"Diamlah!" bentak Jasson pada Bella. Matanya merah melotot hingga membuat siapa pun yang melihatnya menjadi sangat ketakutan. Bella merasakan lututnya gemetar, ia benar-benar merasa ketakutan sekarang. Namun, Jasson tak peduli, ia mendekat dan mengunci tubuh Bella.
"Enggak! Jangan, Pa!" Bella meronta. Jantung Bella seakan berdetak kencang tak beraturan. Keringat panas dan dingin mulai membasahi tubuhnya. Ia berusaha keras untuk meloloskan diri. Namun, Jasson dengan akal liarnya malah melepas dasi di lehernya dan mengikat kedua pergelangan tangan menantunya."A-apa yang akan Papa lakukan?" Bella ketakutan setengah mati. Tangan dan kakinya gemetar hebat. Ia berusaha untuk meronta dan melawan, tapi apalah daya tenaganya kalah kuat dibandingkan tenaga Jasson."Tolong!" teriak Bella di sela-sela isak tangisnya."Diam!" bentak Jasson lagi.Jasson yang cemas karena takut aksinya diketahui seseorang, segera membekam mulut Bella dengan telapak tangan kanannya.“Berhenti berteriak!” hardik Jasson.Bella menggerak-gerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri berusaha melepaskan tangan penghalang itu. Hingga satu kesempatan datang, ia pun segera menggigit tangan Jasson.“Aw! Kurang ajar!” dengkus Jasson kesal.Bella berusaha mengatur nafasnya kembali. "Jadi ... Papa yang menyentuhku kemarin malam?" tanyanya memastikan. Ia tak habis pikir jika kehormatannya akan direnggut oleh mertuanya sendiri."Jangan panggil aku Papa!" suruh Jasson. Hasratnya begitu menggebu-gebu seakan semakin tak tertahankan.Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. Bibirnya bergetar dan berucap, “Sadarlah, Pa!”Selisih usia antara Jasson dan Chiko memang tidak begitu jauh. Jasson pun menikahi Hena bukan karena cinta, tapi hanya karena uang semata."Kenapa aku enggak kenal kamu lebih dulu? Mungkin aku bakal nikah sama kamu, bukan dengan si tua Hena," kata Jasson sambil menindih tubuh Bella.Jasson mengapit kedua kaki sang menantu. Bella sama sekali tak bisa bergerak. Seberapa pun ia berusaha, tapi tak ada hasilnya."Apa maksudnya? Papa, aku ini menantumu. Lepasin!” teriak Bella."Kamu enggak cocok jadi menantuku. Kamu lebih cocok jadi istriku, pendamping hidupku,” kata Jasson sambil meneruskan aksi bejatnya."Enggak. Aku mmmp—“Ucapan Bella terputus. Mulutnya dibungkam seketika. Bibir mereka beradu dengan nafas yang memburu. Bella kembali meneteskan air matanya. Menolak dengan apa yang tengah dilakukan mertuanya yang hilang kendali."Lepasin!" Bella mencoba melawan dengan menendang perut mertuanya, tapi tangan kekar Jasson dengan kuatnya menahan.Tangan Jasson menyingkap handuk kimono Bella. Ia memainkan tubuh Bella dengan kasar."Rasanya berbeda dengan sentuhan malam kemarin," pikir Bella sambil terus meronta.Ia menangis kesakitan tatkala sang mertua mengisap puncaknya kuat-kuat. "Lepasin aku!” Ia menjambak rambut dan memukul-mukul kepala Jasson dengan tangannya yang terikat.Jasson malah lebih bersemangat. Dengan seringai yang menyeramkan, ia ternyata sudah bersiap untuk menghantamkan benda pusakanya.Mata Bella membulat sempurna dan dengan spontan ia menjerit. Lalu dengan suaranya yang begitu lirih, ia tak henti-hentinya berucap, “Jangan ...!”“Nikmatin aja!” titah Jasson sambil terkekeh.“Aaa ...!” teriak Bella lagi yang disusul dengan tangisnya yang keras, sekeras benda yang masuk ke dalam dirinya. Ia memukul-mukul dada Jasson. Sementara sang Mertua masih sibuk dengan aktivitasnya.Namun tiba-tiba … BUG! BUG! BUG!Bella membuka lebar matanya saat mendengar suara pukulan yang begitu keras. Ia melihat Criss di sana. Ia berdiri dengan kepalan tangan dan terlihat begitu marah. Bella yang sadar segera memiringkan tubuhnya. Ia tak berdaya dan hanya bisa menjerit ketakutan saat melihat keganasan Criss yang selama ini ia kenal sangat pendiam.Jasson jatuh tersungkur ke