"Jangan pergi Ra, pria itu hanya akan memanfaatkan kepolosan kamu saja, setelah dia puas kamu akan dibuang begitu saja seperti sampah!" cegah Rendra saat adik perempuan satu-satunya itu berniat melarikan diri dengan kekasihnya yang sama sekali tidak direstui keluarganya karena skandalnya dengan banyak wanita."Erlan mencintaiku dengan tulus, Rendra. Dia tidak akan menyakiti aku! Kenapa kamu dan Papa tidak mempercayainya sama sekali?""Karena aku dan Papa kenal betul pria seperti apa Erlan itu! Apa kedua mata kamu itu buta, Ra? Berapa banyak wanita yang sudah menjadi korbannya?""Aku tahu itu. Tapi denganku berbeda, Erlan sendiri yang memberitahuku. Jika kami menikah nanti, Erlan sudah berjanji akan berubah. Dia hanya akan menjadi milikku untuk selamanya.""Kamu menerimanya begitu saja setelah banyak wanita yang tersakiti olehnya?""Mereka hanya akan menjadi masa lalu Erlan, sementara aku masa depannya. Aku hanya akan peduli pada yang terjadi kedepannya, bukan di belakangnya, bukan pad
Sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya, Laura terus mengarahkan perhatiannya pada padatnya arus lalu-lintas sore itu. Sesekali ia menghela napas panjang saat teringat pada diskusinya dengan pengacara perceraiannya pagi tadi yang benar-benar telah mengacaukan kepercayaan dirinya.Perceraian ternyata tidak semudah seperti yang selama ini ia pikirkan. Menghadapi Erlan dan pengacara hebatnya itu butuh perhitungan yang sangat matang. Jangan sampai bukti-bukti yang telah mereka miliki menjadi senjata mematikan untuk mereka sendiri. Mereka harus memastikan tidak ada cela pada bukti yang mereka miliki yang akan digunakan pengacara Erlan untuk menyerang balik mereka.Laura tersentak kaget dari lamunannya saat pintu tiba-tiba terbuka bersamaan dengan suara raungan Erlan yang terdengar nyaring di ruang kerjanya saat pria itu menerobos masuk,"Apa kamu yang meminta sekretaris bodohmu itu melarangku masuk?""Maaf, Bu Laura. Pak Erlan bersikeras ingin bertemu dengan anda, saya tidak dapat
"Kamu yang jahat! Kamu yang tidak bisa membujuk keluargamu untuk membatalkan perjodohan kita!" sangkal Laura. Saat itu, baik Erlan maupun Laura, mereka telah sama-sama memiliki kekasih. Mereka telah sama-sama menyakiti perasaan kekasih mereka dengan pernikahan kilat itu."Kamu yang salah, Sayang. Kamu wanita dan kamu tidak memanfaatkan hal itu!""Wanita? Apa hubungannya dengan perjodohan itu?""Sebagai seorang wanita, kamu bisa melakukan hal ekstrim untuk mencegah pernikahan kita. Berpura-pura hamil misalnya.""Aku tidak akan melakukan hal hina seperti itu! Kenapa bukan kamu saja yang mengaku telah menghamili Tiara? Bukankah saat itu Tiara memang sedang hamil?"Diingatkan dengan kehamilan Tiara membuat Erlan semakin marah. Jemarinya yang awalnya mengusap lembut pipi Laura kini beralih ke lehernya untuk mencekiknya lagi,"Kamu yang telah menyebabkan Tiara keguguran! Kamu yang menyebabkan Tiara membenciku! Aku sangat membencimu untuk itu!""Kenapa kamu selalu menyalahkanku untuk itu? Bu
