“Aku pikir menjadi dewasa itu menyenangkan, ternyata tidak. Aku harus terlihat baik-baik saja walaupun sebenarnya tidak, itu sangat menyebalkan.”Sejak dua puluh menit yang lalu Arlene sudah berbaring di bangku taman rumah sakit dengan Hunt yang saat ini mengelus lembut rambutnya ketika dirinya meletakkan kepalanya disalah satu paha lelaki paruh baya itu. Kedua matanya memandangi pohon-pohon yang berada di depan mereka. Tatapannya melekat, terfokus untuk menatap seekor burung yang sedang membuat sarang untuk telurnya.Hunt mendesah. “Railee, Ingat jika Dad selalu ada di hatimu sampai kapanpun jangan pernah lupakan itu. Kau tahu apa yang Dad takutkan di dunia ini?”Pandangan Arlene kali ini beralih menatap Hunt sambil menggeleng. “Katakan apa itu?” “Melihatmu menangis dan hal kedua yang benar-benar Dad takutkan adalah tidak pernah melihatmu lagi dalam pandanganku. Rasanya waktu begitu cepat, dulu kau menggenggam jariku sekarang kau menggenggam tanganku…”Kebahagiaan semua orang tua di
Sejak kejadian siang tadi, Arlene dan Liam manjadi bahan omongan seluruh orang yang mengetahui kebenaran setelah Liam mengungkapkan bahwa mereka tinggal bersama di penthouse. Berawal ketika ia keluar dari gedung itu pagi-pagi dan sialnya mereka melihat dan mengambil gambar untuk dijadikan berita panas hingga potret ciuman mereka tersebar. Liam sangat mengerti apa yang tengah terjadi belakangan ini. Namun, Liam memilih untuk tetap diam dan tidak memusingkan toh mereka semua sudah tahu kebenarannya bukan? Jadi tidak ada yang perlu pria itu ungkapkan lagi dan Liam melakukan ini karena tidak ingin jika salah satu dari mereka beranggapan buruk tentang Arlene seperti yang ia dengar ketika Martha menyebutkan bahwa Arlene adalah wanitanya, bukan, tapi jalangnya.Mengingat gambar yang tersebar, sejujurnya Liam sangat tidak menyukai hal itu, karena telah melanggar privasinya apalagi terlihat jelas bahwa didalam posisi tersebutlah Arlene yang lebih terlihat dibanding dirinya tidak ada yang bisa i
“Kau sudah tau?”Liam mengangguk singkat. “Maaf jika aku tidak memberitahumu, aku punya alasan,” kata Dave seraya menatap lurus ke depan dengan secangkir teh panas di atas meja.“Tidak masalah.”Malam ini, udara terasa dingin, rintikan air mulai turun membasahi taman mansion. Hanya Liam dan Dave yang masih terjaga, yang pasti mereka memiliki alasan yang sama, tidak bisa tidur. Awalnya Liam ke bawah mengambil beberapa camilan untuk ia bawa ke ruang kerja sembari menyelesaikan sisa pekerjaan yang belum selesai siang tadi tetapi tak sengaja melihat Dave duduk di luar, ia segera menghampiri pria bermanik abu-abu itu membawa dua cangkir teh dan dua batang rokok. Perbincangan yang biasa mereka lakukan mengenai pekerjaan hingga akhirnya Liam bertanya tentang Kaia. Liam tidak marah, hanya saja ia sedikit kecewa dengan Arlene yang terus-menerus diam menutupi semua masalahnya dan memilih untuk menangis sebagai gantinya. Tentu saja Dave tidak tahu soal ini, tetapi Dave tidak tahu bahwa Arlene me