lantai, tampak darah mengalir di sudut bibirnya. Criss bergegas menghampiri Bella dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tak lupa ia melepaskan ikatan pada tangan Bella dan mengikat kedua kaki ayah tirinya. Lalu ia pun memangku Bella yang lemah dan membawanya keluar meninggalkan Jasson yang terkapar.Dengan perlahan dan sangat hati-hati, Criss membaringkan Bella di sofa. Kemudian Criss merogoh ponsel, menelepon Chiko dan Hena sambil pergi ke dapur. Ia mengambil gelas dan mengucurkan air dari galon sambil sesekali matanya tertuju pada Bella. Tampak dari raut wajah Criss sangat mencemaskan Bella.Sementara itu, Bella duduk sambil menangis dengan tubuh yang masih gemetar ketakutan memeluk kedua lututnya."Minum!" Criss menyodorkan segelas air putih.Bella menoleh, ia menggelengkan kepala dan menatap Criss dengan mata yang begitu sedih.Criss seolah bingung harus melakukan apa lagi. "Minumlah! Agar kau lebih tenang," katanya agak memaksa.Air mata masih tak kunjung berhenti mengalir. Dengan tangan yang gemetar, Bella pun menerima gelas itu. Ia minum dalam sekali tegukan.Beberapa saat kemudian, Hena datang. Ia dengan tergesa-gesa menghampiri mereka berdua."Ada apa? Apa yang telah terjadi?" tanyanya panik.Belum sempat Criss menjawab, tiba-tiba Chiko datang. Bella segera bangkit dari sofa dan menghamburkan diri pada suaminya itu. Bella memeluk Chiko sambil menangis. Chiko tak memedulikan istrinya, tapi ia pun tak menolak rangkulan itu karena ada sang Mama di sana."Ada apa? Cepat katakan! Kenapa aku harus segera pulang? Aku sedang menghadiri meeting,” kata Chiko sambil memutar bola matanya. Tampak sekali bahwa Chiko tidak terlalu peduli dengan keadaan Bella."Apa ada hal lain yang lebih penting?" tambahnya.Criss menyenggol bahu sang kakak dengan bahunya. Ia terlihat sangat kecewa pada Chiko. "Bella, duduklah!" suruhnya.Lalu Criss mengajak Kakak dan Mamanya untuk berbincang agak jauh dari Bella karena Criss takut jika Bella semakin terguncang jiwanya. Ia pun menjelaskan apa yang sudah terjadi kepada Bella. Mendengar cerita Criss, Hena sontak terkejut dan langsung memeluk erat menantunya itu sambil meminta maaf berulang kali."Syukurlah, jadi aku tak perlu melanjutkan pernikahanku," ucap Chiko. Ia melipat tangan di dada sambil tersenyum penuh kemenangan."Chiko!" bentak Hena."Apa, Ma? Kenapa? Kenapa harus aku yang bertanggung jawab? Aku tidak mau menerima barang bekas," kata Chiko yang membuat hati Bella semakin terluka. Criss menarik kerah baju sang kakak dengan penuh amarah. "Wow, ada pahlawan kesiangan." Chiko menyunggingkan sudut bibirnya, meremehkan Criss. Hal itu tentu saja membuat Criss bertambah berang."Berhentilah berkata yang tidak pantas! Lindungi istrimu!" teriak Criss dengan emosi yang berapi-api. Bella menangis. Rasanya ia ingin sekali meninju mulut sang kakak."Lindungi? Ck.” Chiko menatap Bella sejenak. Criss menurunkan tangannya dari sang Kakak.Beberapa menit kemudian, datanglah dua orang polisi. Criss membimbing mereka masuk ke dalam kamar untuk menangkap Jasson. Hena menyusul mereka. Ia begitu emosi dengan apa yang telah dilakukan suaminya itu. Ia sampai memukuli dan mencaci Jasson habis-habisan. Hena benar-benar merasa kecewa."Dasar manusia tidak tahu diri! Otak hewan! Enggak tahu diuntung kamu!" Hena menunjuk-nunjuk wajah suaminya.Ragu-ragu Jasson menatap istrinya. "Aku khilaf ....” Jasson memelas. Ia mengangkat dan menangkupkan tangannya yang kini telah dipasang borgol.Plak!Hena yang naik pitam tanpa basa-basi lagi langsung memberikan sebuah tamparan di pipi Jasson. Akan tetapi, Jasson tak melawan. Ia pasrah."Sudah, Ma!” Criss mencoba menenangkan sang Mama.Sementara itu, Bella segera menyembunyikan wajah di antara telapak tangannya. Ia sudah merasa jijik melihat wajah kejam itu.