"Maaf, saya tidak bisa menerima jabatan itu. Biarkan saya belajar dan mengenal dulu bisnis ini. Saya masih terlalu awam dan buta tentang masalah perusahaan," tutur Criss.
Pandangan Criss lurus ke depan. Keputusannya sudah bulat karena ia bukanlah tipe orang yang serakah dan gila akan jabatan. Baginya bisa mendapatkan uang untuk makan dirinya dan Bella saja sudah teramat cukup.Criss menyadari dirinya sendiri yang memang tidak paham betul mengenai seluk-beluk tentang bisnis. Dari kecil yang ia tahu hanya bermain saja. Sementara itu, Chiko melirik adiknya itu."Tapi–" ucap George tak selesai."Saya janji akan belajar. Untuk sementara biar Chiko yang menduduki posisi itu. Saya dengar, bisnis ini juga sedang tidak stabil. Saya hanya takut membuatnya semakin terpuruk."Hal ini juga yang membuat Criss berpikir berulang kali. Ia tak mau jika perusahaan malah hancur oleh dirinya.George mengangguk-anggukan kepalanya. "Mmm ... bagaimana?" tanyanya kepada para karyawan yang hadir.Para staf saling bertukar pandang. Sedikitnya ada yang berbisik dan bisikan itu pun sampai kepada George. Para staf dan karyawan pun mengangguk."Kalau begitu ... untuk sementara Chiko masih memegang statusnya. Jika kau sudah siap, kau bisa pindah pada posisi itu kapan saja,” ujar George.George sebenarnya enggan menyerahkan perusahaannya kepada orang seperti Chiko. Namun, demi kelangsungan perusahaannya, ia pun mengalah.Dengan berat hati, George kembali memercayakan perusahaannya pada mantan menantunya lagi."Baik. Terima kasih." Criss mengangguk, begitu pun dengan Chiko.Rapat ditutup dengan keputusan yang agak mengejutkan untuk Chiko. Ia tak menyangka jika Criss akan mengalah untuknya."Tenang aja! Aku bukan orang yang serakah," kata Criss kepada Kakaknya."Kamu terlalu naif," sindir Chiko. "Haha. Bagaimana Bella? Apa dia nikmat?"Criss menghentikan aktivitasnya yang sedang merapikan dokumen-dokumen yang harus dipelajarinya. Ia melihat Chiko dengan penuh kebencian. "Terus ... gimana hubunganmu sama si Angel?"Chiko menatap adiknya dengan tatapan aneh. Ia menghentikan aktivitasnya dan mengajak adiknya berbincang.***
Criss pulang dengan tubuhnya yang lunglai. Hari pertamanya bekerja terasa begitu berat. Banyak dokumen yang belum sempat ia pelajari. “Jika bukan karenanya, aku enggak mau kerja kaya gini. Capek,” gumam Criss.
