"Anyeonghaseyo wong Njakarta!"
Seruan itu datang tiba-tiba saja, di tengah siang yang tak terlalu panas ini dengan suara yang ketara antusiasnya.Maudi yang semula sedang rebahan di dalam kamar langsung bangkit secepat ia mendengarnya, berdiri dan langsung keluar kamar.Melihat dengan matanya sendiri teman karib yang sudah rapih dengan hijabnya."Wong Jakarta gundule!" seru Maudi kemudian sebagai balasan. Tak urung satu senyum pun hadir di wajahnya.Mereka layaknya teman biasa, kalau bertemu tentu yang dibicarakan, kurusan, gendutan, tambah glowing, tambah burik, dan sebagainya.Padahal cuma beberapa bulan tidak berjumpa.Hari ini terhitung hari ke lima Maudi sampai di rumah. Setelah menghabiskan empat hari karantina mandiri ia pun sudah bisa bertemu orang banyak karena tidak ada gejala yang macam-macam.Eva bisa dibilang teman yang paling sering berhubungan dengan Maudi saat Maudi masih di perantauan. Jadi mau ngobrol bagaimana pun juga, tetaSeperti yang direncanakan Maudi dan temannya benar-benar pergi ke pusat perbelanjaan terdekat. Tidak kendor tentu saja, meski Eva bilang kasus Cororo di sini masih belum ada tapi mereka tetap menjaga dan mematuhi protokol kesehatan.Dan seperti yang sudah di duga juga, pasar terlihat sepi, swalayan besar pun tak banyak orang berkunjung, pegawai yang biasanya banyak sekarang hanya tinggal beberapa, dan toko-toko di pinggir jalan yang mereka lewati pun kebanyakan tutup.Tanpa bilang atau melihat berita pun Maudi bisa tau kalau ekonomi sedang merosot. Banyak keluarga yang kekurangan pemasukan, sementrara pengeluaran masih sama, dan keluarga Maudi termasuk keluarga yang beruntung, uang pensiunan bapak juga sokongan dari kakak-kakak mengalir hingga ibu tak perlu terlalu kesusahan.Selesai cuci mata, berkeliling dan membeli belanjaan yang dimau, Maudi dan Eva pun segera pulang.Mengendarai motor beat merah membelah jalanan yang sepi.Di depan gang menuju rumah Mau
"Maudi masak."Celetukan dengan nada tak percaya itu terdengar dari arah belakang, benar, belakang sana, pada pintu tanpa daun yang menghubungkan ruang tengah dengan dapur.Maudi yang sedari tadi berkutat dengan seperangkat alat masaknya pun memejamkan mata.Kalau mau ngomongin orang mbok ya dilirihkan suaranya, nah ini, Maudi jelas-jelas bisa mendengar kakaknya bergosip seakan-akan Maudi memang baru pertama kali ini memegang sutil di dapur.Ya iyalah sengaja, dua kakak Maudi memang ingin meledek adik perempuannya itu, karena setelah kembali dari perantauan dua minggu lalu Maudi rajin sekali bermain wajan. Soalnya rugi, ngomongin orang tapi orangnya nggak dengar itu agak rugi sebenarnya.Mario kakak Maudi yang paling idiot pun membalas dengan nada suara yang dibuat-buat."Maudi? Maudi siapa? Maudi adikmu?"Daripada menoleh, mengusir atau meladeni dua orang tak ada kerjaan itu Maudi lebih memilh meraih tutup wajan dan menutup ayamnya yang sudah jadi."Adikmu j
Hari Maudi berikutnya berjalan seperti biasa, tidak ada yang istimewa. Tidak banyak pekerjaan juga, setelah pekerjaan rumah selesai maka tidak ada hal lain lagi yang bisa dikerjakan.Mungkin karena hal itu kaum dan gadis-gadis seperti Maudi ini sering kali dilabeli sebagai kaum rebahan. Ya karena memang saat tidak ada yang bisa dikerjakan lagi mereka cuma menyalakan drama dan tiduran.Itu surga.Maudi ulangi sekali lagi.Surga.Kalau kamu pernah mengalami ini, pasti akan mengerti. Tapi kalau memang belum pernah mengalaminya Maudi beritahu sekarang. Habis lelah mencuci, mandi lalu rebahan itu nikmatnya tidak ada lawan.Maka setelah merampungkan satu episode drama Maudi pun bergegas keluar dari kamar, karena tadi, ibu yang beberapa saat lalu menawarkan untuk menjemur pakaian tiba-tiba sibuk dengan tanaman.Hari ini langitnya terang sekali, matahari juga terik. Sayang kalau tidak langsung dijemur. Maka jadilah Maudi yang menjemur pakaian.Gadis yang mengguna