“Satu tamparan dan pukulan yang bertubi-tubi pun enggak akan pernah cukup buat ngilangin traumanya Bella! Kamu harus di hukum mati!” teriak Hena. Bella hanya bisa menundukkan kepalanya."Kami akan membawanya ke kantor," ucap salah seorang Polisi."Hukum aja, Pak! Hukum aja dia sampai mati!" teriak Hena lagi. Ia sangat berharap jika Jasson dihukum dengan seberat-beratnya.Kedua Polisi tersebut segera membawa Jasson keluar sebelum menjadi bulan-bulanan Hena lagi.Kaki Hena gemetar. Tubuhnya mulai lemas. Untungnya Criss dengan sigap menahannya. Hena menangis. Ia berjalan terseok-seok ke arah sofa, lalu ia duduk dan memeluk Bella lagi. Chiko hanya asyik mengotak-atik ponselnya. Ia seolah tak peduli dengan apa yang terjadi."Ma, biar aku aja yang menikahi Bella," ucap Criss tiba-tiba.Chiko mengernyitkan dahi dan memiringkan sudut bibirnya. "Baguslah! Ya sudah, aku ceraikan dia sekarang juga," katanya dengan entengnya."Chiko ...," ucap Bella dengan suara yang begitu lirih.Bella tak henti-hentinya menangis, tak percaya rasanya mendengar perkataan yang keluar dari mulut suaminya."Apa, hah?! Nikah aja sama si Criss sana!" suruh Chiko.Plak!Chiko mendapatkan apa yang memang seharusnya ia dapatkan. Bella begitu kecewa padanya. Chiko malah tersenyum sinis. Bella melirik Criss dan segera memalingkan wajahnya."Aku ... aku enggak mau punya suami kaya dia. Lebih baik aku pulang.” Bella menunjuk wajah Criss dan hendak pergi. Namun, Hena menahan kepergiannya."Tetaplah jadi istri Chiko. Mama minta maaf. Tolong jangan dengerin Chiko! Dia pasti cuman bercanda," kata Hena."Enggak, Ma. Jelas-jelas aku berkata dengan serius,” kata Chiko yang sedang bersandar di tembok sambil melipat tangan di dada."Cukup!" Bella berteriak dan ia pun berlari keluar. Hena hendak menahannya lagi, tapi Bella berlari dengan cepat. Ia pun pergi menggunakan taksi sambil terus menangis.Sekitar tiga puluh menit, Bella akhirnya sampai ke rumahnya. Ia berlari tanpa memakai alas kaki dan masih menggunakan handuk kimono-nya. Ia tak peduli dan segera mencari keberadaan orang tuanya."Ada apa, Sayang? Kenapa kamu nangis?" tanya Mama Bella, Ana namanya. Kala itu Ana sedang menonton TV. Ia sangat terkejut dengan kedatangan anaknya yang secara tiba-tiba. Apalagi Bella saat itu menangis tersedu-sedu."Mama, aku ... aku sudah dilecehkan," kata Bella. Tangisnya kembali pecah. Ia memeluk sang Mama."Maksudnya?" Ana bingung."Jasson, dia ... dia telah merenggut kehormatanku," lanjut Bella berusaha agar bisa meneruskan ceritanya."Apa?!" Mata Ana melotot. Ia sangat terkejut dan tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh anaknya.Bella mengubur wajahnya ke dalam telapak tangan. Kepalanya terasa sangat berat hingga ia pun hanya tertunduk. Sesekali ia menyeka air matanya yang menetes. Melihat kondisi putrinya yang begitu terlihat menyedihkan membuat Ana cemas. Ia pikir harusnya Bella saat ini sedang menjalani kehidupan sebagai pengantin baru yang penuh dengan gairah dan cinta. Namun, ternyata realita tak sesuai ekspektasi.Ana pun membawa Bella untuk duduk di sampingnya kemudian memeluk putrinya yang masih menangis itu. "Tenanglah! Duduk dulu, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!" pinta Ana dengan nada yang begitu rendah. Ia ingin mendengar dan tahu dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.Bella menarik napas dengan berat kemudian mengembuskannya perlahan. Setelah melakukan hal itu ia pun mulai menceritakan semua kejadian yang sudah menimpanya disela isak tangisnya."Kurang ajar! Lalu ke mana suamimu?" tanya Papa Bella, George. Ia tak sengaja mendengar semua perkataan Bella saat ia keluar dari kamarnya.Melihat Papanya yang tampak sangat emosi, Bella merasa takut untuk menceritakan bagaimana Chiko sudah memperlakukan dirinya. Namun, rasa sakit hati mengalahkan belas kasihan kepada suami yang baru