Tok. Tok. Tok.
Entah berapa lama Thalia terlelap saat dia mendengar samar-samar suara pintu diketuk.
Tok. Tok. Tok.
Kali ini, Thalia terbangun dan mendengar dengan jelas ketukan itu.
“Urgh! Pukul 3.40? Yang benar saja!”
Dengan menyeret tubuhnya, Thalia turun dari ranjang dan menuju pintu.
Begitu pintu dia buka, sosok tubuh Jose yang tinggi dan besar sedang bersandar di kusen pintu. Di sampingnya, ada lelaki yang tak Thalia kenal.
“Maaf, ini aku mengantar suamimu pulang. Dia sedikit mabuk. Dan ini kunci mobilnya.”
“Aku tidak mabuk, Curt!” sergah Jose dan berdiri tegak menunjukkan bahwa dia belum mabuk.
Curt menepuk punggungnya. “Ya, tapi kau tidak bisa berpikir jernih. Dari pada kau terus mematahkan tulang orang, lebih baik kau pulang ke rumah. Temani istrimu, Man!”
Thalia menerima kunci itu. “Terima kasih. Tapi, apa yang sudah dia lakukan?”<
Dia pun menuju telinga Thalia dan menggelitik di sana. Gadis itu kembali menggelinjang, dan Jose mendesis lagi, “Kau harus ingat dengan baik, siapa yang sentuhannya lebih membuatmu melambung. Mantan kekasihmu atau aku, suami di atas kertasmu!” Thalia tak bisa menjawab, terlebih lagi Jose sudah menarik seluruh gaun tidur Thalia dan melemparnya jauh-jauh. Dan jari besar dan kasarnya sudah menyelinap ke dalam celana dalam Thalia. Dia menggerakkan jarinya dengan kasar dan penuh kebencian. “Apa dia sepiawai ini, hah?!” desis Jose lagi. Pria itu menatap lekat-lekat wajah merah Thalia yang sedang menggigit bibir bawahnya menahan rasa nikmat yang melandanya. Jose mempercepat gerakan jarinya. Thalia semakin kewalahan. Kakinya telah terbuka lebar dan dia tak memikirkan lagi jika saat ini Jose bukan sedang mengajaknya bercinta, melainkan sedang menghinanya dan menghajarnya secara intim. “Katakan padaku!” Kemarahan Jose yang semakin bertambah seiring diamnya Thalia dan wajah istrinya yang ter
“Jangan harap! Aku tak kan pernah memaafkanmu!” Selesai meneriakkan kalimat itu di wajah Jose, Thalia menghambur ke kamar mandi. Dia membuka shower dan membiarkan air dingin membasahi tubuh polosnya. Thalia memeluk dirinya di bawah guyuran air dan mendekap dirinya sendiri dengan kedua tangannya. Thalia terisak dan menangis tersedu-sedu. Pria yang mulai dia percaya, pria yang dipercaya ayahnya untuk menjaganya, nyatanya menjadi sosok yang malah memperlakukannya dengan begitu buruk. Dia merasa lebih dari seoggok samsak yang menjadi tempat pelampiasan amarah Jose. Kata demi kata penghinaan Jose masih terngiang jelas di telinganya. Itu semua menyakiti hatinya, menusuk hatinya dengan ribuan jarum yang tak kasat mata. Andai memang Jose menginginkan hubungan suami istri, kenapa tidak dia lakukan saja tanpa perlu mengatainya 'jalang'? Hanya karena dia pernah berpacaran dengan Fernando, lantas dia dianggap bekasan f
Thalia menuju teras dengan langkah mengentak kasar. Hatinya masih merasa teramat berat, teramat marah bahkan jika hanya sekadar untuk menatap wajah monster suaminya itu. Akan tetapi, saat dia tiba di sana, dia segera berubah pikiran. Thalia masuk kembali hanya untuk berpamitan pada Camila. Setelahnya, dia kembali ke teras namun hanya berlalu begitu saja dan langsung masuk ke dalam pick up Jose. Dengan begitu, dia tidak perlu berusaha berinteraksi dengan Jose. Melihat Thalia sudah langsung memosisikan diri di dalam mobilnya, Jose pun otomatis langsung berpamitan dengan Camila. Dia duduk di belakang kemudi, masih saling diam tidak tahu apa yang harus diucapkannya. Jose tahu kemarahan Thalia masih berkobar untuknya. Sepanjang perjalanan pulang pun mereka tetap diam, satu kata pun tak terdengar. Begitu tiba di rumah dan mobil berhenti, Thalia langsung membuka pintu dan turun. Dia tidak menunggu Jose. Thalia masuk sendiri ke
