Masa orientasi mahasiswa baru hari ini telah memasuki hari ketiga, lucu juga ia harus mengulangi kejadian sepuluh tahun yang lalu, saat Rania masih muda dengan jilbab di kuncir.
Saat ini di masa pandemi ini, mahasiswa tidak harus hadir di kampus, pengenalan kampus, pengenalan fasilitas, pengenalan mata kuliah semua dilakukan dengan zoom video.
Hari pertama dan hari kedua berjalan biasa-biasa saja.
Menginjak hari ketiga, mahasiswa baru boleh hadir dengan memperhatikan protokol kesehatan, bermasker dan duduk berjarak.
Mungkin Rania datang terlalu pagi hingga ia harus menunggu di tepian kolam kecil, bersandar di ujung gazebo yang berdiri tunggal.
Hingga kemudian ia melihat segerombolan mahasiswi dengan baju atasan hitam dan bawahan putih.
Rania melangkah menuju ruangan yang telah disiapkan. ia ikuti langkah gerombolan mahasiswi tadi. Deretan bangku berjajar dengan jarak kurang lebih setengah meter.
Ada meja panjang menghadap tepat di barisan bangku untuk para mahasiswa baru.
Meja itu diberi alas berwarna merah hati. Ada ornamen vas bunga kristal juga bunga mawar putih mekar. Dua yang mekar berada di kanan kiri, ditengahnya yang masih kuncup. Ornamen tersebut menambah indah suasana.
Hingga mata bulat Rania tertuju pada sebuah sosok yang sangat dikenalnya.
Rania menuju sosok tersebut dengan tatap mantap.
"Selamat pagi bapak, " Suara Rania ketika matanya bertabrakan dengan mata dosen tampan yang sudah ia kenal sejak lima tahun yang lalu. Dosen ini yang dulu menyuruh Rania untuk kuliah tanpa biaya. Dosen ini yang dulu iba dengan nasibnya, meski ia juga berniat untuk mencicipi manisnya asmara yang menggeliat di tenda lelakinya.
Dosen ganteng yang usianya hampir purna itu terkejut.
"Kamu, ?"
"Inggih,"
"Rani kan ?"
"Betul, "
Rania tersenyum, manis semanis gula Jawa.
"Iya, ini Rania, pak. Rania yang dulu kumal dan dekil."
"Sekarang lebih matang, cantik dan dewasa.'
Suara dosen tersebut memuji. Mungkin ia tidak menyangka akan bertemu Rania disini, di tempat ini.
Mungkin juga ia merasa ada memori yang datang dan pergi menyapa ingatannya, membuatnya tersenyum sendiri sambil sesekali menatap mahasiswa baru yang lalu lalang memenuhi ruangan. Juga beberapa panitia yang sedang sibuk mempersiapkan tempat berlangsungnya masa orientasi mahasiswa baru.
Nampak beliau mendekati tempat duduk Rania. "Nanti temui aku ya, " suaranya memastikan.
"InsyaAllah, "
"Ini nomer Wa ku,"
"Rania sudah punya, pak."
"Oh ya ?"
"Iya pak,"
"Okelah "
Dosen itu berlalu. Meninggalkan ruang orientasi mahasiswa baru sambil bersenandung tembang kenangan. Langkah ringannya menyusuri tangga biru menuju ruangan para dosen terlihat sangat tegap, sambil ia sesekali membenahi letak jasnya yang tidak rata.
"Tenang saja pak, bapak masih tampan dan berwibawa meski berpakaian seadanya. " suara itu pernah membuat jiwa lelakinya terusik.
Lima tahun yang lalu. Dan kini pemilik suara yang sempat mengusik itu berada di dekatnya.
Ia sangat terpesona, tidak menyangka taqdir akan bermain-main dengan dirinya.
Dosen itu, pak Yuda, ia tahu misi Rania datang kemari.
Bukan dirinya target yang dimaksud Rania. Ada yang lain, ada yang sedang diincar oleh Rania, dan boleh jadi ini adalah bagian dari pembalasan dendam.
