---
Sore menjelang malam, langit seakan memberikan isyarat padaku untuk segera pulang. Benar sekali baru ingin beranjak ke parkiran adzan magrib pun berkumandang. Ku belokkan langkahku ke arah masjid untuk menunaikan kewajiban, selesainya baru kulangkah kakiku untuk segera pulang. Belum sempat menghidupkan motor salah satu lengan bersandar dipundakku.
“Ngopi dulu yuk bree”kata siapa lagi kalau bukan Radit.
“Nggak ah hemat gue”elakku bermaksud malas meladeni.
“Aealah niat mau bayarin juga”
“Next time deh, capek banget gue mau istirahat”
“Lebay amat, kayak lu gak pernah begadang dua hari dua malem rasanya”
“Mager gue sumpah dit. Ajak Danu, Bayu, Bagas atau sapa kek”
“Nah mereka juga nongki cok bareng kita, mangkanya gue sekalian ajak lo”
“Enggak dulu deh. Sumpah lagi gak selera gue”sambil menstrater motor namun dimatikan kembali oleh Radit.
“Ayokk lahh yaa abis makan lu bisa cabut balik deh. Gak tega gue liat muka lu kelaperan”ucapnya langsung menaiki motorku.
Radit memang paling paham semua tentangku, antara bersyukur dan banyak istigfar Tuhan telah menghadirkan Radit untukku. Sebeneranya kehadirannya ada baiknya juga, dia telah berkontribusi banyak dalam kehidupan kampusku menjadi seorang teman sekaligus saudara seperjuangan.
Sekarang kami sudah sampai di cafe yang Radit maksud, benar saja di sana ada rombongan anak UKM sedang duduk bersantai ria. Semua menyapaku dan Radit yang baru datang.
“Weitsss broooo yang bawa pergi pacarnya Fahmi”sapa Bang Rio (kating seangkatan Bang Fahmi) berusaha melucu sekaligus memojokiku.
Semua orang yang ada di sana dibuat risih dengan perkataan Bang Rio. Aku berusaha tenang tidak ingin terpancing. Lalu Radit menarikku duduk di sebelahnya bersama Danu dan Bayu.
“Santai broo ngopi dulu”tawar Danu berusaha tidak membuatku terpancing.
“Iyee bentar lagi dia bakal alumni kok, tapi kalau tahun ini lulus”bisik Radit berusaha mencairkan suasana.
“Coy ceritain dong gimana kesannya bawa pacar orang, biar bisa jadi referensi kan iya gak guys”Bang Rio kembali memancing sambil duduk di hadapanku dengan seringainya yang meledek.
Semua terlihat bingung dan frustasi karena tidak ada yang menginginkan ini terjadi. Entah siapa yang mengajak makhluk rese ini kemari. Aku berusaha untuk tetap tidak terpancing, ku seruput kopi yang diberikan Danu tadi tanpa memperdulikan Bang Rio yang terus mengintaiku.
“Ajib nu”ucapku sambil mengangkat secangkir kopi yang habis ku minum.
“Kan apa gue bilang resep yang ini tu gak ada lawan”ucap Danu merasa puas.
“Wahhh seneng nih gue sama orang yang sok gak peduli sama apa yang terjadi”celetuk Bang Rio yang kembali membuat suasana menjadi tidak bersahabat.
“Sorry bang di sini kan kita mau ngopi bareng. Pliss enjoyin dong dibuat asik aja jan tegang ahh kek lagi ujian akhir aja”Bayu mencoba membenarkan situasi.
“Coy kapan-kapan kita ngobrol yang intens ya, biar dapet feelnya”Bang Rio meneruskan dengan berbisik “ngobrolin cara dapetin pacar orang gimana”perkataan yang sangat sempurna untuk menggertak kesadaranku.
“Ehhhh ehhh ehhh bim pliss tempat umum bim sadar okeehh”Radit berusaha menahanku.
“Bang mending kita nyebat yuk di luar”Bayu kembali membujuk Bang Rio yang untungnya masih bisa diajak bicara.
