Bibir Bella menjadi bahan utama untuk menikmati sensasi itu. Semua lekuk tubuhnya disentuh dan tak ada yang terlewatkan. Hingga dengan kasarnya sang pria mengentakkan miliknya pada sang wanita.
“Pelan-pelan!" rintih Bella. Ia meringis.Ini adalah kali pertamanya bagi Bella melepas mahkota yang selalu dijaganya mati-matian.Sang pria seakan tak mendengar dan semakin gencar melakukan aksinya. Bella sangat menikmati. Fantasinya kini terwujud. "Akhirnya kamu mau menyentuhku," katanya.Bella sama sekali tak peduli dengan kesakitan yang diberikan. Semakin cepat sang pria itu menghantamkannya hingga sampailah pada puncak batasnya. Bella yang kelelahan pun tertidur.***
Keesokan harinya, Bella bangun pagi sekali agar bisa melihat sang suami. Senyum Bella mengembang saat melihat Chiko masih tertidur lelap di sampingnya.
"Kamu kalau lagi tidur kelihatan kaya lugu, tapi ... tadi malam itu, kamu garang banget! Hihi."Bella menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah suaminya. Dengan malu-malu Bella mengecup singkat bibir Chiko dan perbuatannya itu membuat sang suami sedikit bergerak. Jantung Bella berdegup kencang, lalu ia pun segera pergi ke dapur."Mama dan Papa belum pulang?" Matanya berkeliaran mencari sosok kehidupan. Ia membuat susu coklat hangat dan sandwich.Sengaja roti itu dibuat seperti berbentuk hati. Sungguh bahagianya ia saat membuat sarapan untuk suaminya."Pasti dia akan menyukainya," gumam Bella.Hatinya berbunga-bunga, ia berharap Chico akan menyukai makanan yang ia siapkan, sekalipun hanya sarapan pagi yang sederhana. Namun, tiba-tiba Criss datang dan mengambil sandwich itu. Bella pun terkejut. "Eh, itu untuk Kakakmu!" teriaknya.Bella mencoba meraih makanan yang baru saja ia buat, tapi sayang, Criss yang terlihat sangat kelaparan malah memasukkannya ke dalam mulut. Ia memakannya dalam satu gigitan. Kini mulutnya sudah penuh."Berbagilah sedikit," kata Criss sambil mengunyah makanan tersebut dan melenggang pergi keluar rumah."Dasar urakan!" gerutu Bella kesal. Ia masih berdiri mematung sambil menggerutu.Belum habis rasa kesalnya, Jasson datang entah dari arah mana dan langsung menyambar gelas berisi susu coklat."Ah, kebetulan, Papa memang sedang ingin minum susu coklat,” ujar Jason sambil menyeruput habis susu coklat buatan menantunya.Mata Bella terbelalak. "Ya ampun, kenapa semua orang di rumah ini?" batinnya."Mmm ... Papa kapan pulang?” tanya Bella sekedar basa- basi. Ia tak mau dicap sebagai seorang menantu yang sombong dan jarang bertegur sapa."Papa pulang dari kemarin. Ngomong-ngomong apa kamu tahu Mama pergi ke mana?" tanya Jasson."Loh, Mama ‘kan lagi jenguk Bi siapa, sih? Aku lupa.” Bella menggaruk kepalanya yang tak gatal."Oh ... Bi Iyem.”"Ah, iya." Bella baru ingat."Kalau begitu, Papa pamit, ya? Kesiangan, nih! Jangan lupa suruh Chiko untuk datang tepat waktu! Ada meeting penting.” Mertua Bella pun pergi."Baik, Pa.” Bella mengangguk.Lalu ia menatap nampannya yang kini sudah kosong. “Aku harus membuatnya kembali,” katanya.Bella kemudian kembali membuat susu coklat dan roti isi lagi. Setelahnya ia langsung berjalan cepat menuju kamarnya.Dilihatnya Chiko sudah berpakaian rapi dan sedang memasang dasi. Bella pikir ini adalah waktu yang tepat untuk memberikan sandwich buatannya."Selamat pagi, Sayang. Sarapan dulu!" kata Bella sambil menyodorkan nampan dan memasang senyum termanisnya.Chiko sama sekali tak menatap istrinya. Ia sibuk memasukkan dokumen-dokumen penting ke dalam tas kerjanya. "Enggak," ketusnya sambil berjalan menjauh."Makan