Malam telah larut. Akhirnya, Jose kembali ke meja kerjanya setelah dia melihat Thalia bergelung di balik selimut. Dia tidak ingin membuat gadis itu kembali marah padanya. Jose pun membiarkan saja.Dari meja kerjanya, Thalia terlihat gelisah. Dia bolak balik berkali-kali hingga saat dia berbaring menghadap ke tengah ranjang, gadis itu mulai tampak tenang dan tertidur.Jose menatapnya dari meja kerjanya. Meski bermeter-meter jauhnya, tetapi setiap lekuk wajah Thalia sudah sangat dihapalnya. Bahkan jika dia memejamkan matanya, dia akan bisa membayangkan wajah Thalia dengan jelas, hingga ke detil-detilnya.Dari jarak itu, dia menatap wajah damai dan tenang Thalia. Dia terlihat cantik dan bersinar tanpa kemarahan di wajahnya.Hati kecil Jose menangis. Dia merindukan wajah damai dan lembut Thalia. Dia ingin sosok istrinya yang seperti dulu saat mereka ke El Chiflon kembali lagi.Tapi bagaimana caranya? Dia telah melukai Thalia begitu dalam.
Hari itu Thalia benar kesiangan saat tiba di kampus. Dia gegas mengumpulkan segala buku yang dia perlukan sebagai referensi. Thalia juga berkeliling perpustakaan dan mengambil foto segala contoh maket yang bisa dia jadikan referensi. Dia bahkan juga diizinkan meminjam salah satu maket dan membawanya pulang. Hatinya yang tadinya meradang karena perbuatan Mrs. Milly kini mulai membaik lantaran apa yang dia butuhkan untuk skripsinya bisa dia dapatkan semua dalam satu hari ini. Hanya satu hal yang masih mengganjal hatinya berhubungan dengan kejadian tadi pagi. Thalia merisaukan sikapnya pada Mrs. Milly tadi. Entah mengapa saat Mrs. Milly menawarkannya apartemen, Thalia bisa langsung menolak dan menyatakan dengan yakin bahwa Jose juga pasti akan menolaknya. Seakan-akan dia mengetahui dengan pasti apa yang akan menjadi jawaban suami di atas kertasnya itu. Dan satu lagi yang merisaukannya adalah kemarahannya pada Mrs. Milly hanya karena wanita itu berani men
Sore itu, nyatanya Jose berada di rumah ayahnya Thalia. Dia berada di sana dengan tujuan menjemput Thalia, seperti biasanya. Tanpa dia ketahui, Thalia ternyata sudah berada di rumah kembali. Jose mengambil waktu untuk berbincang sebentar dengan Tuan Carlo. “Bersabarlah dengan putri bungsuku. Dia terkadang keras kepala dan tidak mau kalah,” kata Tuan Carlo menasehatinya, meskipun dia tidak mendengar sedikit pun keluhan dari bibir Thalia maupun Jose tentang pernikahan mereka. Tetapi pria tua itu mengerti, pasti sulit bagi Thalia juga Jose untuk menjalani pernikahan mereka. Sejatinya, tidak ada pernikahan yang mudah. Bahkan pernikahan dengan dilandasi cinta sekalipun selalu menemui kerikil di dalamnya. Apalagi pernikahan tanpa cinta seperti Jose dan Thalia. Dan itu semua karena keinginannya sendiri mempersatukan mereka. Jose mengangguk. “Tentu. Aku akan bersikap sangat baik padanya. Tetapi anda tidak perlu khawatir. Thalia juga bersikap baik padaku. Dia