Ia yakin, insting hukum yang ia asah setiap hari bermain-main lincah di telinganya.
Ia tahu kemana arah Rania menuju dan ia hanya akan jadi pemirsa dalam permainan ini, boleh jadi dirinya akan jadi figuran atau bahkan jadi pemeran protagonis yang bersahabat dengan pemeran utama. Entahlah.
Acara penutupan masa orientasi pun berlangsung. Rangkaian acara yang sudah ditata rapi terlewati.
Panitia begitu pandai mengemas acara hingga membuat para mahasiswa baru terkesan.
Rania duduk dibarisan paling depan namun memilih tempat di ujung agar dirinya bisa memantau keadaan dan mengikuti jalannya kegiatan hingga tuntas tanpa perlu takut berjumpa wajah-wajah yang mengenalnya.
Rania, menatap satu persatu wajah panitia dan beberapa dosen muda yang duduk di hadapannya.
Rupanya memang sudah dipersiapkan bahwa acara penampilan dosen ini di lalui dengan menampilkan dosen ganteng dan cantik untuk memunculkan minat dan semangat mahasiswa baru.
Ini bagian dari trik sebuah pelayanan dan diakui oleh Rania trik mereka berhasil.
Rania yang menikmati sajian mereka kadang tertawa lepas, kadang tersenyum kadang juga terbelalak. Mereka demikian atraktif. Seperti sudah terlatih.
"Oke, kita tutup acara orientasi mahasiswa baru ini dengan doa."
Rania terkejut, ia melihat jam tangan merk rolex yang melingkar di pergelangan tangan mungilnya.
Pukul 14.00 WITA
Ia ingat akan janjinya pada pak Yuda. Dosen tampan yang tadi mendekatinya.
Usai acara ditutup, Rania pun menuju ruangan pak Yuda.
Masih yang dulu kah ? atau sudah berubah. Rania melangkah saja. Toh. nanti bisa tanya bila telah sampai disana.
Rania tersenyum manis, sangat manis sambil menunggu episode selanjutnya.
Pagi itu di kampus nya,
Usai acara panjang dan pertunjukan beberapa dosen tampan juga cantik yang ditampilkan acara ditutup. Rapi dan bagus sekali panitia mengemas acara tersebut.
Rania menuju ruangan yang dulu pernah ia lewati, ia melewati jalan panjang beraspal, memasuki pintu lebar dan ruangan besar. Ada ruangan penerima tamu disana, semacam customer care atau customer servis, Rania tiba-tiba seperti mengingat sesuatu. Ia seperti terbang pada peristiwa menyakitkan lima tahun yang lalu.
Di ruangan ini ia pernah meminta belas kasih dari seseorang yang pernah ia anggap suami. Di ruangan ini ia pernah mengemis demi kesamaan hak yang ia sandang dan di ruangan itu ia pernah menjadi pembohong demi rasa iri dan dengki nya.
Ia pernah harus melewati tangga biru yang masih saja bercat biru ini dengan hati yang sangat hancur.
Ketika kedatangannya malah menemui jalan buntu.
Padahal saat itu ia dalam keadaan haus dan lapar. Ia ditinggal sembunyi entah dengan maksud apa.
Saat itu Rania menikah dengan salah satu dosen di kampus ini. Menikah dan disembunyikan. Rania mau saja karena ia berharap hidupnya akan tertolong.
Tapi ternyata tidak. Lelaki itu menikahinya bukan untuk membangun keluarga sakinah melewati jalan Tuhan dengan kebenaran namun hanya karena ingin dianggap jantan dan berhasil, itu saja.
Hal itu terbukti dari perilaku buruk sang dosen. Rania tahu tidak semua dosen di kampus ini berbuat tidak baik seperti lelaki yang pernah jadi suaminya. Seandainya pun ada itu tak lebih dari oknum saja.
Hari itu Rania menangis di ruangan pak Yuda. Tubuhnya bergetar dan ia pun terisak-isak.
"Sudahlah Ran, jangan menangis. Biar Tuhan yang membalas semua tingkah laku buruknya."
