Langit berjalan menuju ke parkiran mobil diikuti oleh Alya. Tampak mobil Fortuner berwarna merah maroon. Langit membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobilnya sedangkan Alya hanya berdiri diam di samping pintu mobil. Langit menoleh ke arah Alya dengan wajah kesal.
“Heii kamu, mau berdiri di situ sampai sore?”
Alya kaget tapi tak urung ia membuka pintu mobil lalu berusaha masuk ke dalamnya. Karena mobil Fortuner lumayan tinggi jadi Alya agak berjinjit saat hendak menaiki mobil dan ‘Braaak” Alya kehilangan keseimbangan dan jatuh terjengkang ke luar mobil. Langit yang melihat kejadian itu hanya diam saja seperti tak ada keinginan untuk menolong, malah ia asyik dengan handphonenya. Alya yang kesakitan berusaha bangkit. Sepertinya kakinya terkilir. Saat ia sudah berdiri sempurna. Suara Langit kembali terdengar dari dalam mobil.
“Buruaan woiii! Saya sibuuuk!”
Alya buru buru naik ke dalam mobil dan kali ini berhasil. Gadis manis itu sudah duduk sempurna di dalam mobil.
“Biasa naik angkot ya? Jadi naik mobil pribadi kaget, sampai jatoh. Norak banget”
Kata langit sambil menghidupkan mesin mobil.
Alya menoleh ke arah laki-laki tampan itu. Ingin menjawab tapi dirungkannya.
Mobil mulai bergerak dari parkiran rumah sakit menuju jalan raya. Beberapa saat mereka berdua hanya diam, larut dalam fikirannya masing - masing.
“Kemana” Kata langit tanpa menoleh.
Alya melirik ke arah langit. Karena Langit tak menoleh kepadanya jadi dia hanya diam saja.
“Ini mau kemana?” Lagi Langit bersuara.
“Maksudnya” Alya tak mengerti.
“Kamu mau kemana?”
“Pulang...” Jawab Alya dengan wajah innocentnya.
“Pulang kemana?” Tanyanya lagi.
“Pulang ke rumah saya.” Lagi Alya menjawab.
“Shit”
Maki Langit sambil memukul stir mobil pelan. Lalu ia menepikan mobilnya di pinggir jalan.
“Saya tahu kamu mau pulang ke rumah. Dan kamu tahu kan saya ini bisnis man bukan dukun! Jadi tolong sebutkan alamat rumah kamu dimana. Jadi saya bisa segera antar kamu.”
“Ooooh, bilang dong dari tadi.” Ujar Alya masih dengan wajah polosnya.
“ Lorong Flamboyan”
“Haahh, apaa?” Langit mengenyitkan dahinya.
“Lorong Flamboyan...” Alya membesarkan suaranya.
“Iyaaa, saya denger. Cuma itu dimana ya? Saya belum pernah dengar. Kamu sebutin jalan besarnya.”
“Ehhm... dimana yaa”
Ujar Alya sambil berfikir. Karena selama ini hidupnya tak jauh dari sekitaran lorong itu. Dia tak terlalu hapal jalan-jalan besar di sekitarnya.
“Ituuu... lorong Flamboyan itu dekat terminal”
Langit mengenyitkan dahi tanda ia masih belum mengerti.
Alya kembali berfikir.
‘Oh iya, orang kaya kan mana tahu terminal dan lorong-lorong sempit tempat tinggalnya’
“Dekat Perumahan Cinere”
Alya akhirnya teringat salah satu komplek besar tak jauh dari tempat tinggalnya.
Langit berfikir sebentar lalu mengangguk - angguk tanda ia mengetahui perumahan yang disebutkan Alya. Lalu ia menghidupkan mesin mobil.
Di perjalanan tak ada satupun yang buka suara untuk memulai percakapan. Mereka malas menjalin komunikasi satu sama lain dengan alasan yang berbeda. Langit merasa kalau berbicara dengan perempuan seperti Alya hanya kan menurunkan derajatnya sedangkan Alya malas membuka percakapan dengan Langit karena merasa laki-laki di sampingnya itu angkuh luar biasa. Dari caranya berbicara dirumah sakit tadi sangat kentara dia tipe manusia yang kurang “Memanusiakan” orang-orang seperti Alya.
