Deric sontak menegang ketika kecupan singkat itu mendarat di pipi. Kontan saja matanya membulat dengan tatapan tak percaya. Sungguh, pria itu tak pernah mengira jika wanita bernama Caraline itu akan memberinya ciuman, sebuah hadiah yang tak pernah sekalipun terlintas di pikiran.
Deric memahat senyum. Tubuhnya yang membeku berangsur normal kembali. Ia lantas menoleh pada Caraline. “Terima kasih.”
Caraline sendiri perlahan membuka mata. Tubuhnya bak disiram es di udara dingin. Raganya membeku ketika menyadari bila dirinya untuk sekali lagi berada di ceruk leher Deric. Ketegangannya seolah mencair ketika rona merah menghias pipi. Dengan perlahan, wanita itu mendongak ke samping, dan hal yang pertama kali ia lihat manik sebiru samudra dan secarik senyuman hangat.
Caraline refleks menarik kembali tubuh. Wanita itu memandang pria di depannya dengan tatapan tak percaya. Hatinya disesaki dengan perasaan asing, tetapi anehnya sangat menenangkan. Di sisi lain,
Helen tampak mondar-mandir di ruangan kerjanya. Wanita berkacamata itu sesekali melirik jam tangan dan layar ponsel. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul sebelas siang, tetapi belum ada tanda-tanda bila Caraline akan datang.“Apa ... ada yang sesuatu yang terjadi padanya?” tanya Helen pada dirinya sendiri. Wanita berbusana kemeja panjang yang dipadukan dengan rok katun selutut itu membuka jendela ruangan, kemudian menarik oksigen dengan rakus. Ia berharap udara segar dapat mengusir sedikit perasaan tegang.Helen kembali menghubungi Caraline untuk kesekian kalinya. Panggilan maupun pesan yang ia kirimkan sama sekali tak ditanggapi oleh wanita itu. Kejadian ini benar-benar tak biasa, pikirnya. Bila memang terjadi sesuatu, CEO perusahaan tempatnya bekerja itu pasti segera menghubunginya.Helen tak pantang arah. Wanita itu mencoba menghubungi nomor telepon rumah Caraline. Namun, panggilan sama sekali tak terhubung. “Perasaanku mengatakan jika
Caraline perlahan mengerjap. Ketika membuka kedua mata, wanita itu merasakan kepalanya teramat pening. Pandangannya tampak blur ketika memindai sekeliling. Ia lantas mengubah posisi menjadi duduk seraya memijat dahi. “Apa yang terjadi padaku?” tanyanya.“Nona,” panggil tiga orang maid secara serempak. Tatapan mereka meraut kekhawatiran yang kentara.Caraline kembali menelisik keadaan kamar. Selain para maid yang tengah berdiri di sisi ranjang, ia juga melihat seorang wanita berjas putih baru saja keluar dari ruangan.“Apa yang terjadi padaku?” ulang Caraline ketika satu per satu kesadarannya kembali berkumpul. Tangannya mulai turun ke alis, pipi, lalu berhenti di bibir. Di saat menyentuh benda kenyal tersebut, secara tiba-tiba cuplikan kecupan itu kembali hadir.Caraline sontak menegang. Matanya membola laksana akan melompat keluar. Ia sungguh berharap bila hal itu hanyalah mimpi buruk. Akan tetapi, ke
“Nona,” panggil Helen.Caraline segera mengambil kado pemberiaan Deric yang untungnya ia temukan di belakang kotak sampah. Wanita itu lantas bangkit dengan kedua tangan berada di balik punggung. Perempuan bersurai panjang itu kemudian bergeser secara perlahan menuju meja rias.“Apa Anda masih membutuhkan waktu untuk sendiri?” tanya Helen yang merasa bila Caraline bertingkah sedikit aneh.“Satu menit,” ucap Caraline sembari memberi kode dengan satu jari. “Beri aku satu menit lagi, Helen.”“Baiklah, Nona.” Helen segera keluar dari ruangan.Hal ini dimanfaatkan Caraline dengan segera menyembunyikan kado di bawah bantal. Wanita itu harus berkali-kali memastikan jika tempat itu memang aman. “Kau benar-benar menempatkanku pada situasi yang sulit,” ketusnya seolah-olah Deric tengah berada di hadapannya.Caraline segera duduk di sofa, lalu menyilangkan kaki. “Masuklah, Hel
“Apa maksudmu, Grace?” tanya Caraline seraya menyimpan gelas ke meja dengan cukup kuat. Suara benturan itu terdengar lumayan nyaring hingga membuat maid itu mundur karena ketakutan. “Bagaimana mungkin ....”Caraline kontan terpejam seraya memijat pelipis. Ia mendadak tak ingin menyelesaikan kalimatnya setelah mendengar penuturan barusan. Wanita itu tak pernah menyangka bila Deric akan memberikan kejutan lain.“Nona,” ujar Grace dengan pandangan yang timbul-tenggelam menghadap Caraline. Wanita itu berusaha mengenyahkan rasa takut. “Menurut pengakuan para maid, setelah mendengar Nona tak sadarkan diri, Tuan Deric langsung bergegas pergi ke kebun untuk memetik buah stroberi. Tak lama setelahnya, dia memberikan jus itu padaku dan berpesan agar aku memberikan jus itu pada Nona ketika Nona sudah siuman.”“Pergilah.” Caraline beranjak dari sofa, kemudian berjalan menuju jendela yang mem
