Usai pertemuan Rania dan Leo di salah satu mall terbesar di Banjarmasin, Rania pulang. Sepanjang perjalanan ia hanya diam. Beruntung Septia tidak berada di sampingnya seperti tadi. Kalau ada Septia dia pasti tersinggung karena di diamkan.
Septia memilih pulang bersama Arif, ya... namanya juga baru jatuh cinta, pasti semua inginnya di lakukan berdua.
Rania memilih berpisah dengan mereka di parkiran.
Leo,
lelaki itu sekarang sedikit kurus, rambut ikalnya baru saja dipotong habis, hanya bersisa 1cm saja sepertinya. Bajunya mungkin dibeli dari tempat yang mahal tetapi sayang cara berpakaiannya nggak senada dengan sepatu dan celana panjangnya. Leo selalu begitu.
Rania meninggalkan Septia, Leo juga Arif di parkiran Mall. Rania khawatir tak bisa mengendalikan diri bila ia berada disana. Jujur Rania masih menyimpan bongkahan cinta untuk Leo. Istri mana yang tidak cinta pada suaminya ? tidak ada. Semua istri mencintai suaminya, sesakit dan seperih apapun cerita mereka. Mereka tetap punya cinta yang luar biasa.
Andai sepasang suami istri benar-benar terpisah seringkali dikarenakan ada orang lain yang telah membuka hati untuk mereka.
Begitu hebatnya Tuhan membuat cinta.
Demikian juga dengan Rania. Rania sungguh sangat mencintai Leo. Meski cerita mereka tidak seindah pasangan yang lain mereka tetap terikat cinta. Andai Leo mau memohon maaf dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya mungkin Rania akan kembali jatuh cinta. Itulah mengapa Rania memilih lebih dahulu pergi. Rania menjaga hatinya agar tidak kembali jatuh.
Ditempat yang lain,
"Septia, bapak boleh minta nomer bu Rania ?" Leo mengajukan permohonan pada Septia.
"Apa Septia harus tanya dulu pada bu Rani ya pak ?"
"Nggak usah, nanti kalau bu Rani marah bapak yang akan menjelaskan." Leo berusaha meyakinkan Septia.
Septia memandang Arif pacar barunya. Arif mengijinkan Septia memberikan nomer telphon Bu Rani pada pak Leo.
Leo mencatat dengan seksama nomer tersebut. Berharap tidak terjadi kesalahan.
"Saya duluan ya,"
"oh, inggih Pak." Suara Septia dan Arif bersamaan.
Leo merasa puas telah mengantongi nomer Rania, hari ini juga Leo berjanji akan menghubungi nomer tersebut. Ia akan memeluk cintanya kembali. Cinta yang sempat memberikan rasa manis, cinta yang sempat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
Ia berjanji akan membawa Rania berkeliling dunia, ia akan menunjukkan pada Rania betapa indahnya Paris, betapa dinginnya Mesir di musim dingin, betapa indahnya salju.
Ia berjanji akan memegang erat tangan Rania memutari Ka'bah, mengelilingi Nabawi. Romantisme itu harus ia kembalikan. Rania harus jadi miliknya.
Leo berhenti sejenak di bawah pohon di Menara Pandang Siring Laut.
"Assalamualaikum," pesan itu ia tulis untuk Rania.
Lama tak ada jawaban, hingga dua puluh menit kemudian.
"Waalaikumsalam, siapa ?"
"Bunda, "
'deg' hati Rania berdebar kencang, sangat kencang. Panggilan itu ?
Hanya satu orang yang berani memanggilnya begitu.
"Bunda,"
Rania menatap nanar tulisan di WhatsApp ponselnya.
"Iya."
"Bunda dimana ?"
"Di rumah,"
"Rumah bunda dimana? ayah boleh kesana? ayah sangat kangen"
Tuhannnn, manis sekali kalimat itu terucapkan. Kemana dirinya selama lima tahun kebelakang ? kenapa baru hari ini dia ungkapkan perasaan sayang.
"Rumah bunda dekat kok, di jalan A.Yani. Kalau mau kesini besok saja, sekarang bunda ingin istirahat."
Begitu pesan singkat itu ia buat.
"Nanti sore ayah kesana ya,"
"Bunda ingin di bawakan apa ?"
"Ayah bawakan kue kesukaan bunda ya sayang."
"Ayah ingin sekali minta maaf."
"Ayah telp sebentar ya?"
'klik' sambungan telp pun terputus. Rania sengaja mematikan telponnya. Agar rayuan setan itu tidak lagi mengganggunya.
Misinya adalah melakukan pembalasan bukan kembali merajut cinta lama. Bukan kembali mengulang sesuatu yang terjadi di masa lalu. Bukan itu.