"Mas Megan kenapa ngirim nomor mas Satria ke aku?"Tanda tanya besar? Tentu saja.Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba pesan masuk dari sang kakak membuat Maudi hampir jantungan, ia yang sedang mencuci piring di dapur langsung melesat untuk menemui sang kakak.Secara. Seingat Maudi ia tidak pernah membawa nama Satria dalam percakapan bersama kakak atau ibunya.Dan bukannya aneh tiba-tiba Megan mengirim kontak wassup Satria ke Maudi?Megan yang tengah rebahan sembari bermain ponsel itu mendongak, ia mengedip sekilas sebelum kembali menatap ponselnya."Katanya mau daftar kerja?" balas Megan, balik bertanya.Dan apa hubungannya Maudi yang mau daftar kerja dengan Satria?Maudi diam saja.Di tangannya ponsel masih menyala, tangan yang masih setengah basah juga bau sabun cuci piring itu kemudian turun ke sisi tubuh.Loading orang yang kurang liburan memang suka lama.Jangan bilang... Maudi melebarkan mata, gadis dengan rambut diikat setengah itu memir
"Nggak mau!"Memangnya apa yang bisa diharapkan.Siapapun bisa menebak kalau Maudi tidak mungkin menjawab dengan kalimat sejenis. 'Oke, yaudah boleh, mau banget, atau ayok!'Jangan menghayal.Apa sih mod, kamu itu terlalu jual mahal! Tinggal bilang iya aja susah banget kenapa, sih?Karena Maudi tidak mau ambil resiko.Resiko apa sih, Dy maksudmu? Ini cuma jalan, jalan doang, makan terus pulang, udah, nggak ada yang susah dari hal itu. Toh kamu udah pernah dibonceng jalan-jalan pake motor kesayangan Satria itu, berdua lagi, ini bukan pertama kali, jangan lebay!Enak aja kalau bicara!Wahai para Dewi batin, diamlah dan jangan kacaukan logika Maudi yang sudah bekerja keras!Maudi mungkin memang tak terlalu pintar menerka situasi, ia tidak pintar, tapi bukan berarti keterlaluan bodoh.Ada dua resiko besar yang akan Maudi dapat kalau ia menerima ajakan Satria.1. Resiko Satria baper dan merasa diberi harapan.2. Resiko dilihat o
Selesai berbelanja dari minmarket Maudi tak menunda untuk segera pulang, mereka para gadis yang biasanya tergoda oleh abang-abang tukang cilok di pinggir jalan pun tidak melipir sama sekali. Ingat dompet yang kian menjerit. Pun stok cemilan untuk malam ini bisa dibilang banyak pake banget. Jadi jangan beli-beli lagi.Angin malam selalu terasa sama.Masih asing bagi Maudi.Kendati sudah lebih sering keluar rumah malam hari namun tetap saja pori-pori kulit Maudi seakan tak akan pernah terbiasa dengan dinginnya angin malam hari.Kendati sudah memakai kardi rajut tebal untuk melapisi kaos yang ia pakai, Maudi tetap merasa gigil menusuk sampai ke tulang.Dulu saat berkeliling di jalan raya Jakarta selepas belanja bersama Satria tidak terasa sedingin ini. Meski sama-sama dingin, hanya saja, memangnya ada yang bisa mengalahkan dingginnya udara malam di desa?Cuma perlu lima menit dengan motor dan mereka pun sampai kembali ke rumah Maudi.Maudi menyirit, ia yakin se