Caraline terbangun bersamaan dengan langit yang sudah berhias lembayung. Wanita itu merasa lebih segar setelah beristirahat. Kepalanya juga tak pening seperti sebelumnya. Ia kemudian beranjak dari kasur, lalu berjalan menuju balkon. “Segar sekali,” ucapnya ketika angin berembus melewati kulit.Caraline menghabiskan waktu beberapa menit di ruangan itu. Ia mengamati sekeliling halaman belakang dan taman dengan senyum tipis mengembang. Wanita itu kemudian menarik kursi, lantas duduk di sana. Pandangannya beralih pada bangunan tempat Deric berada. “Jangan pernah berharap aku akan meminum jus kemasan itu lagi,” cibirnya.Caraline menoleh ketika ponselnya bergetar. Nama Diego terpampang di layar. Ia membiarkan gawai itu berdering sampai dua kali hingga akhirnya ia angkat.“Bagaimana keadaanmu saat ini?” tanya Diego di seberang telepon.“Apa aku benar-benar harus menjawab pertanyaanmu?” respons Caraline datar.
Caraline segera menutup pintu begitu memasuki kamar. Wanita itu dengan tergesa-gesa berlari menuju ruangan di mana tas itu disimpan. Ia segera mengambil benda itu dari dalam bufet, kemudian membawanya ke ranjang.Caraline bergegas memeriksa isi tas begitu tubuhnya duduk di kasur. Tak hanya sekali, ia bahkan mengecek hingga lima kali. Bandana bertuliskan nama “Jacob Aberald” itu nyatanya masih berada di tempatnya. “Aku ... tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Deric mengenalinya. Deric pasti akan sangat curiga dan akan berpikir macam-macam tentangku,” ujarnya dengan embusan napas lega.Caraline lalu merebahkan diri di kasur, mengamati bandana hitam itu lekat-lekat. Pipinya mendadak melukis rona merah ketika mengingat foto Deric yang tengah berseragam basket, terutama saat melihat bagaimana aksinya dalam memasukkan bola.Caraline meraih ponsel, lalu membuka galeri. Wanita itu menggeser layar beberapa kali hingga berhenti di f
Caraline tidur nyenyak tadi malam. Ia juga terbangun dalam keadaan bugar. Senyumnya mengembang semenjak pagi hingga kini ia berada di meja makan untuk sarapan. Wanita itu makan dengan sangat lahap.Caraline meneguk minuman hingga tandas, lalu menoleh pada sebotol jus yang berada di atas meja. Setelah mendapat dua botol jus yang dikirimkan Deric, wanita itu sama sekali tidak langsung meminumnya, melainkan menyimpan minuman itu ke lemari pendingin untuk dinikmati nanti.Caraline menuangkan jus itu ke dalam gelas, lalu mengangkat benda itu seraya mengamatinya. “Aku ... hanya sekadar menghargai pemberian Deric. Itu saja. Ini ... bukan berarti aku menyukai minuman ini,” gumamnya.Caraline meneguk jus itu dengan perlahan, menikmati kelezatan yang ditawarkan. Rasanya masih sama seperti kemarin, dan ia benar-benar menyukainya. Wanita itu menuangkan sedikit demi sedikit jus dari botol ke gelas, lalu meminumnya dengan perlahan seakan tengah menikmati minuman m
Setelah kepergian Helen, Caraline kembali membuka boks pemberian Diego, lalu mengeluarkan empat botol minuman dari dalam sana. Wanita itu kemudian bergerak ke tempat penghangat minuman, lalu menyimpan satu botol susu cokelat pemberian Deric di samping benda-benda kiriman Diego.Caraline mengembus napas panjang ketika tubuhnya kembali mendarat di sofa. Wanita itu memindai satu per satu botol di atas meja. Tak hanya sekali, tetapi beberapa kali. Hanya dalam satu kali lihat, semua orang bahkan anak kecil sekalipun bisa menilai jika benda-benda lonjong pemberian Diego adalah sebuah minuman berharga tinggi. Hal ini bisa dilihat dari merek minuman yang terpampang di leher botol, juga tampilan yang menarik. Hal itu tampak kontras dengan milik Deric yang tampak biasa.“Aku tidak tahu jika memberikan minuman pada seorang wanita sedang tren akhir-akhir ini,” ujar Caraline seraya mulai menyingkirkan botol pemberian Deric. Ia tersenyum puas ketika melakukannya.