Rania sengaja mematikan telp agar Leo merasakan betapa tidak enaknya saat rindu membuncah namun orang yang kita rindukan mematikan telp.
Hal itu sering dilakukan Leo pada Rania dulu. Hari ini Rania ingin Leo merasakan sesuatu yang sama seperti yang pernah ia rasakan. Ia tidak perduli lagi. Ia hanya ingin kulit rasa yang dimiliki Leo mengelupas perlahan - lahan.
Rania memasuki kamar tidurnya. Menyalakan Ac, mengganti bajunya. Rania ingin meletakkan kepalanya yang penat hari itu.
*******
Pagi buta, saat semua masih terlelap kecuali mereka yang terjerembab dalam mimpinya. Pagi itu pak Leo telah mengirimkan pesan di ponsel Rania.
"Bunda, besok ke kampus ?"
"Bunda, ayah ingin bicara."
"Bunda, ayah bahagia sekali bisa bertemu lagi. Ayah seperti punya tenaga baru."
"Bunda, mau kan memaafkan ayah."
Ya Allah kalimat itu berjajar memenuhi pesan masuk ponsel Rania. Rania duduk di sofa besar menghadap ke jalanan beraspal di luar sana. Rania masih sangat ingat betapa semua pesannya tidak di hiraukan oleh Leo selama bertahun-tahun.
Hari ini harus kah Rania melakukan hal yang sama, atau mungkin memaafkan Leo.
Ach, mereka yang berbuat kesalahan begitu mudah menganggap semua baik-baik saja, setelah tahun berjalan semua bisa dengan mudah di maafkan. Ternyata mereka salah. Hati itu hidup. Ia ada dan bertengger, menguasai jiwa, menguasai raga. Kesalahan dan luka itu bisa saja terhapus namun jangan pernah lupa bekas nya masih akan tetap ada meski nyerinya bisa saja berkurang.
Karenanya hati-hatilah dalam berbuat.
Setiap tindakan pasti menemukan masa di mana ia harus di hentikan karena masa pembalasan telah datang.
Rania menghabiskan lima tahun perjalanan hidupnya sendiri. Tanpa nafkah tanpa perceraian. Rania melewati semuanya. Dan hari ini ketika ia telah tampil cantik, ketika ia telah mampu mengemudikan mobil sendiri tiba-tiba Leo mengucapkan kalimat sakti. RANIA MAAF.
Rania terbahak-bahak. Mengenang persetubuhan mereka yang pernah dilakukan tiga belas kali dalam semalam, sampai mereka berdua tertawa seharian.
Rania masih mengingat semuanya. Dalam memorinya.
Hari ini.
Rania memutuskan mengundang Leo dan beberapa dosen yang Rania kenal dengan baik. Ia harus mulai berbuat.
"Nanti kalau tidak sibuk silahkan datang ke rumah Rani. Rani ada tasyakuran."
Cepat sekali, pesan itu terbaca.
"Rumah bunda di mana ?"
"Nanti di kirim alamatnya."
Rania pun menulis sebuah undangan yang akan ia kirimkan pada beberapa orang yang ia kenal. Rania sendiri bingung undangan kali ini dalam rangka apa, bukankah di masa pandemi ini belum boleh berkumpul, tapi sudah lah, perduli apa yang penting Rania menulis undangan.
Ia perintahkan beberapa pembantu nya berkemas. Acara akan di gelar pukul 12.00 di sesuaikan dengan jam makan siang.
Rania memesan paket makan siang terbaik di Banjarmasin. Ruang keluarga ia rubah menjadi ruang jamuan hidangan. Ada meja oval yang di isi aneka masakan. Ada nasi goreng hongkong, ayam goreng Belanda, cap jay spesial, ikan patin bakar, sayur santan. Ada juga aneka kue tradisional berjajar rapi. Es buah dan es degan menemani aneka buah-buahan yang telah di pesan.
Apa sulitnya menyiapkan pesta untuk tiga puluh orang bila punya uang, semua bisa di pesan dan di siapkan.
Pukul 11.00 WITA,
semua sudah tersedia, termasuk juga cindera mata sebuah emas antam EOA Gold berukuran 0.1 gram sebagai hadiah bagi yang hadir.
Rania mulai menampakkan kesombongannya sedikit, hanya sedikit. ini baru pembukaan belum apa-apa.
Beberapa mobil mulai datang. Pak Yuda, Pak Brahim, Pak Reyza, Ibu Asmi semua hadir. mobil mereka berjajar rapi di halaman depan. teman-teman se angkatan juga di undang. Tak lupa Septia dan Arif.