Dalam sekejap mata, Erlan sudah membuat Laura berada di atas meja kerjanya, tanpa mempedulikan lagi punggung Laura yang sakit akibat terkena lampu meja yang langsung terjatuh ke lantai dan pecah menjadi beberapa bagian.Dengan sekuat tenaga Laura mencoba melepaskan diri dari Erlan, meski ia tahu Erlan yang sudah seperti kesetanan itu tidak akan melepaskannya sebelum apa yang Erlan inginkan tercapai, dalam hal ini menyetubuhi Laura.Karena jika Erlan memang sangat menginginkannya, maka pria itu akan selalu mendapatkannya, seperti sebelum-sebelumnya. Dan pada akhirnya, Laura hanya dapat merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya, terutama di area pribadinya.Membayangkan akhirnya akan seperti apa, Laura semakin keras berontak, namun semakin keras juga Erlan menahannya di atas meja, hingga Laura tidak dapat bergerak sedikitpun, bahkan untuk menggerakkan kakinya sekalipun."Aku menginginkanmu sekarang! Hari ini masa suburmu kan? Itu bagus supaya segera hadir buah hati kita ke dunia ini.""Le
Alih-alih Laura berhasil mempekerjakan bodyguard untuk dirinya sendiri, Erlan malah telah lebih dulu menugaskan salah satu bodyguardnya untuk mengawasi Laura. Yang langsung diperkenalkan pada Laura sesaat setelah ia memasuki halaman rumah.“Dia istri saya, Laura. Kau harus menjaganya dengan nyawamu sendiri. Jika hal buruk terjadi padanya, atau dia terlepas dari pengawasanmu, maka kau akan mendapatkan kehidupanmu layaknya seperti di dalam neraka!” tegas Erlan.“Apa-apaan ini, Lan?’ tanya Laura setelah berdiri di samping Erlan. Tatapan menyelidiknya terus tertuju pada sosok pria tinggi besar yang baru sekali itu ia temui.“Dia Rendra, bodyguard yang aku tugaskan untuk menjagamu. Ah maaf, lebih tepatnya untuk mengawasimu!” jawab Erlan dengan sinis.Detik itu juga Laura menyadari kalau Rendra akan menjadi mata dan telinga untuk Erlan. Pria itu akan memberitahukan Erlan apapun yang ia lihat dan juga dengar. Tentu saja Laura menolak keras ide suaminya itu,“Itu tidak perlu, Lan. Apa kamu be
"Aku hanya bertemu dengan Vanya dan Naira, kenapa pria itu harus ikut?" tanya Laura sambil meletakkan sendok yang tengah ia pegang dengan kasar di atas piring makannya. "Apa aku harus mengulang semua yang sudah aku jelaskan padamu kemarin, Laura?" Dengan santainya Erlan malah balik bertanya sambil memasukkan makanannya ke dalam mulutnya. "Tidak ada yang perlu kamu takutkan, Lan! Memangnya apa yang bisa dilakukan Vanya dan Naira selain hanya mendengarkan keluh kesahku saja?" "Mereka bisa bersaksi dipengadilan nanti untuk melawanku." "Kalaupun aku berhasil mengajukan perceraian kita ke pengadilan, aku tidak akan melibatkan Vanya dan Naira!" tegas Laura. Erlan meraih serbet makannya untuk membersihkan mulutnya. Sementara matanya tetap terarah pada Laura yang pagi itu terlihat sangat cantik seperti biasanya. Banyak rekan bisnis Erlan yang iri padanya karena keberuntungannya mendapatkan istri secantik dan seseksi Laura. Mereka tidak tahu kalau dibalik wajah cantik itu terdapat jiwa y
Laura harus mengulang jawaban yang sama saat Naira telah bersama mereka. Bahkan Naira pun memberikan tatapan memuja yang sama dengan yang Vanya berikan pada pria itu sebelumnya."Ingat suami kalian di rumah!" desah Laura."Ra, pesanin kopi kek, kasian mejanya kosong," gumam Naira."Nai, jangan sampai aku telepon suamimu nih!" Setelah mendengar ancaman Laura barulah Naira menatap sahabatnya itu dengan wajah yang memberengut kesal, sementara Vanya hanya terkekeh pelan melihatnya."Jangan marah, kamu beruntung karena Setya bukan suami bajingan macam Erlan, Nai. Pun demikian dengan suami kamu, Van. Tezar jelas sekali tergila-gila padamu. Aku sangsi Tezar akan mampu menduakanmu, sama halnya dengan Setya. Suami kalian terlalu setia untuk itu.”“Well, itulah yang sangat aku syukuri hingga saat ini, Tezar anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuk aku.” Wajah Naira kembali ceria lagi.“Ya, kalian berdua harus banyak-banyak bersyukur untuk itu. Susah mendapatkan suami yang bisa setia hanya