Bella melirik suaminya yang terduduk di sofa dan terlihat sangat kelelahan. Ia dengan sangat terpaksa memberi Criss segelas air. Wajah masam yang selalu ia tunjukkan.Di satu sisi ia masih belum bisa menerima Criss sebagai suaminya. Di sisi lain, sebagai seorang istri ia harus berbakti kepada suaminya. Dilema.“Terima kasih,” ucap Criss. Bella hanya mengangguk."Apa kamu udah tau?" tanya Criss, menghentikan langkah kaki Bella yang hendak pergi meninggalkannya.Bella mengernyitkan keningnya. Ia lalu duduk di ujung sofa. Sebisa mungkin ia beri jarak yang agak jauh dengan suaminya."Tahu apa?" tanya Bella sambil memainkan ujung pakaiannya.Sebenarnya agak malas Bella meladeni Criss, tapi ia pun penasaran juga dengan hal yang ingin disampaikan suaminya."Chiko ditinggalkan Angel,” celetuk Criss sambil menatap istrinya."Ditinggal?" ulang Bella agak kaget. Pandangannya beralih menatap Criss."Iya. Angel dikirim orang tuanya ke Amerika. Kuliah katanya,” kata Criss yang kemudian meneguk segelas air yang disuguhkan.Pikiran Bella melayang jauh dan sekarang ia mengerti kenapa Chiko memberinya sebuah kecupan tempo hari. Bella paham jika Chiko sedang kesepian. "Jadi ... itu alasannya,” batinnya.“Pantas aja dia datang ke rumahku. Kasihan Chiko.” Bella merasa sedih.Berkutat dengan pikirannya itu malah membuat dirinya berada di alam bawah sadar. Satu tangan menopang dagu dengan bibirnya yang mengerucut."Kenapa ngelamun? Kemari!" suruh Criss seraya menepuk sofa. Ia kemudian menarik tangan istrinya."Eh, a-ada apa?" Bella terkejut."Sini deketan!"Bella masih duduk di ujung sofa. Ia bergeming dan menatap tangan Criss yang memegang tangannya.Criss menarik tangan istrinya lagi. "Jangan terlalu jauh!""Eh?!" Bella bergeser dan duduk sangat dekat dengan suaminya.Mata mereka bertemu pada satu titik. Perasaan canggung menyelimuti keduanya.“A-aku harus pergi ke kamar mandi.” Bella mencari-cari alasan untuk menghindari Criss.“Enggak. Kalau mau pergi, aku ikut,” ancam Criss. Perkataannya membuat Bella mengurungkan niatnya."Ehem!” Criss berdehem. Bella melirik suaminya itu. Mereka bertukar pandang lagi.“Kamu udah sah jadi istriku. Jadi ....""Jadi ... apa?" sosor Bella mulai cemas."Aku akan mencicipimu hari ini," bisik Criss sambil tersenyum licik."Apa?" Mata Bella terbelalak.Criss mendekatkan dirinya. Namun, tangan Bella refleks mendorong suaminya itu.Criss tampak sedih dan marah. "Kenapa? Apa kamu belum siap?” tanyanya sambil mencoba meraih tangan Bella.Sang istri hanya diam. Ia benar-benar bingung harus melakukan apa. Ia hanya merasa jantungnya berdetak kencang.Criss kembali mendekat. Wajahnya kini hanya berjarak sekitar lima sentimeter dari wajah Bella. Embusan nafas menyapu kulit pipi Bella yang putih mulus. Ia mengusap bibir istrinya."Kamu adalah istriku. Tuntaskan kewajibanmu!" Criss menelan ludahnya kasar.Entah kenapa, hasratnya begitu meningkat tatkala mengingat perkataan Chiko tadi siang. "Bella nikmat?" Pikirannya melayang. Agak memaksa. Criss mengecup bibir istrinya.Bella kembali mendorong Criss. "Enggak. Enggak bisa. Aku belum siap." Ia lalu berlari ke kamarnya.Criss menundukkan kepalanya. Ia mengepalkan tangan dan lalu bersandar pada sofa. "Kenapa?" Ia menghela nafas panjang. Saking lelahnya, Criss lalu berbaring di sana.Di kamar, Bella sedang bersandar di pintu sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Ia lalu memegang bibirnya. "Aku ... benar-benar belum siap," batinnya.“Kenapa dia berani melakukan itu?” Bella masih tak percaya dengan apa yang dilakukan Criss padanya.