Kemudian Leo datang dengan baju kotak-kotak biru, kaca mata minus masih bertengger di wajahnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Hampir serempak para undangan menjawab salam dari pak Leo. Doktor Leo.
Pak Yuda menatap Rania sekilas, dosen bijak itu mengulum senyum seolah tahu untuk apa pesta ini di gelar. Mereka bernyanyi sambil menikmati hidangan yang sudah di sediakan.
Tiba-tiba tanpa di komando pak Leo berdiri, berbicara di dekat mikrophon yang tadi di gunakan menyanyi.
"Assalamualaikum, kita semua sudah hadir di sini dalam acara tasyakuran ibu Rania atas rumah baru nya, rasanya tidak lengkap jika ibu Rania tidak berbicara bersama di depan kita."
Tepuk tangan riuh terdengar di seluruh ruangan. Semua mata mencari Rania yang tadi ada diantara mereka.
"Bu Rania mana ?" Tanya beberapa undangan. Leo menebar pandangan.
Rania yang sedari tadi di dalam kamar mendengar apa yang di sampaikan pak Yudha, ia berdiri perlahan. Sambil menatap foto pernikahannya yang masih tersimpan di ponselnya. Foto pernikahannya bersama Doktor Leo.
Foto itu yang terus menyemangatinya untuk bangkit. Untuk tidak mudah menyerah. Untuk menikmati setiap rasa sakit yang pernah ia rasakan.
Rania membuka pintu kamar pelan, menapak i tangga yang tidak terlalu tinggi untuk menuju ruang keluarga. Rambut ikalnya sudah diikat ke belakang, beberapa penjepit berwarna hitam menghias belakang rambutnya. Leher putihnya nampak sangat menggoda. Ada kalung bermata berlian di dada halusnya. Dua helai rambut di biarkan menjuntai di kanan dan kiri wajah ayunya.
Gaun biru gelap berbahan kain satin melekat di tubuhnya, gaun yang pas dengan ukuran badannya. Dadanya di biarkan sedikit terbuka. Kulit Rania yang putih benar-benar di tampakkan. Sepatu berkelas menghias jenjang kakinya.
mata-mata itu menatap takjub melihat Rania turun, rambut yang selalu tertutup itu hari ini di biarkan terbuka. Pak yuda tersenyum. Apa yang di buat Rania hari ini benar-benar sempurna, ada masanya memang seseorang yang tertindas untuk bangkit dan membalas meskipun memaafkan pasti jauh lebih baik tetapi sepertinya Rania justru memilih jalan pembalasan.
Rania mendekati pak Yuda, menjabat tangan pak Yuda dan mencium lengan itu. rania hampir saja menangis namun ia berusaha menahan seluruh perasaanya.
"Terimakasih sudah hadir di undangan yang Rani gelar, acara ini sebenarnya hanya untuk tasyakuran karena akhirnya Rani bisa kembali ke tanah kelahiran abah dan bisa berkuliah di kampus ternama seperti kampus kita. Tidak ada yang lain hanya itu saja. Rani juga mohon maaf bila apa yang Rani hidangkan tidak sesuai dengan keinginan. "
"oh iya, nanti ada cindera mata emas antam dari Rani buat para undangan yang datang, hanya sebagai ucapan terimakasih saja."
Semua yang hadir kembali bertepuk tangan. Leo memandangi Rania dari tempatnya. Meratapi setiap kesempatan yang pernah hilang bersama wanita cantik yang kini jadi perhatian banyak orang. Leo menelan ludah berkali-kali. Hari ini ia punya banyak saingan untuk kembali mendapatkan Rania. Kemarin Leo membiarkan Rania begitu saja hilang. Sungguh, hal ini jauh diluar dugaan.
Undangan hari ini sungguh membuat Leo merasa menyesal dan sadar.
Satu sisi hati Leo berisi penyesalan sedangkan sisi yang lain dipenuhi kecemburuan pada sosok pak Yuda yang demikian dekat dengan Rania. Sampai hari ini harusnya Rania masih istrinya tetapi Rania sama sekali tidak menjabat erat lengannya namun mencium lembut lengan pak Yuda. Leo meradang dalam kecemburuan yang tergelorakan.
Leo yang malang.
Kasihan
******
Semua undangan pulang menuju rumah masing-masing, tapi tidak dengan Leo. Leo tetap di tempatnya. Duduk menunggu semua pulang dan suasana sepi.
Leo bersikap seolah-olah rumah itu miliknya, ia mencoba ikut memberi sedikit arahan pada pembantu yang membersihkan ruangan. Rania hanya diam memandang.
"Rani ganti baju dulu, ya.' Leo mengangguk.