Arlene cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Liam tadi di kafetaria saat pria itu mengatakan bahwa dirinya bukan seorang teman di hadapan Shelley. Ya memang sebenarnya tidak, mereka tidak pernah berteman. Ia hanya sebatas sekretaris dan pemimpin perusahaan yang memiliki kontrak kerja selama beberapa bulan untuk menjaga Cassie, tidak lebih. Dan juga, mantan hubungan sebuah cinta dalam satu malam yang berakhir ia meninggalkannya tanpa mengatakan apapun setelah pria itu memintanya untuk tidak pergi sebelum berbicara. Setelah tiga kata yang Liam keluarkan dari mulutnya membuat pekerjaannya tak berjalan lancar seperti hari sebelumnya. Ada apa dengannya? Arlene terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri mengapa ia tidak menyukai hal itu? Dan mengapa ia tidak menyukai cara Shelley menatap mata Liam? Bahkan sejak siang tadi hingga pulang, ia memilih untuk naik bus tetapi Walt mengajaknya bersama dan beralasan harus pulang lebih dulu untuk pergi ke apartment Kaia karena memiliki urusan pen
“Aku tidak tahu, biar kulihat dulu—““Tidak perlu, Jazzy. Biar aku, kalian berangkat saja lebih dulu. Acara dimulai satu jam lagi bukan?”Jazzy terdiam sejenak kemudian mengangguk. “Ya, baiklah kita berangkat. Jangan sampai telat, Dad terus menelponku.”Jazzy, Mark dan juga Dave pun keluar dari mansion sementara Liam kembali masuk setelah mobil mereka melenggang pergi keluar dari pekarangan mansion, kakinya melangkah menaiki anak tangga menuju kamar setelah ia melirik alroji di lengan kiri menyadari Arlene sudah dua puluh menit tak kunjung keluar untuk menampakkan batang hidungnya. Entah kenapa ini seperti sudah menjadi kebiasaannya membuka pintu tanpa mengetuknya lebih dulu, lagipula Arlene tak masalah dengan hal itu, gadis itupun sama sepertinya, bukan, tetapi dirinya yang mengikuti kebiasaan buruk itu, kebiasaan buruk Arlene.Ketika pintu terbuka, hidung mancung Liam mencium aroma parfum miliknya dan juga—langkah kakinya memelan, aroma parfum yang tidak asing, ia yakin pernah menciu
Terlepas yang sudah Arlene lakukan selama ini tidaklah berguna. Ia merasa seperti—sikap apa yang harus Arlene tunjukkan pada semua orang saat ini? Ia melihat mereka semua sedang tertawa dan mengucapkan selamat juga memberikan banyak hadiah yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. Sikap apa yang harus ia tunjukkan saat ini? Datang ke acara ulang tahun saudarinya sendiri yang artinya ia datang seakan mereka lupa bahwa mereka memiliki seseorang yang juga memiliki hari yang sama.Arlene tahu bahwa dirinya tak bisa berbohong ataupun menyembunyikan perubahan raut wajahnya, bahkan untuk saat ini saja ia mencoba untuk tetap bertahan, tetap menyibukkan diri, tetap berusaha untuk tidak peduli dengan sekitar. Tetapi tidak bisa. Manik birunya terus menghadap kedua wanita berbeda usia tersebut, ia terdiam, bertanya-tanya dalam hati, apakah mereka mengingat dirinya saat ini? Apakah Marcia sadar bahwa wanita itu masih memiliki putri bertubuh gemuk ketika kecil yang saat ini sudah bertumbuh dewasa, ber
Hari-hari telah berlalu, melewati hari demi hari tanpa berbicara dengan Liam sepatah atau dua patah kata jika bukan urusan pekerjaan. Bahkan untuk saat ini pun tidak ada yang memulai pembicaraan lebih dulu, baik Liam ataupun Arlene. Karena setiap kali ia keluar dari pintu kamar, Liam masuk begitujuga sebaliknya. Tiada hari tanpa bekerja, Liam selalu sibuk dengan pekerjaannya ketika di penthouse. Pria itu tak melupakan posisinya sebagai sosok ayah untuk Cassie, terkadang Liam memindahkan Arlene untuk tidur di kamarnya bersama Cassie dan pria itu berada di kamar lain. Kedua matanya terpejam sesaat lalu mendorong pintu ruangan Liam. Pria itu masih berada di tempatnya, terfokus pada laptop belum beralih ke arahnya. Ia membawa paperbag dan meletakkan beberapa makanan di atas meja sofa untuk Liam karena pria itu tak sempat untuk makan diluar karena jadwal yang padat. “Makan siangmu sudah aku siapkan, sir. Kau bisa memakannya dulu sebelum dingin, aku akan membawa dokumen ya