saja ia nikahi selama beberapa hari ini. Akhirnya ia membuka suara dan memberi tahu George bagaimana Chiko memperlakukan dirinya dengan begitu kasar.Ana mengambil beberapa lembar tisu dan memberikannya pada Bella. Sebagai seorang ibu, ia adalah orang pertama yang terluka hatinya ketika mendengar kejadian nahas yang menimpa anak semata wayangnya itu."Gila si Jasson! Dia harus mati!" ucap George yang mulai terbakar emosi. Ia sampai menggebrak meja dan membuat suasana semakin tegang."Dia udah ditangkap, Pa. Dijebloskan ke penjara. Tapi ...,” ucap Bella tak selesai. Rasanya ia sudah tak sanggup untuk meneruskan perkataannya."Tapi apa?" Ana menatap dalam mata Bella seolah memberi sang anak kekuatan. Tak lupa ia pun menggenggam erat tangan Bella."Aku ... diceraikan Chiko. Katanya dia enggak mau nerima barang bekas," kata Bella sambil menunduk dan menyembunyikan wajahnya di antara rambutnya yang terurai. Malu. Air matanya terus mengalir deras."Biadab! Seenaknya mereka berkata itu pada putriku,” ucap sang papa.George menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak habis pikir dengan kelakuan keluarga yang sudah menjadi besannya itu."Tenanglah, Pa!" ucap Ana. Ia tak mau jika sampai terjadi yang tidak-tidak.Ketika amarah George tak tertahankan, ia biasanya akan merusak beberapa barang di rumahnya. Ia juga akan melempar benda apa saja yang berada di dekatnya."Enggak bisa! Kita harus segera bertindak,” berang George."Sabar, Sayang! Kita tunggu aja besok. Kasihan Bella," ucap Ana sambil mengelus dada dan pundak suaminya.George terdiam. Matanya sudah memerah. Namun, ia kembali menatap iba anak semata wayangnya yang malang itu.“Bawa dia masuk!” suruh George sambil menjatuhkan kembali dirinya ke sofa dan menghe
Bab 5"Turun ranjang maksudmu?" George tak mengerti apa maksud dari menantunya yang tidak bisa diandalkan itu.George melipat tangan di dada. Ia berpikir keras. "Itu memang bisa dilakukan jika kamu sudah tiada. Sudah mati,” tambahnya."Ya, anggap saja saya sudah mati," ucap Chiko. Ia berdiri dan sama sekali tak menghormati keberadaan orang tua Bella. Lalu ia pergi sambil mengangkat tangannya."Chiko ...," sebut Bella. Ia memanggil nama suaminya.Bella sangat kecewa pada Chiko yang tidak mau memperjuangkan bahtera rumah tangganya."Enggak ada pilihan lain, Sayang. Menikahlah dengan Criss!" ucap George. Ia tak memaksa Chiko karena ia pun sudah sangat kecewa terhadapnya.George segera menarik kerah baju Criss. Namun, Criss tak menampakkan rasa takut. Ia menatap tajam orang yang akan menjadi mertuanya.“Aku akan menyerahkan anakku padamu. Tapi, jika kau membuat kesalahan dan membuat anakku bersedih seperti perlakuan Kakakmu, aku tak segan-segan akan menjeblosk
"Maaf, saya tidak bisa menerima jabatan itu. Biarkan saya belajar dan mengenal dulu bisnis ini. Saya masih terlalu awam dan buta tentang masalah perusahaan," tutur Criss.Pandangan Criss lurus ke depan. Keputusannya sudah bulat karena ia bukanlah tipe orang yang serakah dan gila akan jabatan. Baginya bisa mendapatkan uang untuk makan dirinya dan Bella saja sudah teramat cukup.Criss menyadari dirinya sendiri yang memang tidak paham betul mengenai seluk-beluk tentang bisnis. Dari kecil yang ia tahu hanya bermain saja. Sementara itu, Chiko melirik adiknya itu."Tapi–" ucap George tak selesai."Saya janji akan belajar. Untuk sementara biar Chiko yang menduduki posisi itu. Saya dengar, bisnis ini juga sedang tidak stabil. Saya hanya takut membuatnya semakin terpuruk."Hal ini juga yang membuat Criss berpikir berulang kali. Ia tak mau jika perusahaan malah hancur oleh dirinya.George mengangguk-anggukan kepalanya. "Mmm ... bagaimana?" tanyanya kepada para karyawan yang