“Tapi ... aku 'kan istrinya. Harusnya aku enggak nolak.” Bella memegang kepalanya. Ia mulai merasa pusing.Ia merebahkan diri di tempat tidur dan kemudian menatap langit-langit kamar. Pikirannya melayang-layang. “Enggak bisa. Di hatiku masih ada Chiko.”***Pukul sepuluh malam, Bella masih mendengar suara TV. "Dia kayanya lupa matiin TV."Pelan-pelan ia berjalan. Mengendap-endap. Sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan suara. Lalu dilihatnya remote TV yang berada di atas meja. Ia ambil remote TV itu dan menekan tombol power."Kenapa dimatiin?" Tiba-tiba suara Criss mengagetkan Bella.Bella gelagapan. "Eh, ku-kupikir ka-kau tidur.”"Mmm ... nyalain lagi!" Criss mengubah posisinya. Ia yang tadinya berbaring lalu kembali duduk fokus. Ia menguap dan meregangkan otot-otot tubuhnya. Sebenarnya ia memang ketiduran."I-iya." Bella menekan tombol power lagi. Ia menatap Criss. "Mmm ... a-apa kamu udah makan?" Bella masih kaku ketika berbicara dengan Criss."Belum.”"Makanlah! Aku udah masak," suruh Bella malu-malu."Beneran? Wah, kenapa kamu enggak bilang dari tadi? Matiin lagi TV-nya!" Criss terlihat sangat antusias.Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. Sementara Criss berjalan ke arah ruang makan. Ia membuka tudung saji dan terlihatlah makanan yang begitu menggugah selera."Kamu ternyata bisa masak?" teriak Criss."Aku belajar. Hehe," sahut Bella yang kemudian menghampiri suaminya."Dari internet?" Criss mencoba masakan Bella. Satu suapan meluncur ke dalam mulutnya."Iya. Mmm ... gimana? Enak?" Bella harap-harap cemas.Criss hanya mengangguk-angguk. Akan tetapi, itu sudah dari cukup untuk membuat senyum Bella merekah. Criss makan dengan lahap.Criss mengusap perutnya yang kekenyangan. "Terima kasih makanannya. Aku mandi dulu,” katanya yang kemudian memasuki kamar mandi."Iya.” Bella merapikan meja makan.“Aku pikir dia enggak akan suka dan enggak bakal mau makan masakanku. Ternyata dia suka. Hehe.” Bella tersenyum-senyum sendiri sambil mengelap meja.Beberapa menit kemudian, Criss keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk kecil berwarna putih dari perut sampai lututnya.Bella terpana melihat roti sobek yang terpampang nyata di hadapannya. Dengan rambut basah, membuat tampang Criss tampak semakin tampan.Sang istri masih berdiri mematung sambil memegang kain lap. Criss menyunggingkan sudut bibirnya. Dengan cepat ia menarik tangan Bella. Ia mengajak Bella duduk di sofa. Bella tak berkata apa pun. Ia terlihat kebingungan dan terkejut.Tanpa menyia-nyiakan waktu, Criss langsung memberi istrinya sebuah kecupan. Mata Bella terbelalak. Ia meronta. Akan tetapi, Criss menahannya dan malah memperdalam pautannya. Ia sangat menikmati. Begitu pun Bella yang mulai merasa nyaman. Rasa mint segar membuatnya mulai tak sadarkan diri. Aroma sabun dari tubuh Criss membuatnya semakin melayang.Kecupan itu semakin turun. Lehernya kini menjadi santapan Criss. Tangannya menjamah tonjolan yang masih terbungkus rapi itu. Meremasnya kuat."Euh ... cepat pakai bajumu!" suruh Bella.Sang suami tak menghiraukan perkataan istrinya. Ia malah menarik paksa pakaian Bella. Handuk Criss sedikit terangkat."Hidup, kan? Duh, gimana, nih?!" batin Bella. Ia menutup matanya.Apa tuh yg idup? Hayooo ... ckckck 🙈