“Aku belum pernah menikah ataupun memiliki kekasih dalam hiduku begitupun dalam hubungan seks. Jadi dapat disimpulkan aku belum pernah memiliki anak sebelumnya dan Cassie bukan putri kandungku.” Arlene masih tetap diam, belum memutuskan untuk mengeluarkan satu kalimat dari mulutnya sementara Liam mengeluarkan semua isi yang ada di brankas tersebut dan memintanya untuk datang dan duduk di kursi kerja itu sedangkan Liam, pria itu mulai memberikan beberapa lembar isi dari surat tersebut. “Ibunya membuang Cassie—menitipkan Cassie padaku...” To Mr. Addison. From me, Cassiopeia’s Mother. Pertama-tama, aku ingin menjelaskan kenapa aku harus melakukan ini. Aku tahu kau sulit memahami kondisiku, aku tak berniat melakukan ini, sungguh. Aku mencintai putriku melebihi diriku sendiri, dia adalah dunia baruku. Aku paham jika kau membenciku karena telah menelantarkan putriku sendiri di basement-mu tapi percayalah, saat ini aku s
Jam sudah menunjukkan pukul hampir makan malam, Liam masih berdiri dengan kedua tangan berada di dalam saku celana untuk menunggu jam makan malam di yacht milik keluarga Addison setelah ia menidurkan putrinya di kamar Alexander, ia berdiri dimana tempat ini pertama kali ia melihat Arlene terjatuh dari kapal yang terparkir tepat di samping kapal pesiar miliknya dan kapal itu masih tetap disana disaat sang pemilik sudah berada di jeruji besi. Waktu terus berputar dan tepat hari ini, ia diberi sebuah kesempatan untuk berkumpul dengan semua sahabat juga keluarganya, termasuk keluarga baru Arlene. Kejadian itu sudah berlalu begitu cepat, mata Liam terus menelusuri setiap bagian-bagian penting itu. Ketika ia melompat ke dalam laut dan menarik tubuh Arlene ke dalam pelukannya lalu membawa tubuh itu ke yacht miliknya—jika malam itu ia tidak cepat menolong Arlene, mungkin saja gadis itu tidak bersamanya hingga detik ini. Rasanya begitu menyakitkan ketika mengingatnya, begitu sulit jika mencob
Beberapa bulan berlalu, ada begitu banyak hal yang telah terlewatkan dan juga banyak hal yang membuatnya sangat sibuk sejak hari kecelakaan itu. Liam dan rekan kerja sekaligus sahabatnya Walt terus mecoba agar semuanya berjalan dengan sangat mulus, ia harus memanggil dokter setiap bulannya, Arlene yang kembali trauma dengan kejadian masa lalu juga saat kecelakaan itu dan berita dukanya, Josie kehilangan bayi pertama mereka.Dan hari ini, tepat sore ini, Liam keluar dari mobilnya lalu melangkah masuk ke dalam mansion dengan setelan jas yang masih melekat di tubuh kekarnya baru saja pulang dari perusahaan. Kaki yang dilapisi sepatu pantofel itu mendorong pintu dan mendapati beberapa sahabatnya sedang menunggu di ruang billiard sambil meminum alcohol buatan Arlene. Ya, Arlene. Liam tersenyum tipis melihat gadis itu membuatkan beberapa gelas alcohol untuk Dave juga Mark yang duduk di konter. Liam mengedipkan sebelah matanya ketika sosok gadis yang ia pandang sejak tadi melihatnya begitu j