Mata Bella masih tertutup, hingga ia tak sadar jika bagian depannya sudah sangat terlihat. Criss menatapnya sejenak. Bella perlahan membuka matanya dan melihat sosok Chiko yang berada tepat di hadapannya itu. Ia yang malu-malu hanya menggigit jari telunjuknya.Criss tak puas jika hanya memandangnya saja. Ia dengan cepat memakannya dengan rakus. Seperti bayi, ia mengisap puncaknya. Tangannya yang nakal masuk menyelinap ke dalam rok. Bella semakin mengila saat ia merasakan dua jari masuk ke dalam area terlarang itu."Duh ... Chiko." Bella menutup mulut dengan kedua tangannya.Seketika Criss menghentikan aktivitasnya. Ia merasa kecewa pada Bella yang menyebut nama orang lain. Ia meninggalkan Bella begitu saja dan kembali ke kamar mandi."Aku ... apa yang udah aku ucapin? Astaga!"Bella segera merapikan pakaiannya dan menyusul suaminya. Ia hendak meminta maaf. Saat mengintip dari sedikit celah itu, ia melihat Criss sedang mengeluarkan cairannya.Bella menunduk dan meng
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan semakin keras. Chiko segera mengalirkan air lagi pada tubuhnya, membersihkan sisa-sisa sabun.Namun, suara ketukan pintu masih saja terdengar jelas."Berisik banget, sih?!" dengkus Criss.Criss yang marah dan jengkel dengan suara ketukan itu lalu mematikan shower dan meraih handuknya. Ia pun berjalan dan membuka pintu.Dilihatnya Bella sedang berdiri sambil memegang nampan. Matanya membulat, begitu pun dengan Bella."Aduh, lihat dia pakai handuk lagi." Bella menundukkan kepalanya. Ia hanya melihat sandal bulu yang dipakai suaminya.Bella memang belum terbiasa melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Jarak dan komunikasi antar keduanya belum terlalu intens meskipun mereka sudah sah menjadi sepasang suami-istri."Ada apa?" tanya Criss sambil menggosok rambutnya yang masih bercucuran air.Sesekali Bella menatap wajah Criss. Ia merasa jika Criss memang sangat tampan ketika rambutnya sedang dalam keadaan basah.Bella merasa ak
“Pe-pengen apa?” tanya Criss.Pikirannya sudah melayang-layang. Hasratnya sudah mulai naik ketika melihat wajah Bella yang semakin terlihat cantik dan menggoda.“Criss ....” Bella menghampiri dan mengelus pipi suaminya.Criss sangat gugup dibuatnya. “A-apa?” Hatinya mulai tak karuan."Ya ampun, ini udah malem. Aku lelah," lanjutnya sambil menelan ludahnya kasar.“Apa dia mau malam ini juga? Duh, aku udah lelah banget. Takut enggak memuaskan. Nanti dia kapok dan kecewa lagi, gimana dong?” pikir Criss.Seketika Bella menangis mendengar perkataan Criss. Sang suami jadi salah tingkah dan merasa sangat bersalah."Sabar Criss ... sabar! Apa aku turutin aja maunya?" batin Criss. Ia mengatur nafasnya."Mmm ... pengen apa istriku?" Berucap dengan nada yang menggemaskan. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar Bella meminta hal yang selalu dimimpikannya."Enggak jadi. Nanti dimarahin lagi. Enggak mau.” Bella melipat tangan di dada dan membuang muka.Criss semakin ge
Bella kemudian berjalan ke arah kamar Criss. "Kamar Criss pasti lebih berantakan dari pada kamarku."Saat membuka pintu, semerbak wangi pengharum ruangan beraroma lemon menusuk hidung Bella."Wangi banget, kaya kamar perawan,” ucap Bella.Matanya terpana. Ia terkejut dengan keadaan kamar suaminya yang teramat rapi dan bersih. Barang-barangnya tertata dengan sedemikian rupa hingga melihat siapapun yang memandang akan terlena.“Kasurku kok enggak kaya punya dia? Enggak adil, nih!”Kasur ukuran king size itu sangat menggoda dirinya. “Wah, nyaman banget tidur di sini.” Bella mencoba berbaring di kasur Criss yang empuk hingga matanya tertuju pada kalender di sana.Selanjutnya ia berjalan menghampiri kalender yang menempel di dinding karena begitu menarik perhatiannya. "Banyak lingkaran merah. Artinya apa, ya?"Ia mencoba menelaah dan mulai merasa tidak asing dengan tanggal-tanggal dalam lingkaran itu. "Tanggal 23 April 'kan tanggal lahirku. Dari mana dia bisa tahu?"