Di perjalanan Alya bersin beberapa kali. Memang bau khas rumah sakit membuat indera penciumannya tak nyaman. Alhasil sepertinya ia akan pilek. Bersin beberapa kali membuat laki-laki di sebelahnya mendelik.
“Kalau bersin mulutnya di tutup. Itu bakterinya kemana mana.”
“Alya menoleh sekilas lalu menutup mulutnya saat bersin lagi.”
Langit melirik lagi lalu kembali bersuara.
“Nutup mulutnya pake tisue dong, Kalau pake tangan yang ada tangan kamu bakteri semua. Terus kamu pegang pegang mobil saya.”
Alya ingin menjawab tapi dia urungkan karena memang ini mobilnya dia.
“Tapi saya gak punya tisu mas.”
“Lha yang di depan mata kamu itu apa?”
Ujarnya sambil menunjuk kotak yang ada di depan kaca mobilnya”
Oups, Alya tak tahu kalau kotak cantik itu berisi tisu. Lalu tangannya meraih kotak itu tapi tiba-tiba Langit ngerem mendadak sehingga Alya terkejut dan tanpa sengaja tangannya yang sudah meraih kotak tisu menekan kuat kaca mobil dengan kotak tisu masih di tangannya. Wahasil kotak itu menyentuh kaca mobil dan menimbulkan bunyi yang cukup kuat untuk di dengar langit.
“Pleetaaak”
Langit menoleh ke arah suara. Kotak tisu dan kaca mobil yang beradu menghasilkan goresan yang lumayan parah pada kaca mobil. Ia mengerem mobilnya lalu mendelik ke arah Alya.
“Apa apaan sih? “
“Ituu tadi saya mau ambil tisu, kamu nya ngerem mendadak. Jadi kotak tisunya ke pentok kaca.”
Alya menjelaskan dengan wajah innocentnya.
“ Kamu tau gak harga kaca mobil saya berapa?”
“Emangnya berapa?” Alya menjawab dengan wajah polosnya.
Langit kesal Alya tak mengerti sindiran halusnya. Ia keluar dari mobilnya lalu berbalik dan membuka pintu mobil sebelah tempat Alya duduk. Dengan isyarat matanya ia meminta Alya untuk keluar dari mobil. Alya yang belum mengerti hanya mengikuti apa yang di perintahkan oleh laki laki tinggi semampai itu.
Setelah Alya keluar dari mobil, Langit membuka dompetnya mengambil beberapa lembar merah dari dalamnya.
“Kayaknya saya gak bisa antar kamu sampai rumah. Baru setengah jalan aja kamu udah ngerusak kaca mobil, gimana nanti. Jangan-jangan mobil saya yang kamu rusak.
Langit diam sesaat lalu menyodorkan lembaran merah yang ada di tangannya.
Dan ini buat kamu”
Ujar langit sambil mengangsurkan lembaran merah itu di depan Alya.
“Maksud kamu apa ya?”
Alya kebingungan.
Langit tersenyum sinis.
“Masak gak ngerti sih? Oke aku jelasin,ini ada uang satu juta. Hitung hitung ucapan terima kasih dari saya karena kamu udah nolong oma. Dan kamu pulang sendiri saja.”
Alya yang merasa harga dirinya tercoreng dengan perlakuan Langit tak dapat lagi menahan amarahnya.
“Eh, Langit Marvelino Sastra Wijaya. Saya nolong oma kamu itu ikhlas. Gak pake modus! Jadi jangan fikir saya mengharap balasan.”
“Sudahlah, jangan banyak ngomong. Terima aja uangnya terus cepet ilang dari hadapan saya. Saya malas debat sama orang miskin kayak kamu. Dan satu lagi, jangan lagi coba-coba menemui oma karena saya tahu oma paling suka ngumpulin barang rongsokan.”
Ujar langit dengan menekankan dua kalimat terakhir.
“Siapa yang kamu maksud barang rongsokan? Bentak Alya
“Ya kamu, siapa lagi?” Ujar Langit sambil berkacak pinggang.
Alya yang sudah terpancing emosinya buka suara lagi.
“Oooh, saya yang kamu bilang barang rongsokan. Gara-gara saya miskin?
Saya memang orang yang miskin harta. Tapi paling enggak saya gak miskin akhlak seperti kamu yang katanya orang kaya!
Wajah Langit yang putih bersih terlihat memerah. Tangannya mengepal menahan marah.