dulu! Jangan malu-malu mengekspresikan diri di depanku!" Bella menyimpan nampan itu di atas meja. Ia merangkul Chiko dari belakang. "I love you.”Jantung Bella berdegup kencang. Sebelumnya ia sama sekali tak berani melakukan hal itu."Lepaskan!" teriak Chiko yang tak suka. Ia menepis tangan Bella.Bella menatap heran pada suaminya. "A-apa maksudnya? Ke-kenapa?"Bella tak mengerti. "Jangan berpura-pura, Sayang!" katanya sambil memeluk suaminya lagi."Berpura-pura apa maksudnya?" Chiko berang. Ia selalu menggunakan nada yang tinggi ketika berbicara dengan sang istri."Loh, kemarin kamu nyentuh aku dan sekarang kamu masih berpura-pura seolah kamu masih jijik padaku.” Bella heran.Chiko bergeming. Ia menghentikan aktivitasnya sejenak. Bahkan tas kerjanya pun masih terbuka dan belum sepenuhnya ditutup."Tunggu dulu ... aku enggak akan pernah nyentuh kamu karena cintaku hanya milik Angel," kata Chiko sambil melepas rangkulan tangan Bella yang melingkar di perutnya.Bella kecewa. "Selalu saja namanya yang kamu sebut. Kenapa? Apa yang kurang dariku sampai kamu enggak memberiku kesempatan. Bahkan enggak memberiku setitik celah di hatimu yang sempit itu.” Ia menangis. Penolakan itu terlalu kejam baginya."Akuilah! Kamu ngambil kesempatan dalam kesempitan,” ucap Bella dengan nada rendah.Chiko malah mendekatkan wajahnya. Mata Bella terbelalak. Raut wajah Chiko seperti sedang sangat marah."Demi apapun, aku sama sekali enggak nyentuh kamu. Bahkan aku pulang jam dua pagi," kata Chiko seraya membuang wajah dan melipat tangan di dada."Jam dua?" ulang Bella sambil mengerutkan dahinya."Kenapa kamu pulang jam dua? Apa kamu tidur sama si Angel itu?" tanyanya lagi."Kalau iya, emangnya kenapa? Kamu aja bisa tidur dengan orang lain,” sindir Chiko."Apa maksudmu? Aku sangat yakin jika kamu yang menyentuhku tadi malam.” Bella bersikukuh."Jangan mengkhayal!" Chiko mendekatkan wajahnya lagi dan menyentil kening Bella. Ia lalu pergi tanpa menyentuh sarapan yang dibuat istrinya.Saat pintu ditutup, Bella ambruk ke lantai. Matanya membulat sempurna dengan tangan yang gemetar menyentuh bagian bawahnya. "Lalu ... jika bukan Chiko, siapa yang udah merenggut keperawananku kemarin malam?”Bella memegang kepalanya yang mulai terasa berat. Ia menengadah dan melihat lampu yang masih menyala.“Aaa ...!” teriaknya.“Itu begitu nyata. Sentuhan itu ....”Tak terasa bulir air mata mengalir begitu saja. Bella menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.Wajah Bella tampak gusar dengan ketakutan yang melanda. Ia pun berdiri dan menatap cermin. Terlihatlah dirinya dari ujung rambut sampai kaki. Ia menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sambil meremas rambutnya sendiri."Tidak! Tidak mungkin! Aku ... kotor." Bella meneteskan air matanya, dadanya terasa sesak. Ia merasa hancur."Siapa yang melakukannya?" Bella berpikir keras. “Di rumah ini hanya ada tiga pria, Chiko, Criss dan Papa.”Kepala Bella semakin sakit. "Aku memang bodoh. Kenapa aku sampai ketiduran," ucapnya sambil memukul-mukul kepalanya.“Lalu ... apa yang harus aku lakukan? Chiko akan semakin jijik padaku.” Beberapa menit kemudian, Bella pun pergi ke kamar mandi. Ia membersihkan diri. Membasuh sisa-sisa cairan cinta yang masih melekat di tubuhnya. Dadanya terasa sesak jika mengingat kejadian yang dialaminya.