Sabtu pagi ternyata Criss mendapatkan pesan dari Chiko agar bekerja lembur. Memang Criss meminta maaf karena tidak bisa mengantar Bella jalan-jalan. Akan tetapi, Bella yang kekanak-kanakan malah marah dan hanya mendiamkan Criss. Setelah kepergian sang suami, wajah Bella jadi murung.“Jangan-jangan dia juga besok ga bisa libur. Huft!” keluhnya.Setiap setelah Criss pergi, ia sengaja duduk di sofa sambil mengintip sesekali ke jendela seolah sedang menanti seseorang. Di rumah besar hanya sendirian membuatnya merasa sangat kesepian.Tiba-tiba terdengar suara mobil yang berhenti di depan pintu gerbang rumahnya. Bella mengintip dari balik jendela.“Eh, itu mobil Chiko.”Bella segera berbenah. Ia merapikan meja dan juga penampilannya. Rambut yang awalnya ia ikat, segera dilepas dan dibiarkan terurai begitu saja.“Sudah kuduga, dia pasti datang,” ucap Bella sambil tersenyum.Tok! Tok! Tok!Bagaikan sebuah ciri khas. Setiap seseorang yang mengetuk pintu pasti se
"Bella ...." Criss memegang lututnya kuat-kuat. Menengadah, menatap istrinya yang kini telah meragukan cintanya."Cepat katakan siapa yang kamu pil–”Criss yang berlutut segera berlari dan mencium istrinya itu. Mulut Bella dibungkam seketika.Pautan itu terasa berbeda, ada gejolak emosi di sana. Bella menitikkan air matanya lagi. Ia berusaha melepaskan diri. Namun, Criss tak mengizinkan. Ia sangat takut kehilangan. Perlahan ia membimbing Bella agar bersandar di dinding. Kedua telapak tangan Criss menyentuh dinginnya tembok, menghalangi pergerakan istrinya itu.Saat pautan itu terlepas, keduanya berusaha mencari udara. Mengatur nafas. Terlihat dada Bella yang naik-turun, terasa sesak."Bella ... aku mencintaimu. Enggak ada wanita lain,” ucap Criss dengan nafas yang tersengal-sengal."Criss ....""Aku mencintaimu, Bella!" teriak Criss.Bella bergegas memeluk Criss. Ia sudah tak peduli dengan gengsi dan kemarahannya."Ucapkan lagi! Kumohon ...," pinta Bella.