Bang Rio keluar sambil terus bersetatap sinis denganku. Diikuti dengan Bayu dan anggota UKM lainnya yang ikut keluar sambil memberi kode bahwa acara ini disudahi saja. Akupun langsung ikut beranjak ke kamar mandi berniat ingin meredam emosi yang hampir meledak tadi. “Mengambil pacar orang, merebut pacar orang” kata itu terus menghantui fikiranku. Ku pikir hal itu belum terjadi, maaf maksudnya kuharap tidak akan pernah terjadi. Aku pikir ini hanya perasaan suka yang tidak akan bertahan lama dan sampai sekarang kuharap akan terus seperti itu. Perasaan ini hanya soal kekaguman, bukan keinginan untuk mengharapkan sebuah pengakuan.
Aku mencuci tangan di wastafel, melirik ke arah kaca yang terlihat seorang masuk dan berdiri di sampingku ikut membersihkan kedua tangannya.
“Mo balik kan?”tanya Radit tidak ingin membahas soal apa yang terjadi barusan.
“Dit.. ini alasan kenapa gue gak pernah mau ikut acara nongkrong UKM, lu taukan temen lu ini bukan orang yang disegani, orang yang terus digunjing mah iya”
“Gue gak tau”
“Lu gak akan pernah tau emang rasanya jadi gue”
“Anjir bukan itu maksud gue woy! Gue gak tau kalo Bang Rio ikut dateng juga nyet”
“Ini terkahir gue ikut acara kek gini”
“Iye jamban udah yok balik diarang udah pada balik juga kok”
Hari yang menyebalkan. Ku rebahkan tubuhku ke kasur, menengadah lalu perlahan memejamkan mata karna terlalu lelah untuk terjaga. Belum lama terlelap suara raungan hewan kecil mengusik indera pendengaran, dengan setengah sadar aku menghampiri hewan kecil itu.
“Kenapa? Makanan kamu udah abis ya?”tanyaku padanya.
“Miku.. kayaknya gue gak bisa berharap lebih deh sama majikan lo, ada aja hambatan yang bikin gue nyerah. Kayaknya terlalu halu sampe mikirin kita bisa bersama”
Ditengah curahan hatiku kepada Miku ponselku berdering pertanda lowbat. Aku langsung mengechasnya dan terfokus pada beberapa pesan masuk yang belum sempat ku buka. Dari salah satu pesan, mataku terhenti ke arah pesan Dea. Ku buka dan kubaca dengan seksama.
“Samlekum bim.. balik tadikan aku sama bang fahmi mampir ke mall bikos bang Fahmi mau beliin hadiah buat keponakannya. Nah di samping toko yang kita kunjungi itu ada petshop aku iseng ngelirik toko itu dan aku nemu baju kucing cakep-cakep banget kek gini. Liat foto yang aku kirim ya kamu pilih yang mana”-isi pesannya.
“Bagus kali ya dipake Miku pas gede nanti”-ujar pesan selanjutnya.
Apa-apaan ini aku malah sudah memikirkan memiliki anak bersama. Khayalan yang sudah lewat dari batas wajar bukan? Kata-kata dari pesan selanjutnya membuat fikiranku jadi salah arah, begitu polos dan menggemaskan. Dea memang selalu seperti itu, selalu apa adanya tidak ada yang dibuat-buat.
Jariku tergerak untuk membalas pesannya. Ku pilih salah satu baju kucing yang dikirimnya “Yang ini kayaknya bagus”ku tekan tanda kirim. Ku hempaskan lagi tubuhku ke kasur sambil melihat-lihat pesan darinya. Tak lama dari situ ilusi itu malah menelfon.
“Assalamualaikum...”ucapnya.
“Waalaikumsalam, kenapa Dea?”tanyaku keheranan.
“Dari mana aja bim baru bales pesanku. Sok sibuk deh sekarang”ledeknya dengan aksen khas Dea yang bisa-bisanya selalu membuatku tertawa.
“Enggak, tadi ada kumpul UKM ini baru pulang”
“Beneran bagus yang itu bim?”
“Ya menurut saya sih iya”
“Sip kita satu server, tapi entar belinya nunggu uang ku ke kumpul. Aku lagi banyak pengeluaran bulan depan Bang Fahmi ulang tahun. Aku lagi ngumpulin uang buat kasih dia surprise ”
Telinga ku selalu terganggu ketika dia menyebut pria lain saat kami sedang berbicara. “Untung gak pacaran jadi gak ngabisin duit untuk bikin surprise”
“Emhh Bimo contoh yang gak pedulian nih sama pacar agaknya”
“Hubungan mah bukan diliat dari cara kita sering ngasih surprise, surprise juga gak dilihat dari mahalnya sesuatu tapi bentuk keikhlasan dan rasa cinta kita ke pasangan”tuturku semoga benar.
