***Bambang kembali tergeletak di lantai. Hp yang tadinya menghubungi seseorang diambil oleh Rianti, tampak sebuah panggilan yang sedang berlangsung. Panggilan itu untuk mbah Acong, di sana mbah Acong berkali-kali menyapa, "Hallo, Bambang?!""Halloooo, mbah Acong? Hmmm, apakah Anda adalah Dukun yang membimbing suamiku?" Rianti menjawab sapaan mbah Acong. "Kamu?! dimana Bambang?!""Hahahahaha, sayang sekali. Anda kalah langkah dengan saya, Mbah. Dia sekarang sudah berada di genggamanku.""Tidak mungkin!""Yah, kita lihat saja!" ucap Rianti menutup telfon. Rianti membuka kembali HP Bambang, menekan simbol Pengaturan, dan menyetel kunci layar. Bambang menggunakan sidik jari untuk mengunci layar HPnya, dengan mudah Rianti meraih jari jempol Bambang yang masih pingsan, dan memasangkannya ke pengenalan sidik jari di pengaturan kunci layar. Kini, Rianti menggantinya menjadi tak terkunci.Kali ini ia menuju simbol Mobile Banking. Ia tampak tersenyum sumringah. Ada dua Mobile Banking di sa
***"Aduuuh, kepalaku pusing." Liom meringis memegangi kepalanya. Liom memperhatikan sekitar, ia berada di dalam sebuah ruangan seperti gudang. Di sebelahnya, Upik masih dalam keadaan pingsan dengan pakaian badutnya. Sementara dirinya sendiri, sudah berubah wujud menjadi sosok dirinya dengan mengenakan pakaian wanita. "Aaah sial, ck!" Ia kemudian menoleh ke tengah ruangan. Di sana Mpus sedang duduk bersila, menghadap sebuah cahaya tajam yang masuk melalui celah lubang angin, ia sedang mengisi energinya. "Meski dia sedang mengenakan pakaian badut sekalipun, kenapa kharismanya tetap terlihat tumpah-tumpah?" gumam Liom sambil memandangi Mpus. Tiba-tiba, pintu terbuka. Seorang Pria paruh baya, berpakaian serba hitam, sambil mengusap dagunya yang berjanggut masuk di kawal oleh dua orang bertubuh besar di belakangnya. Ia langsung saja melihat ke arah Mpus yang masih fokus bersila di bawah sinar matahari, langkahnya mendekati Mpus perlahan. Melihat itu Liom langsung siaga, khawatir Pri
***"Ho ho ho, sudah kuduga! kau hanyalah pengabdi Gadis ini. Hidupnya adalah segalanya bagimu."Mbah Acong melangkah ke arah pintu. Ia menganggukkan kepalanya ke arah Pengawalnya. Seorang Pengawal meletakkan dua bungkusan di depan Liom dan Upik. "Apaan ini?" Liom memeriksa bungkusan itu. "Waah, tahu saja mereka kita membutuhkan pakaian yang layak. Upik, ini punyamu! Mpus, kau tak berganti pakaian?"Mpus menggeleng, "Ini sudah cukup.""Upik, lihat ini! mereka bahkan tau kau sedang haid." Liom memperlihatkan sebungkus pembalut. Upik yang melihat itu seperti menyadari sesuatu. Ia mengangkat pinggulnya, dan ternyata darah sudah merembes menembus pakaian badutnya. Liom dan Mpus saling berpandangan, mereka saling mengangguk. Liom melangkah ke arah pintu, "Hey! buka dong. Kami mau ke Kamar mandi nih!"***Rianti melangkah ke arah Bambang yang masih kebingungan, ia membelai rambut Pria itu, "Sarapan dulu, yuk!""Dimana HPku?""Owh, semalam kupinjam untuk membuka Mobile Bankingmu.""