Rania masih terisak ketika ia menerima genggaman pak Yuda. Uang kertas berwarna merah terlipat diantara jemarinya.
"Ini untuk apa?" suara Rania parau.
"Kamu membutuhkannya,"
"Bukan hanya ini," Rania terisak lagi.
"Aku tahu, tapi lawan mu itu orang kuat. Kamu harus jadi kuat dulu baru melawan."
Rania mulai faham.
"Rani butuh sikap tegas dan tanggung jawab mas,"
"Aku tahu, tapi saat ini keinginanmu hanya akan jadi sampah Rania."
"Apapun alasannya kamu telah sepakat nikah di bawah tangan, iya kan ?"
Rania mengangguk-angguk.
"Kesepakatan itu adalah dasar dari terbentuknya sebuah kejadian dengan asas suka sama suka. Kamu tidak bisa menuntut lebih karena dari awal kamu telah sepakat. Pulanglah, tenangkan dirimu, fikirkan langkah selanjutnya. Semoga uang di tangan mu cukup."
Kenangan itu kembali tergores dari tinta kecil ingatan Rania dalam kanvas kehidupannya.
Ia tepiskan kenangan buruk itu, ia usap seluruh peluh yang menggantung di hatinya. ia bereskan duka yang bersemayam dilantai-lantai fikirannya. Ia harus hadir sebagai wanita bersih.
Masa lalu itu tidak boleh terungkap hari ini, masih terlalu dini, episodenya belum tuntas, belum selesai.
Ia ingin menikmati rasa sakitnya sedikit demi sedikit. Ia ingin merasakan perihnya luka itu sedikit demi sedikit.
Lima tahun bukan waktu yang sebentar dan ia ingin berbagi kepedihan itu. Ia ingin membaginya, ia ingin menghabiskannya selama masa kuliah nya berlangsung. Ia ingin lelaki yang pernah menikahinya kemudian mencampakkan nya merasakan deritanya, derita yang sama yang dirasakan Rania.
Bukan hari ini terlalu dini.
Highills nya menapaki tangga biru itu, melangkah ia, sesekali matanya bersirobok pandang dengan beberapa dosen yang lalu lalang. Ia hanya mengulum senyum.
Rania Maya sari.
Begitu nama nya pernah terkenal di sini.
Di tikungan tangga pertama, wajah itu, kacamata minus dan rambut ikal itu. Ia pernah mengenalinya. Mereka berpandangan sesaat.
Kemudian Rania meninggalkan wajah itu terbengong, entah karena ingat atau karena terpana pada wajah cantik Rania.
"Rani kah ?" tanya suara itu, namun Rania melenggang begitu saja. Ia tinggalkan lelaki itu dengan berbagai pertanyaan dan kenangan.
'Mungkinkah itu Rania, wanita yang dulu pernah jadi istrinya. Wajahnya memang lebih halus namun guratnya terasa sama. Cara menatapnya, cara berjalannya semua sama. Meskipun kulit wajahnya jauh lebih halus dari kulit wajah yang ia kenal dulu. Rania mantan istrinya, wajahnya sama persis dengan wajah yang tadi melintas.
Dulu kah ? mantan istri kah ? bukankah ia sama sekali tidak pernah mengucapkan kalimat talak pada wanita itu. Wanita ke dua yang sungguh pernah mengoyak lazuardi lelakinya.
Bila benar itu Rania yang dulu pernah menjadi istrinya maka ia masih punya hak penuh atas diri wanita itu, suara batin pak dosen menggumam. Menggelitik boneka kayu hingga menimbulkan keajaiban tercipta, boneka kayu itu bisa tertawa. Saking lucunya kalimat yang baru saja ia dengar.
Dan sebagai lelaki mapan ia punya ambisi untuk menjadi menang apapun cara dan hasilnya, ia tidak akan mau kalah.
'Tapi mungkinkah itu Rania ?'
