Caraline mendaratkan tubuhnya dengan asal ke kursi di bawah pohon. Kondisi hatinya mendadak tak keruan setelah menerima pesan susulan dari sepupunya perihal pertemuan keluarga Wattson yang akan diadakan esok hari. Karena masalah itu pula, ia sama sekali tak bisa berkonsentrasi selama pekerjaan.
“Wanita itu benar-benar membuatku kesal!” ucapnya sembari memukul ruang kosong di kursi.
Caraline mengembus napas panjang, kemudian memijat kening perlahan. Wajahnya lantas mendongak ke langit jingga. Di tengah kekesalannya yang kian memuncuk, waktu justru kian bergulir menuju hari esok. Andai saja ia memiliki kekuatan untuk mengendalikan waktu, niscaya hari esok akan benar-benar ia hapus dari Bumi. Bagaimanapun jua, ia sama sekali tak siap.
“Apa kau sedang ketakutan?” tanya Deric dengan pandangan yang tertuju ke danau. Pria itu masih setia dengan kamera di tangan. Saat berhasil memotret dua ekor angsa yang tengah bercengkerama, ia seg
Pukul sembilan pagi, Caraline sudah bersiap dengan gaun selutut berwarna biru tua. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan ujung yang dibuat sedikit bergelombang. Ketika menuruni anak tangga, wanita itu mengembus napas panjang beberapa kali seraya mengamati kembali penampilannya.Caraline sama sekali tak bisa tidur nyenyak semalam. Beberapa jam sekali, ia akan terbangun dengan kondisi berkeringat. Selebihnya, wanita itu akan melamun di kasur sampai kantuk kembali bertamu.“Dasar pemalas!” rutuk Caraline saat mengetahui bila Deric belum berada di pinggir danau.Caraline mengibas rambut ketika ponsel berbunyi. Bibirnya segera menyuguhkan senyuman ketika Diego mengirim sebuah pesan.‘Bagaimana keadaanmu hari ini?’Caraline memutar bola mata. Ia menggeleng beberapa kali karena merasa Diego amat payah dalam membuka topik obrolan. Meski begitu, ia membalas pesan pria itu.‘Apakah aku benar-benar sedang membaca pesan dari
Satu jam kemudian, mobil yang dinaiki Deric dan Caraline menepi di sebuah vila yang terletak di pinggir pantai. Tempat itu langsung menghadap hamparan laut biru. Dari lokasi keduanya berada, deburan ombak dapat terdengar cukup jelas.“Sepertinya aku akan belajar banyak hal sesudah pulang dari tempat ini,” ujar Deric sembari mengamati pemandangan luar dari jendela mobil.Caraline mengembus napas panjang, kemudian terpejam untuk beberapa saat. Kedua tangannya berada di depan dada, berusaha untuk menstabilkan degup jantungnya. “Dengarkan aku,” ucapnya. Deric seketika menoleh, dan di saat yang sama Caraline menenggelamkan wajah ke arah jari-jarinya yang saling beradu.“Aku benci untuk mengatakannya, tapi kau harus bekerja sama denganku dalam pertemuan ini. Aku akan mendorong kursi rodamu saat kita berdua memasuki ruangan pertemuan. Jangan bicara sebelum aku memberimu iz
Caraline terpejam beberapa saat sembari menyugar rambut. Wanita itu sama sekali tak menjawab pertanyaan Deric, pun tidak mengalihkan pandangan ke arahnya. Ia mengembus napas pendek beberapa kali untuk mengusir gugup. Jujur saja, ia terganggu dengan penampilan Deric saat ini. Ia juga sempat mendapati beberapa wanita menoleh ke arah pria di sampingnya. Di lain hal, ruangan ini memiliki aura intimidasi yang amat kuat bagi Caraline. Meski tempat ini didekorasi dengan indah, tetapi ia sama sekali tidak merasakan kenyamanan dan ketenangan apa pun. Amosfer ruangan ini benar-benar menekannya dari berbagai arah. “Tenanglah, kau pasti akan baik-baik saja,” ujar Deric. “Simpan kata-kata itu untuk dirimu sendiri,” ketus Caraline. Catherine dan Wilson sudah berada di atas panggung. Ruangan mendadak hening dan perhatian langsung tertuju pada keduanya. “Mungkin beberapa di antara kalian sudah mendengar kabar bila salah satu anggota
“Maafkan aku, Tuan.” Deric mulai mengendurkan cengkeraman pada tangan Wilson ketika melihat Caraline berlari meninggalkan ruangan. Ia secara perlahan melepaskan belenggu di tangan pria itu. “Aku sepertinya terlalu berlebihan.”“Sialan!” Wilson segera menarik tangannya, kemudian mengecek kondisinya. Matanya seketika membola begitu mendapati tanda merah yang sangat kentara. “Kau tidak bisa lari dariku.”Deric tertawa. “Tentu saja aku tidak bisa lari. Apa kursi roda ini terlalu kecil untukmu?”Di sisi lain, Catherine terhipnotis dengan suara dan gestur yang ditampilkan Deric. Ia terdiam beberapa saat dengan pandangan yang tak beralih dari pria itu. Begitu sadar bahwa tindakannya keliru, ia dengan cepat mencubit pahanya sendiri.“Anggap saja itu adalah salam perkenalan dariku,” kata Deric seraya menekan tombol maju di kursi roda. Gilasan benda bulat itu menggilas lantai ruangan dan tatapa
