Bab 5
"Turun ranjang maksudmu?" George tak mengerti apa maksud dari menantunya yang tidak bisa diandalkan itu.
George melipat tangan di dada. Ia berpikir keras. "Itu memang bisa dilakukan jika kamu sudah tiada. Sudah mati,” tambahnya."Ya, anggap saja saya sudah mati," ucap Chiko. Ia berdiri dan sama sekali tak menghormati keberadaan orang tua Bella. Lalu ia pergi sambil mengangkat tangannya."Chiko ...," sebut Bella. Ia memanggil nama suaminya.Bella sangat kecewa pada Chiko yang tidak mau memperjuangkan bahtera rumah tangganya."Enggak ada pilihan lain, Sayang. Menikahlah dengan Criss!" ucap George. Ia tak memaksa Chiko karena ia pun sudah sangat kecewa terhadapnya.George segera menarik kerah baju Criss. Namun, Criss tak menampakkan rasa takut. Ia menatap tajam orang yang akan menjadi mertuanya.“Aku akan menyerahkan anakku padamu. Tapi, jika kau membuat kesalahan dan membuat anakku bersedih seperti perlakuan Kakakmu, aku tak segan-segan akan menjebloskanmu ke penjara menyusul Ayah tirimu! Camkan itu!” ancam George. Ia lalu melepas cengkeramannya dan mengempaskan Criss ke lantai.Bella menumpahkan air matanya lagi. "Kenapa aku harus menikah dengannya? Hatiku masih mengharapkan Chiko," batinnya meraung-raung.***
Tak menunggu waktu lama, dua hari setelah perundingan itu, mereka pun mengadakan pesta pernikahan.
Raut wajah Bella tak mencerminkan sebagai pengantin yang bahagia. Dari pagi ia hanya cemberut dan tak mau memandang Criss.Pernikahan yang dilakukan secara terpaksa ini sungguh sangat menyiksa batin Bella. Namun, kembali lagi, ia membutuhkan seorang ayah untuk anaknya. Ia tak mau jika sampai anaknya nanti menjadi bahan ejekan dan cemoohan teman-temannya karena tidak mempunyai seorang ayah.Criss sudah mempersiapkan segalanya. Ia bahkan sudah menyiapkan rumah untuk hidup berdua dengan Bella karena tidak mungkin jika Bella tinggal di rumah Hena. Criss takut jika Bella dihantui rasa trauma."Kenapa kita enggak tinggal di rumah Papa aja?" tanya Bella yang baru mengeluarkan suaranya."Enggak. Kita harus belajar mandiri," sahut Criss yang sedang menyeret koper milik Bella.Criss terus berjalan menuju ke sebuah ruangan. Bella mengekor di belakang dengan langkah malasnya. Mereka masuk ke dalam kamar."Aku enggak mau tinggal di sini.” Bella mengerucutkan bibirnya.Criss menaruh koper Bella di dekat lemari. Tak lupa ia pun menyerahkan kunci kamar itu pada istrinya."Terserah," ucap Criss. Lalu ia keluar meninggalkan Bella sendirian di kamar.Brak!Bella membanting lampu tidur di sana. Lalu ia pun luruh di lantai dan menangis. "Kenapa Papah malah menikahkanku dengannya? Aku ... pasti enggak akan pernah bahagia." Ia lalu merayap menuju tempat tidur dan bersandar di sana sambil tak henti-hentinya menangis.Bella meratapi nasibnya yang malang. Ia kemudian duduk di atas kasur sambil menenggelamkan kepala di antara kedua lututnya. Ia memegangi perutnya yang masih rata.Criss dan Bella tidur di kamar yang berbeda. Criss tak mau memaksakan karena ia mengerti jika Bella masih butuh waktu untuk menerima kenyataan hidupnya yang rumit.Namun, sebisa mungkin Criss mencoba agar Bella mau menerimanya. Pagi hari kini Criss berada di dapur. Memasak nasi goreng."Ka-kau bisa memasak?" tanya Bella yang menghirup aroma sedap hingga membuat tangisannya berhenti karena ia saat itu amat sangat kelaparan.Criss menatap Bella yang masih dengan mata sembabnya itu. Criss agak ragu untuk memulai percakapan. Ia takut jika semua perkataannya akan menyakiti istrinya."Cobalah!" suruh Criss. Ia memasang senyum termanisnya."Enggak mau, pasti enggak enak," tolak Bella."Ya udah, terserah.” Criss menyuapi dirinya sendiri. "Yakin enggak mau?"Criss menggoda Bella. Ia selalu ingat, jika seseorang sedang bersedih maka seseorang harus menghiburnya. Inilah kesempatan Criss untuk mulai mencoba mendekati Bella."Ya udah, sini!" ucap Bella yang tidak bisa menahan rasa laparnya lagi. Criss menyodorkan piring dan sendok bekasnya tadi."Be-bekasmu?" Bella agak jijik."Mau, enggak?" Criss mulai emosi.Padahal dalam hatinya ia senang karena Bella mulai mau bercakap-cakap dengannya."Iya. Bawel!” gerutu Bella.Dengan lahap ia memakan nasi goreng itu. Entah kenapa, ia merasa jika makanan buatan Criss tersebut