'Mungkin ia hanya bermimpi' bukankah Rania jauh sekali, Rania tidak disini dan tidak mungkin itu Rania, wanitanya dulu. Wanita itu terlalu sempurna, tak sebanding dengan Rania nya.
'Mungkin hanya sedikit sama' lelaki itu menepis rasa ingin tahunya.
Ia pun pergi meninggalkan tangga biru itu dengan kenangan. Tangga biru ini pernah jadi saksi jutaan cinta yang menempel di sana. Tangga biru yang hari ini masih biru.
Sebiru rindu yang sebenarnya demikian besar pada Ranianya, hanya saja rindu itu menjadi bersekat-sekat karena kebodohannya. Pak dosen kembali menggerutu. Pertemuan yang baru saja terjadi demikian meresahkan hatinya.
LAGU UNTUK SEBUAH NAMA
Ebiet G Ade
Mengapa jiwaku mesti bergetar
Sedang musikpun manis kudengar
Mungkin karena kulihat lagi
Lentik bulu matamu, bibirmu
Dan rambutmu yang kau biarkan
Jatuh bergerai di keningmu
Makin mengajakku terpana
Kau goreskan gita cinta
Mengapa aku mesti duduk di sini
Sedang kau tepat di depanku
Mestinya aku berdiri berjalan ke depanmu
Kusapa, dan kunikmati wajahmu
Atau kuisyaratkan cinta
Tapi semua tak kulakukan
Kata orang cinta mesti berkorban
Mengapa dadaku mesti bergoncang
Bila kusebutkan namamu
Sedang kau diciptakan bukanlah untukku
Itu pasti tapi aku tak mau perduli
Sebab cinta bukan mesti bersatu
Biar kucumbui bayanganmu
Dan kusandarkan harapanku
Jatuh berderai dikeningmu
Angin masih saja semilir ketika Rania menjejakkan kakinya di kampus pilihannya. Rania memarkir cantik mobilnya di bawah pohon rindang. Pohon besar ini letaknya hampir berhadapan dengan ruangan para dosen yang berdiri dua lantai.Rania terdiam sejenak.Ingatannya berputar pada kisah yang lalu saat dia bersembunyi di balik mobil yang kebetulan di parkir di tempat yang sama dengannya saat ini.Hari itu ia begitu rindu pada Leo suaminya, tujuh hari tidak berjumpa sejak mereka berdebat keras di rumah kontrakan Rania.Rania datang karena rindunya berlipat-lipat, Rania datang hari itu bukan untuk minta uang pada suaminya. Ia hanya rindu.Sekali lagi suaminya menghindar. Begitu rupa ia ditinggalkan bersembunyi. Padahal hari itu panas demikian menyengat.Saat Rania menunggu di ruang tunggu dalam ruangan itu, ia melihat suaminya Leo sedang berjalan di tangga itu bersama istrinya yang lain. Di pesan whatsAppnya tadi ia bilang
Hari ini hari kesepuluh Rania menjadi mahasiswi fakultas hukum. Tidak ada tanda-tanda ia bertemu dengan Leo. Rania pun enggan mencari keberadaannya. Waktunya masih cukup panjang untuk dirinya bisa bertemu Leo. Masih ada tiga tahun ke depan. Masih ada hari-hari yang akan terlewati. Itu sebabnya Rania merasa tenang-tenang saja.Di masa pandemi seperti sekarang ini sebenarnya mahasiswa diminta untuk tetap berada di rumah dan melakukan aktivitas perkuliahan secara online. Hanya memang pada mata kuliah tertentu diijinkan untuk datang ke kampus. Mengingat kasus penderita corona di Banjarmasin yang masih belum menunjukkan grafik turun.Beberapa mahasiswa yang nekat datang, pasti karena ada kepentingan urgent atau sekedar janjian dengan pacar mereka.Rania hari ini berada di kampus, dibawah pohon rindang, di gazebo paling ujung ia duduk.Ia menunggu Septia yang tadi mengirim pesan mengajaknya jalan-jalan berbelanja ke mall.