Zevanya mencondongkan dirinya untuk berbisik di telinga Laura,"Sebaiknya kamu pasang jebakan untuk Erlan. Bayar wanita untuk menggodanya, lalu tangkap basah mereka saat sedang melakukan itu! Melihatnya secara langsung apalagi sampai ada bukti rekamannya, bukankah itu sudah cukup kuat untuk dijadikan bukti? Bahkan pengacara handalnya sekalipun tidak akan bisa menyanggahnya lagi." “Memasang perangkap untuk pria psikopat itu? Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya, Van? Jangan lupakan satu hal, sekarang ini akan selalu ada Rendra yang mengawasiku, yang menjadi mata dan telinga Erlan!”Vanya kembali menyandarkan punggungnya di sofa, dengan cepat jemarinya mengetik sesuatu di ponselnya, disusul dengan bunyi pesan singkat di ponsel Laura.Sambil terus menatap Zevanya, Laura mengeluarkan ponselnya dari dalam tas tangannya, ia membaca pesan yang dikirim Zevanya ke group chat mereka itu dengan singkat, Z : “Kalau kamu mau aku punya teman yang mahir bermain drama sejak kami duduk di sekolah
"Jangan pergi Ra, pria itu hanya akan memanfaatkan kepolosan kamu saja, setelah dia puas kamu akan dibuang begitu saja seperti sampah!" cegah Rendra saat adik perempuan satu-satunya itu berniat melarikan diri dengan kekasihnya yang sama sekali tidak direstui keluarganya karena skandalnya dengan banyak wanita."Erlan mencintaiku dengan tulus, Rendra. Dia tidak akan menyakiti aku! Kenapa kamu dan Papa tidak mempercayainya sama sekali?""Karena aku dan Papa kenal betul pria seperti apa Erlan itu! Apa kedua mata kamu itu buta, Ra? Berapa banyak wanita yang sudah menjadi korbannya?""Aku tahu itu. Tapi denganku berbeda, Erlan sendiri yang memberitahuku. Jika kami menikah nanti, Erlan sudah berjanji akan berubah. Dia hanya akan menjadi milikku untuk selamanya.""Kamu menerimanya begitu saja setelah banyak wanita yang tersakiti olehnya?""Mereka hanya akan menjadi masa lalu Erlan, sementara aku masa depannya. Aku hanya akan peduli pada yang terjadi kedepannya, bukan di belakangnya, bukan pad
"Lan, aku tidak mau!" Laura menepis tangan Erlan yang ingin menarik lepas dressnya. Sekuat tenaga ia menolak keinginan Erlan yang ingin bercinta dengannya. Selain karena Laura tidak membawa pil kontrasepsinya, ia juga terlalu jijik untuk bersentuhan lagi dengan pria itu.Namun bukan Erlan namanya kalau tidak memaksakan kehendaknya, pria itu seketika geram dengan penolakan Laura, tampara keras pun mendarat di pipi Laura,"Berani kamu menolakku!""Aku sedang datang bulan, Lan!" elak Laura sambil mengusap pipinya yang luar biasa nyeri. Ia melangkah mundur saat Erlan perlahan maju semakin mendekatinya."Alasan! Aku tahu benar ini bukan tanggalnya."Laura mengelak saat Erlan bersiap meraih tangannya, ia berlindung di balik sofa panjang kamar suite itu,"Tanggalnya memang bisa maju bisa mundur juga, Lan. Untuk apa aku membohongimu.""Untuk apa? Bukannya kamu sudah sering membohongiku? Aku tidak akan pervaya sebelum aku melihatnya langsung dengan mata kepala aku sendiri!" desisnya. Laura m