“Itu seperti mimpi, tapi rasa sakitnya nyata,” katanya sambil terus menggosok tubuh dengan sabun, berharap tubuhnya kembali bersih. Namun sayang beribu sayang, sabun tak dapat membersihkan noda itu. Tangisnya pecah bersamaan dengan guyuran air yang keluar dari shower.Tap! Tap! Tap! Derap langkah kaki terdengar lagi saat Bella sedang mandi. Bella yang sadar segera mengenakan handuk kimononya."Siapa? Aneh, selalu ada suara langkah kaki setiap aku mandi.” Bella tak menyelesaikan kegiatannya. Ia merasa sangat ketakutan dan lebih memilih keluar dari kamar, duduk di ruang tamu. Rumah memang sepi karena semua orang pergi. Bella mengambil ponsel dan menelepon suaminya. Namun, tak ada respons."Mana mungkin dia akan menerima teleponku.” Bella meremas handuk kimononya.Ia merasa kebingungan sekaligus juga ketakutan sekarang. Perlahan ia mengusap air matanya. Ia bangkit dari kursi dan bermaksud untuk pergi ke kamar. Ia memutuskan untuk pulang saja ke rumah orang tuanya. Namun, saat ia berjalan menuju tangga, tiba-tiba ada yang meraih tangannya."Papa?" Mata Bella terbelalak. Jasson menatapnya dengan pandangan penuh nafsu, lelaki itu menyeringai dan menatap menantunya dari atas sampai bawah."Bu-bukannya hari ini Papah ada meeting penting?" Bella mencoba terlihat tegar dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.Jasson tersenyum dan melepas genggaman tangannya. "Ada yang ketinggalan, Bell," kata Jasson."Mmm ... apa itu? Biar Bella yang carikan.” Bella menawarkan diri."Apa enggak ngerepotin?”“Ah, enggak kok, Pa.”“Kalau gitu ... coba tolong cariin map warna biru di kamar Papa!" suruh Jasson."Oh, warna biru, ya? Oke, Pa." Bella berjalan ke arah kamar mertuanya. Akan tetapi, saat ia berbalik wajahnya berubah pucat, Jasson sudah berada tepat di bibir pintu."Eh, Papa? Padahal tunggu aja di bawah! Biar Bella sendiri yang ambilin," ucap Bella sambil mengambil map yang terletak di atas tempat tidur. Ia berusaha untuk bersikap tenang. Tapi, tiba -tiba saja …."Diamlah!" bentak Jasson pada Bella. Matanya merah melotot hingga membuat siapa pun yang melihatnya menjadi sangat ketakutan. Bella merasakan lututnya gemetar, ia benar-benar merasa ketakutan sekarang. Namun, Jasson tak peduli, ia mendekat dan mengunci tubuh Bella."Enggak! Jangan, Pa!" Bella meronta. Jantung Bella seakan berdetak kencang tak beraturan. Keringat panas dan dingin mulai membasahi tubuhnya. Ia berusaha keras untuk meloloskan diri. Namun, Jasson dengan akal liarnya malah melepas dasi di lehernya dan mengikat kedua pergelangan tangan menantunya."A-apa yang akan Papa lakukan?" Bella ketakutan setengah mati. Tangan dan kakinya gemetar hebat. Ia berusaha untuk meronta dan melawan, tapi apalah daya tenaganya kalah kuat dibandingkan tenaga Jasson."Tolong!" teriak Bella di sela-sela isak tangisnya."Diam!" bentak Jasson lagi.Jasson yang cemas karena takut aksinya diketahui seseorang, segera membekam mulut Bella dengan telapak tangan kanannya.“Berhenti ber
"Aku ... diceraikan Chiko. Katanya dia enggak mau nerima barang bekas," kata Bella sambil menunduk dan menyembunyikan wajahnya di antara rambutnya yang terurai. Malu. Air matanya terus mengalir deras."Biadab! Seenaknya mereka berkata itu pada putriku,” ucap sang papa.George menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir dengan kelakuan keluarga yang sudah menjadi besannya itu."Tenanglah, Pa!" ucap Ana. Ia tak mau jika sampai terjadi yang tidak-tidak.Ketika amarah George tak tertahankan, ia biasanya akan merusak beberapa barang di rumahnya. Ia juga akan melempar benda apa saja yang berada di dekatnya."Enggak bisa! Kita harus segera bertindak,” berang George."Sabar, Sayang! Kita tunggu aja besok. Kasihan Bella," ucap Ana sambil mengelus dada dan pundak suaminya.George terdiam. Matanya sudah memerah. Namun, ia kembali menatap iba anak semata wayangnya yang malang itu.“Bawa dia masuk!” suruh George sambil menjatuhkan kembali dirinya ke sofa dan menghe