Usai pertemuan Rania dan Leo di salah satu mall terbesar di Banjarmasin, Rania pulang. Sepanjang perjalanan ia hanya diam. Beruntung Septia tidak berada di sampingnya seperti tadi. Kalau ada Septia dia pasti tersinggung karena di diamkan.Septia memilih pulang bersama Arif, ya... namanya juga baru jatuh cinta, pasti semua inginnya di lakukan berdua.Rania memilih berpisah dengan mereka di parkiran.Leo,lelaki itu sekarang sedikit kurus, rambut ikalnya baru saja dipotong habis, hanya bersisa 1cm saja sepertinya. Bajunya mungkin dibeli dari tempat yang mahal tetapi sayang cara berpakaiannya nggak senada dengan sepatu dan celana panjangnya. Leo selalu begitu.Rania meninggalkan Septia, Leo juga Arif di parkiran Mall. Rania khawatir tak bisa mengendalikan diri bila ia berada disana. Jujur Rania masih menyimpan bongkahan cinta untuk Leo. Istri mana yang tidak cinta pada suaminya ? tidak ada. Semua istri mencintai suaminya, s
Hari ini Rania ingin sekali jalan-jalan ke kampus, bosan sekali di masa Pandemi ini harus menghabiskan waktu di rumah saja. Sebagai penulis rasanya sangat sulit untuk mengembangkan imajinasi bila harus terkurung begini.Rania melangkahkan ringan kakinya menuju mobil yang terparkir di depan rumah, menginjak gasnya perlahan.Mantap kakinya menuju kampus. Ia ingin sekali duduk di gazebo sambil menikmati semilir angin dan berkisah tentang hidupnya. Menari di antara huruf-huruf di laptop.Sekali lagi Leo hadir dengan rayuannya, ia mengganggu saja, membuat inspirasi menulis jadi hilang.Rania berjanji akan mau di temui di rumahnya malam nanti.Malam yang di tentukan tiba.Rania masih asik di depan televisi ketika ia melihat agya hitam itu datang. Itu mobil milik Leo.Leo lelaki kaya raya dengan empat mobil berjajar di rumahnya, dua motor dan satu motor gede. Gila, sebanyak ap
Rania tenggelam dalam lipatan kalimat dalam novelnya, ia membiarkan hatinya yang terjerembab berkelana menuju ruangan yang tak ia kenal. Rania merasa dirinya saat ii seperti layang-layang, terbang menukik, menari-nari saat di pandang hingga ia tak tahu dimana ia akan jatuh nanti.Jatuh untuk mengakhiri petualangannya, jatuh untuk diam bersama keluarga dan orang-orang yang mencintainya.Rania ingin itu meski mungkin jalan menuju itu masih terasa amat jauh.Hari ini Rania masih enggan berangkat kemana pun sejak peristiwa pagi tadi menerpanya. Rania masih duduk di meja kerjanya dan terus menulis. Ada tugas untuk menuntaskan ceritanya. Rania adalah sutradara bagi setiap novel yang ia tulis namun ia tak akan mampu menjadi sutradara dalam novel dan cerita hidupnya."Rani, sedang dimana ?"Pesan masuk di Line nya. Ia melihat pak Yudha sedang menulis kalimat untuknya. Rania berhenti sejenak untuk membalas tulisan pak Yudha."Sedang di rumah, pak."