"Apa aku tidak tahu kado itu juga palsu?" desisnya dengan penuh kebencian.Laura terkulai lemah, bukan karena cengkraman tangan Erlan di lehernya yang menyebabkan Laura sulit bernapas. Tapi karena satu-satunya tempat Laura menggantungkan harapan kini telah punah. Dan ia harus menghadapi Erlan seorang diri lagi.'Rendra, kenapa kamu setega ini padaku?' tanyanya dalam hati, dan ia menitikkan airmata untuk satu lagi pria yang menyakiti dan mengecewakannya.Laura memejamkan kedua matanhya dengan pasrah. Apakah tidak ada satu pun yang menyayanginya dengan tulus selain dari sahabat-sahabatnya? Tidak orangtuanya, tidak juga seseorang yang baru saja masuk ke dalam kehidupannya.JIka Laura memang harus ditakdirkan mati saat itu juga di tangan Erlan, maka itu akan jauh lebih baik untuknya. Persetan dengan balas dendamnya."Untuk siapa sebenarnya kamu siapkan kado itu? Karena aku sudah tahu pasti, kamu tidak akan peduli dengan hari Anniversary kita, apalagi peduli padaku hingga membelikanku jam
Sama halnya dengan Laura, Rendra pun tidak kalah kagetnya dengan pesta yang sangat tiba-tiba itu. Dengan Erlan yang tidak memberitahunya perihal pesta kejutan yang pria itu siapkan untuk Laura, itu berarti Erlan belum sepenuhnya percaya pada Rendra. Dan akan sulit bagi Rendra menyelidiki kebusukan Erlan jika ia belum sepenuhnya menjadi orang kepercayaan Etlan.Setelah Laura turun, Rendra kembali melajukan mobilnya untuk parkir di tempat biasanya. Ia menarik salah seorang bodyguard Rendra untuk bertanya,"Kenapa banyak sekali tamu? Ada pesta apa? Kenapa aku tidak diberitahu?""Aku juga baru tahu setelah kalian pergi tadi. Tuan Erlan meminta kami mendekor rumah ini dalam waktu singkat," jawab pria itu dengan keringat yang masih terlihat membasahi keningnya."Dalam rangka apa pesta ini?""Menurut yang aku dengar, hari ini adalah Anniversary Tuan Erlan dan Bu Laura. Tuan ingin memberikan kejutan untuk Bu Laura, manis sekali bukan? Nampaknya Tuan Erlan memang tergila-gila dengan Bu Laura."
"Kenapa ramai sekali mobil yang parkir? Apa aku melupakan pesta yang Erlan buat?" Laura bertanya pada dirinya sendiri, namun Rangga tetap menjawabnya,"Saya juga baru mengetahuinya, Bu Laura. Pasti ada sesuatu yang menyebabkan Tuan Erlan mengadakan pesta dadakan.""Panggil saja Laura, ketika kita sedang berdua.""Saya masih belum berani, Bu Laura. Apalagi masih di lingkungan rumah, dindingnya saja memiliki telinga.""Terserahmu lah!"Setelah mengatakan itu Laura bergegas turun setelah salah satu pengawal membukakan pintu untuknya. Sementara itu Rendra langsung melajukan lagi mobilnya ke area parkir khusus."Nah, bintang pesta hari ini telah tiba, mari kita sambut kehadirannya dengan tepuk tangan yang super meriah!" seru Erlan saat Laura baru saja memasuki rumah disusul dengan biltz beberapa media yang tertuju padanya.Di hadapan banyak tamu dan juga awak media, mau tidak mau Laura pun menyunggingkan senyumannya dan membiarkan Erlan mengecup mesra keningnya sambil melingkarkan lenganny
"Jadi kesepakatanmu dengan Chintya batal hanya karena kamu mengikuti saran Rendra?" tanya Vanya dengan nada dongkol. Tidak mudah membujuk Chintya untuk mau membantu Laura mengingat betapa selektifnya Chintya jika menyangkut pria."Rendra memiliki alasan yang cukup masuk akal, untungnya aku belum menjalankan rencana kita," desah Laura sambil menyandarkan punggungnya di sofa, sudut matanya menangkap gerakan tangan Erlan saat pria itu menyeruput kopinya. Seperti biasa, mereka duduk di meja terpisah.Vanya menyondongkan tubuhnya ke LLaura saat bertanya, "Kamu percaya begitu saja padanya?""Percaya tidak percaya, Van. Tapi aku percaya satu hal, Rendra memiliki alasan tersendiri saat memutuskan bekerja dengan Erlan. Pria itu ... Tidak sesederhana kelihatannya.""Yeah i know. Termasuk juga rencananya untuk membawamu ke tempat tidurnya!" sungut Vanya."Ya Tuhan! Itu tidak mungkin," sangkal Laura, sekali lagi ia melirik Rendra yang masih asik menikmati kopinya seolah tidak peduli dengan pemb