“Saya gak punya waktu ngeladenin kamu. Cepetan ambil uangnya, pasti kamu butuh kan? sebelum saya berubah fikiran.”
Mata Alya yang semula melotot tiba-tiba meredup dan memandang ke arah uang yang disodorkan Langit lalu ia tersenyum.
“Iya juga ya. Saya emang butuh uangnya.”
Lalu Alya mengambil lembaran merah itu dari tangan Langit. Langit tersenyum sinis penuh kemenangan.
“Nah gitu dong. Jujur aja. Jangan munafik!”
Lalu laki - laki tampan itu berbalik hendak kembali ke dalam mobil namun...
“Tunggu” Alya bersuara.
Langkah kaki Langit terhenti mendengar suara Alya, lalu ia menoleh dan berdiri tak jauh dari Alya sambil tangan melipat didepan dada dan senyum sinis terpahat di bibirnya.
“Apalagi? Uangnya kurang?”
“ Oooh enggak. Karena kamu sudah baik kasih saya uang. Saya juga mau kasih sesuatu sama kamu.”
Tanpa menunggu jawaban Langit. Alya merogoh tas yang dibawanya. Mengeluarkan botol minum berisi air yang selalu ia bawa untuk persiapan agar tidak kehausan. Dengan cepat ia berjinjit dan menyiramkan seluruh air yang ada di botol minuman ke kepala Langit. Langit yang tak siap “diserang” tak bisa menghindar. Walhasil seluruh rambut, kemeja dan jasnya basah kuyup akibat guyuran air dari botol minuman Alya.
“Kamu apa-apaan?”
Setelah beberapa detik baru ia tersadar dan mulai membersihkan siraman air di kemeja dan jasnya.
“Karena kamu sudah baik kasih aku uang yang banyak makanya aku kasih kamu hadiah juga, air satu botol buat cuci otak kamu yang sudah kotor oleh kesombongan.”
Ujar Alya sambil tersenyum.
Langit yang masih syok hanya diam terpaku di tempatnya. Alya melanjutkan kata-katanya.
Kamu bilang saya miskin? Memang! Terus kenapa?? Paling enggak saya bisa cari uang sendiri, gak kayak kamu yang cuma bisa ngandalin harta keluarga kamu! Trus mobil yang kamu bangga banggakan ini dari mana? Hasil dari ngemis sama orang tua kamu kan! Jadi jangan berlagak di depan saya. Kamu tu seujung kuku buat saya.”
Alya yang tak dapat lagi menahan emosinya menumpahkan semuanya.
Langit yang masih syok dengan tindakan Alya yang berani menyiramkan sebotol air padanya hanya terdiam namun bisa mendengar dengan jelas apa yang Alya katakan.
“Dan satu lagi. Kamu kasih saya satu juta karena sudah nyelametin oma kamu. Oke, saya terima. Sekarang saya bayar kamu satu juta karena sudah antar saya pake mobil kamu yang mewah ini. Sekarang kita satu sama.”
Ujar Alya sambil melempar uang yang ada di tangannya ke wajah Langit.
“Kamuuu....!” Langit mengarahkan jari telunjukknya kepada Alya
“Kenapa? Gak enakkan direndahin? Makanya jangan ngerendahin orang. Sudah buruan pulang sebelum orang miskin di sekitar jalan ini ngerusak mobil kamu.”
Ujar Alya seraya berbalik dan meninggalkan Langit. Alya menyetop Angkot yang lewat dan segera naik sebelum Langit sadaar.
“Shit!!!”
Ujar laki - laki tampan itu memaki.
Ia sibuk membersihkan rambut dan pakaiannnya yang basah. Ia tak menyadari kalau banyak orang yang menonton apa yang Alya lakukan padanya. Orang-orang itu berkerumun melihat dirinya yang basah kuyup.
“Kalian lihat apa?” Bentaknya pada orang orang yang berkerumun.
“Makanya mas, jangan ngelecehin anak orang. Jadi di siramkan pake air sebotol.”
Kata seorang ibu - ibu.
“Ngelecehin apa?”
“Lha ituu tadi ngasih duit sama eneng yang tadi. Emang enak di guyur aer?”
Jawab ibu -ibu yang lain.
‘Ya Tuhan! Pasti mereka sangka. Mereka fikir aku...’