Hari ke tiga puluh tujuh setelah pertemuannya dengan Leo untuk pertama kalinya, Leo masih belum memberikan signal hendak berbicara serius dengan Rania dan Rania sendiri pun seolah enggan membuka waktu untuk Leo berbincang. Dua kutub yang sama-sama tidak bisa di pertemukan.Rania duduk di gazebo kegemarannya. Acara tatap muka di kampus memang belum dilangsungkan namun kesediaan Rania untuk menjadi driver online gadungan untuk Septia membuat dirinya sering berada di kampus ini sambil membawa laptop dan tumpukan kertas. Menikmati semilir angin kemudian menulis. Betapa suasana sunyi mampu mengalirkan energi baginya, energi hebat yang mampu memberikan lembar demi lembar kisah indah.Septia menemui Arif kekasihnya dan rania mengumpulkan episode untuk novelnya, sebuah simbiosis yang saling menguntungkan memang.Rania terus menulis hingga ia tidak menyadari beberapa orang datang dan sudah duduk di depannya. Septia dan kawan-kawan Arif."Hy, ada apa ?""Kak, kit
Pantai Batakan,Kaki kaki mereka penuh pasir, berlarian dalam bahagia, berfoto bersama, ada banyak pose mereka cipta.Seperti sebuah lagu dengan lirik-lirik yang indah, seperti itu perjalanan mereka saat ini.Aroma kepedihan itu seolah hilang, mereka semua hanyut dalam oase keindahan."Ayo bawa ke tengah.""Iya, kita bawa ke tengah.""Ayo cepetan " Septia ditarik oleh kawan kawan nya ketengah pantai yang sedang bergelombang."Hati-hati dia tidak bisa berenang" Rania berteriak-teriak agar yang lain membatalkan membawa Septia ke tengah.Namun apa yang diucapkan Rania diikuti dengan gelak tawa oleh yang lain.Mereka bergulung-gulung dengan ceria.Di ujung sana Budiman mengabadikan setiap momentum perjalanan mereka.Diantara aktifitasnya Budiman sering mengarahkan video nya pada Rania. Rania yang mengusik ki
"Hai..ada matahari terbit..." teriak Septia dari dalam mobil sambil menunjuk lingkaran besar dengan kemilau oranye yang menyembul dari ujung pantai. Indah nian kuasa Tuhan membuat takjub semua yang memandang.Sebagai teman lelaki sudah menggelar alas untuk sholat subuh berjamaah ditepi pantai. Momen yang tidak akan terlupakan. Ketika rangkaian ayat Allah dibacakan diantara debur ombak pantai.Keindahan yang demikian menggoda, maka nikmat tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?Kami semua turun bersiap untuk menikmati sarapan pagi sudah kami pesan diwarung yang berada ditepian pantai. Ikan bakar dan daun singkong, juga daun pepaya rebus ditambah sambal, makannya ditepi pantai.Uhuu, eksotik sekali. Saat semua duduk melingkar, tiba tiba pak Budiman bangkit dan memilih duduk disamping Rania. Rania sontak terkejut."Mau duduk dekat pacar baru," ucapnya."Apa?" semua yang mendengar memekik histeris"Sejak kapan?" Tanya Arifin
"Kamu mestinya harus bersyukur memiliki suami seperti Pak Yudha dia itu laki-laki yang baik, bahkan setelah istrinya meninggal dia masih mau menikahimu.Sebagai istri mestinya kamu harus lebih bisa menyayangi dan memanjakan suamimu.Jangan sampai dia marah lantas mentalak mu lagi, kamu harus bisa mengerti bagaimana caranya memperlakukan laki-laki dengan baik.Mama tahu kamu adalah anak perempuan yang paling disayang di rumah ini semua kebutuhan mu kami penuhi tapi tidak lantas hal itu membuat kamu menjadi besar kepala.Bagaimanapun juga saat ini kamu telah mempunyai suami meskipun jarak usia antara kamu dengan Pak Yudha sangatlah jauh tetapi kamu tidak bisa memanfaatkan hal itu semaumu sendiri."Mamah menasehati Marni. Mamah ingin Marni menjadi istri yang sempurna untuk Pak Yudha.Marni hanya mengangguk-anggukan kepala sambil memilin-milin rambut panjangnya dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