Hari demi hari berlalu. Bella masih saja mendiamkan Criss. Tak pernah ada lagi komunikasi di antara mereka setelah pengakuan yang sangat mengejutkan dari Criss. Bahkan tanpa sepengetahuan Ana dan George, mereka sudah tidur secara terpisah.Criss dan Bella memang tetap makan dalam satu meja. Mereka terkadang terlihat baik-baik saja saat di hadapan Ana dan George. Namun, kali ini Bella seakan tak bisa menahan perasaan kesalnya lagi pada Criss.“Ini untukmu.” Criss memberikan lauk kesukaan Bella. Ia taruh sayap ayam itu tepat di atas nasi putih yang ada di piring istrinya. Berharap hati Bella akan luluh jika diberi perhatian-perhatian kecil.Namun, harapan itu pupus seketika karena Bella malah memberikan sayap ayam itu pada kucing yang ada di rumah.Tentunya perasaan Criss terluka akan hal itu. Ia terlihat sedih. Akan tetapi, kembali lagi, memang ia pun pantas mendapatkan hal tersebut. Criss pikir, hati Bella lebih terluka dibanding dengan yang dialaminya barusan. Yang Cris
Bella bukan anak kecil lagi. Ia tak sepolos yang Criss pikirkan. Bagaimana pun, semua yang Bella lihat dengan mata kepalanya sendiri adalah hal nyata. Bagaimana bisa ia mengacuhkan bukti nyata itu?Gerak-gerik Criss membuatnya semakin curiga. Terlebih Arnold, yang menghubungi suaminya itu tempo hari. Tanpa sepengetahuannya, Criss pergi dan meninggalkan pertanyaan di kepala Bella.“Apa yang ditemuinya itu Arnold atau ... Gea? Apa donat itu hanya alasan saja?” pikir Bella.Kepala Bella seakan mau pecah saat terus memikirkan hal tersebut. Kini, saatnya ia mendapatkan jawaban atas semua kecurigaannya.“Ma-maksudnya?” tanya Criss.“Apa waktu itu kamu menemui Gea, bukan Arnold? Donat? Haha. Aku tahu jika donat itu hannyalah kambing hitam,” kata Bella.Criss mulai panik mendengar apa yang baru saja Bella katakan. Ia benar-benar terpojok. Sementara Bella menarik nafas panjang dan kembali mengusap air matanya.
“Dia Ellena ... dia anak suamimu. Aku dan Tuan Arnold dikenalkan juga oleh Tuan Criss,” batin Gea. Rasanya ia ingin sekali mengatakan hal tersebut. Namun, kembali lagi, Gea tak mau menyakiti hati Bella. Sebagai sesama wanita, ia pun tak mau sampai mengalami hal seperti itu. "Aku enggak sejahat itu," batinnya. Ya, begitulah sifatnya. Ia rela menderita dan mengubur niatnya untuk berkata yang sebenarnya. “Biar, biar waktu yang mengungkapnya,” pikir Gea sambil menatap kebersamaan Bella dengan Keysha. Mereka terlihat sangat bahagia. Gea pikir, mana mungkin dirinya sanggup menghancurkan keluarga yang bahagia itu? Mata Bella kini tertuju pada Gea. Ia menunggu sebuah jawaban, bahkan sampai berhenti menyuapi Keysha. Bella merasa hubungan Gea dengan Arnold terlalu aneh. Terlebih Arnold adalah teman Criss juga. “Dia ... Ellena. A-aku dan Tuan Arnold enggak sengaja bertemu dulu,” jawab Gea tanpa menatap lawan bicaranya. “Oh ... begitu.” Be
Di usia Keysha yang menginjak genap satu tahun, Criss mengajaknya dan juga Bella untuk pergi ke taman hiburan. Taman yang pernah dikunjungi oleh dirinya dan Bella dulu.“Apa kamu masih ingat waktu dulu, di atas sana kamu menyatakan cintamu?” tanya Bella sambil menunjuk biang lala yang sedang berputar.Tak ada perubahan yang signifikan. Warna cat dari kerangka besi biang lala itu pun masih tetap sama. Kursi yang diduduki oleh mereka bertiga pun masih kursi yang sama.“Tentu dan aku sangat sedih dengan penolakanmu.” Criss menunduk malu.“Hahaha. Maaf, saat itu aku masih ragu, tapi sebenarnya aku tuh mau ngungkapin perasaanku juga, cuman kamu keburu marah,” kata Bella. Ia mengakui jika memang dirinya saat itu tak diberi kesempatan untuk melanjutkan perkataannya.“Yang benar?” tanya Criss antusias.“Iya.” Bella mengangguk.Criss memegang kedua tangan Bella. “Coba diulang! Aku pengen deng