Rania memasuki kamar mengganti bajunya dengan baju tidur atasan dan celana panjang bermotif boneka.
Kembali menuju ruang tengah, menghempaskan tubuhnya di kursi berwarna putih. Leo ada disana.
"Berapa sewa rumah ini Bunda?"
"Kenapa ?"
"Rumah ini bagus, pasti mahal."
"Murah kok."
"Berapa ?"
"Hanya dua puluh juta."
Leo membelalakkan matanya.
"Dua puluh juta sayang bunda, baik untuk beli rumah."
"Dimana ada rumah dua puluh juta?" Rania menjawab asal-asalan pada apa yang di ucapkan Leo.
"Buat DP nya, bunda."
"Dp dua puluh juta itu rummah tipe 36 ."
"Iya, "
"Haduh, kalau tinggal di rumah tipe 36 kan berarti Rani harus renovasi lagi, harus memperbaiki banyak hal lagi. Nggak sanggup ."
Sombong Rani berucap.
Leo mendekat.
"Kalau bunda mau ayah bisa berikan bunda uang buat tambahan beli rumah."
Leo mulai melancarkan rayuan. 'uang tambahan' selalu begitu.
Dulu juga begitu setiap membeli sesuatu Leo selalu memberikan rayuan tentang uang tambahan. Rania saat itu mengiyakan saja, tapi hari ini maaf Rania tidak akan berkata iya pada rayuannya.
Bukankah Rania dan istrinya yang ia simpan di rumah berstatus sama. Sama-sama istri bedanya hanya pada surat nikah sah atau surat nikah sirri itu saja.
Tetapi mengapa istrinya yang disana mendapatkan semua yang dia inginkan, rumah, kendaraan, status sosial juga jalan-jalan ke luar negeri tetapi Rania sama sekali tidak mendapatkan itu kecuali satu 'uang tambahan'.mungkin dulu masih bisa tetapi hari ini tidak lagi.
rania punya uang, Rania bisa beli semuanya sendiri.
Penghasilannya menulis bisa sampai delapan belas juta setiap minggunya. Jadi Rania tidak akan mengemis lagi. Tidak akan pernah.
Hari sudah semakin larut, rembulan hampir datang namun belum ada tanda-tanda Leo akan meninggalkan rumah Rania. Hingga Rania berkata.
"Ayah," Leo terkejut Rania memanggilnya ayah.
"Iya, ada apa bunda."
"Bunda ngantuk ayah pulang ya." Hanya itu yang Rania ucapkan dan Leo hanya bisa mengangguk.
Leo beranjak pergi namun sebelum pergi ia mengulurkan lengannya pada Rania, mungkin ia berharap Rania akan menjabat lengannya seperti dulu.
Sayangnya Rania tak menghiraukan uluran tangan Leo.
Ia hanya tersenyum
Leo pun pergi dari rumah Rania, mobil avanza silver miliknya perlahan-lahan menghilang dari pandangan.
Rania menengadah ke atas, memandangi langit-langit ruang tengahnya dengan tatapan kosong. Ia bingung, ia tak lagi bisa mendefinisikan isi hatinya saat ini.
Rindu, dendam, cinta, rasa sakit. Semua menari-nari di pelupuk matanya.
Mestinya ini adalah saat yang tepat untuk mengambil Leo kembali dalam pelukannya. Meminta Leo menceraikan istrinya.
Saat ink sangat mungkin baginya melakukan itu. Tetapi ia tidak kunjung melakukannya. Ia mencintai Leo tapi untuk membersamai hari-harinya ia tidak ingin lagi. Hatinya terlalu lama menunggu tanpa kepastian, cintanya di gantung begitu rupa.
Lihatlah, bahkan musim pun menemukan muaranya, bahkan hujan pun akan datang bila tiba masanya tetapi tidak dengan nasib cintanya yang seakan tanpa kejelasan.
Rania merajut asanya setiap saat, menikmati tidur hanya tiga jam dalam semalam demi menuntaskan dendamnya pada Leo. Lalu saat ini, saat dimana ia hampir sampai pada garis finish haruskah ia menyerah dan pasrah ?
Ia ingin menjadi bagian dari penulis taqdir untuk Leo, Rania ingin Leo merasakan kepedihan seperti dirinya. Agar ia tahu menunggu itu menghadirkan jemu. Digantung itu sakit. Menanti itu lelah.
Leo harus tahu rasa dari tiap keadaan itu agar ia tidak seenaknya menyakiti orang lain terlebih lagi wanita.
Agar Leo tahu bahwa semua wanita punya perasaan, punya rasa sakit dan semua harus dijaga bukan hanya istri sahnya saja.