Mata Bella masih tertutup, hingga ia tak sadar jika bagian depannya sudah sangat terlihat. Criss menatapnya sejenak. Bella perlahan membuka matanya dan melihat sosok Chiko yang berada tepat di hadapannya itu. Ia yang malu-malu hanya menggigit jari telunjuknya.Criss tak puas jika hanya memandangnya saja. Ia dengan cepat memakannya dengan rakus. Seperti bayi, ia mengisap puncaknya. Tangannya yang nakal masuk menyelinap ke dalam rok. Bella semakin mengila saat ia merasakan dua jari masuk ke dalam area terlarang itu."Duh ... Chiko." Bella menutup mulut dengan kedua tangannya.Seketika Criss menghentikan aktivitasnya. Ia merasa kecewa pada Bella yang menyebut nama orang lain. Ia meninggalkan Bella begitu saja dan kembali ke kamar mandi."Aku ... apa yang udah aku ucapin? Astaga!"Bella segera merapikan pakaiannya dan menyusul suaminya. Ia hendak meminta maaf. Saat mengintip dari sedikit celah itu, ia melihat Criss sedang mengeluarkan cairannya.Bella menunduk dan meng
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan semakin keras. Chiko segera mengalirkan air lagi pada tubuhnya, membersihkan sisa-sisa sabun.Namun, suara ketukan pintu masih saja terdengar jelas."Berisik banget, sih?!" dengkus Criss.Criss yang marah dan jengkel dengan suara ketukan itu lalu mematikan shower dan meraih handuknya. Ia pun berjalan dan membuka pintu.Dilihatnya Bella sedang berdiri sambil memegang nampan. Matanya membulat, begitu pun dengan Bella."Aduh, lihat dia pakai handuk lagi." Bella menundukkan kepalanya. Ia hanya melihat sandal bulu yang dipakai suaminya.Bella memang belum terbiasa melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Jarak dan komunikasi antar keduanya belum terlalu intens meskipun mereka sudah sah menjadi sepasang suami-istri."Ada apa?" tanya Criss sambil menggosok rambutnya yang masih bercucuran air.Sesekali Bella menatap wajah Criss. Ia merasa jika Criss memang sangat tampan ketika rambutnya sedang dalam keadaan basah.Bella merasa ak
“Pe-pengen apa?” tanya Criss.Pikirannya sudah melayang-layang. Hasratnya sudah mulai naik ketika melihat wajah Bella yang semakin terlihat cantik dan menggoda.“Criss ....” Bella menghampiri dan mengelus pipi suaminya.Criss sangat gugup dibuatnya. “A-apa?” Hatinya mulai tak karuan."Ya ampun, ini udah malem. Aku lelah," lanjutnya sambil menelan ludahnya kasar.“Apa dia mau malam ini juga? Duh, aku udah lelah banget. Takut enggak memuaskan. Nanti dia kapok dan kecewa lagi, gimana dong?” pikir Criss.Seketika Bella menangis mendengar perkataan Criss. Sang suami jadi salah tingkah dan merasa sangat bersalah."Sabar Criss ... sabar! Apa aku turutin aja maunya?" batin Criss. Ia mengatur nafasnya."Mmm ... pengen apa istriku?" Berucap dengan nada yang menggemaskan. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar Bella meminta hal yang selalu dimimpikannya."Enggak jadi. Nanti dimarahin lagi. Enggak mau.” Bella melipat tangan di dada dan membuang muka.Criss semakin ge
Bella kemudian berjalan ke arah kamar Criss. "Kamar Criss pasti lebih berantakan dari pada kamarku."Saat membuka pintu, semerbak wangi pengharum ruangan beraroma lemon menusuk hidung Bella."Wangi banget, kaya kamar perawan,” ucap Bella.Matanya terpana. Ia terkejut dengan keadaan kamar suaminya yang teramat rapi dan bersih. Barang-barangnya tertata dengan sedemikian rupa hingga melihat siapapun yang memandang akan terlena.“Kasurku kok enggak kaya punya dia? Enggak adil, nih!”Kasur ukuran king size itu sangat menggoda dirinya. “Wah, nyaman banget tidur di sini.” Bella mencoba berbaring di kasur Criss yang empuk hingga matanya tertuju pada kalender di sana.Selanjutnya ia berjalan menghampiri kalender yang menempel di dinding karena begitu menarik perhatiannya. "Banyak lingkaran merah. Artinya apa, ya?"Ia mencoba menelaah dan mulai merasa tidak asing dengan tanggal-tanggal dalam lingkaran itu. "Tanggal 23 April 'kan tanggal lahirku. Dari mana dia bisa tahu?"