Kedatangan Keysha membuat semua penghuni rumah terkejut sekaligus bahagia. Suasana rumah pun kembali menjadi ramai dan hangat. Criss memeluk Bella erat.Semua tampak normal setelah kehadiran Keysha. Ya, rona wajah Bella tak murung lagi. Aura keibuannya semakin terpancar.Criss belajar banyak dari Bi Iyum tentang mengurus anak. Kala itu, ia sedang bermain dengan Keysha yang berusia empat bulan. Merelakan dirinya terkena pipis Keysha hingga membuat Bella tertawa. Kegigihan dan perhatiannya membuat hati Bella terenyuh.“Syukurlah dia mau nerima Keysha,” batin Bella.Pernah Criss mencoba memandikan Keysha. Ia terlihat begitu telaten, meskipun tetap harus didampingi Bi Iyum. Ia semakin mahir mengenai bayi.Berbulan-bulan, Criss selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan Keysha meskipun pekerjaannya di kantor sangat banyak. Bella senang akan hal itu.Ding!Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel Criss. Bella mendengarnya juga dan bertanya, “Apa sebuah pesan? Dari s
Criss mengajak Bella ke hotel yang tidak jauh dari restoran tadi. Ia sudah siap bertempur malam ini.“Izinkan aku memberimu seorang anak,” ucap Criss dengan nafas yang memburu.“Criss ....”Seakan bulan madu yang tertunda. Criss melepas satu-persatu kain yang menutupi tubuh istrinya. Melemparnya ke sembarang tempat. Sementara Bella hanya bisa pasrah.Criss mulai beraksi. Ia membaringkan Bella yang tanpa sehelai benang pun. Mengecup adalah tindakan favoritnya.Bibir Bella adalah sasaran pertama. Ia memberi pautan yang begitu dalam. Merasakan setiap detik kebersamaannya dengan istri tercinta.Bella pun sangat menikmati. Ia membalas setiap perlakuan suaminya. Kecupan Criss turun dan membubuhi setiap jengkal leher Bella yang menggoda. Tubuh Criss memanas.Diputarnya gunung kembar di sana. Mana mungkin ia membiarkannya begitu saja.“I love you,” bisik Criss.Tak bisa membalas, Bella hanya bisa mengerjapkan mata menikmati sensasi itu. Dirinya seakan melayang. Ti
“Ah, aku enggak kuat liat dia nangis, hatiku sakit,” pikir Criss. Ia kembali ke ruangan tempat Bella berada, masuk dan hanya mendapati Bi Iyum di sana.“Bi, Papa dan Mama ke mana?” tanya Criss.“Mereka pergi ke bagian administrasi. Pak Eman kembali ke parkiran,” jawab Bi Iyum yang sedang merapikan ari-ari bayi Bella. Ia masukkan ke dalam sebuah guci kecil.“Kenapa mereka enggak minta aku buat bayar biaya persalinan Bella? Apa karena aku bukan ayah kandungnya? Ah, aku juga salah, kenapa aku terlambat mengurusnya?” batin Criss.“Criss, kamu dari mana?” tanya Bella.“Aku dari toilet,” sahut Criss yang kemudian duduk di ranjang tempat Bella berbaring. Ia memegang tangan istrinya dan saling memandang.Bi Iyum merasa tak enak dan canggung dengan keadaan itu. Ia tak mau mengganggu momen romantis majikannya.“Ya udah, Bibi pulang dulu, ya? Selamat Tuan, akhirnya kau jadi seorang
Bi Iyum pun tak mengerti dengan apa yang dilakukan Tuan yang sejak kecil diasuhnya. Yang ia tahu memang Criss itu orangnya jahil dan nakal.“Aku mau bawa Bibi ke rumahku dan Bella,” sahut Criss dengan entengnya.Hena mengernyitkan dahi. Ia dibuat bingung dengan kelakuan anaknya. “Maksudnya?”“Aku mau Bibi jagain Bella. Ya ... menjaga kehamilannya,” jelas Criss penuh penekanan. Matanya mendelik.“Tapi ... rumah ini gimana? Siapa yang mau masak dan bersih-bersih?”Hena mencemaskan rumahnya jika tanpa seorang asisten rumah tangga. Terlebih Bi Iyum sudah bekerja selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan lebih dari umur Chiko sekarang. Bi Iyum sudah mengabdi sangat lama. Hena sama sekali tak berpikir akan mencari penggantinya.Sementara dirinya sama sekali tak pernah melakukan tugasnya baik sebagai istri mau pun sebagai ibu. Akan tetapi, setidaknya nasi goreng buatannya cukup enak. Ya, sayangnya ia jarang turun ke da