Langit sudah berubah keoranyean dan akan segera menggelap, tetapi Thalia masih tak kunjung kembali ke rumah ayahnya. Jose yang sedari tadi hanya duduk menunggu menjadi semakin gelisah. Dia sudah beberapa kali menelepon Thalia, tetapi tidak pernah dijawab. Dan Jose sendiri memaklumi itu mengingat Thalia memang masih marah dan belum mau memaafkannya.Karena itulah, Jose tidak menelepon lagi. Dia hanya duduk menunggu dan entah bagaimana ingatannya melayang pada Thalia yang diantar pulang oleh Stuart.Mengingat itu semua, hati Jose mulai terbakar api cemburu lagi. Apakah Thalia yang belum juga pulang karena sedang berduaan di mobil bersama Stuart? Perjalanan dari kampus ke Bacalar sini tidaklah singkat. Memikirkan apa saja yang bisa mereka obrolkan dan lakukan di mobil sepanjang perjalanan membuat Jose tak bisa lagi duduk tenang.Dia mulai bangkit dan berjalan hilir mudik di halaman. Kakinya menginjak-injak dedaunan yang kering yang berbunyi garing setiap kali diinj
Meski meneriakkan bahwa dia tidak peduli, pada kenyataannya Thalia tetap saja memasang kedua mata dan telinganya baik-baik akan apa yang sedang terjadi pada Jose. Hampir setiap hari dia bertanya-tanya, adakah panggilan dari pihak berwajib untuk Jose Antonio? Biar bagaimanapun, jika Jose kembali masuk ke balik jeruji besi, Thalia juga yang akan menanggung rasa malunya. Nyatanya, hari demi hari berlalu, hingga satu minggu sudah, namun pria itu tidak mendapatkan laporan apapun dari pihak berwajib. Setiap malam Jose berada di kamar menemaninya, meskipun mereka tak saling bicara. Perang yang sangat dingin membentang di antara mereka. Tetapi, dengan melihat keberadaan Jose di sekitarnya setiap malam, diam-diam Thalia merasa lega. Sepertinya Mrs. Milly memang penuh dengan ancaman kosong. Tetapi rasa penasaran itu tetap berkubang di benaknya. “Apa kau tidak mendapatkan surat apapun dari pihak berwajib?” tanya Thalia tiba
“Rumah itu tetap akan disita bank. Biar bagaimana pun uang yang digelontorkan sudah terpakai dan berkurang. Jika kau ingin mengambil kembali rumah dan tanahmu itu, kau tetap harus mengganti uang bank yang telah digunakan Gabriella, barulah rumah itu bisa kembali ke tanganmu.”Mendengar penjelasan Mr. Gustavo, Phillio kesal dan berang. “Apa? Itu sama saja bohong!”Jose sendiri tak bisa berkata apa-apa lagi. Andai rumah itu bukan rumah peninggalan kakeknya, maka dia takkan mau memikirkannya lagi. Tapi dalam rumah itu ada banyak kenangan keluarga Miguel yang takkan mungkin tergantikan oleh apapun juga.Lalu pemakaman keluarga mereka pun terletak tak jauh dari kediaman mereka.Segala kenangan inilah yang benar-benar sedang diperjuangankan Jose.“Berapa yang harus kuganti?”“Lima ratus ribu dolar.”“Itu gila!” sahut Jose dengan meraup wajahnya.***Selepas dari pertemuan dengan Mr. Gustavo, Jose pulang ke rumah dengan semangat yang hanya tersisa setengahnya saja. Begitu lesu langkah kakinya
“Sweet, bangunlah.”Suara lemah Jose Antonio memecah keheningan di ruang ICU itu.Thalia terbaring di sana, dalam keadaan tidak sadar.Ramona menceritakan, Thalia terkena preeklampsia. Tapi dia tidak menyadarinya karena tidak pernah lagi memonitor kehamilannya sejak menghadiri persidangan demi persidangan.Ada beberapa gejala yang dia alami, seperti tekanan darah tingginya yang semakin meningkat. Juga kondisi kekurangan nutrisi. Tapi Thalia abai akan semua itu.Membuat ketika dia harus melahirkan prematur, tubuh nya mendadak blank dan dia tak sadarkan diri.Jose rasanya ingin hancur menjadi debu saja ketika dia mendengar apa yang terjadi pada Thalia.Dipandanginya wanita itu dan digenggamnya erat tangan Thalia.“Bangunlah, please. Aku membutuhkanmu. Juga anak kita. Bangun, Sweet. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau meninggalkan kami di sini.”Pria itu tertunduk dan air matanya jatuh tak mampu dibendung lagi.Entah Jose harus menyalahkan siapa. Tapi melihat kondisi Thalia seperti ini,