Sabtu pagi ternyata Criss mendapatkan pesan dari Chiko agar bekerja lembur. Memang Criss meminta maaf karena tidak bisa mengantar Bella jalan-jalan. Akan tetapi, Bella yang kekanak-kanakan malah marah dan hanya mendiamkan Criss. Setelah kepergian sang suami, wajah Bella jadi murung.“Jangan-jangan dia juga besok ga bisa libur. Huft!” keluhnya.Setiap setelah Criss pergi, ia sengaja duduk di sofa sambil mengintip sesekali ke jendela seolah sedang menanti seseorang. Di rumah besar hanya sendirian membuatnya merasa sangat kesepian.Tiba-tiba terdengar suara mobil yang berhenti di depan pintu gerbang rumahnya. Bella mengintip dari balik jendela.“Eh, itu mobil Chiko.”Bella segera berbenah. Ia merapikan meja dan juga penampilannya. Rambut yang awalnya ia ikat, segera dilepas dan dibiarkan terurai begitu saja.“Sudah kuduga, dia pasti datang,” ucap Bella sambil tersenyum.Tok! Tok! Tok!Bagaikan sebuah ciri khas. Setiap seseorang yang mengetuk pintu pasti se
“A-aku enggak pegang-pegang kamu kok semalem. Swear!” Criss mengangkat kedua tangan dan jarinya membuat simbol perdamaian.Tatapan Bella yang tajam sungguh membuatnya takut. Menyeramkan. Ia takut difitnah melakukan hal yang aneh-aneh pada Bella.“Bukan itu!” Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia lalu menaruh kembali sendoknya.“Terus?” Criss tak mengerti.Bella mendorong sedikit piringnya. Lalu ia memundurkan kursinya juga sambil melipat tangan di dada. Bibirnya cemberut."Aku enggak mau makan sendirian," jawab Bella dengan nada yang begitu manja."Ini 'kan berdua," kata Criss.“Maksudnya apa, sih? Aku enggak ngerti,” batinnya.Bella lalu bangkit dan menuangkan mie-nya ke dalam piring Criss hingga kini piring itu terlihat sangat penuh. Beberapa mie tak menjuntai ke bawah."Begini maksudku,” ucap Bella.Criss melongo. Ia hanya bisa pasrah. Bella pun mengatur kursi dan duduk di samping suaminya. "Criss!" panggilnya."A-apalagi?""Sini!" Bella men
"Ada apa, Bell? Kamu enggak apa-apa?" teriak Criss.Criss panik setengah mati. Ia melihat Bella tak berdaya sambil tengkurap. Lalu Criss menempelkan telapak tangannya tepat di kening Bella."Kamu panas banget. Kamu demam.”"Criss ...," panggil Bella dengan suara yang begitu rendah.Keringat panas dan dingin membasahi tubuhnya. Anak rambutnya pun terlihat sangat basah berair. Tubuhnya panas dan menggigil."Ayo kita ke rumah sakit!" ajak Criss.Bella menolak. "Enggak. Aku enggak mau.”"Jangan nolak! Cepetan!" Criss memaksa. Ia hendak memangku tubuh Bella."Dadaku sakit, Criss ...," lirih Bella."Ayo ke rumah sakit makanya!" Criss agak emosi.Sebagai seorang suami tugasnya tentu adalah menjaga sang istri. Maka dari itu, sebisa mungkin ia berusaha agar Bella mau menuruti perintahnya demi keselamatan diri Bella sendiri."Enggak mau." Bella bersikukuh. “Aku malu ...,” tambahnya.Criss merasa aneh dan heran
Mereka berangkat menggunakan mobil. Criss mau tak mau mengantar Bella terlebih dahulu. Padahal hari sudah sangat siang. Mereka pergi ke sebuah panti asuhan yang jaraknya pun tak terlalu jauh dari rumahnya.Di panti asuhan, Bella menyerahkan semua ASI-nya. "Semoga bermanfaat ya Bu, Pak," katanya."Terima kasih, Nak,” ucap salah seorang pengurus panti itu.Pihak Panti begitu bersyukur. Mereka tidak perlu mengeluarkan dana lebih untuk membeli susu lagi. Bella dan Criss juga berkeliling sebentar di sana.Selanjutnya Criss mengajak Bella untuk pergi sarapan di sebuah Cafe. "Aku laper," katanya.Mobil di parkir tak begitu jauh dan berada tepat di depan Cafe itu. Mereka berdua pun memasuki Cafe tersebut dan memilih kursi dengan sudut yang paling nyaman."Kamu mau makan apa?" tanya Criss saat duduk dan membuka buku menu."Apa aja, tapi yang banyak." Bella sangat bersemangat."Haha. Ibu hamil rakus,” ledek Criss.Lalu ia memesan banyak makanan di sana. Ia terlihat