“Arghhh”
Ujar Langit sambil menahan marah. Buru-buru dia berbalik dan masuk ke dalam mobil di iringi sorakan orang-orang yang mengelilinginya. Ia buru-buru menghidupkan mesin dan tancap gas meninggalkan tempat itu..”
“Loe lihat nanti. Kalo sampai kita ketemu lagi. Gue gak akan balas loe jauh lebih parah dari apa yang loe lakuin sama gude hari ini.”
Makinya.
Langit dan kemarahannya“Oooh, shit...shiiit!!!”Berulang kali makian keluar dari mulut Langit sambil sesekali tangannya memukul stir mobil.“Sial, kok bisa-bisanya gue dipermalukan sama perempuan miskin seperti dia! Dasar perempuan sialan! Loe lihat nanti, gue bakalan balas loe lebih kejam dari apa yang loe lakukan hari ini.”Makinya tak berhenti.Langit melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.“Tuh, telatkan gueee... Aaaah, shiiit!!!”Lalu laki laki berhidung mancung sempurna itu menambah kecepatan laju mobilnya menuju kantor.Jam menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh menit saat mobil langit berhenti di depan lobi kantor. Segera langit turun dari mobil dan melemparkan kunci mobil ke satpam yang berjaga. Ia berjalan tergesa memasuki kantor. Beberapa pegawa
7. Shocking NewsAngkot berhenti tepat di seberang lorong tempat tinggal Alya. Gadis berambut panjang itu turun dan segera menyeberang menuju lorong rumahnya. Ditelusurinya lorong itu sekitar lima belas menit lalu sampailah ia di sebuah rumah sedehana, kalau tak mau dikatakan jelek. Rumah usang yang seperti sudah lama tak di perbaiki. Bagian depan terlihat pintu rumah yang sudah soak disana sini. Dan ada sebuah kursi yang tak kalah usangnya dengan daun pintu rumahnya.Gadis itu menggapai gagang pintu dan mendorongnya. Terkunci, Apa ibu belum pulang kerja ya? Alya melirik benda di pergellangan tangannya. Sudah jam satu. Biasanya jam sebelas ibu sudha di rumah. Karena hanya ibu hanya mengantarkan cucian yang dekat-dekat sini. Kalau yang agak jauh Alya lah yang mengantarkannya. Lalu Nadine kemana? Biasanya jam setengah satu ia sudah sampai di rumah. Alya risau. Ia mindar mandir di depan pintu rumah. “Al...”Suar
Menghadapi kenyataan yang menyakitkanSepeninggalan kedua guru Nadine, Alya mengajak bu Kartika untuk kembali duduk di sebelah ranjang Nadine. Ada raut khawatir di wajah keduanya. Kekhawatiran yang sama yaitu tentang hasil pemeriksaan Nadine.“Semoga Nadine cepat sembuh ya Al. Ibu gak tega lihat Nadine seperti ini. Ibu takut Nadine kenapa kenapa.”Ujar bu Kartika dengan suara serak.“Alya yakin Nadine bisa segera sembuh buk Tenang saja.. Yang penting sekarang kita berdoa. Memohon pada Allah untuk kesehatan Nadine.”Jawab Alya. Gadis itu berushaa menenangkan sang ibu.Bu Kartika menggenggam tangan Alya yang diikuti oleh Alya yang juga menggenggam tangan sang ibu. Keduanya saling berpandangan namun tak sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Mereka hanya saling memandang dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Lalu keduanya larut dalam
Alya, You are not aloneAlya berjalan pelan menelusuri bangsal rumah sakit dengan langkah gotai. Fikirannya masih tertuju pada kata-kata dokter Ridwan.‘Delapan juta! Nominal yang tidak sedikit untuk orang seperti Alya. Bagaimana ia bisa mendapatkannya dalam waktu yang singkat?’Di depan Alya tampak kursi tunggu pasien. Gadis itu berjalan mendekati kursi dan duduk di salah satu kursinya. Mungkin ada baiknya ia menenangkan diri dulu. Fikirannya yang kalut tentu akan memberikan efek yang tidak baik pada ibunya nanti. Sebaiknya ia menenangkan diri dulu sebelum menyampaikan kondisi kesehatan Nadine pada ibu agar ibu tidak ikut-ikutan panik.‘Pletaak’Bunyi benda jatuh di belakang Alya. Gadis sembilan belas tahun itu menoleh. Tampak seorang ibu yang sedang menggendong anaknya berusaha meraba-raba tongkat yang jatuh tapi tak berhasil