“Ajibbbb”balas Dea terdengar tepukan tanganya.
“Eh tapi bim sebenernya akutu agak berat mau bales Bang Fahmi dia selalu kasih aku barang-barang mahal jadi aku sampe ngumpulin duit buat bisa sebandingin apa yang dia kasih”
“Sebenernya gak mesti harus sebanding juga lah. Kalo dia cowok baik dia bakal selalu terima apa yang kamu kasih, yang pentingkan kita udah kasih usaha yang terbaik dan yang kita sanggup cuma segitu”
“Iya ya bim tapi beneran deh aku orangnya gak enakan”
“Cinta itu gak diliat dari segi materialnya tapi cinta itu bentuk keikhlasan dan suka cita”
“Wahh bimm berasa konsultasi sama profesor deh”ucapnya membuatku terbahak.
Aku menguap panjang sepertinya tubuhku benar-benar kelelahan.
“Bim.. kamu udah ngantuk ya? Eh maaf ya aku malah ngajak ngobrol panjang”
“Selo lah emang agak capek aja hari ini, biasanya sih tengah malem baru bisa tidur gak tau hari ini kek capek aja gitu”
“Oke yaudah bim istirahat gih, makasih ya sarannya, assalamualaikum”
“Okee sama2, waalikumsalam”balasku. Dea menutup telfon.
Kembali ku perhatikan layar ponselku yang masih tertera roomchat Dea menanyakan kostum kucing, sungguh itu menggemaskan bagiku. Perlahan jari ini tergerak untuk melihat foto profil whatappnya tertera foto Dea dengan Bang Fahmi. Aku menghembuskan nafas panjang, sebenarnya belum terlalu sakit untuk saat ini. Namun tidak tau kedapannya akan gimana bila ilusi itu terus mengampiri. Jujur aku takut kesadaranku ini lama-kelamaan akan hilang namun, ingin berusaha menghindar akan terlihat aneh untuk sekarang.
“Aneh rasanya ingin menyudahi sesuatu yang belum pernah dimulai”kataku pada diri sendiri. Apa-apaan ini aku terlihat menyedihkan sekali.
Hari ini aku mendapat jam kuliah pagi, jadi pukul 08.30 aku sudah sampai di kampus. Aku masih berada di parkiran sedang merapihkan rambutku di depan spion motor yang berantakan sehabis melepaskan helm dari kepalaku. Terdengar suara motor besar yang menarik perhatianku, sial itu Bang Rio yang juga baru datang. Aku berusaha tidak memperdulikan keberadaannya dengan terus merapihkan rambutku, sialnya Bang Rio memarkirkan motornya tepat di sebrang motorku. Ia yang melihatku langsung menyunggingkan senyum sinis antara meledek dan memancing emosiku. Aku tetap berusaha tenang tidak peduli dengan perbuatannya.Sebuah lengan merangkul leherku.“Sabar,, yang waras ngalah”ucap orang itu tepat di telingaku.“Ye eluu,, gue amperin ya ke rumah malah udah di sini”aku mengetahui bahwa orang itu Radit langsung menjitak kepalanya.“Nyett Bang Rio itu cuma pengen cari gara-gara, udah gak ada bahan masalah keknya di kampus jadi pengen bikin orang perang,
Bisakah kaki ini melangkah dengan pasti ke arah yang ia sukai?“Bim”suara makhluk ilusi menggema di telingaku.“Bimo..”suara itu kembali bertaut lagi kali ini bertambah dekat.“Bimo hey!”kini suara itu sudah berwujud manusia cantik yang berdiri dihadapanku. Sial sepertinya aku sudah berada di alam bawah sadar.“Hey Bimo kamu kenapa sih?”ucap suara itu sambil mengguncang-guncang tanganku.Aku tersadar dari lamunanku. Sial! ternyata aku masih berada di dunia nyata.“Eh, saya kira tadi saya pingsan”ucapku sambil mengusap gusar wajahku.“Bimo belum sarapan ya? Pucet banget mukanya”Dea mengarahkan tanganya ke dahiku “Bimo sakit?”ucapnya dengan raut wajah khawatir.“E-enggak kok”aku menyingkirkan pelan tangan Dea dari dahiku. “Cuma belum sempet sarapan aja kayaknya”jelasku apa adanya.Dea membuka resleting tasnya k