"Bella ...." Criss memegang lututnya kuat-kuat. Menengadah, menatap istrinya yang kini telah meragukan cintanya."Cepat katakan siapa yang kamu pil–”Criss yang berlutut segera berlari dan mencium istrinya itu. Mulut Bella dibungkam seketika.Pautan itu terasa berbeda, ada gejolak emosi di sana. Bella menitikkan air matanya lagi. Ia berusaha melepaskan diri. Namun, Criss tak mengizinkan. Ia sangat takut kehilangan. Perlahan ia membimbing Bella agar bersandar di dinding. Kedua telapak tangan Criss menyentuh dinginnya tembok, menghalangi pergerakan istrinya itu.Saat pautan itu terlepas, keduanya berusaha mencari udara. Mengatur nafas. Terlihat dada Bella yang naik-turun, terasa sesak."Bella ... aku mencintaimu. Enggak ada wanita lain,” ucap Criss dengan nafas yang tersengal-sengal."Criss ....""Aku mencintaimu, Bella!" teriak Criss.Bella bergegas memeluk Criss. Ia sudah tak peduli dengan gengsi dan kemarahannya."Ucapkan lagi! Kumohon ...," pinta Bella.
Hari demi hari berlalu. Bella masih saja mendiamkan Criss. Tak pernah ada lagi komunikasi di antara mereka setelah pengakuan yang sangat mengejutkan dari Criss. Bahkan tanpa sepengetahuan Ana dan George, mereka sudah tidur secara terpisah.Criss dan Bella memang tetap makan dalam satu meja. Mereka terkadang terlihat baik-baik saja saat di hadapan Ana dan George. Namun, kali ini Bella seakan tak bisa menahan perasaan kesalnya lagi pada Criss.“Ini untukmu.” Criss memberikan lauk kesukaan Bella. Ia taruh sayap ayam itu tepat di atas nasi putih yang ada di piring istrinya. Berharap hati Bella akan luluh jika diberi perhatian-perhatian kecil.Namun, harapan itu pupus seketika karena Bella malah memberikan sayap ayam itu pada kucing yang ada di rumah.Tentunya perasaan Criss terluka akan hal itu. Ia terlihat sedih. Akan tetapi, kembali lagi, memang ia pun pantas mendapatkan hal tersebut. Criss pikir, hati Bella lebih terluka dibanding dengan yang dialaminya barusan. Yang Cris
Bella bukan anak kecil lagi. Ia tak sepolos yang Criss pikirkan. Bagaimana pun, semua yang Bella lihat dengan mata kepalanya sendiri adalah hal nyata. Bagaimana bisa ia mengacuhkan bukti nyata itu?Gerak-gerik Criss membuatnya semakin curiga. Terlebih Arnold, yang menghubungi suaminya itu tempo hari. Tanpa sepengetahuannya, Criss pergi dan meninggalkan pertanyaan di kepala Bella.“Apa yang ditemuinya itu Arnold atau ... Gea? Apa donat itu hanya alasan saja?” pikir Bella.Kepala Bella seakan mau pecah saat terus memikirkan hal tersebut. Kini, saatnya ia mendapatkan jawaban atas semua kecurigaannya.“Ma-maksudnya?” tanya Criss.“Apa waktu itu kamu menemui Gea, bukan Arnold? Donat? Haha. Aku tahu jika donat itu hannyalah kambing hitam,” kata Bella.Criss mulai panik mendengar apa yang baru saja Bella katakan. Ia benar-benar terpojok. Sementara Bella menarik nafas panjang dan kembali mengusap air matanya.