Pak Yudha menyesali semua takdirnya. Dia merasa menjadi laki-laki paling bodoh di dunia. Andai saja dia . bersikap lebih tegas, pasti semuanya tidak akan seperti ini jadinya.Hari ini, Pak Yudha bukan hanya menyakiti Rania tapi dia juga sudah menyakiti Marni. Dia banyak menyakiti perempuan-perempuan yang sesungguhnya mencintainya.Rania melakukan segala kekasarannya itu karena cintanya kepada Pak Yudha. Dan Marni pun melakukan semua kegilaannya juga pasti didasari oleh cintanya kepada Pak Yudha.Andai mereka berdua tidak mempunyai rasa cinta mungkin akan sangat mudah bagi mereka melupakan jalan yang sudah menyakiti mereka.Tetapi mereka berada pada pusaran cinta. Cinta akhirnya membuat sebuah kebodohan bagi mereka. Cinta juga yang akhirnya menelanjangi diri mereka.Menunjukkan sebuah kekuatan, padahal aslinya mereka berada dalam kelemahan.Itu adalah hal yang saa
Rania mengetahui semua tipu muslihat yang dilakukan oleh Marni.Rania juga tahu bahwa saat ini Pak Yudha menyembunyikan semuanya.Meski begitu Rania tidak ingin bertanya kepada Pak Yudha perihal apapun.Meski dia tahu bahwa uang pak Yudha hampir habis karena tingkah laku Marni.Yang paling membuat jengkel adalah saat mengetahui bahwa ternyata Pak Yudha suami sah nya masih menyembunyikan semua keburukan yang dilakukan oleh Marni entah apa alasannya.Mungkin karena Pak Yudha tidak ingin Rania marah atau karena Pak Yudha enggan terlibat pada permasalahan yang jauh lebih besar atau mungkin karena Pak Yudha masih mencintai Marni sehingga dia tidak mau ada permasalahan yang menimpa Marni.Pagi itu saat sarapan pagi bersama di meja makan, Rania melihat wajah Pak Yudha sepertinya tidak tenang seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan. Rania menjadi bin
Hari berganti, bulan berjalan, Pak Yudha terus berada di dalam rumah Rania sebagai istrinya yang sah. Rania sangat menikmati keberadaan Pak Yudha. Dia sudah tidak memiliki kecurigaan lagi karena jelas Pak Yudha mengatakan bahwa antara Pak Yudha dengan Marni sudah bercerai.Meski kadang kekhawatiran itu muncul karena dipacu oleh ketakutan yang kadang datangnamun sebisa mungkin Rania menahan semuanya supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Yang penting sekarang adalah kemauan dan kemampuan Rania untuk memperbaiki keadaan, untuk melayani dengan baik dan juga untuk membahagiakan Pak Yudha supaya hati laki-laki itu tidak pergi kemanapun.Bahasa yang lebih tepat adalah Rania berusaha untuk merawat Pak Yudha, merawat cintanya secara lahir maupun batin.Setidaknya itulah yang Rania rasakan saat ini meskipun beberapa hari belakangan Rania melihat ada sesuatu
Pagi ini Pak Yudha terbangun dari tidurnya. Sudah dari semalam dia tidur di rumah Rania, dia bahkan tidak menceritakan tentang perceraiannya dengan Marni.Pak Yudha masih belum siap mengatakan hal itu kepada Rania meskipun sejatinya hal itu adalah cerita yang mungkin paling ditunggu oleh Rania selama ini.Tidak pernah terbesit dalam hati Pak Yuda untuk menikahi Rania kemudian menceraikan Marni. Pernikahan dengan Rania ini awalnya adalah pernikahan main-main saja."Mas, sarapan yuk!! Sarapannya sudah siap, " kata Rania kepada Pak Yudha."Iya, sebentar lagi sayang, Mas mau mandi dulu ya."Rania kemudian mendekati Pak Yudha dengan gaun tidurnya yang sangat indah, rambutnya juga sudah disanggul rapi, pipinya bersemu merah lipstiknya pun menggoda ."Rania boleh ikutan mandi bareng Mas Yudha?".