Joseeee ... My man ... Joseeeeee ... Suara sayup-sayup seakan memanggil Jose. Saat itu dia berada di tebing tinggi dengan angin yang cukup kencang menerpa tubuhnya. Rambut coklatnya yang lumayan panjang berkibaran. Jose memandang sekeliling, tapi tidak melihat seorang pun. Hanya ada air laut yang menerpa karang hingga percikannya terlempar ke segala arah. Deburan ombak kembali mengisi pendengarannya saat panggilan itu sudah tak terdengar. Jose kembali menatap air laut di bawahnya. Entah mengapa dia merasa dirinya terpanggil untuk melompat dari sana. Joseeeeee ... Lagi, suara itu terdengar. Menajamkan telingannya, Jose menyadari jika itu suara Thalia. “Sweet? Di mana kau?” teriaknya pada sekelilingnya. Aku di sini .... Suara Thalia terdengar lagi dan tiba-tiba saja tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak tebing yang tak kalah tinggi dan Thalia berada di ujung tebing. Wanita itu mengenakan gaun panjang tipis berwarna pink. Perutnya sudah membuncit sementara angin menerpa ramb
Memikirkan itu, Fernando sedikit tenang. Meski pun dia tetap bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Gustavo tetap mau menunjukkan rekaman di menit-menit setelah ini, jika memang isi rekaman sudah kabur dan dirinya tak terlihat jelas.Ah, mungkin itu hanya gertakan saja.Fernando menguatkan dirinya.Lalu mereka semua fokus pada rekaman. Dan benar saja, tak sampai lima menit kemudian, terlihat seseorang keluar dari ruang rawat ayahnya.Mr. Gustavo langsung menunjuk ke arah Fernando.“Apakah itu dirimu?”Fernando nyaris saja kehilangan kedua bola matanya karena mereka berlompatan keluar.Bu- bukankah dia sudah membayar hacker untuk mengaburkan rekaman saat dirinya keluar dari ruangan itu? Kenapa di rekaman kali ini dirinya terlihat jelas? Bahkan fitur wajahnya sangat jelas, karena Fernando sempat menoleh ke kanan dan ke kiri, bahkan menatap ke arah kamera selama beberapa detik.Dengan logika yang masih tertutup keterkejutannya, Fernando sontak berteriak,“Bu- bukan aku! Itu bukan aku!”“Bu
Silvana mulai menirukan ucapan Mrs. Milly yang didengarnya waktu itu, “Kita harus tenang, Fernando. Pihak Bank tahunya pinjaman itu atas nama ayahmu. Dan ketika Jose mengetahui tentang ayah kalian meminjam dengan menjaminkan rumah dan tanahnya, maka dia gelap mata, murka, dan mendendam pada ayah kalian. Itulah kenapa ayahmu mati.Setelah itu, Jose lalu meminta dana pinjaman itu menjadi miliknya. Mengancam kita untuk mengirimkan dana itu ke rekeningnya. Itulah yang terjadi, Fernando. Kau mengerti? Itu yang terjadi!Camkan dalam benakmu, itulah yang terjadi. Ketika nanti kita memberi kesaksian pada yang berwajib, kita harus mengatakan seperti itu! Mengerti?!”Silvana menjelaskan dengan menirukan nada suara Mrs. Milly, membuat Mr. Gustavo jadi mempertanyakannya.“Apakah menurut anda ada yang aneh dari kata-kata Mrs. Milly itu?”“Iya! Tentu saja! Mrs. Milly seperti menyampaikan rencananya, bukan memberitakan sebuah kabar,” ucap Silvana yang langsung membuat Fernando memrotesnya.“Kau jang