Bab 5"Turun ranjang maksudmu?" George tak mengerti apa maksud dari menantunya yang tidak bisa diandalkan itu.George melipat tangan di dada. Ia berpikir keras. "Itu memang bisa dilakukan jika kamu sudah tiada. Sudah mati,” tambahnya."Ya, anggap saja saya sudah mati," ucap Chiko. Ia berdiri dan sama sekali tak menghormati keberadaan orang tua Bella. Lalu ia pergi sambil mengangkat tangannya."Chiko ...," sebut Bella. Ia memanggil nama suaminya.Bella sangat kecewa pada Chiko yang tidak mau memperjuangkan bahtera rumah tangganya."Enggak ada pilihan lain, Sayang. Menikahlah dengan Criss!" ucap George. Ia tak memaksa Chiko karena ia pun sudah sangat kecewa terhadapnya.George segera menarik kerah baju Criss. Namun, Criss tak menampakkan rasa takut. Ia menatap tajam orang yang akan menjadi mertuanya.“Aku akan menyerahkan anakku padamu. Tapi, jika kau membuat kesalahan dan membuat anakku bersedih seperti perlakuan Kakakmu, aku tak segan-segan akan menjeblosk
"Maaf, saya tidak bisa menerima jabatan itu. Biarkan saya belajar dan mengenal dulu bisnis ini. Saya masih terlalu awam dan buta tentang masalah perusahaan," tutur Criss.Pandangan Criss lurus ke depan. Keputusannya sudah bulat karena ia bukanlah tipe orang yang serakah dan gila akan jabatan. Baginya bisa mendapatkan uang untuk makan dirinya dan Bella saja sudah teramat cukup.Criss menyadari dirinya sendiri yang memang tidak paham betul mengenai seluk-beluk tentang bisnis. Dari kecil yang ia tahu hanya bermain saja. Sementara itu, Chiko melirik adiknya itu."Tapi–" ucap George tak selesai."Saya janji akan belajar. Untuk sementara biar Chiko yang menduduki posisi itu. Saya dengar, bisnis ini juga sedang tidak stabil. Saya hanya takut membuatnya semakin terpuruk."Hal ini juga yang membuat Criss berpikir berulang kali. Ia tak mau jika perusahaan malah hancur oleh dirinya.George mengangguk-anggukan kepalanya. "Mmm ... bagaimana?" tanyanya kepada para karyawan yang
Mata Bella masih tertutup, hingga ia tak sadar jika bagian depannya sudah sangat terlihat. Criss menatapnya sejenak. Bella perlahan membuka matanya dan melihat sosok Chiko yang berada tepat di hadapannya itu. Ia yang malu-malu hanya menggigit jari telunjuknya.Criss tak puas jika hanya memandangnya saja. Ia dengan cepat memakannya dengan rakus. Seperti bayi, ia mengisap puncaknya. Tangannya yang nakal masuk menyelinap ke dalam rok. Bella semakin mengila saat ia merasakan dua jari masuk ke dalam area terlarang itu."Duh ... Chiko." Bella menutup mulut dengan kedua tangannya.Seketika Criss menghentikan aktivitasnya. Ia merasa kecewa pada Bella yang menyebut nama orang lain. Ia meninggalkan Bella begitu saja dan kembali ke kamar mandi."Aku ... apa yang udah aku ucapin? Astaga!"Bella segera merapikan pakaiannya dan menyusul suaminya. Ia hendak meminta maaf. Saat mengintip dari sedikit celah itu, ia melihat Criss sedang mengeluarkan cairannya.Bella menunduk dan meng