Hari ini adalah hari libur, hari dimana aku ingin menjadi orang pemalas di seluruh dunia. Aku tau hari sudah semakin siang, alarm ku sudah berapa kali saja memanggilku untuk segera bangun, namun bolak-balik ku patikan dengan sengaja. Sungguh jangan ada yang menggangguku untuk hari ini saja. Sadar ku dengar seorang mengetuk pintu, aku mencoba mengumpulkan nyawaku untuk segera bangun dari kasur. Aku mencoba berfikir dan teringat sesuatu “ini pasti si Radit, kan dia gak bakal betah lama-lama berantem sama gue”akupun segera membukakan pintu. Betapa kagetnya dengan seorang yang nampak di depanku bukanlah Radit melainkan sosok ilusiku yang tampak seperti nyata berdiri sempurna di hadapanku dengan senyum yang berseri. Jika pertahananku lemah aku bisa saja bertindak gegabah. Aku segera mewaraskan diri untuk bersikap normal. “E-eh kok bisa ke sini? Tau alamat saya dari mana?”tanyaku bingung juga panik. “Dari Danu”ucapnya santai. Aku mencoba berfikir sambil men
Kami bertatapan cukup lama dan akhirnya aku dapat mengumpulkan kesadaranku juga. “E-khem..”aku tersadar kemudian menjauh dari hadapannya berusaha mengatur nafas dan detak jantungku. Suasana mulai canggung. Dea terlihat mencuri-curi pandang padaku dan aku pura-pura tidak melihat seperti tidak pernah terjadi apa-apa. “Bim...”panggil Dea seperti butuh penjelasan “Keknya kamu pulang deh”potongku terburu. “Hah? Kok?”tanyanya kebingungan. “Takutnya Bang Fahmi nyariin kan repot saya, ini udah siang juga” “Ngusir nih?” “Ya enggak. Kalo kita kena masalah kita berdua yang kerepotan” “Kamu segitu takutnya ya sama Bang Fahmi?” “Cuma berusaha mencegah masalah saya gak mau ambil pusing, hidup saya udah ribet” “Oh oke, aku pulang Assalamualaikum.”ucapnya yang langsung beranjak meninggalkan kosanku, kemudian perlahan menghilang dari pandanganku. Dea terlihat kesal dengan ucapanku. Apakah ini salah?
Aku bukan penganut kepercayaan tentang cinta pada pandangan pertama. Jelas itu hanya nafsu yang terpancar saat menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Aku tidak bisa munafik pada seni indah di parasnya itu. Bila kubilang dia wanita paling cantik di dunia pun tidak masalah. Sebab nafsuku benar gila ternyata.Dia sempat menjadi penguasa hati. Aku juga sempat munafik untuk mengartikan rasa ini. Bukan lagi nafsu bila berurusan dengan hati. Harusnya aku tidak banyak gengsi. Karna yang harus di lakukan oleh manusia waras adalah syukuri atas apa yang Tuhan beri. Jangan banyak berasumsi dengan hal yang bersifat fiksi, kamu hanya akan terperangkap di ruang imajinasi. Itu kata risalah hati.Dia sempat kumiliki. Aku sempat menjadi sandaran, sempat menjadi orang yang dikasihi, sempat menjadi yang paling dibanggakan. Dengannya aku menyadari ada hal indah di balik dunia yang fana. Ada hal istimewa menjadi sosok manusia. Ada yang paling sempurna dari cinta yang sederh
