. "Kamu apa-apaan sih, Liom!? di rumah ini ada banyak kamar tamu, kenapa gak masing-masih saja sih?" "Kamu sedang hamil besar, seseorang harus selalu ada di sisimu untuk berjaga-jaga." terang Liom. "Okee! oke! baiklah! tapi, aku tak mau seranjang dengannya." "Di kamar tamu nomor dua, itu khusus untuk anak. Jd ranjangnya ada dua, selesai kan?!" jelas Liom pada Santi. Santi hanya diam meski tetap bersungut-sungut tak je

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 47. Identitas Baru

    ***"Sudah, sudah! Liom, memangnya di situ siapa nama aku dan Mpus tertulis?" tanya Upik. "Apa?! kau bahkan tak tahu membaca?" tanya Santi menertawakan Upik. "Aku juga tak tahu membaca." jawab Mpus memandang Santi yang seketika terdiam saat dipandangi tajam oleh Mpus. "Aaah, begini Santi. Selain untuk melindungimu, aku juga memberikan sebuah tugas untukmu. Kau tentu paham, kau di sini tidak gratisan kan?" ucap Liom. "Apa maksudmu, Liom!?" tanya Santi melangkah mendekati Liom. "Kau tentu tahu, Bapakku telah memutuskan hubungan dengan keluarga besar kita. Aku bahkan mengambil resiko, menyembunyikan istri seorang Pengusaha kaya di kota ini. Tentu kau juga paham itu tak gratis.""Liom, kupikir kau menolongku karna aku sepupumu satu-satunya. Kau tulus melakukan itu.""Kau bahkan tak perduli padaku, saat aku membutuhkan pertolongan dari semua orang.""Aaah, baiklah! aku terdesak, apa yang kau butuhkan dariku?!" tanya Santi. "Kau hanya perlu mengajari Mpus dan Upik belajar membaca, ber

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 46. Menyembunyikan Santi

    Liom sudah ada di ranjangnya, ia masih belum sadar juga, Santi duduk di sebelah kanan Liom, sementara Upik berada di sisi sebelah kiri. Santi menatap Upik sinis, "Namamu siapa?" tanya Santi. "Namaku, Upik.""Ha? kampungan sekali, cocok dengan dirimu.""Aku memang berasal dari kampung." jawab Upik tersenyum. Santi melihat senyum Upik seolah risih, ia berdiri beranjak dari duduknya. Rian masuk ke dalam ruangan bersama Mpus, "Upik, bisakah kau ikut denganku keluar sebentar?""Kemana?" tanya Upik. "Kau tak sendiri, Mpus juga ikut denganku.""Apa? nama pria aneh ini, Mpus? dan kau, Upik? hahahahahah!" santi tiba-tiba menertawakan Mpus dan Upik. "Kenapa dengan nama kami?" tanya Upik memperlihatkan wajah tak senangnya. "Menggelikan!" jawab Santi malah mendekatkan wajahnya ke arah Upik, seolah menyeringai. "Siapa namamu?" tanya Upik, tanpa terlihat gentar. "Namaku, Santi! Santi Purwita Sari. Cukup terdengar bangsawan bukan?" "Ya! tapi tidak dengan dirimu." jawab Upik. "Apa maksudmu

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 45. Santi

    ***Liom dibawa ke ruang Operasi. Mpus dan Upik duduk menunggu di ruang tunggu, tiba-tiba dua orang seperti terburu-buru berlari ke arah Mpus dan Upik. Seorang pria berpakaian rapi yang kemarin berbicara dengan Liom adalah Pengacara pak Bambang, dengan seorang wanita yang sedang hamil besar. Pria dan wanita itu tanpak ngos-ngosan saat sampai di dekat Mpus dan Upik, "Hah, hah, hah, apa Julian sudah di dalam?" tanya Pengacara itu masih dengan nafas tersengal-sengal. "Ya, baru saja." jawab Upik. "Kenalkan saya Rian, Pengacara pak Bambang. Dan ini Santi, Sepupu Liom satu-satunya." Mpus dan Upik membalas jabat tangan Pengacara itu. "Dimana keluarga Liom yang lain?" tanya Upik. "Mereka sama sekali tak tahu, bahkan tentang meninggalnya pak Bambang sekalipun. Ini adalah permintaan dari pak Bambang selagi hidup." jawab Rian sambil menoleh ke arah Santi. "Dan dia, kenapa dia di sini?" tanya Mpus. "Dia di sini, permintaan dari Julian." jawab Rian. Sementara itu, Santi hanya diam duduk

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 44. Pendonor

    ***Bambang dilarikan segera ke ruang ICU, jantungnya masih berdenyut, namun ia sudah kehilangan kesadarannya. Liom, Mpus dan Upik mengejar sampai ke pintu, namun dihalangi oleh beberapa orang Perawat. Satu jam kemudian, Dokter keluar dari ruangan tersebut, meminta Liom untuk masuk ke ruangannya. Sesampainya di ruangan Dokter, "Sepertinya, pak Bambang sudah memiliki firasat, bahwa beliau akan pergi meninggalkan kita semua, Julian.""Apa maksud Dokter?"Pak Dokter menyerahkan beberapa berkas yang ditandatangani oleh Bambang. Di sana tertulis, jika kapanpun ia sekarat, jangan mengusahakan untuk menyelamakan nyawanya, namun usahakan mengambil organ hatinya, untuk diberikan pada anaknya Julian."Bbaa, bagaimana bisa saya atau kalian tim Dokter tidak mengusahakan Bapak saya untuk selamat, Dokter?""Julian, waktu kita tidak banyak. Sekarang pak Bambang sedang koma. Potensi untuknya bisa hidup kembalipun sangat kecil. Selagi organ tubuhnya seperti hati dan jantung masih berfungsi, segera

DMCA.com Protection Status