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan semakin keras. Chiko segera mengalirkan air lagi pada tubuhnya, membersihkan sisa-sisa sabun.Namun, suara ketukan pintu masih saja terdengar jelas."Berisik banget, sih?!" dengkus Criss.Criss yang marah dan jengkel dengan suara ketukan itu lalu mematikan shower dan meraih handuknya. Ia pun berjalan dan membuka pintu.Dilihatnya Bella sedang berdiri sambil memegang nampan. Matanya membulat, begitu pun dengan Bella."Aduh, lihat dia pakai handuk lagi." Bella menundukkan kepalanya. Ia hanya melihat sandal bulu yang dipakai suaminya.Bella memang belum terbiasa melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Jarak dan komunikasi antar keduanya belum terlalu intens meskipun mereka sudah sah menjadi sepasang suami-istri."Ada apa?" tanya Criss sambil menggosok rambutnya yang masih bercucuran air.Sesekali Bella menatap wajah Criss. Ia merasa jika Criss memang sangat tampan ketika rambutnya sedang dalam keadaan basah.Bella merasa ak
“Pe-pengen apa?” tanya Criss.Pikirannya sudah melayang-layang. Hasratnya sudah mulai naik ketika melihat wajah Bella yang semakin terlihat cantik dan menggoda.“Criss ....” Bella menghampiri dan mengelus pipi suaminya.Criss sangat gugup dibuatnya. “A-apa?” Hatinya mulai tak karuan."Ya ampun, ini udah malem. Aku lelah," lanjutnya sambil menelan ludahnya kasar.“Apa dia mau malam ini juga? Duh, aku udah lelah banget. Takut enggak memuaskan. Nanti dia kapok dan kecewa lagi, gimana dong?” pikir Criss.Seketika Bella menangis mendengar perkataan Criss. Sang suami jadi salah tingkah dan merasa sangat bersalah."Sabar Criss ... sabar! Apa aku turutin aja maunya?" batin Criss. Ia mengatur nafasnya."Mmm ... pengen apa istriku?" Berucap dengan nada yang menggemaskan. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar Bella meminta hal yang selalu dimimpikannya."Enggak jadi. Nanti dimarahin lagi. Enggak mau.” Bella melipat tangan di dada dan membuang muka.Criss semakin ge
Bella kemudian berjalan ke arah kamar Criss. "Kamar Criss pasti lebih berantakan dari pada kamarku."Saat membuka pintu, semerbak wangi pengharum ruangan beraroma lemon menusuk hidung Bella."Wangi banget, kaya kamar perawan,” ucap Bella.Matanya terpana. Ia terkejut dengan keadaan kamar suaminya yang teramat rapi dan bersih. Barang-barangnya tertata dengan sedemikian rupa hingga melihat siapapun yang memandang akan terlena.“Kasurku kok enggak kaya punya dia? Enggak adil, nih!”Kasur ukuran king size itu sangat menggoda dirinya. “Wah, nyaman banget tidur di sini.” Bella mencoba berbaring di kasur Criss yang empuk hingga matanya tertuju pada kalender di sana.Selanjutnya ia berjalan menghampiri kalender yang menempel di dinding karena begitu menarik perhatiannya. "Banyak lingkaran merah. Artinya apa, ya?"Ia mencoba menelaah dan mulai merasa tidak asing dengan tanggal-tanggal dalam lingkaran itu. "Tanggal 23 April 'kan tanggal lahirku. Dari mana dia bisa tahu?"
"Bella ...." Criss memegang lututnya kuat-kuat. Menengadah, menatap istrinya yang kini telah meragukan cintanya."Cepat katakan siapa yang kamu pil–”Criss yang berlutut segera berlari dan mencium istrinya itu. Mulut Bella dibungkam seketika.Pautan itu terasa berbeda, ada gejolak emosi di sana. Bella menitikkan air matanya lagi. Ia berusaha melepaskan diri. Namun, Criss tak mengizinkan. Ia sangat takut kehilangan. Perlahan ia membimbing Bella agar bersandar di dinding. Kedua telapak tangan Criss menyentuh dinginnya tembok, menghalangi pergerakan istrinya itu.Saat pautan itu terlepas, keduanya berusaha mencari udara. Mengatur nafas. Terlihat dada Bella yang naik-turun, terasa sesak."Bella ... aku mencintaimu. Enggak ada wanita lain,” ucap Criss dengan nafas yang tersengal-sengal."Criss ....""Aku mencintaimu, Bella!" teriak Criss.Bella bergegas memeluk Criss. Ia sudah tak peduli dengan gengsi dan kemarahannya."Ucapkan lagi! Kumohon ...," pinta Bella.