"Bisa tinggalkan saya sendiri?" pinta Laura pada Rendra.Wanita itu baru bersuara setelah lebih dari satu jam mereka menyusuri tepian pantai dalam keheningan. Hanya suara riuh dari pengunjung lain dan deburan ombak saja yang mengisi keheningan di antara mereka itu."Maaf, saya tidak bisa, Bu Laura. Tuan Erlan menegaskan saya untuk tidak meninggalkan anda dalam kondisi apapun."Lebih tepatnya, Rendra tidak akan membiarkan Laura yang tengah terluka itu sendirian. Ia takut Laura akan memilih cara ekstrim untuk melarikan diri dari Erlan."Saya hanya menyusuri pantai ini saja, Rendra. Saya tidak akan kabur!""BIar saya temani anda, saya tidak akan bersuara jika anda tidak bicara pada saya."Dengan wajah ketusnya, Laura berpaling ke arah lautan lepas, ia membiarkan begitu saja angin pantai merusak tatanan rambut cantiknya.Nampaknya Rendra sulit untuk diajak bekerjasama. Pupus sudah harapan Laura yang berniat mencuri waktu untuk bertemu dengan Chintya, wanita yang akan ia pekerjakan sebagai
Pagi harinya, langkah Laura menuju ruang makan dihadang Rendra, tatapan pria itu tak terbaca saat menyarankan,"Sebaiknya anda jangan ke ruang makan, Bu Laura. Kalau anda lapar, saya bisa mengambilkan makanan untuk anda."Laura melipat kedua tangannya di depan dadanya, "Apa ada alasan untuk ini?" tanyanya dengan ketus.Rendra baru akan menjawab ketika terdengar kikikan nyaring seorang wanita, disusul dengan gelak tawa Erlan. Laura paham betul dengan apa yang tengah terjadi di ruang makan keluarganya itu, ia pun tersenyum sinis karenanya,"Hanya karena itu?"Tidak mendapatkan respon dari Rendra, Laura mendorong pria itu ke samping dan melewatinya begitu saja. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti saat Rendra menahan lengannya,"Jangan buat keributan, Bu Laura. Jangan membuat Tuan Erlan murka lagi," cegahnya, dan Laura langsung menghentak lepas tangannya sebelum mendaratkan tamparan kerasnya di pipi Rendra,"Berani kamu menyentuh saya!" geramnya, Rendra sedikit membungkuk saat mengucapk
"Aku tidak mau memperlihatkan lekuk tubuhku pada bodyguard sialan aku itu! Tidak bisakah aku menikmati waktuku sendiri tanpa keberadaanya?" elak Laura sambil menatap galak Rendra."Rendra, kau menjauhlah saat Laura ingin berenang! Dan pastikan, tidak ada satupun orang yang memasuki area ini!" perintah Erlan pada Rendra.Setelah mengangguk mengerti, Erlan pun meninggalkan mereka.Namun ternyata hal itu menjadi boomerang untuk Laura. Karena Erlan memiliki rencana lain untuknya di kolam renang itu."Tanggalkan pakaianmu sekarang!"Apakah Erlan akan mengajaknya bercinta di sana? Di kolam renang? Tidak mungkin kan?Jangankan di tempat dimana orang lain dapat melihat mereka, di kamar yang lebih private pun Laura tidak akan mau melayani hasrat Erlan lagi.“Jangan gila kamu!” sungut Laura sebelum berenang menuju handrailing pool. Lebih baik ia menyudahi renangnya, dan bergegas menjauh dari suaminya itu.Tapi baru saja kaki Laura menginjak tangga ketiga, Erlan sudah menariknya naik dengan kasa