Hari ini Maudi ada interview kerja.Sebenarnya untuk orang seusia Maudi, mendaftar kerja, dan bersiap untuk lingkungan sosial yang baru terasa amat mustahil. Karena bahkan saat usia dua puluh tiga pun beradaptasi dengan lingkungan baru rasanya sulit.Namun begitulah manusia.Kemauannya berderet, disuruh usaha sedikit mereka enggan.Dan berhubung Maudi sudah sadar, ia tidak ingin menjadi manusia yang banyak kemauan tapi sedikit gerakan, minimal sekali, Maudi sudah berusaha.Pagi-pagi sekali Maudi menyelesaikan pekerjaan rumah, setelah selesai ia langsung mandi dan bersiap, menunggu rumah sebelah memanggil namanya dan setelah itu mereka berangkat.Rumah sebelah?Iya. Memangnya siapa lagi, Maudi tidak mengirim berkas diri kepada siapapun selain Satria. Lagi pula mana ada orang membuka lowongan pekerjaan di situasi begini.Hari ini Maudi tidak akan protes soal apapun, ia sudah cukup bersyukur karena lagi-lagi Satria menawarkan pekerjaan pada
To be honest.Sebelum ini, dalam hidup Maudi, traktiran makan di luar selalu menjadi hal yang sangat disukai.Catat, garis bawahi. Sebelum ini.Tepatnya sebelum Satria membawanya pergi ke warung bakso Pekih, nama bakso paling terkenal di kota. Bukan, bukan masalah baksonya, tapi orangnya. Waktu itu di Jakarta, dengan orang yang sama- Satria, Maudi ditraktir makan nasi goreng, senang bukan main. Dan sekarang? Mana mungkin bisa disamakan.Beda!Semua jelas beda!Yang beda apa? Alasannya.Dulu Satria membelikan Maudi makan karena dia kasihan. Dan sekarang, dia membawa Maudi ke warung bakso untuk pendekatan!Bagaimana Maudi tidak frustasi!Sama seperti tempat usaha lainnya, tempat makan ini juga baru dibuka kembali setelah beberapa minggu tutup total, tentunya dengan kebijakan jam malam, dan menerapkan protokol kesehatan sebagaimana mestinya.Mereka mencuci tangan sebelum masuk, mengambil tempat duduk dan menunggu pesanan selesai dibuat.
Kehidupan pernikahan persis dengan apa yang pernah Maudi bayangkan. Tidak perlu bertanya jauh-jauh, Maudi sudah bisa memahami hanya dengan mendengar keluh kesah teman-teman yang lebih dulu menikah.Dan sekarang. Giliran Maudi yang mengalami itu.Jangan kira dalam cerita romansa yang ada cuma adegan mesra-mesra. Nyatanya kehidupan nyata lebih mencolok dari picisan kata cinta.Indah? Tentu ada indahnya juga, namanya juga hidup. Maudi bahkan berani bilang kalau ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya.Ngomong-ngomong, Maudi sudah menjadi seorang ibu.Maksudnya, ibu sungguhan. Mengandung dan melahirkan. Enam bulan lalu Maudi melahirkan seorang putri cantik dari perutnya. Adiknya Calum.Tak lama setelah menikah, Maudi langsung hamil, maka dari itu tidak ada masa pacaran setelah menikah. Yang ada cuma morning sickness, emosional rollercoaster, ngidam dan kaki yang bengkak.Satria begitu memanjakan Maudi. Apalagi saat hamil. Rasanya Maudi seperti kembali jadi anak k
Musim di Indonesia sudah tidak lagi menentu. Kendati masih sama hanya hujan dan gersang tetapi kedatangan dua musim itu tak lagi pada jadwal yang diketahui bumi.Seingat Maudi tadi siang, waktu resepsi pernikahannya digelar, suhu bumi yang ia pijak tak jauh berbeda dengan panasnya gurun sahara. Tidak ada yang menyangka saat malam tiba justru dingin serta rintik hujan melanda.Protes? Oh jangan salah, Maudi bukan sedang protes. Ia hanya ingin bicara bahwa jangan pernah percaya apa kata ramalan cuaca.Hujan ini bagus.Bagus, sangat bagus malah.Ada yang lupa? Ini malam pengantin Maudi dan Satria.Malam pertama dan hujan, apa ada yang lebih bagus daripada itu?Mungkin ada.Berkumpul bersama teman saat hujan di hari pernikahan mungkin terasa amat menyenangkan bagi pengantin laki-laki. Terbukti dengan Maudi yang masih tertidur sendiri meski jam di dinding sudah menunju angka dua belas. Sudah tengah malam! Padahal suasana sedang mendukung tetapi dia malah asik nong