Hari demi hari berlalu. Bella masih saja mendiamkan Criss. Tak pernah ada lagi komunikasi di antara mereka setelah pengakuan yang sangat mengejutkan dari Criss. Bahkan tanpa sepengetahuan Ana dan George, mereka sudah tidur secara terpisah.Criss dan Bella memang tetap makan dalam satu meja. Mereka terkadang terlihat baik-baik saja saat di hadapan Ana dan George. Namun, kali ini Bella seakan tak bisa menahan perasaan kesalnya lagi pada Criss.“Ini untukmu.” Criss memberikan lauk kesukaan Bella. Ia taruh sayap ayam itu tepat di atas nasi putih yang ada di piring istrinya. Berharap hati Bella akan luluh jika diberi perhatian-perhatian kecil.Namun, harapan itu pupus seketika karena Bella malah memberikan sayap ayam itu pada kucing yang ada di rumah.Tentunya perasaan Criss terluka akan hal itu. Ia terlihat sedih. Akan tetapi, kembali lagi, memang ia pun pantas mendapatkan hal tersebut. Criss pikir, hati Bella lebih terluka dibanding dengan yang dialaminya barusan. Yang Cris
Bella bukan anak kecil lagi. Ia tak sepolos yang Criss pikirkan. Bagaimana pun, semua yang Bella lihat dengan mata kepalanya sendiri adalah hal nyata. Bagaimana bisa ia mengacuhkan bukti nyata itu?Gerak-gerik Criss membuatnya semakin curiga. Terlebih Arnold, yang menghubungi suaminya itu tempo hari. Tanpa sepengetahuannya, Criss pergi dan meninggalkan pertanyaan di kepala Bella.“Apa yang ditemuinya itu Arnold atau ... Gea? Apa donat itu hanya alasan saja?” pikir Bella.Kepala Bella seakan mau pecah saat terus memikirkan hal tersebut. Kini, saatnya ia mendapatkan jawaban atas semua kecurigaannya.“Ma-maksudnya?” tanya Criss.“Apa waktu itu kamu menemui Gea, bukan Arnold? Donat? Haha. Aku tahu jika donat itu hannyalah kambing hitam,” kata Bella.Criss mulai panik mendengar apa yang baru saja Bella katakan. Ia benar-benar terpojok. Sementara Bella menarik nafas panjang dan kembali mengusap air matanya.
“Dia Ellena ... dia anak suamimu. Aku dan Tuan Arnold dikenalkan juga oleh Tuan Criss,” batin Gea. Rasanya ia ingin sekali mengatakan hal tersebut. Namun, kembali lagi, Gea tak mau menyakiti hati Bella. Sebagai sesama wanita, ia pun tak mau sampai mengalami hal seperti itu. "Aku enggak sejahat itu," batinnya. Ya, begitulah sifatnya. Ia rela menderita dan mengubur niatnya untuk berkata yang sebenarnya. “Biar, biar waktu yang mengungkapnya,” pikir Gea sambil menatap kebersamaan Bella dengan Keysha. Mereka terlihat sangat bahagia. Gea pikir, mana mungkin dirinya sanggup menghancurkan keluarga yang bahagia itu? Mata Bella kini tertuju pada Gea. Ia menunggu sebuah jawaban, bahkan sampai berhenti menyuapi Keysha. Bella merasa hubungan Gea dengan Arnold terlalu aneh. Terlebih Arnold adalah teman Criss juga. “Dia ... Ellena. A-aku dan Tuan Arnold enggak sengaja bertemu dulu,” jawab Gea tanpa menatap lawan bicaranya. “Oh ... begitu.” Be
Di usia Keysha yang menginjak genap satu tahun, Criss mengajaknya dan juga Bella untuk pergi ke taman hiburan. Taman yang pernah dikunjungi oleh dirinya dan Bella dulu.“Apa kamu masih ingat waktu dulu, di atas sana kamu menyatakan cintamu?” tanya Bella sambil menunjuk biang lala yang sedang berputar.Tak ada perubahan yang signifikan. Warna cat dari kerangka besi biang lala itu pun masih tetap sama. Kursi yang diduduki oleh mereka bertiga pun masih kursi yang sama.“Tentu dan aku sangat sedih dengan penolakanmu.” Criss menunduk malu.“Hahaha. Maaf, saat itu aku masih ragu, tapi sebenarnya aku tuh mau ngungkapin perasaanku juga, cuman kamu keburu marah,” kata Bella. Ia mengakui jika memang dirinya saat itu tak diberi kesempatan untuk melanjutkan perkataannya.“Yang benar?” tanya Criss antusias.“Iya.” Bella mengangguk.Criss memegang kedua tangan Bella. “Coba diulang! Aku pengen deng