Rembulan malam telah duduk disinggasana, Rania menatap nya dari tempat ia merebahkan dirinya saat ini. Dendam dan sakit hatinya akan ia suarakan lewat rembulan agar seluruh dunia mampu mendengar.
Hari ini Rania ingin sekali jalan-jalan ke kampus, bosan sekali di masa Pandemi ini harus menghabiskan waktu di rumah saja. Sebagai penulis rasanya sangat sulit untuk mengembangkan imajinasi bila harus terkurung begini.Rania melangkahkan ringan kakinya menuju mobil yang terparkir di depan rumah, menginjak gasnya perlahan.Mantap kakinya menuju kampus. Ia ingin sekali duduk di gazebo sambil menikmati semilir angin dan berkisah tentang hidupnya. Menari di antara huruf-huruf di laptop.Sekali lagi Leo hadir dengan rayuannya, ia mengganggu saja, membuat inspirasi menulis jadi hilang.Rania berjanji akan mau di temui di rumahnya malam nanti.Malam yang di tentukan tiba.Rania masih asik di depan televisi ketika ia melihat agya hitam itu datang. Itu mobil milik Leo.Leo lelaki kaya raya dengan empat mobil berjajar di rumahnya, dua motor dan satu motor gede. Gila, sebanyak ap
Rania tenggelam dalam lipatan kalimat dalam novelnya, ia membiarkan hatinya yang terjerembab berkelana menuju ruangan yang tak ia kenal. Rania merasa dirinya saat ii seperti layang-layang, terbang menukik, menari-nari saat di pandang hingga ia tak tahu dimana ia akan jatuh nanti.Jatuh untuk mengakhiri petualangannya, jatuh untuk diam bersama keluarga dan orang-orang yang mencintainya.Rania ingin itu meski mungkin jalan menuju itu masih terasa amat jauh.Hari ini Rania masih enggan berangkat kemana pun sejak peristiwa pagi tadi menerpanya. Rania masih duduk di meja kerjanya dan terus menulis. Ada tugas untuk menuntaskan ceritanya. Rania adalah sutradara bagi setiap novel yang ia tulis namun ia tak akan mampu menjadi sutradara dalam novel dan cerita hidupnya."Rani, sedang dimana ?"Pesan masuk di Line nya. Ia melihat pak Yudha sedang menulis kalimat untuknya. Rania berhenti sejenak untuk membalas tulisan pak Yudha."Sedang di rumah, pak."
Hari ke tiga puluh tujuh setelah pertemuannya dengan Leo untuk pertama kalinya, Leo masih belum memberikan signal hendak berbicara serius dengan Rania dan Rania sendiri pun seolah enggan membuka waktu untuk Leo berbincang. Dua kutub yang sama-sama tidak bisa di pertemukan.Rania duduk di gazebo kegemarannya. Acara tatap muka di kampus memang belum dilangsungkan namun kesediaan Rania untuk menjadi driver online gadungan untuk Septia membuat dirinya sering berada di kampus ini sambil membawa laptop dan tumpukan kertas. Menikmati semilir angin kemudian menulis. Betapa suasana sunyi mampu mengalirkan energi baginya, energi hebat yang mampu memberikan lembar demi lembar kisah indah.Septia menemui Arif kekasihnya dan rania mengumpulkan episode untuk novelnya, sebuah simbiosis yang saling menguntungkan memang.Rania terus menulis hingga ia tidak menyadari beberapa orang datang dan sudah duduk di depannya. Septia dan kawan-kawan Arif."Hy, ada apa ?""Kak, kit
Pantai Batakan,Kaki kaki mereka penuh pasir, berlarian dalam bahagia, berfoto bersama, ada banyak pose mereka cipta.Seperti sebuah lagu dengan lirik-lirik yang indah, seperti itu perjalanan mereka saat ini.Aroma kepedihan itu seolah hilang, mereka semua hanyut dalam oase keindahan."Ayo bawa ke tengah.""Iya, kita bawa ke tengah.""Ayo cepetan " Septia ditarik oleh kawan kawan nya ketengah pantai yang sedang bergelombang."Hati-hati dia tidak bisa berenang" Rania berteriak-teriak agar yang lain membatalkan membawa Septia ke tengah.Namun apa yang diucapkan Rania diikuti dengan gelak tawa oleh yang lain.Mereka bergulung-gulung dengan ceria.Di ujung sana Budiman mengabadikan setiap momentum perjalanan mereka.Diantara aktifitasnya Budiman sering mengarahkan video nya pada Rania. Rania yang mengusik ki