“Diem aja? Canggung ya?”tanyanya memecahkan keheningan kami di atas motor tuaku yang sedang berjalan menuju rumahnya.“Emh,, ya gimana mbanya pacar senior saya”balasku agak gugup.“Tapi saya seumuran kamu kok, angkatan 17 kan?”tanyanya memastikan.“Owalah seumuran toh, bagus deh”balasku juga seadanya masih berusaha fokus mengendarai motor dan fokus menjaga degup kencang dari jantungku.“Bagus kenapa?”tanyanya berusaha memastikan.“Bagus, jadi ngurangin kadar kecanggungan hehe”“Bisa ketawa juga toh?”“Saya bukan sejenis patung mba”“Mba lagi, kan dibilang kita seumuran”“Kalo saya panggil Dea emang boleh?”“Ya boleh lah nama aku emang Adira Dealova kamu bisa manggil aku Dira, Dea, atau Lova, senyamannya kamu aja Bim. Iss.. Bimo ini loh”jelasnya sambil tertawa kecil. Kulihat dia dari k
Ilusi ini memang tidak mau pergi. Malah meledek aku yang dengan susah payahnya menghindar. Dia justru berdiri sebagai pawang, dengan sejuta pesonanya yang menawan. Jadi apa salahku menikmati anugrah Tuhan yang indah ini. Aku tidak akan melanggar hukum alam. Akan ku pastikan semuanya baik-baik saja.“Dea..”sapaku padanya yang sedari ku lihat sedang berjalan ke arah gerbang kampus.“Bimo?”tanyanya heran karna melihatku tiba-tiba menghampirinya.“Belum jadi makan kan?”tanyaku yang semoga sesuai dengan yang ku mau.“Kok tau?”tanyanya kebingungan yang berhasil membuat senyumku mengembang.“Tadi saya lihat kamu malah balik ke kelas lagi, ayuk makan saya lapar sekarang”ajakku sambil terus berjalan di sampingnya.“Makan ke kantin kan?”tanyanya memastikan.“Diluar aja yuk, bosen makan makanan kantin g
Sesampainya di kostsan aku seperti ingin mengutuk diriku. Wahai Bimo apa-apaan ini? Kamu bukanlah orang yang sangat penurut bukan? Merawat kucing? Kamu merawat dirimu saja tidak becus. Aku terus memaki-maki frustasi diriku sendiri lalu terduduk di hadapan anakan kucing itu, dan terdiam menatapnya.“Heh,, emangnya lo mau sama gue?”ucapku ke anak kucing itu yang terlihat bingung menatapku.Drtttt... Drtttt... Handphoneku yang sedang aku cas di atas meja belajar berbunyi pertanda ada satu pesan masuk. Sejak bersama Dea tadi ternyata hanphoneku mati bukan karna lowbat tapi sengaja ku matikan saja, dan baru ku aktifkan lagi saat ingin mengecas handphone.Ku lirik siapa yang mengirim pesan. Aku langsung menyunggingkan senyum saat mengetahui pesan itu dari Dea.Bim.. jangan lupa dikasi makan ya Mikunya. Makanannya ada di dalam tasnya juga kok aku taruh di sana. Sekali lagi makasi ya udah mau ngasuh Miku-ujar pesannya.Miku? Ya ampun d
Kami bertatapan cukup lama dan akhirnya aku dapat mengumpulkan kesadaranku juga. “E-khem..”aku tersadar kemudian menjauh dari hadapannya berusaha mengatur nafas dan detak jantungku. Suasana mulai canggung. Dea terlihat mencuri-curi pandang padaku dan aku pura-pura tidak melihat seperti tidak pernah terjadi apa-apa. “Bim...”panggil Dea seperti butuh penjelasan “Keknya kamu pulang deh”potongku terburu. “Hah? Kok?”tanyanya kebingungan. “Takutnya Bang Fahmi nyariin kan repot saya, ini udah siang juga” “Ngusir nih?” “Ya enggak. Kalo kita kena masalah kita berdua yang kerepotan” “Kamu segitu takutnya ya sama Bang Fahmi?” “Cuma berusaha mencegah masalah saya gak mau ambil pusing, hidup saya udah ribet” “Oh oke, aku pulang Assalamualaikum.”ucapnya yang langsung beranjak meninggalkan kosanku, kemudian perlahan menghilang dari pandanganku. Dea terlihat kesal dengan ucapanku. Apakah ini salah?