Hi, Maximiliam. Ini aku, Arlene. Aku tahu apa yang aku lakukan adalah suatu kesalahan besar dan aku mengerti jika kau tidak bisa memaafkanku karena telah menutupi tentang siapa Cassie. Aku ingat ketika malam itu kau menatapku, aku pergi saat kau belum membuka matamu dan aku tak mengatakan apapun seperti yang kau katakan padaku ‘Something happened to us tonight, you can’t leave without saying any goodbye.’ Aku sangat mengingatnya. Aku tidak pernah melupakan bagaimana setiap kali kau menyentuhku malam itu, saat kau berbisik di telingaku, tidak akan pernah aku lupakan karena aku merasakan hal berbeda dari sebelumnya. Pagi itu aku terlalu takut untuk menatapmu setelah aku mengalami malam yang sangat buruk sebelum kita bertemu. Morgan, pria yang sangat aku benci kembali dalam keadaan mabuk, dia melakukan hal itu kembali padaku tetapi aku berhasil kabur dan menjatuhkan diriku dari kapal itu, berharap aku tidak lagi ada di hadapan semua orang termasuk ayah dan sepupuku tapi takdir
Arlene duduk di lantai menghadap tubuh Cassie yang berbaring di atas ranjang. Tangannya terangkat menyentuh hidung mancung itu dengan lembut, ia terus memandang sosok bayi perempuan yang terpejam dengan tenang di atas ranjang dengan pakaian tidurnya. Sudah dua jam sejak ia datang, Arlene terus berada di sisi Cassie, menidurinya, memberinya susu juga kecupan tidur siang untuknya. “Orang yang terikat takdir pasti akan bertemu kembali.” Arlene menoleh ke belakang, Walt bersandar di pintu dengan kedua tangan berada di saku celana. Pria itu mengenakan setelan jas kerja berwarna abu-abu, sejak kapan pria itu datang? Arlene kembali menghadap Cassie saat Walt masuk. Pria itu duduk di sisi ranjang, sampingnya. Jari telunjuk Walt terulur menyentuh tangan kecil Cassie, bayi itu menggenggamnya dalam satu genggaman erat. “Kau ingat perkataanku malam dimana kau melihatku pertama kali?” tanyanya. Arlene mengangguk. “Kau menuliskan nomormu di lenganku dan aku tidak menelponmu ta
7 Months AgoJosie melangkah keluar dari kamar dan menuruni anak tangga menghampiri Walt yang sedang membuat sarapan pagi untuk mereka. Senyuman cantik terlihat dari bibirnya lalu memeluk pria itu dari belakang dan mengecup bahu lebarnya—Walt tersenyum lalu menuangkan telur di atas piring setelah wanita itu melepaskan pelukan dan duduk di hadapannya.“Apa kau berangkat lebih pagi hari ini?” tanya Walt seraya melepaskan apronnya lalu duduk untuk sarapan.Josie mengangguk. “Hari ini aku ada meeting penting, bagaimana denganmu?”“Tidak ada.”“Apa Liam sudah menemukan gadis itu?”Walt menggeleng. “Sejak aku memberikan nomor telponku padanya, aku tidak pernah mendapatkan panggilan dari gadis itu. Josie, kau tahu, keadaannya pagi itu benar-benar kacau. Aku sangat menghawatirkannya.”“Kenapa kau tidak menahannya untuk berbicara?”“Aku melakukannya tapi gadis itu pergi lebih dulu. Aku tidak tahu seberapa banyak luka di tubuhnya, aku hanya melihat bekas luka di bagian kepala dan beberapa tanda—