"Hai..ada matahari terbit..." teriak Septia dari dalam mobil sambil menunjuk lingkaran besar dengan kemilau oranye yang menyembul dari ujung pantai. Indah nian kuasa Tuhan membuat takjub semua yang memandang.Sebagai teman lelaki sudah menggelar alas untuk sholat subuh berjamaah ditepi pantai. Momen yang tidak akan terlupakan. Ketika rangkaian ayat Allah dibacakan diantara debur ombak pantai.Keindahan yang demikian menggoda, maka nikmat tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?Kami semua turun bersiap untuk menikmati sarapan pagi sudah kami pesan diwarung yang berada ditepian pantai. Ikan bakar dan daun singkong, juga daun pepaya rebus ditambah sambal, makannya ditepi pantai.Uhuu, eksotik sekali. Saat semua duduk melingkar, tiba tiba pak Budiman bangkit dan memilih duduk disamping Rania. Rania sontak terkejut."Mau duduk dekat pacar baru," ucapnya."Apa?" semua yang mendengar memekik histeris"Sejak kapan?" Tanya Arifin
Kejadian kemarin demikian menyakiti hati Rania, air mata yang sempat mengalir membuat matanya bengkak. Rania masih ingat bagaimana Leo bicara seperti malaikat semalam. Rania masih ingat satu kalimat."Bunda masih istri ayah sampai hari ini."Rania sulit membuka lebar matanya akibat gumpalan yang menggantung di kelopak mata.Dua pembantunya sudah berkomentar agar Rania tidak perlu membuka pintu bila dosen yang semalam datang lagi.Rania hanya diam tanpa menjelaskan apapun.Rania masih enggan bercerita. Terlebih cerita tentang Leo.Di Kampus pagi ini."Bisa tolong temui saya di ruangan ?" pesan masuk dari pak Leo di whatsApp pak Budiman.Pak Budiman membacanya sekilas namun tak segera menjawab.Ini baru permulaan pak Leo, bisik pak Budiman cepat.Akan ada episode-episode cantik setelah ini. Ini baru bunga rampai belum masuk pada pendahuluan apalagi isi dan kesimpulan. Gumam pak Budiman dari dalam hatinya
PERGUNJINGANLangit masih mendung seperti hari kemarin, suasana damai dan cuaca yang sejuk mendayu membuat banyak orang lebih memilih melanjutkan mimpi dari pada mewujudkan mimpi.Pagi sekali Pak Budiman sudah rapi, ia memilih berangkat ke kampus sepagi mungkin agar nanti bisa secepatnya menuju rumah Rania, masih bersama Arifin dan Septia. Pak Budiman akan menunggu Pak Leo datang bersama istrinya hari ini sesuai permintaan Rania. Pasti seru bila hal itu benar terjadi. Pak Budiman tersenyum membayangkan wajah Pak Leo yang begitu serius.Saat ini beliau terjebak oleh pikiran nya sendiri. Keinginan dan ekspetasi yang tinggi membuat ia jadi lupa segalanya. Beruntung hari ini tidak ada kuliah online di mata kuliah Pak Budiman hingga Pak Budiman tidak terlalu terbebani dengan pikiran tentang tugas yang mesti diemban. Ia akan murni jadi pemirsa dalam pertunjukan nanti.Sesampainya di kampus, beberapa teman dosen sedang duduk di ruang
Sehari setelah kejadian itu, Pak Leo mengunjungi Rania lagi dengan membawa kue kesukaan Rania, martabak telor spesial. Pak Leo senantiasa berharap Rania akan kembali seperti dulu dan mereka akan bersisihan menikmati cinta mereka.Pak Leo masih yakin bahwa Rania akan bisa kembali mencintainya, menikmati indahnya Siring Laut diantara terpaan angin, menikmati indahnya makan soto Banjar di perahu apung, menikmati Pantai Sarang Tiung ataupun bergandengan tangan melintasi tiap senti lantai Duta Mall.Pak Leo sangat ingin kembali merajut kasih bersama Rania, itu sebabnya dia akan melakukan apapun agar cinta dan masa depannya kembali.Bagi Pak Leo, Rania adalah bagian dari ambisi kelelakiannya. Ia telah menempuh banyak jalur pendidikan namun belum ada satu wanita pun yang berhasil meluluh lantakkan isi hatinya, seperti Rania.Perumahan megah dengan icon air mancur mewah di gerbang selamat datang, di sanalah Rania tinggal. Kini Pak Leo