Langkah kaki Alya sampai di depan pintu ruangan Nadine. Gadis manis itu sejenak menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lalu tangannya meraih gagang pintu menuju ranjang Nadine.Disana sang ibu sedang duduk dengan raut wajah khawatir. Rasa sedih kembali menyeruak di hati Alya.‘ Bagaimana perasaan ibu kalau aku ceritakan tentang keadaan dan biaya pemeriksaan Nadine’Alya berkata dalam hati.“Nadine belum siuman buk?” Kata Alya.Bu Kartika yang tak menyadari kedatangan anak sulungnya itu menoleh ke arah Alya dan segera ia menghapus air mata di kedua pipinya agar Alya tak melihatnya.“Eh, iya Al, Nadine belum siuman. Kata susternya mungkin sebentar lagi.”Jawab ibu dengan senyum dipaksakan.Alya tersenyum untuk menutupi gundah hatinya. Ia menarik kursi yang ada di sebelah sang ibu dan menghempaska
Alya baru saja menyelesaikan sholat magribnya saat pintu rumah diketuk dari luar. Gadi muda itu bergegas membuka mukena, melipatnya asal-asalan dan segera menuju pintu. “Assalamualaikum” Ujar seseorang dari luar sana dan sepertinya Alya mengenal suara itu. “Waalaikumussalam” balas Alya sambil membuka kunci pintu dan membukanya. Tampak dihadapannya bu Santi tetangganya sedang berdiri mengenakan baju daster warna merah dan sebuah mangkuk di tangannya. “Iya buk” Kata Alya sambil mempersilahkan tetangga sebelah rumahnya itu masuk. “Habis sholat ya Al” sapa bu Santi seraya masuk ke dalam rumah dan duduk di sebuah kursi usang yang ada disana. “Iya buk, abis sholat magrib tadi” jawab Alya. “Oh iya, tadi ibu dengar ada suara air hidup di belakang, ibu fikir kamu sudah pulang. Alya mengangguk sambil tersenyum. “Ini Al” kata
Jam di tangan Alya menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit saat motor yang dikendarai bu Santi berhenti di sebuah rumah mewah yang ada di komplek sebelah. Alya melepaskan helm lalu turun dari motor sedangkan bu Santi juga melepaskan helm hijau dari kepalanya lalu merogoh saku bajunya dan mengeluarkan secarik kertas dari sana.“ Kayaknya bener ini rumahnya Al.”Ujar bu Santi dengan mata yang masih memandang ke secarik kertas yang di pegangnya.Alya agak mendekat ke bu Santi yang belum turun dri motornya lalu melihat alamat yang tertulis di secarik kertas yang di pegang bu Santi.‘komplek kenanga blok sembilan nomor 35.’Alya membaca dalam hati alamat di kertas yang dipegang bu Santi.“Iya bu, sesuai dengan alamat yang diberikan wak Kalsum”Kata Alya mengiyakan perkataan bu Santi.Bu santi mengangguk lalu turun dari motornya da
13. “Syaratnya apa tante?” Alya tak sabar mendengar lanjutan kalimat tante Altum. Teringat olehnya Nadine yang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit dan wajah tua ibu yang pastinya menunggu kabar baik darinya. “Syaratnya gampang kok. Gampang dan enak” Sekali lagi tante Altum menampakkan senyum culasnya pada kedua perempuan dihadapannya ini. Alya dan bu Santi salin berpandangan saat mendengar apa yang dikatakan tante Altum. “Loe boleh pinjem sama gue berapapun yang loe mau asalkan loe mau kerja sama gue” Ujar tante Altum sambil memandang Alya dengan intens. “Kerja? Kerja apa tante ?” tanya Alya sedangkan raut wajah bu Santi yang ada di samping Alya sudah menampakkan perubahan karena ia mengerti pekerjaan apa yang akan ditawarkan tante Altum kepada gadis muda seperti Alya. “Kerja di cafe gue yang baru. Minggu