“Dia Ellena ... dia anak suamimu. Aku dan Tuan Arnold dikenalkan juga oleh Tuan Criss,” batin Gea. Rasanya ia ingin sekali mengatakan hal tersebut. Namun, kembali lagi, Gea tak mau menyakiti hati Bella. Sebagai sesama wanita, ia pun tak mau sampai mengalami hal seperti itu. "Aku enggak sejahat itu," batinnya. Ya, begitulah sifatnya. Ia rela menderita dan mengubur niatnya untuk berkata yang sebenarnya. “Biar, biar waktu yang mengungkapnya,” pikir Gea sambil menatap kebersamaan Bella dengan Keysha. Mereka terlihat sangat bahagia. Gea pikir, mana mungkin dirinya sanggup menghancurkan keluarga yang bahagia itu? Mata Bella kini tertuju pada Gea. Ia menunggu sebuah jawaban, bahkan sampai berhenti menyuapi Keysha. Bella merasa hubungan Gea dengan Arnold terlalu aneh. Terlebih Arnold adalah teman Criss juga. “Dia ... Ellena. A-aku dan Tuan Arnold enggak sengaja bertemu dulu,” jawab Gea tanpa menatap lawan bicaranya. “Oh ... begitu.” Be
Di usia Keysha yang menginjak genap satu tahun, Criss mengajaknya dan juga Bella untuk pergi ke taman hiburan. Taman yang pernah dikunjungi oleh dirinya dan Bella dulu.“Apa kamu masih ingat waktu dulu, di atas sana kamu menyatakan cintamu?” tanya Bella sambil menunjuk biang lala yang sedang berputar.Tak ada perubahan yang signifikan. Warna cat dari kerangka besi biang lala itu pun masih tetap sama. Kursi yang diduduki oleh mereka bertiga pun masih kursi yang sama.“Tentu dan aku sangat sedih dengan penolakanmu.” Criss menunduk malu.“Hahaha. Maaf, saat itu aku masih ragu, tapi sebenarnya aku tuh mau ngungkapin perasaanku juga, cuman kamu keburu marah,” kata Bella. Ia mengakui jika memang dirinya saat itu tak diberi kesempatan untuk melanjutkan perkataannya.“Yang benar?” tanya Criss antusias.“Iya.” Bella mengangguk.Criss memegang kedua tangan Bella. “Coba diulang! Aku pengen deng
Kedatangan Keysha membuat semua penghuni rumah terkejut sekaligus bahagia. Suasana rumah pun kembali menjadi ramai dan hangat. Criss memeluk Bella erat.Semua tampak normal setelah kehadiran Keysha. Ya, rona wajah Bella tak murung lagi. Aura keibuannya semakin terpancar.Criss belajar banyak dari Bi Iyum tentang mengurus anak. Kala itu, ia sedang bermain dengan Keysha yang berusia empat bulan. Merelakan dirinya terkena pipis Keysha hingga membuat Bella tertawa. Kegigihan dan perhatiannya membuat hati Bella terenyuh.“Syukurlah dia mau nerima Keysha,” batin Bella.Pernah Criss mencoba memandikan Keysha. Ia terlihat begitu telaten, meskipun tetap harus didampingi Bi Iyum. Ia semakin mahir mengenai bayi.Berbulan-bulan, Criss selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan Keysha meskipun pekerjaannya di kantor sangat banyak. Bella senang akan hal itu.Ding!Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel Criss. Bella mendengarnya juga dan bertanya, “Apa sebuah pesan? Dari s