"Kamu mestinya harus bersyukur memiliki suami seperti Pak Yudha dia itu laki-laki yang baik, bahkan setelah istrinya meninggal dia masih mau menikahimu.Sebagai istri mestinya kamu harus lebih bisa menyayangi dan memanjakan suamimu.Jangan sampai dia marah lantas mentalak mu lagi, kamu harus bisa mengerti bagaimana caranya memperlakukan laki-laki dengan baik.Mama tahu kamu adalah anak perempuan yang paling disayang di rumah ini semua kebutuhan mu kami penuhi tapi tidak lantas hal itu membuat kamu menjadi besar kepala.Bagaimanapun juga saat ini kamu telah mempunyai suami meskipun jarak usia antara kamu dengan Pak Yudha sangatlah jauh tetapi kamu tidak bisa memanfaatkan hal itu semaumu sendiri."Mamah menasehati Marni. Mamah ingin Marni menjadi istri yang sempurna untuk Pak Yudha.Marni hanya mengangguk-anggukan kepala sambil memilin-milin rambut panjangnya dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
Pak Yudha menyesali semua takdirnya. Dia merasa menjadi laki-laki paling bodoh di dunia. Andai saja dia . bersikap lebih tegas, pasti semuanya tidak akan seperti ini jadinya.Hari ini, Pak Yudha bukan hanya menyakiti Rania tapi dia juga sudah menyakiti Marni. Dia banyak menyakiti perempuan-perempuan yang sesungguhnya mencintainya.Rania melakukan segala kekasarannya itu karena cintanya kepada Pak Yudha. Dan Marni pun melakukan semua kegilaannya juga pasti didasari oleh cintanya kepada Pak Yudha.Andai mereka berdua tidak mempunyai rasa cinta mungkin akan sangat mudah bagi mereka melupakan jalan yang sudah menyakiti mereka.Tetapi mereka berada pada pusaran cinta. Cinta akhirnya membuat sebuah kebodohan bagi mereka. Cinta juga yang akhirnya menelanjangi diri mereka.Menunjukkan sebuah kekuatan, padahal aslinya mereka berada dalam kelemahan.Itu adalah hal yang saa
Rania mengetahui semua tipu muslihat yang dilakukan oleh Marni.Rania juga tahu bahwa saat ini Pak Yudha menyembunyikan semuanya.Meski begitu Rania tidak ingin bertanya kepada Pak Yudha perihal apapun.Meski dia tahu bahwa uang pak Yudha hampir habis karena tingkah laku Marni.Yang paling membuat jengkel adalah saat mengetahui bahwa ternyata Pak Yudha suami sah nya masih menyembunyikan semua keburukan yang dilakukan oleh Marni entah apa alasannya.Mungkin karena Pak Yudha tidak ingin Rania marah atau karena Pak Yudha enggan terlibat pada permasalahan yang jauh lebih besar atau mungkin karena Pak Yudha masih mencintai Marni sehingga dia tidak mau ada permasalahan yang menimpa Marni.Pagi itu saat sarapan pagi bersama di meja makan, Rania melihat wajah Pak Yudha sepertinya tidak tenang seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan. Rania menjadi bin
Hari berganti, bulan berjalan, Pak Yudha terus berada di dalam rumah Rania sebagai istrinya yang sah. Rania sangat menikmati keberadaan Pak Yudha. Dia sudah tidak memiliki kecurigaan lagi karena jelas Pak Yudha mengatakan bahwa antara Pak Yudha dengan Marni sudah bercerai.Meski kadang kekhawatiran itu muncul karena dipacu oleh ketakutan yang kadang datangnamun sebisa mungkin Rania menahan semuanya supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Yang penting sekarang adalah kemauan dan kemampuan Rania untuk memperbaiki keadaan, untuk melayani dengan baik dan juga untuk membahagiakan Pak Yudha supaya hati laki-laki itu tidak pergi kemanapun.Bahasa yang lebih tepat adalah Rania berusaha untuk merawat Pak Yudha, merawat cintanya secara lahir maupun batin.Setidaknya itulah yang Rania rasakan saat ini meskipun beberapa hari belakangan Rania melihat ada sesuatu
Pagi ini Pak Yudha terbangun dari tidurnya. Sudah dari semalam dia tidur di rumah Rania, dia bahkan tidak menceritakan tentang perceraiannya dengan Marni.Pak Yudha masih belum siap mengatakan hal itu kepada Rania meskipun sejatinya hal itu adalah cerita yang mungkin paling ditunggu oleh Rania selama ini.Tidak pernah terbesit dalam hati Pak Yuda untuk menikahi Rania kemudian menceraikan Marni. Pernikahan dengan Rania ini awalnya adalah pernikahan main-main saja."Mas, sarapan yuk!! Sarapannya sudah siap, " kata Rania kepada Pak Yudha."Iya, sebentar lagi sayang, Mas mau mandi dulu ya."Rania kemudian mendekati Pak Yudha dengan gaun tidurnya yang sangat indah, rambutnya juga sudah disanggul rapi, pipinya bersemu merah lipstiknya pun menggoda ."Rania boleh ikutan mandi bareng Mas Yudha?".
