Setelah menunggu cukup lama balasan pesan dari Mas Dendi, akhirnya yang ku tunggu-tunggu pun datang juga.Klunting!!!Sebuah notifikasi pesan masuk pun aku terima. Dan kulihat pesan itu berasal dari Mas Dendi. Dengan sigap pula, aku segera membuka nya.[Kamu sakit apa Lus? Kamu yang sabar ya, Mas masih belum bisa pulang. Kamu minta tunggu Ibu.] Balasnya tanpa ada romantis-romantisnya.Entah kenapa tiba-tiba saja air mata ini luruh dengan sendirinya. Hanya kata itulah yang dikirm oleh Mas Dendi.Padahal dulu, jika dia tau aku sakit, dia paati bakal langsung menelfon ku. Atau bertanya aku tak papa kah? Atau aku mengingkan apa? Atau yang memang paling ku tunggu adalah kedatangan nya.Tapi sekarang, Mas Dendi benar-benar tak peduli lagi."Huhuhuhu!!!" Aku sudah tak mampu membendung rasa sedihku.Suara tangisan dan isakan ku terdengar menggema didalam kamar. Atau bahkan sudah terdengar diluar kamar. Aah entahlah, aku tak peduli. Yang terpenting aku bisa meluapkan rasa sakit hatiku."Kamu t
.Hari berlalu begitu saja dengan begitu cepat. Uang yang dipinjam oleh Mas Bowo pun telah aku berikan. Karena aku begitu risih tiap hari ditagih oleh Mas Bowo."Bu, jadi kepasar gak?" Tanya ku pada Ibu yang sibuk menyuapi Narendra.Ya, semenjak Denisa ketahuan berselingkuh bahkan mengandung buah hati dari selingkuhan nya, dia tak pernah bertanya kabar tentang anak nya.Sepertinya Denisa benar-benar tak peduli dengan anak manis ini. Untung saja, suwuk yang diberikan pada Narendra manjur juga. Buktinya, dia sama sekali tak pernah mencari Mamanya.Bahkan dia lebih dekat dengan Ibu maupun aku. Dan aku, juga sudah menganggap Narendra seperti anak ku sendiri. Apapun yang dia inginkan, aku selalu menuruti. Mungkin ini juga efek aku belum memiliki buah hati."Iya bentar, Ibu tak nyuapin Narendra dulu Lus!""Aku ikut ya Ate?" Ucap si ganteng padaku yang langsung aku setujui."Pasti dong sayang, masa' iya Tante mau ninggal kamu sendirian dirumah." Jawabku sambil tersenyum"Hooleeeee!!!" Ucapnya
Aku merasa sedikit tersanjung dengan ucapan Mas Dendi saat dia bilang ingin memberikan kejutan dengan kehadiran nya.Tapi yang membuat ku sedikit bingung, Mas Dendi tak membawa tas besar ataupun koper saat kesini. Apa mungkin dia libur hanya beberapa hari saja? Makanya dia tak membawa baju lagi. Sebab dirumah juga masih ada baju Mas Dendi."Masuk Mas!" Ajak ku pada Mas Dendi yang masih berdiri mematung. Tapi dari pandanganya, dia sedang menunggu seseorang.Aku pun mengikuti gerak mata Mas Dendi yang tertuju pada rumah Bu Surti. Dan pandangan ku pun akhirnya juga tertuju pada rumah itu "Mas, emang ada apa sih kok dari tadi lihat rumah Bu Surti terus?" Ucapku padanya tapi tetap tak bergeming menatap rumah itu."Mmm, itu... Nganu Lus!!!" Ucap Mas Dendi terbata membuat ku reflek menatapnya.Dia pun balik menatap ku dengan wajah gugup. Entah, apa yang sebenarnya ditutup-tutupi Mas Dendi dariku.Sejak lima bulan yang lalu, Mas Dendi sudah tak pernah pulang. Dan sekarang saat dia pulang, ti
Mas Dendi kembali berjalan kearah ku. Dan langsung duduk kembali disebelahku. Kulihat dia mengambil napas panjang dan menghembuskan nya perlahan."Lus, tolong dengarkan aku. Oke, aku akui jika aku salah padamu. Tapi tolong, ngertiin posisi ku."Lagi-lagi ku dengar Mas Dendi mengehela napas. Sedangkan aku masih memalingkan muka darinya. "Aku juga ingin anak Lus!"Seketika diriku langsung menoleh kearah Mas Dendi. Apa dia bilang, ingin anak? Terus dia kira aku juga tak ingin punya anak?Pikiran gila macam apa ini yang ada didalam otak nya. Apa dia merasa cuman dia saja yang ngebet memiliki buah hati, sedangan aku tidak? Makanya dia bisa berbuat seperti ini padaku.Dan tindakan nya ini mengatakan seolah-olah aku yang tak bisa memberikan nya keturunan. Karena buktinya wanita itu hamil anak Mas Dendi.Ya Allah, sesakit ini perasaan ku. Kembali aku menumpahkan air mata yang sedari tadi tak bisa ku tahan, apalagi saat melihat wajah Mas Dendi yang ingin sekali aku cabik-cabik."Hmm, aku tau