Hari ini adalah hari libur, hari dimana aku ingin menjadi orang pemalas di seluruh dunia. Aku tau hari sudah semakin siang, alarm ku sudah berapa kali saja memanggilku untuk segera bangun, namun bolak-balik ku patikan dengan sengaja. Sungguh jangan ada yang menggangguku untuk hari ini saja. Sadar ku dengar seorang mengetuk pintu, aku mencoba mengumpulkan nyawaku untuk segera bangun dari kasur. Aku mencoba berfikir dan teringat sesuatu “ini pasti si Radit, kan dia gak bakal betah lama-lama berantem sama gue”akupun segera membukakan pintu. Betapa kagetnya dengan seorang yang nampak di depanku bukanlah Radit melainkan sosok ilusiku yang tampak seperti nyata berdiri sempurna di hadapanku dengan senyum yang berseri. Jika pertahananku lemah aku bisa saja bertindak gegabah. Aku segera mewaraskan diri untuk bersikap normal. “E-eh kok bisa ke sini? Tau alamat saya dari mana?”tanyaku bingung juga panik. “Dari Danu”ucapnya santai. Aku mencoba berfikir sambil men
Bisakah kaki ini melangkah dengan pasti ke arah yang ia sukai?“Bim”suara makhluk ilusi menggema di telingaku.“Bimo..”suara itu kembali bertaut lagi kali ini bertambah dekat.“Bimo hey!”kini suara itu sudah berwujud manusia cantik yang berdiri dihadapanku. Sial sepertinya aku sudah berada di alam bawah sadar.“Hey Bimo kamu kenapa sih?”ucap suara itu sambil mengguncang-guncang tanganku.Aku tersadar dari lamunanku. Sial! ternyata aku masih berada di dunia nyata.“Eh, saya kira tadi saya pingsan”ucapku sambil mengusap gusar wajahku.“Bimo belum sarapan ya? Pucet banget mukanya”Dea mengarahkan tanganya ke dahiku “Bimo sakit?”ucapnya dengan raut wajah khawatir.“E-enggak kok”aku menyingkirkan pelan tangan Dea dari dahiku. “Cuma belum sempet sarapan aja kayaknya”jelasku apa adanya.Dea membuka resleting tasnya k
Hari ini aku mendapat jam kuliah pagi, jadi pukul 08.30 aku sudah sampai di kampus. Aku masih berada di parkiran sedang merapihkan rambutku di depan spion motor yang berantakan sehabis melepaskan helm dari kepalaku. Terdengar suara motor besar yang menarik perhatianku, sial itu Bang Rio yang juga baru datang. Aku berusaha tidak memperdulikan keberadaannya dengan terus merapihkan rambutku, sialnya Bang Rio memarkirkan motornya tepat di sebrang motorku. Ia yang melihatku langsung menyunggingkan senyum sinis antara meledek dan memancing emosiku. Aku tetap berusaha tenang tidak peduli dengan perbuatannya.Sebuah lengan merangkul leherku.“Sabar,, yang waras ngalah”ucap orang itu tepat di telingaku.“Ye eluu,, gue amperin ya ke rumah malah udah di sini”aku mengetahui bahwa orang itu Radit langsung menjitak kepalanya.“Nyett Bang Rio itu cuma pengen cari gara-gara, udah gak ada bahan masalah keknya di kampus jadi pengen bikin orang perang,
---Sore menjelang malam, langit seakan memberikan isyarat padaku untuk segera pulang. Benar sekali baru ingin beranjak ke parkiran adzan magrib pun berkumandang. Ku belokkan langkahku ke arah masjid untuk menunaikan kewajiban, selesainya baru kulangkah kakiku untuk segera pulang. Belum sempat menghidupkan motor salah satu lengan bersandar dipundakku.“Ngopi dulu yuk bree”kata siapa lagi kalau bukan Radit.“Nggak ah hemat gue”elakku bermaksud malas meladeni.“Aealah niat mau bayarin juga”“Next time deh, capek banget gue mau istirahat”“Lebay amat, kayak lu gak pernah begadang dua hari dua malem rasanya”“Mager gue sumpah dit. Ajak Danu, Bayu, Bagas atau sapa kek”“Nah mereka juga nongki cok bareng kita, mangkanya gue sekalian ajak lo”“Enggak dulu deh. Sumpah lagi gak selera gue”sambil menstrater motor namun dimatikan kembali