Percaya pada takdir.Mungkin hanya itu yang bisa Maudi sampaikan setelah menjalani kisah yang panjang ini.Karena berdasarkan pengalaman. Mau seberapa jauh langkah berjalan, arahnya takdir yang menentukan.Berniat pergi ke Utara, malah sampai di selatan. Berlari menuju timur, tiba-tiba sudah ada di barat.Tetapi apapun itu hasilnya, yang Maudi tau, takdir membawa hasil paling baik dari yang pernah dibayangkan.Seperti sekarang ini.Dua tahun merupakan waktu yang cukup lama.Usia Maudi bertambah begitu saja, sekarang sudah dua tujuh, semakin dewasa dalam pikiran dan seluruh aspek hidup.Dua tahun ini, banyak yang berubah dari Maudi. Dalam sifat maupun kepercayaan terhadap sesuatu. Juga naik turun hubungan percintaan dengan Satria.Maudi diberi waktu untuk melakukan hal yang belum pernah dia lakukan sebelumnya. Pergi jalan-jalan ke berbagai tempat, memikirkan soal cita-cita dan tujuan hidup, mempunyai teman baru, tak jarang Sera menyeret Maudi untuk
Jujur itu aman. Tetapi beberapa hal memang lebih baik disimpan sebagai rahasia selamanya daripada membuka sebuah kejujuran pias.Dulu sekali, ketika Maudi belum tau bahwa Calum bukanlah anak biologis Satria, Maudi tidak jauh berbeda dari orang kebanyakan, ia tidak bisa untuk tidak menghakimi, lebih-lebih menganggap hidup manusia sejenis Satria terlampau bodoh dan sia-sia.Hal sejenis itu terlampau normal dan tak bisa dihindari untuk ukuran manusia yang pikirannya belum terbuka.Saat itu Maudi terlalu nyaman dengan dirinya sendiri, hanya menatap dunia dari arah pandangnya sendiri, belum mengerti kalau dunia bukan cuma tentang dia, dan dunia punya pandangan lain selain dari pandangan matanya.Dan hal itu terlampau wajar.Karena saat itu Maudi tidak tau, dan saat itu Maudi tidak ingin tau.Tetapi sekarang? Cerita sudah lain jalan. Mata Maudi yang semula hanya mantap satu arah lurus ke depan sekarang sudah mendapat penerangan. Maudi tau bahwa ia tidak boleh
Sudah dua orang mengatakan kalimat yang persis sama itu pada Maudi. Yang pertama adalah Bintang dan yang kedua itu Sera.Dan Maudi yakin ia tidak sebodoh itu kalau sampai harus mendengar kalimat tersebut untuk ketiga kalinya. Maudi juga paham bagaimana perasaan yang disebut cinta itu bekerja. Meski awam Maudi mengerti betapa perasaan tidak bisa dibohongi.'Jangan tolak Satria kalau kamu memang suka', Maudi sudah menolaknya, karena awalnya Maudi pikir jatuh cinta itu pilihan. Waktu itu saat hidup masih amat rumit Maudi berpikir kalau menerima perasaan Satria hanya akan menambah masalah di hidupnya jadi daripada begitu Maudi memilih untuk tidak.Maudi belum mengerti kalau hati tidak bisa didikte. Perlu waktu yang cukup lama bagi Maudi untuk paham bahwasanya mau sekuat apa kita menghindar kalau memang sudah ada perasaan, kalau hati sudah menentukan arah, maka sudah, mau pergi menghindar ke mana pun, mau bilang tidak seribu kali pun, jawabannya tetap sam.Dan Maudi baru