Criss mengajak Bella ke hotel yang tidak jauh dari restoran tadi. Ia sudah siap bertempur malam ini.“Izinkan aku memberimu seorang anak,” ucap Criss dengan nafas yang memburu.“Criss ....”Seakan bulan madu yang tertunda. Criss melepas satu-persatu kain yang menutupi tubuh istrinya. Melemparnya ke sembarang tempat. Sementara Bella hanya bisa pasrah.Criss mulai beraksi. Ia membaringkan Bella yang tanpa sehelai benang pun. Mengecup adalah tindakan favoritnya.Bibir Bella adalah sasaran pertama. Ia memberi pautan yang begitu dalam. Merasakan setiap detik kebersamaannya dengan istri tercinta.Bella pun sangat menikmati. Ia membalas setiap perlakuan suaminya. Kecupan Criss turun dan membubuhi setiap jengkal leher Bella yang menggoda. Tubuh Criss memanas.Diputarnya gunung kembar di sana. Mana mungkin ia membiarkannya begitu saja.“I love you,” bisik Criss.Tak bisa membalas, Bella hanya bisa mengerjapkan mata menikmati sensasi itu. Dirinya seakan melayang. Ti
“Ah, aku enggak kuat liat dia nangis, hatiku sakit,” pikir Criss. Ia kembali ke ruangan tempat Bella berada, masuk dan hanya mendapati Bi Iyum di sana.“Bi, Papa dan Mama ke mana?” tanya Criss.“Mereka pergi ke bagian administrasi. Pak Eman kembali ke parkiran,” jawab Bi Iyum yang sedang merapikan ari-ari bayi Bella. Ia masukkan ke dalam sebuah guci kecil.“Kenapa mereka enggak minta aku buat bayar biaya persalinan Bella? Apa karena aku bukan ayah kandungnya? Ah, aku juga salah, kenapa aku terlambat mengurusnya?” batin Criss.“Criss, kamu dari mana?” tanya Bella.“Aku dari toilet,” sahut Criss yang kemudian duduk di ranjang tempat Bella berbaring. Ia memegang tangan istrinya dan saling memandang.Bi Iyum merasa tak enak dan canggung dengan keadaan itu. Ia tak mau mengganggu momen romantis majikannya.“Ya udah, Bibi pulang dulu, ya? Selamat Tuan, akhirnya kau jadi seorang
Bi Iyum pun tak mengerti dengan apa yang dilakukan Tuan yang sejak kecil diasuhnya. Yang ia tahu memang Criss itu orangnya jahil dan nakal.“Aku mau bawa Bibi ke rumahku dan Bella,” sahut Criss dengan entengnya.Hena mengernyitkan dahi. Ia dibuat bingung dengan kelakuan anaknya. “Maksudnya?”“Aku mau Bibi jagain Bella. Ya ... menjaga kehamilannya,” jelas Criss penuh penekanan. Matanya mendelik.“Tapi ... rumah ini gimana? Siapa yang mau masak dan bersih-bersih?”Hena mencemaskan rumahnya jika tanpa seorang asisten rumah tangga. Terlebih Bi Iyum sudah bekerja selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan lebih dari umur Chiko sekarang. Bi Iyum sudah mengabdi sangat lama. Hena sama sekali tak berpikir akan mencari penggantinya.Sementara dirinya sama sekali tak pernah melakukan tugasnya baik sebagai istri mau pun sebagai ibu. Akan tetapi, setidaknya nasi goreng buatannya cukup enak. Ya, sayangnya ia jarang turun ke da