Aku terus berjalan menyusuri jalanan kampus yang entah akan membawaku kemana. Pikiranku jadi kusut dari sehabis menemui Bang Fahmi. Pesan dari kata-katanya membuatku gila untuk memikirkan nasibku depannya. Akupun memilih untuk pulang saja, jadi ku langkahkan kaki menuju ke tempat parkir. Sialnya aku bertemu Dea sedang termenung di bangku taman. Niatku tidak ingin memperdulikannya tetapi hati ini tidak tega. Akhirnya akupun menemuinya.“Ngapain?”tanyaku yang tiba-tiba muncul.“Eh Bimo?”ucapnya membuka tangkupan tangan dari wajahnya. Aku tau dia habis menangis terlihat jelas di matanya yang sembab.“Eh-enggak”Dea menggeleng kaku.“berarti iya”aku mencoba duduk di sampingnya.“Abis ngadep Bang Fahmi nih saya”“Dimarahin ya?”tanyanya penasaran sambil menghadapku dan menatapku intens.“Cuma dikasih peringatan supaya gak bawa pegi ceweknya sembarangan lagi”j
Sesampainya di kostsan aku seperti ingin mengutuk diriku. Wahai Bimo apa-apaan ini? Kamu bukanlah orang yang sangat penurut bukan? Merawat kucing? Kamu merawat dirimu saja tidak becus. Aku terus memaki-maki frustasi diriku sendiri lalu terduduk di hadapan anakan kucing itu, dan terdiam menatapnya.“Heh,, emangnya lo mau sama gue?”ucapku ke anak kucing itu yang terlihat bingung menatapku.Drtttt... Drtttt... Handphoneku yang sedang aku cas di atas meja belajar berbunyi pertanda ada satu pesan masuk. Sejak bersama Dea tadi ternyata hanphoneku mati bukan karna lowbat tapi sengaja ku matikan saja, dan baru ku aktifkan lagi saat ingin mengecas handphone.Ku lirik siapa yang mengirim pesan. Aku langsung menyunggingkan senyum saat mengetahui pesan itu dari Dea.Bim.. jangan lupa dikasi makan ya Mikunya. Makanannya ada di dalam tasnya juga kok aku taruh di sana. Sekali lagi makasi ya udah mau ngasuh Miku-ujar pesannya.Miku? Ya ampun d
Ilusi ini memang tidak mau pergi. Malah meledek aku yang dengan susah payahnya menghindar. Dia justru berdiri sebagai pawang, dengan sejuta pesonanya yang menawan. Jadi apa salahku menikmati anugrah Tuhan yang indah ini. Aku tidak akan melanggar hukum alam. Akan ku pastikan semuanya baik-baik saja.“Dea..”sapaku padanya yang sedari ku lihat sedang berjalan ke arah gerbang kampus.“Bimo?”tanyanya heran karna melihatku tiba-tiba menghampirinya.“Belum jadi makan kan?”tanyaku yang semoga sesuai dengan yang ku mau.“Kok tau?”tanyanya kebingungan yang berhasil membuat senyumku mengembang.“Tadi saya lihat kamu malah balik ke kelas lagi, ayuk makan saya lapar sekarang”ajakku sambil terus berjalan di sampingnya.“Makan ke kantin kan?”tanyanya memastikan.“Diluar aja yuk, bosen makan makanan kantin g
“Diem aja? Canggung ya?”tanyanya memecahkan keheningan kami di atas motor tuaku yang sedang berjalan menuju rumahnya.“Emh,, ya gimana mbanya pacar senior saya”balasku agak gugup.“Tapi saya seumuran kamu kok, angkatan 17 kan?”tanyanya memastikan.“Owalah seumuran toh, bagus deh”balasku juga seadanya masih berusaha fokus mengendarai motor dan fokus menjaga degup kencang dari jantungku.“Bagus kenapa?”tanyanya berusaha memastikan.“Bagus, jadi ngurangin kadar kecanggungan hehe”“Bisa ketawa juga toh?”“Saya bukan sejenis patung mba”“Mba lagi, kan dibilang kita seumuran”“Kalo saya panggil Dea emang boleh?”“Ya boleh lah nama aku emang Adira Dealova kamu bisa manggil aku Dira, Dea, atau Lova, senyamannya kamu aja Bim. Iss.. Bimo ini loh”jelasnya sambil tertawa kecil. Kulihat dia dari k