***Bambang melaju kencang menuju rumah mbah Acong, sampai di depan teras, ia berhenti seketika. Keluar dengan terburu-buru dan melangkah cepat masuk ke dalam. "Mbaah...! Mbaaah!""Mbah lagi tidak di rumah, Tuan." seorang Asisten Rumah Tangga berlari untuk memberitahu Bambang. "Mbah kemana?""Beliau sedang ada urusan di luar, Tuan.""Ambilkan saya telfon, hubungi Mbah Acong sekarang!""Baik, Tuan."Asisten Rumah Tangga itu tampak mengambil telepon wireless dan mecoba menghubungi mbah Acong. "Ini, Tuan." menyerahkan telepon pada Bambang. "Hallo, Mbah. Ini saya Bambang, HP saya diambil sama betina itu. Mbah sekarang dimana?"***Di sebuah bangunan tua dua lantai, mbah Acong mondar-mandir di teras, ia mengelus-elus dagunya yang berjanggut. Mpus menghampiri mbah Acong yang tampak sedang menunggu seseorang. "Siapa yang kau tunggu?""Bambang, dia akan segera datang ke sini.""Lantas, apa rencamu?""Pertama, kita menunggunya datang dulu."Mpus diam, tangan kirinya memegang tangan kanan
***Mereka semua berlari menuju tempat Bambang menjerit. Liom segera membuka pintu kamar, dan mendapati Bapaknya tergeletak kesakitan di depan pintu kamar mandi. "Pak Bambang!" mbah Dukun segera berlari mendekati. Mpus segera mendekati Bambang yang kesakitan, tubuhnya kaku menegang, tampak Bambang memegangi kelaminnya. Ia sesekali menggeliat, wajahnya tampak menahan rasa antara geli dan kesakitan. Upik yang melihat itu langsung menutup matanya, ia bersembunyi di belakang Liom. "Sebentar! biar saya lihat dulu." mbah Acong tampak berkonsentrasi melihat keadaan Bambang. Namun, "Ini semacam ritual yang belum tuntas!" Mpus segera mengambil kesimpulan. "Apa?!" tanya Liom. "Ya! semalam ia melakukan hubungan badan dengan wanita itu. Rencana wanita itu adalah membuat pak Bambang mencapai klimaks dan mengeluarkan spermanya. Namun, pak Bambang masih bisa mengontrol dirinya, ia menahannya. Dan sekarang, sperma itu dipaksa keluar oleh wanita itu.""Apa yang terjadi, jika spermanya keluar?"
***Mbah Acong memeriksa keadaan Bambang, lemas dan tak berdaya. Mbah Acong khawatir hal yang mungkin akan membahayakan fisik Bambang. Akhirnya, mereka sepakat untuk segera membawa Bambang ke Rumah Sakit. Meski kesakitan yang ia rasakan bukan berasal dari hal medis, namun ia harus mendapatkan perawatan untuk memulihkan kondisinya. Saat menuruni anak tangga, Liom dan satu orang Bodyguard membopong tubuh Bambang, sementara Mpus, Upik dan mbah Acong mengikuti dari belakang. Namun, saat akan sampai ke lantai dasar, Liom merasakan kepalanya berkunang-kunang, keringatnya bercucuran, tangan yang menopang tubuh Bapaknya gemetaran. Ia melepaskan pegangannya, hingga tubuh Bambang bagian atas hampir terbentur ke anak tangga. Beruntung, Mpus sigap menopang kepala Bambang."Liom? ada apa denganmu?!" sontak Upik menegurnya. Liom tak menjawab, ia memegangi kepalanya, hidungnya mengeluarkan darah, kemudian ambruk. Tubuhnya berguling di sisa anak tangga yang akan dituruni sampai ke lantai dasar.
***Semua sandera dibawa masuk ke sebuah bangunan tua di pinggiran kota. Tempat yang terasing dan jarang bahkan hampir tak pernah didatangi oleh khalayak. Bangunan itu tampak usang dengan permukaan dindingnya dipenuhi rumput rambat sampai ke atas. Pokok anggur yang menjuntai bak lumut mewarnai tiang penyangga atap teras menambah kesan bangunan tersebut tampak tak terurus. Sesekali ada pula hewan melata menampakkan dirinya di sela-sela rimbunnya tanaman rambat itu. Empat buah mobil sedan hitam berhenti di depan bangunan itu. Beberapa orang berpakaian Preman keluar dari mobil, masing-masing dua orang Preman menggotong tubuh-tubuh sandera yang pingsan. Para sandera diletakkan berbaring terikat di sebuah gudang yang pengap. Salah satu sandera paruh baya dibawa naik ke lantai dua."Nyonya, pak Bambang tampak tak berdaya. Meski kami tak membiusnya, sepertinya memang dia sedang dalam keadaan tidak sehat." lapor Pimpinan preman itu. Rianti melangkah mendekati tubuh Bambang yang masih terk
***Upik mendekati Mpus segera, ia membuka ikatan tali yang melilit tubuh Mpus berlapis-lapis dengan cara membuka biasa. Melihat itu, Mpus yang masih terengah-engah, dengan keringat bercucuran di sekujur tubuhnya kaget dan heran. Ia menguras banyak energi untuk melepas ikatan itu, namun Upik melepasnya dengan cara biasa saja. "Kka, kau bisa membuka ikatan ini begitu saja?" tanya Mpus. "Ya, ini hanya diikat dengan simpul biasa. Hanya saja, talinya sangat panjang, hingga melilit tubuhmu sampai berlapis-lapis." terang Upik. "Ttaa, tapi, aku kesulitan untuk melepaskan ini dari tadi.""Aku mengerti!" mbah Acong tiba-tiba bersuara. "Ya, Mbah?" tanya Upik. "Sebenarnya, tali yang mengikatmu itu tidaklah memiliki kekuatan magis yang besar, biasa saja. Namun, kau tadi dalam kepanikan, dan itulah yang dimanfaatkan si mbah Dukun itu.""Maksudnya?" tanya Mpus bingung. "Sepertinya, mbah Dukun tau kalau dahulu kau hanya seekor kucing yang tak bertuan. Dan ia memanfaatkan kepanikanmu. Dengan