Maudi langsung melesat kabur sebelum pembicaraan mengenai 'pacar' Satria bersama ibu semakin jauh, tentunya setelah menghadapi krisis kepercayaan yang dahsyat, berkat kemampuan kompor Mario, ibu makin yakin kalau anak gadisnya yang terkenal nolep ini adalah tersangka dalam bahan gossip belakangan.Dan tentunya, Maudi tidak bisa lagi untuk mengelak, dia nol sekali kalau sedang panik, apa lagi jika dipojokkan, membuka mulut pun Maudi tergagap saking gugupnya. Jadi daripada dihakimi oleh ibu dan membuat kebahagiaan di dalam hidup Mario menikat, lebih baik Maudi kabur saja.Maudi tau ia tidak bisa sepenuhnya kabur, karena mereka masih satu rumah, dan mau dibilang bagaimana pun juga, permasalahan cinta Maudi, yang mana bersama Satia, merupakan hal serius yang harus dibicarakan. Jadi daripada kabur, mungkin lebih tepat mengatakan kalau Maudi menenangkan diri sejenak sebelum menerima tekanan yang lebih besar.Karena Maudi yakin, berubahnya sikap Bu Sarah belakangan, berubahnya
Ingat apa yang terakhir kali terjadi?Maudi mengalami hal yang menurutnya mencurigakan. Oh yes, tentu, apa lagi kalau bukan soal Bu Sarah dan anak perempuannya.Nyinyir soal apa lagi, Mod?Jangan berperasangka buruk duluan, pasti ada hal janggal kenapa Maudi menganggap mereka mencurigakan, bukan?Benar. Karena belakangan, Bu Sarah yang suka mengomentari apapun yang Maudi lakukan, Bu Sarah yang selalu menganggap semua hal yang dilakukan Maudi salah, tiba-tiba saja dia berubah menjadi lebih kalem.Begitu baik, sampai-sampai Maudi curiga.Ada apa ini?Belum lagi soal Sera. Dia juga sama anehnya. Kemarin waktu malam minggu, Maudi mengobrol dengan Rean saat lelaki itu menunggu Sera selesai berdanan, dan Sera melihatnya. Tetapi dia tidak memulai perdebatan seperti biasa, dia tidak menuduh Maudi mau merebut kekasihnya, dia tidak nyindir-nyindir Maudi dengan kalimat kecut dan itu luar biasa bagi Maudi.Kenapa mereka ini? Kenapa insyafnya barengan.
Sepertinya Maudi memang sudah gila.Hm benar, topik bicara kali ini masih sama dengan topik bicara yang kemarin. Sibuknya pikiran Maudi pun masih berputar pada hal yang sama.Memang benar kata orang, kalau jatuh cinta, kalau patah hati, dan kalau sedang bingung karena perasaan merah muda itu pastinya semua hal yang semula normal menjadi berantakan.Sebelumnya Maudi tidak pernah, menanyakan kemana dan apa alasan seseorang pergi, ia juga tidak pernah mengintip dari balik jendela kala seseorang dari lingkungannya meninggalkan rumah, tolong catat baik tidak pernah sekalipun, bahkan saat kakak Maudi pergi dari rumah Maudi tidak pernah merasa berat dalam hati.Tetapi apa ini. Maudi sampai kebingungan parah, ia seperti bukan dirinya sendiri.Mulai dari saat malam itu, saat Satria bilang bahwa dia akan segera kembali ke Jakarta, Maudi tidak yakin kenapa dirinya sedikit keberatan mendengar kabar itu. Padahal jelas, Maudi tidak ada hak sedikitpun untuk merasa demikian
Maudi pernah mendengar tentang pengalaman seseorang pasal 'firasat wanita tidak pernah salah'. Ya, benar. Biasanya firasat tersebut identik dengan baik buruknya sifat sang lelaki, dan juga firasat tentang bagaimana hati seseorang berubah.Tetapi kali ini, sepertinya firasat Maudi sebagai seorang perempuan dapat diakui. Bukan, Maudi tidak mendapat berita mengejutkan seperti; Satria cuma nyepik kamu, dia nggak serius dan cuma buat bercanda aja.Bukan seperti ini. Firasatnya kali ini merupakan firasat soal bisnis lelaki itu.Maudi sendiri terkejut.Ia tak tau harus berpikir yang mana terlebih dahulu, senang karena berasil menjadi seorang cenayang atau ikut sedih Satria dikibuli teman bisnisnya.Padahal wajah teman Satria tidak ada raut kriminalnya. Inilah orang selalu bersikeras jangan memandang seseorang dari fisik luarnya saja."Ditunda?" pekik Maudi tak percaya.Niat awal cuma menanyakan soal pekerjaan yang Satria tawarkan waktu itu, karena ibu ter