Kedatangan Keysha membuat semua penghuni rumah terkejut sekaligus bahagia. Suasana rumah pun kembali menjadi ramai dan hangat. Criss memeluk Bella erat.Semua tampak normal setelah kehadiran Keysha. Ya, rona wajah Bella tak murung lagi. Aura keibuannya semakin terpancar.Criss belajar banyak dari Bi Iyum tentang mengurus anak. Kala itu, ia sedang bermain dengan Keysha yang berusia empat bulan. Merelakan dirinya terkena pipis Keysha hingga membuat Bella tertawa. Kegigihan dan perhatiannya membuat hati Bella terenyuh.“Syukurlah dia mau nerima Keysha,” batin Bella.Pernah Criss mencoba memandikan Keysha. Ia terlihat begitu telaten, meskipun tetap harus didampingi Bi Iyum. Ia semakin mahir mengenai bayi.Berbulan-bulan, Criss selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan Keysha meskipun pekerjaannya di kantor sangat banyak. Bella senang akan hal itu.Ding!Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel Criss. Bella mendengarnya juga dan bertanya, “Apa sebuah pesan? Dari s
Criss mengajak Bella ke hotel yang tidak jauh dari restoran tadi. Ia sudah siap bertempur malam ini.“Izinkan aku memberimu seorang anak,” ucap Criss dengan nafas yang memburu.“Criss ....”Seakan bulan madu yang tertunda. Criss melepas satu-persatu kain yang menutupi tubuh istrinya. Melemparnya ke sembarang tempat. Sementara Bella hanya bisa pasrah.Criss mulai beraksi. Ia membaringkan Bella yang tanpa sehelai benang pun. Mengecup adalah tindakan favoritnya.Bibir Bella adalah sasaran pertama. Ia memberi pautan yang begitu dalam. Merasakan setiap detik kebersamaannya dengan istri tercinta.Bella pun sangat menikmati. Ia membalas setiap perlakuan suaminya. Kecupan Criss turun dan membubuhi setiap jengkal leher Bella yang menggoda. Tubuh Criss memanas.Diputarnya gunung kembar di sana. Mana mungkin ia membiarkannya begitu saja.“I love you,” bisik Criss.Tak bisa membalas, Bella hanya bisa mengerjapkan mata menikmati sensasi itu. Dirinya seakan melayang. Ti
“Ah, aku enggak kuat liat dia nangis, hatiku sakit,” pikir Criss. Ia kembali ke ruangan tempat Bella berada, masuk dan hanya mendapati Bi Iyum di sana.“Bi, Papa dan Mama ke mana?” tanya Criss.“Mereka pergi ke bagian administrasi. Pak Eman kembali ke parkiran,” jawab Bi Iyum yang sedang merapikan ari-ari bayi Bella. Ia masukkan ke dalam sebuah guci kecil.“Kenapa mereka enggak minta aku buat bayar biaya persalinan Bella? Apa karena aku bukan ayah kandungnya? Ah, aku juga salah, kenapa aku terlambat mengurusnya?” batin Criss.“Criss, kamu dari mana?” tanya Bella.“Aku dari toilet,” sahut Criss yang kemudian duduk di ranjang tempat Bella berbaring. Ia memegang tangan istrinya dan saling memandang.Bi Iyum merasa tak enak dan canggung dengan keadaan itu. Ia tak mau mengganggu momen romantis majikannya.“Ya udah, Bibi pulang dulu, ya? Selamat Tuan, akhirnya kau jadi seorang
Bi Iyum pun tak mengerti dengan apa yang dilakukan Tuan yang sejak kecil diasuhnya. Yang ia tahu memang Criss itu orangnya jahil dan nakal.“Aku mau bawa Bibi ke rumahku dan Bella,” sahut Criss dengan entengnya.Hena mengernyitkan dahi. Ia dibuat bingung dengan kelakuan anaknya. “Maksudnya?”“Aku mau Bibi jagain Bella. Ya ... menjaga kehamilannya,” jelas Criss penuh penekanan. Matanya mendelik.“Tapi ... rumah ini gimana? Siapa yang mau masak dan bersih-bersih?”Hena mencemaskan rumahnya jika tanpa seorang asisten rumah tangga. Terlebih Bi Iyum sudah bekerja selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan lebih dari umur Chiko sekarang. Bi Iyum sudah mengabdi sangat lama. Hena sama sekali tak berpikir akan mencari penggantinya.Sementara dirinya sama sekali tak pernah melakukan tugasnya baik sebagai istri mau pun sebagai ibu. Akan tetapi, setidaknya nasi goreng buatannya cukup enak. Ya, sayangnya ia jarang turun ke da