“Jadi Anda sebenarnya sedang kembali ke rumah atau sedang di kafetaria?” tanya Mr. Gustavo dengan nada keras pada Fernando, ketika pria itu dipanggil untuk memberi kesaksian.“Di kafetaria,” sahut Fernando dengan nada kesal.Saat itu, sudah gilirannya yang dipanggil untuk memberikan kesaksian.Fernando awalnya menolak tegas, tapi Officer Danny dan para polisi lainnya memaksa. Jika dia tidak bersedia memberikan kesaksian, maka dirinya yang akan dituntut karena melakukan penipuan terhadap dana pinjaman bank.Tentu saja hal tersebut bisa dilakukan asalkan sesuai prosedur. Tapi para polisi menggertaknya seolah-olah tanpa prosedur pun Fernando bisa dituntut begitu saja.Dan Fernando mempercayai gertakan itu dan langsung menyetujui pemanggilan dirinya sebagai saksi.Kini, menghadapi garangnya Mr. Gustavo menanyai dirinya sebagai saksi, Fernando cukup ciut nyalinya.“Jam berapa Anda keluar dari ruang rawat ayah Anda?” tanya Mr. Gustavo lagi.“Ma- maaf, saya tidak melihat jam.”“Kira-kira saj
Dengan terbata-bata, Gabriella menjawab lagi tanpa pikiran logisnya lagi, “Bu- bukan aku yang membelinya! Apakah Anda tidak menanyakannya pada Fernando? Pastilah dia yang membeli mobil itu!” “Oh, Nona Gabriella,” Mr. Gustavo terlihat tersenyum kecil. dia sungguh sudah hapal dengan tingkah para saksi yang menyembunyikan sebuah kebenaran seperti Gabriella. “Anda tertangkap saat sedang berada di Tijuana City. Dan pembelian mobil itu juga terjadi di kota yang sama. Lagipula, sales showroom mobil sempat mengambil foto Anda saat Anda menuju mobil sesaat setelah transaksi pembelian terjadi. Ini fotonya!” Gabriella seperti disengat listrik tegangan tinggi kali ini. Dia tak bisa megnelak lagi dengan bukti foto yang ditunjukkan di depan wajahnya. Dia seperti mendapatkan tamparan di wajah. “It- itu ... Ak- aku ... aku tidak mengingatnya!” “Bagaimana anda tidak mengingatnya? Anda amnesia? Tapi dokter tidak memberi laporan bahwa anda amnesia. Lalu, apakah berarti anda pura-pura lupa?” “Buk
Thalia bagai menjalani hidup dalam naungan waktu yang berbeda. Dia seperti masih berada di titik yang jauh di belakang, tapi tiba-tiba Ramona sudah menyadarkannya bahwa sudah waktunya persidangan Jose lagi. “Aku tidak tahu apakah aku akan sanggup menghadarinya lagi, Ramona,” tangis Thalia saat sahabatnya itu menyuruhnya bersiap dan menunjukkan pada Jose bahwa dirinya akan bertahan sekuat tenaga demi Jose dan buah hati mereka. “Kau harus kuat, Thalia. Jika Jose melihatmu hancur, dia akan lebih hancur lagi!” Ramona terus mengguncang tubuh Thalia, berusaha menguatkan temannya itu. “Tapi melihat kondisinya yang semakin buruk, aku semakin hancur, Ramona.” Isak tangis Thalia semakin berhamburan keluar. Sudah sejak beberapa hari lalu, Ramona menginap di rumah Thalia. Dia membantu menjaga kondisi mental Thalia tetap waras. Sebagai ibu yang sedang mengandung, keadaan hati Thalia tidak seharusnya sekacau ini. Sudah seharusnya Thalia menjadi lebih tenang, santai, dan berbahagia, sehingga k
“Jangan seenaknya menuduhku! Aku tidak tahu menahu tentang hal itu!” Gabriella memelototi polisi di hadapannya. Setelah semalam dia dibuat pingsan oleh Danny yang ternyata adalah kaki tangan seorang detektif yang disewa Austin, sepuluh menit lalu dia terbangun di sebuah ruangan interogasi. Awalnya Gabriella diberi minum dan sedikit makanan untuk membuat kesadaran dirinya pulih dengan benar. Tapi setelah minuman dan makanan itu habis, proses interogasi dimulai. Detektif Owen bekerja sama dengan seorang kepolisian bersih yang setelah mendengar penjelasan tentang kasus ini, officer Randall pun bersedia membantu penyelidikan. “Kalau kau tidak tahu menahu tentang dana pinjaman bank untuk suamimu itu, silakan jelaskan sumber dana dari rekeningmu yang menggendut tiba-tiba. Darimana uang 2,5 juta dolar di rekeningmu, Nona? Itu bukan uang sedikit!” “Apa?” Gabriella terlihat shock. Bu- bukankah dia menyimpan dana itu di bank yang menjaga kerahasiaan nasabah seratus kali lebih rahasia daripa