Marni bukan perempuan biasa yang lantas kemudian dia mudah menyerah atas apa yang sudah dilakukan oleh Rania.Dia merasa sudah cukup lama mengalah, hari ini Marni tidak ingin lagi mengalah lagi, dia sudah lelah terus-menerus berada dalam posisi yang tidak nyaman itu sebabnya dia melakukan banyak kegiatan dengan menghabiskan uangnya berfoya-foya sesuai dengan keinginannya saja.Dulu sebelum Pak Yudha mengenal Rania Marni adalah satu-satunya perempuan yang dicintai bahkan lebih dicintai daripada istrinya sendiri.Tapi setelah mengenal Rania semua menjadi berubah, Pak Yudha menjadi tidak lagi sayang terhadap Marni bahkan janji untuk mengantarkan ke dokter pun Pak Yudha melupakannyaHati Marni menjadi terluka sakitnya terasa luar biasa bila dulu dia bersalah mengijinkan Pak Yudha menikah dengan Rania hanya demi uang yang bakal dia terima. Apakah kesalahan itu
Hari itu Rania bercanda ria dengan Pak Yudha. Pak Yudha tidak pernah tahu bahwa hari ini Rania sudah melakukan sesuatu yang diluar dugaannya dan ia sendiri tidak menyangka bahwa Rania bisa melakukan hal itu.Rania berulangkali menggoda Pak Yudha."Siapa suruh tidurnya kelamaan akhirnya kan nggak bisa ke kampus.""Kamu sih nggak dibangunkan.""Ih Rani, sudah bangunkan bolak-balik dan Mas cuma bilang Hhhhh. . . Iya, iya, nanti.""Sampai capek Rani dibuatnya." Rania menjelaskan."Oh jadi sekarang capek ya melayani aku.""Bukan begitu maksudnya." Rania merajuk seperti anak kecil tetapi hari ini dia bahagia karena Pak Yudha ada di sampingnya. Setidaknya dia berhasil mengalahkan Marni hari ini.Rania bukan tipe perempuan yang mau berbagi, jangankan terhadap Pak Yudha yang luar biasa, dulu semasa menjadi istri Pak Leo pun Rania tidak ingin berbagi, lelah rasanya harus berbagi cinta.Karena, ini hati bukan
Rania baru saja masuk kedalam rumahnya. Ia telah berjalan-jalan berkeliling hari ini. Karena rasa sakitnya terhadap Pak Yudha suaminya itu ternyata benar-benar membuat ia kecewa.Rania langsung masuk kamar, membersihkan tubuhnya kemudian pergi tidur.Ia tidak ingin terus-menerus bergelut dalam permasalahan yang tidak pasti dan sampai hari ini dia tidak menemukan bagaimana caranya agar dia bisa terbebas dari permasalahan bersama Pak Yudha.Rania kemudian melanjutkan tidurnya membiarkan tubuhnya tenang berada di dalam awang-awang.Hingga kemudian alarm ponselnya berbunyi ia meraih ponsel itu dan kemudian mematikannya dengan jemari tangan kanannya lalu ia tidur lagi. Lima menit kemudian ponsel itu berbunyi lagi. Rania kemudian mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk dan meraih ponsel itu lagi, sudah pukul tiga dini hari. Sebentar lagi waktunya subuhAda sebelas panggilan tak terjawab dari Pak Yudha.Rania lupa, tad
Rania meninggalkan Pak Yudha dengan Marni yang menatap dirinya penuh tanda tanya.Rania mencoba menyingkirkan rasa sakitnya, bagaimanapun juga ia merasa tidak nyaman saat ini, tetapi ia tetap harus tegar.Di dalam pikirannya saat ini bagaimana caranya membalas dendam agar Pak Yudha cemburu.Tidak elit rasanya kalau membiarkan dirinya cemburu sendirian.Wow Rania cemburuSemudah itukah membuat Rania cemburu hanya karena Pak Yudha sedang berjalan bersisian dengan Marmi. Tidakkah Rania melihat perbedaan antara dirinya dengan Marni dan laki-laki waras pasti akan berpikir seribu kali untuk meninggalkan Rania."Halo Rania apa kabar ?""Oh Profesor Malik kabar baik, kabar Profesor bagaimana ?""Luar biasa baik dan sepertinya akan semakin baik setelah saya menjumpaimu.""Ah Profesor bisa aja, bercandanya jangan kelewatan.""Beneran, siapa yang tidak bahagia ketemu dengan kamu, sep