Mark membulatkan kedua matanya melihat mobil menabrak pohon besar, ia langsung menghentikan mobil dan keluar. Asap mulai bermunculan dari mesin mobil, ia terdiam beberapa saat, tubuhnya membeku seketika saat melihat siapa yang ada di dalam mobil itu. Mark menggeleng. “Oh, God! No, Arlene… Josie...” Mark melangkah mundur, ia segera membuka pintu mobil dan mengambil ponsel menghubungi pihak rumah sakit untuk segera mengirimkan ambulance. “Damn it! Bisakah kalian datang lebih cepat?” tanya Mark. “She’s alive! Dia menatapku, dia berbicara,” kata Mark, ia melihat bibir Arlene terbuka, ia tak tahu apa yang gadis itu bicarakan. Mark menggeleng, mengusap wajahnya dengan kasar hingga matanya berair. Ia menjelaskan dimana titiknya berada kemudian memutuskan sambungan telepon itu—Mark melempar ponselnya ke dalam mobil kemudian berlari mendekati mobil dan membuka pintu melihat Arlene dan Josie sudah tidak sadarkan diri di dalam. Arlene sudah tidak sadarkan
Hari demi hari telah berlalu dan tepat mala mini baru saja menggelap beberapa jam yang lalu saat Liam datang ke mansion, tempat tinggal yang baru ia beli dengan pemandangan pohon-pohon di setiap sisi mansion—terlihat sepi, hanya ada beberapa mansion disini, dengan jarak yang jauh. Mansion ini sudah layak di tempati sejak lama hanya saja memerlukan beberapa perbaikan di taman.Arlene sudah membaik walaupun membutuhkan waktu untuk melihatnya pulih dari keterpurukannya setelah kematian Hunt. Marcia hanya datang sekali dan Shelley, gadis itu merawat Arlene seperti seorang kakak. Shelley menyesal, dia selalu meminta maaf padanya tapi Liam meminta gadis itu untuk melakukannya pada Arlene.Malam ini adalah hari surat itu, tepat malam natal, pukul delapan malam Liam berdiri di depan cermin besar mempelihatkan dirinya dengan setelan jas hitam, dua kancing kemeja yang dibiarkan terbuka di bagian atas agar tidak memperlihatkan kesan terlalu formal. Ia berbalik, membuk
Dad, rasanya seperti aku ingin hidup dalam mimpi saja. Aku melihatmu dalam mimpiku semalam, kau memberikanku rasa cinta yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Kau sembuh, kau tinggal, kau berada di sofamu, kau memandang kami—aku, Cassie dan Liam sedang duduk di lantai berada di rumah yang sangat layak, karena Liam, Liam yang membawa kami, merasakan rumah lagi. Liam adalah rumahku, rumah baruku, hidup baruku, mimpi indahku, yang membuat seakan masalaluku hilang begitu saja. Aku melihat kau dan Liam saling membalas senyum, aku juga tersenyum tapi tidak bertahan lama karena aku melihatmu memudar, aku melihatmu menghilang dalam pandanganku seakan tugasmu telah usai untuk merawatku, untuk menjagaku dan menemukan sosok pria lain yang akan mengisi kekosongan hidupku. Aku tahu aku sangat telat untuk hal ini. Dad, kau tahu? Liam melamarku, dia menginginkanku, dia ingin aku ada dalam sisa hidupnya, dia ingin menua denganku, tapi aku belum menjawabnya, aku takut, aku
Liam melangkah keluar dari ruang meeting bersama Jamie, sekretaris barunya. Ini adalah kali pertama Liam mendapatkan sekretaris pria karena sebelumnya selalu wanita—apa Arlene cemburu? Ia mengambil ponselnya di atas meja kerja, ada begitu banyak panggilan telepon dari Walt, Arlene, Kaia dan juga—Josie? Bahkan secara bersamaan? Ketika hendak menelpon Walt ia dikejutkan dengan seseorang masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk lebih dulu.Liam mengangkat kepalanya. “Apa kau tidak mempunyai sopan santun, Ms. Olivia?”Wanita itu tak mendengar ucapannya, ia menutup pintu ruangan dan berjalan cepat ke arahnya. “Apa yang kau—”“Oh God! akhirnya aku menemukan boss-ku. Mr. Addison. Maaf jika aku mengatakan ini padamu—”“Katakan apa yang terjadi?” potong Liam.“Mr. Whitman mengatakan padaku pagi tadi dia pulang lebih dulu karena Mr. Seyfried meninggal pukul 9:37 jadi beliau tak bisa b