29.PENJELASAN OMA ROSIELangit menginjak rem dan mobil berhenti di sebuah taman tempat bunda Widya mengajak anak-anaknya bermain saat Langit dan Tasya masih kecil. Langit menghela nafas dengan kasar tanda emosinya belum terlalu stabil. Beberapa kali ia mengusap wajah untuk menghilangkan rasa kesalnya atas apa yang terjadi hari ini. Lalu ia melirik Dyana yang duduk di sampingnya tanpa suara. Gadis itu hanya diam, tak ada lagi luapan kemarahan seperti yang ia tunjukan di jalan tadi. Sungguh Dyana terlihat sangat cantik dalam keadaan seperti ini. Sifatnya yang seperti inilah yang dulu membuat Langit jatuh cinta padanya. Sifat yang hampir sama dengan dia... ah, Langit tak mau mengingatnya lagi. Langit mungkin mencintai Dyana tapi tak pernah bisa untuk setia. Karena dendam masa lalunya pada seseorang membuatnya menjadi angkuh dan arrogan.“Ehm...”Langit mencoba menarik perhatian Dyana yang tampak enggan bersuara dan b
PERTENGKARAN LANGIT DAN DYANA“Omaaa...”Alya memandang oma seakan meminta penjelasan.“Oma apa-apan sih?”Kali ini Langit yang bersuara. Sedangkan Dyana tak berkata apa-apa hanya menoleh ke arah Langit. Dengan muak merah padam tanda menahan marah ia memandang kekasihnya itu untuk meminta penjelasan. Sementara Danie, mbok Darmi dan pak Darto saling berpandangan karena apa yang dikatakan oma benar-benar mengejutkan mereka semua.“Kenapa? Semua kaget ya mendengar apa yang oma katakan?”Kata oma enteng seperti tak ada beban.“Maaf kalau kalian kaget, terutama kamu ya Dyana”Kata oma dengan senyum jahatnya.“Oma sudah mendiskusikannya dengan Langit dan Alya dan mereka tak keberatan atas perjodohan ini, ya kan Alya, Langit?”Sangking
PERNYATAAN MENGEJUTKAN DARI DARI OMA ROSIE‘Ya Allah, rupanya laki-laki angkuh ini’ pekik Alya dalam hati.Sementara Langit juga tak kalah kagetnya melihat gadis yang sudah mempermalukannya di depan umum beberapa waktu yang lalu ada di rumah omanya.‘Ini gadis kampung yang menolong oma kemarin kan? Yang mempermalukan gue di jalan waktu itu’ kata Langit dalam hati.‘Kenapa dia ada di rumah oma?’ fikir Langit.Belum sempat keduanya berfikir panjang, Dyana kembali mendekati Alya dan kembali menyerangnya. Alya pun tak tinggal diam ia juga berusaha membalas pukulan membabi buta Dyana. Langit dan Danie kembali berusaha melerai mereka. Kali ini Langit memeluk Dyana dan Danie menarik tubuh Alya agar menjauh dari Dyana.“Stop Dy, kamu kayak orang gak waras!”bentak Langit sambil terus me
26.“Kamu!”Lalu tangan gadis yang sudah merambah dunia model internasional itu kembali terayun. Bukan untuk memukul mbok Darmi tentu saja tapi memukul orang yang sudah mendorongnya tadi tapi tangan Dyana ditahan oleh seseorang yang sudah menolong mbok Darmi tadi dan menahan tangan Dyana saat model cantik itu hendak melepaskan tangannya.“Lepasin tangan saya!” teriak Dyana.“Saya gak akan tinggal diam kalau kamu nyakitin mbk Darmi!” jawab orang itu.“Kamu siapa? Jangan ikut campur urusan saya”bentak Dyana pada orang yang masih memegang tangannya itu.“Saya harus ikut campur karena kamu sudah buat kekacauan di rumah ini”Jawabnya lagi.“Shut up! Gak usah sok belain orang lain. Kamu siapa? Anaknya pembantu tua ini? Berani kamu sama saya! Tanya sama ibu kamu ini siapa saya!” bentak Dyana marah.“Saya gak perduli siapa k
Langit mengusap wajahnya berkali-kali setelah melihat video di handphone Danie. “Siapa yang kirim?” tanya Langit pada Danie. “Pak Darto, kayaknya tu perempuan sekarang masih disana Lang” kata Danie. “Nekat banget itu perempuan. Gue fikir dia gak bakal berani kesana sejak accident sama oma waktu itu” jawab Langit. “Loe kayak gak tahu sifat Dy lang. Diakan orangnya suka nekat” “Iy, gue tahu dia nekat tapi gak nyangka bakal senekat ini” Jawab Langit lalu laki-laki berhidung mancung itu menyambar jas di atas meja dan mengenakannya. “Loe mau kemana Lang?” “Ya ke rumah oma, kemana lagi” Kata Langit sambil bergegas menuju pintu keluar. “Gue ikut Lang” kata Danie sambil berjalan menyusul Langit yang sudah menuju ke luar ruangan” *** DI RUMAH OMA “Kamu jangan bohong ya mbok. Cepetan kasih tahu saya La