Sentuhan Deric seperti sengatan listrik yang dengan cepat menjalar ke seluruh ubuh Caraline, terlebih jarak mereka terbilang dekat dan di saat bersamaan manik cokelat muda dan bola mata biru mereka saling terhubung.“As-astaga! Apa yang sebenarnya terjadi?” Caraline butuh waktu untuk mencerna peristiwa yang baru saja menimpanya. Saat debaran jantung yang menggila menyadarkan bahwa kedekatan ini tak seharusnya terjadi, ia dengan cepat menarik tubuhnya. Nahas, ia kembali terpeleset hingga raganya nyaris ambruk ke lantai.“Tenanglah.” Deric kembali menahan raga Caraline yang hanya tinggal beberapa senti lagi merasakan licinnya marmer.Deru napas Caraline tiba-tiba berubah cepat. Tatapannya perlahan tertunduk saat ia merasa tak kuasa menyelami manik biru di depannya. Wanita itu menelusuri leher, jakun hingga turun ke arah dada yang terbalut kemeja putih di mana satu kancing atasnya terlepas. Parasnya terasa terbakar saat menyadari apa yang te
“Siapa namamu, Tuan?” tanya Catherine dengan senyum lebar. Ia mengerling ke arah Caraline untuk sesaat.“Kau bisa memanggilku Deric,” jawab si empunya nama dengan ekspresi tenang.“Nama yang bagus sesuai dengan kondisimu saat ini,” sahut Wilson yang disertai kekehan.“Aku selalu merasa baik dalam keadaan apa pun,” balas Deric.“Apa pekerjaanmu saat ini?” Catherine menoleh pada semua orang yang hadir di lokasi. Ia sengaja menjaga jarak dengan Deric dan tak menatap matanya lebih dari satu detik. “Apa pekerjaanmu yang membuat Caraline jatuh cinta?”“Wanita itu jelas membutuhkan seseorang untuk mendongkrak posisinya.” Wilson menimpali. “Mungkin dia disanjung oleh hampir semua orang di kotanya saat ini, tapi di depan keluarga Wattson, dia sama sekali tak memiliki reputasi baik sedikit pun. Dia hanya wanita rendahan yang tak pantas mewarisi darah Wattson di tu
“Tidak ada yang bisa kau lakukan selain meratap dan menangis,” ujar Wilson yang baru saja bergabung dengan Catherine. Pria itu sesekali mengernyit di saat bibirnya memahat senyum.Tak mengindahkan suara sumbang tersebut, Deric segera menyeret tubuhnya untuk keluar dari belenggu kursi roda. Ketika sudah berada di pinggir kolam, ia melepas jas, kemudian menjatuhkan diri ke kolam tanpa pikir panjang.“Ini lebih menarik dibanding drama apa pun yang pernah kutonton.” Wilson semringah. “Aku tidak boleh melewatkan hal ini begitu saja.”“Apakah aku benar-benar akan menjadi saksi bagaimana cinta sejati itu ada?” timpal Catherine.“Tak ada cinta sejati di dunia ini, Catherine. Kau terlalu banyak menonton drama.”Di sisi berbeda, Deric berenang ke arah Caraline dengan menggunakan kekuatan tangan. Suara wanita itu tak lagi terdengar, yang bisa ditangkap telinganya hanya suara cipratan air karena terca
Caraline mengerjap ketika serbuan cahaya matahari mencumbu kesadarannya. Wanita itu dengan cepat mengubah posisi menjadi duduk. Ia kemudian memijat kepala perlahan seraya menyisir keadaan sekeliling. Ruangan ini tampak tak asing baginya. “Ini ... seperti kamarku,” gumamnya.Caraline segera turun dari kasur, lalu berlari ke arah balkon. Mulutnya setengah terbuka ketika melihat halaman belakang, taman, juga kemilau cahaya dari mulut danau. Langit sudah terselimut jingga di mana matahari bersiap untuk kembali ke peraduan. “Aku benar-benar berada di rumahku.”“Astaga, apa yang terjadi?” Caraline menjambak rambut, lalu berlari kembali ke dalam kamar. Ia memeriksa ponsel dan tercengang ketika layar gawai menunjukkan waktu dan tanggal yang tertera. “Ini sehari setelah pertemuan itu.”Tubuh Caraline melorot ke lantai. Tangannya menarik seprei kasur dengan bola mata melebar. Deru napasnya mendadak meningkat dua kali lebih c
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be