Marni bukan perempuan biasa yang lantas kemudian dia mudah menyerah atas apa yang sudah dilakukan oleh Rania.Dia merasa sudah cukup lama mengalah, hari ini Marni tidak ingin lagi mengalah lagi, dia sudah lelah terus-menerus berada dalam posisi yang tidak nyaman itu sebabnya dia melakukan banyak kegiatan dengan menghabiskan uangnya berfoya-foya sesuai dengan keinginannya saja.Dulu sebelum Pak Yudha mengenal Rania Marni adalah satu-satunya perempuan yang dicintai bahkan lebih dicintai daripada istrinya sendiri.Tapi setelah mengenal Rania semua menjadi berubah, Pak Yudha menjadi tidak lagi sayang terhadap Marni bahkan janji untuk mengantarkan ke dokter pun Pak Yudha melupakannyaHati Marni menjadi terluka sakitnya terasa luar biasa bila dulu dia bersalah mengijinkan Pak Yudha menikah dengan Rania hanya demi uang yang bakal dia terima. Apakah kesalahan itu
Hari itu Rania bercanda ria dengan Pak Yudha. Pak Yudha tidak pernah tahu bahwa hari ini Rania sudah melakukan sesuatu yang diluar dugaannya dan ia sendiri tidak menyangka bahwa Rania bisa melakukan hal itu.Rania berulangkali menggoda Pak Yudha."Siapa suruh tidurnya kelamaan akhirnya kan nggak bisa ke kampus.""Kamu sih nggak dibangunkan.""Ih Rani, sudah bangunkan bolak-balik dan Mas cuma bilang Hhhhh. . . Iya, iya, nanti.""Sampai capek Rani dibuatnya." Rania menjelaskan."Oh jadi sekarang capek ya melayani aku.""Bukan begitu maksudnya." Rania merajuk seperti anak kecil tetapi hari ini dia bahagia karena Pak Yudha ada di sampingnya. Setidaknya dia berhasil mengalahkan Marni hari ini.Rania bukan tipe perempuan yang mau berbagi, jangankan terhadap Pak Yudha yang luar biasa, dulu semasa menjadi istri Pak Leo pun Rania tidak ingin berbagi, lelah rasanya harus berbagi cinta.Karena, ini hati bukan
Rania baru saja masuk kedalam rumahnya. Ia telah berjalan-jalan berkeliling hari ini. Karena rasa sakitnya terhadap Pak Yudha suaminya itu ternyata benar-benar membuat ia kecewa.Rania langsung masuk kamar, membersihkan tubuhnya kemudian pergi tidur.Ia tidak ingin terus-menerus bergelut dalam permasalahan yang tidak pasti dan sampai hari ini dia tidak menemukan bagaimana caranya agar dia bisa terbebas dari permasalahan bersama Pak Yudha.Rania kemudian melanjutkan tidurnya membiarkan tubuhnya tenang berada di dalam awang-awang.Hingga kemudian alarm ponselnya berbunyi ia meraih ponsel itu dan kemudian mematikannya dengan jemari tangan kanannya lalu ia tidur lagi. Lima menit kemudian ponsel itu berbunyi lagi. Rania kemudian mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk dan meraih ponsel itu lagi, sudah pukul tiga dini hari. Sebentar lagi waktunya subuhAda sebelas panggilan tak terjawab dari Pak Yudha.Rania lupa, tad
Rania meninggalkan Pak Yudha dengan Marni yang menatap dirinya penuh tanda tanya.Rania mencoba menyingkirkan rasa sakitnya, bagaimanapun juga ia merasa tidak nyaman saat ini, tetapi ia tetap harus tegar.Di dalam pikirannya saat ini bagaimana caranya membalas dendam agar Pak Yudha cemburu.Tidak elit rasanya kalau membiarkan dirinya cemburu sendirian.Wow Rania cemburuSemudah itukah membuat Rania cemburu hanya karena Pak Yudha sedang berjalan bersisian dengan Marmi. Tidakkah Rania melihat perbedaan antara dirinya dengan Marni dan laki-laki waras pasti akan berpikir seribu kali untuk meninggalkan Rania."Halo Rania apa kabar ?""Oh Profesor Malik kabar baik, kabar Profesor bagaimana ?""Luar biasa baik dan sepertinya akan semakin baik setelah saya menjumpaimu.""Ah Profesor bisa aja, bercandanya jangan kelewatan.""Beneran, siapa yang tidak bahagia ketemu dengan kamu, sep