24.“Please move on Lang. Lupakan Alana. Jangan melampiaskan sakit hati loe sama Alana dengan menyakiti perempuan-perempuan lain yang ada di sekeliling loe. Mereka gak tahu apa-apa Lang. Loe harus...”“Cukup Dan! Gue minta jangan pernah bahas dia lagi!Langit menggebrak meja.“Loe minta gue buat gak bahas tentang Alana lagi tapi loe gak pernah mau membuang semua kenangan tentang dia dari hati loe! Itu namanya munafik!”Bentakan Langit di balas telak oleh Danie.Langit terdiam. Dia tak bisa berkata apapun untuk membantah ucapan Danie karena semua yang dikatakan Danie adalah benar. Langit tak mau membahas tentang Alana Langit juga membuang semua benda kenangan bersama gadis itu tapi sayangnya ia tak pernah sanggup membuang semua tentang gadis itu dari hati dan fikirannya. Secara fisik dia mahluk bebas yang bisa melakukan apapun tapi secara psikis ia terpenjara. Terpenj
23.“Loe gila ya!” Maki Danie pada sahabat dekatnya itu sedangkan orang yang dimaki tampak terlihat dengan santai menghisap rokok yang ada di sela jarinya.“Loe yang tu kalau melakukan sesuatu gak di fikir dulu ya Lang. Bisa-bisanya pulang dari luar kota bukannya istirahat malah ketemu sama si Dyana itu” kata Danie sewot.Langit melirik sahabatnya lalu tertawa melihat reaksi Danie yang berlebihan.“Reaksi loe lebay banget Dan! Lagak loe kayak gak pernah dengar gue ngamar aja ” kata Langit santai.“Bukan masalah loe ngamarnya Lang. Gue tahu loe udah ngamar berapa puluh kali sama si Dyana atau... sama perempuan-perempuan lainnya dan gue gak bisa batasi hidup loe. Cuma yang gue sesalkan itu loe ngelakuin kerjaan laknat itu di waktu yang gak tepat” jelas Danie.“Maksud loe?” tanya Langit tak mengerti.
22.“Maaf pak. Permisi” kata Adelia pada laki-laki itu. Laki-laki yang ternyata Danie itu terkejut melihat mata Adelia yang merah dan suaranya yang serak seperti habis menangis. Belum sempat ia berkata apapun Adelia sudah berlalu meninggalkan ruangan Langit. Danie yang masih terlihat kaget masuk ke dalam dan mendapati Langit sedang merokok di atas sofa.“Itu kenapa Adelia Lang ?” tanya Danie.“Memangnya kenapa?” Langit balik bertanya tanpa melihat ke arah Danie,“Itu kenapa dia nangis?” tanya Dannie lagi.Lalu ia melihat Jas Langit yang tergeletak di sofa dan tiga kancing baju kemeja sahabatnya itu sudah tak terkancing sempurna. Melihat itu timbul fikiran negatif di otak Danie. Ia berjalan mendekat ke arah Langit dan berkata.“Loe gak macem-macemin dia kan Lang?”Langit tak menjawab pert
“Oh, ehm... maaf pak. Saya... tidak tahu kalau bapak sudah datang. Saya fikir ruangan kosong jadi saya mau beres-beres sebentar” katanya terbata-bata.Langit menatap wajah ketakutan di hadapannya lalu melirik tumpukan map yang dibawanya dan ia menunduk sambil memijat dahi dengan tangan kanannya.‘Siapa perempuan ini, sepertinya aku tak pernah bertemu dengannya’Fikirnya dengan tangan masih memijat dahi.“Sekali lagi saya mohon maaf pak Langit. Saya fikir bapak belum datang karena hari masih pagi jadi saya masuk tanpa mengetuk pintu. Sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya pak”Sekali lagi dengan wajah menyesal perempuan ini meminta maaf.“Kamu siapa? Saya gak pernah lihat kamu disini”Kata Langit tanpa melihat ke arah perempuan itu.“Sayaa...Adeli