"seriusan kamu Lus?" Tanya Mas Bowo dengan mata berbinar.Aku pun langsung mengangguk kan kepala dengan mantap. Karena memang kenyataan nya seperti itu. mas Dendi sendiri yang bilang padaku jika dia mau memberikan apapun yang ku mau, asal kami tidak bercerai."Tapi kalau kamu menderita, mending gak usah Lus!" Ucap Mas Bowo lagi.Kini mimik wajahnya berubah menjadi khawatir. Meskipun ku tau Mas ku ini salah satu lelaki berengs*k, tapi dia tak pernah membiarkan aku terluka. Mas Bowo benar-benar begitu menjaga ku."Tenang Mas, aku gak papa kok." Jawab ku sambil mengulas senyumWalaupun bibirku berkata tak papa, tetap saja hatiku sebagai wanita terluka. Tapi aku berusaha untuk menguburnya dalam-dalam."Jadi gimana ini Lus?" Tanya Ibu setelah beberapa saat kita terdiam"Ya itu tadi Bu...""Itu tadi gimana sih? Ibu sudah tua. Gak paham sama kode-kodean gitu." Terangnya.Sedangkan aku hanya mendengkus."Ya aku akan memafkan Mas Dendi, dengan meminta dibelikan mobil.""Mobil yang bagus sekali
"Nih Mas bukti transfer uangnya!" Ucap Lusi mendatangi ku saat dia sudah pulang dari keluar rumah sambil memberikan sebuah kertas kecil.Aku yang mendengar ucapan nya langsung tersenyum sumringah dan melihat bukti tfansferan itu.Ceklek!!!"Lus!!" Aku membuka pintu kamar Lusi saat dia akan mengganti pakaian."Astaga Mas, ketok pintu dulu dong. Untung aja aku belum ganti baju." Semprot Lusi yang langsung menutup kembali bajunya.Aku pun hanya bisa menyunggingkan senyum. Karena memang ku akui aku yang salah."Iya iya maaf Lus, Mas tadi terlalu bahagia. Jadinya Mas gak kepikiran buat ngetuk pintu." Jawabku "Hmmm, yaudah ada apa Mas?"Lusi pun duduk diatas ranjangnya, dan aku ikut duduk disebelahnya."Lus, kamu beri pinjaman Mas tanpa bunga kan?" Tanya mengharap"Menurut Mas?" Jawabnya sambil menyipitkan mata."Ya enggak dong, kan sama kakak sendiri.""Enak saja, gak ada yang gratis dong Mas!" Ucapnya membuat ku sedikit terkejut.Aaah ternyata Lusi juga terlalu, masa' sama saudara sendi
Sejak pagi, aku sudah bersiap untuk pergi kerumah mantan mertua ku itu. Sejujurnya, aku merasa mereka tak ada bedanya juga dengan Denisa.Tapi mau bagaimana lagi, rasa terpaksa inilah yang membuat ku akhirnya membuat ku nekat untuk menemui mereka.Pukul enam pagi, aku mulai memacu sepeda motorku menuju rumah orang tua Denisa. Aku memang sengaja tak membawa uang, karena uang itu juga nasih tersimpan rapi direkeningku yang nanti bisa ku transfer saat aku berada disana.Karena tak mungkin juga aku membawa uang sebanyak itu saat perjalanan jauh.Triiing!!!Sebuah notifikasi pesan, masuk kedalam hp ku. Dan tertera dilayar jika Denisa lah yang mengirimkan pesan itu.Buru-buru aku membuka pesan darinya, karena takut ada hal penting yang dia sampaikan.[Sudah berangkat kah Mas!][Ini mau berangkat.] Jawab ku singkat[Oke, hati-hati dijalan nya ya Mas.] BalasnyaAku mendecih saat membaca pesan balasan dari Denisa yang nampak begitu peduli. Mungkin dia takut jika aku tak sampai disana, dan suda
Sebelum kembali pulang, aku sengaja berniat untuk berkunjung kesalah satu wisata yang ada diderah sini.Anggap saja sebagai penyegar diri setelah lelah dengan semua kejadian yang menimpa diriku.Akhirnya aku pun sampai juga disebuah waduk yang terkenal didaerah sini. Ku tepikan sepeda ku disalah satu warung yang ada dipinggiran waduk.Kembali ku pesan sebuah kopi sachet pada pemilik warung, sembari mengepulkan asap rokok tinggi-tinggi. Tak lupa ku comot gorengan yang masih hangat untuk mengisi perut yang memang kembali lapar."Ini kopinya Mas!" Ucap Abang penjual kopi"Iya makasih." Jawab ku sambil kembali menikmati gorengan dan melahapnya dengan cabaiKu tatap lurus kearah waduk, disana banyak sekali keluarga yang sedang bersantai menikmati liburan sebelum esok kembali bekerja."Aaah andai saja aku bisa menjadi lelaki setia, mungkin aku masih bisa sebahagia mereka." Gumam ku dalam hati saat diam-diam diri ini memperhatikan sebuah keluarga lecil yang sedang tertawa bahagia diseberang