sangat enak. Criss hanya menatap Bella."I-ini bawaan hamil," ucap Bella saat menyadari jika Criss sedari tadi memperhatikannya.Criss menahan tawanya dan berpura-pura sibuk merapikan tata letak saus dan kecap di atas meja. Lalu ia merapikan penampilannya. Menaikkan sedikit posisi dasi hitam yang dipakainya dan kemudian menggunakan arloji berwarna kuning keemasan itu. "Ehem! Aku harus pergi ke kantor," ucap Criss malu-malu.Bella menatap aneh pada Criss. "Ka-kau bekerja?" Ia terkejut."Lalu ... nanti dari mana kau bisa makan?" Criss menggoda Bella. Ia mencolek dagu istrinya."Ih, apa, sih?!” Bella menepis tangan suaminya. “Baguslah! Harusnya udah dari dulu. Akhirnya aku yang hanya bisa menyadarkanmu.”"Terserah! Hati-hati di rumah," kata Criss."Terserah.” Bella menjulurkan lidahnya meledek.Beberapa menit setelah Criss pergi, lalu terdengar suara bel yang ditekan."Tamu? Masa baru pindah langsung dapat tamu? Mengganggu saja,” dengkus Bella sambil menaruh sendok ke atas piring yang tinggal berisi setengah nasi goreng.Bella berjalan dan mengintip terlebih dahulu. Ada seorang pria bertopi di luar. Sepertinya ia sama sekali tak mengenal orang itu."Siapa?" tanya Bella sambil sedikit membuka pintu. Ia masih sedikit takut menghadapi seorang pria apalagi orang itu adalah orang asing."Apa benar ini rumah dengan atas nama Tuan Cristhoper?""Eh, iya." Bella mengangguk."Jadi ... barangnya mau ditempel di mana?" tanya pria bertopi itu."Barang?" ulang Bella. Ia tak mengerti apa yang dimaksud pria itu."Maksud saya foto," sahut pria yang ternyata adalah petugas dari fotografer pernikahannya kemarin. Bella bingung karena Criss sebelumnya tak berkata jika akan ada yang datang untuk memasang foto pernikahannya. Mau tidak mau, akhirnya ia pun mengizinkan pria itu masuk."Oh ... mmm, masuk saja dulu! Sekalian pilih tempat yang cocok," kata Bella.Bella masih berdiri sambil memegang pintu. Takut jika terjadi hal yang buruk. Ia sudah bersiap akan lari jika ada yang menyentuhnya saat itu juga."Terima kasih, Nona."Foto pernikahan yang cukup besar itu dibawa masuk. Para petugas mencari dan memilih posisi paling bagus di rumah baru Bella. Akhirnya foto itu pun ditempel di dinding ruang tamu."Ah, apa tidak terlalu berlebihan?" Bella mengusap tengkuknya yang mulai terasa dingin karena terpaan angin. Cuaca kala itu memang agak sedikit tidak mendukung. Awan hitam seakan sudah bersiap untuk menurunkan bermilyar-milyar air hujan."Maaf, Nona. Kami pamit karena tugas kami sudah selesai," ucap pria bertopi tadi."Ah, iya. Terima kasih." Bella segera menutup dan mengunci pintu.Lalu ia menatap tajam foto itu. Semakin lama, semakin tubuhnya merinding karena yang ia lihat wajah Criss berubah menjadi wajah Chiko.Jedar!Petir menyambar dan membuatnya tersentak. Jantungnya seakan mau copot. Ia tak berani menatap foto itu lagi dan malah berlari ke kamarnya.Bella menutup pintu kamar dan bersandarlah ia di sana. "Seandainya dia enggak mengacuhkanku, mungkin aku sudah bahagia bersamanya.”Baru saja ia hendak duduk di ranjangnya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu."Siapa lagi? Kapan aku bakal dapat ketenangan? Huft!" keluhnya.Bella tak mau diganggu dan ia tak menghiraukan suara ketukan pintu itu. Akan tetapi, suara ketukan pintu itu semakin lama malah semakin keras terdengar.“Duh, siapa, sih?! Enggak sabaran banget!” gerutunya.Dengan berjalan terburu-buru, ia pun memegang gagang pintu. Ia sampai lupa untuk mengintipnya terlebih dahulu dari jendela.Ceklek!Saat pintu dibuka, begitu terkejutnya ia mendapati sosok yang sedang dipikirkannya."Chiko?""Hai!" Chiko melambaikan tangan sambil tersenyum.Bella tak percaya dengan kehadiran Chiko. Ia terus menggosok-gosok matanya. Chiko masih memasang senyumnya di sana."Suamimu udah pergi?" tanya Chiko."U-udah," jawab Bella dengan terbata-bata. Ia sangat gugup. Tak ayal, senyum Chiko selalu membuatnya salah tingkah."Jangan salah paham! Aku datang kemari cuman pengen ngasih ini.” Chiko memberikan sebuah berkas dengan map kepada Bella.Berkas itu di terima Bella dengan tangannya yang gemetar. Perlahan ia buka dan baca tulisan apa yang tertera di sana."Akta cerai," ucap Bella. Rasanya ia ingin menangis mendapatkan surat tersebut."Ya. Rasanya kurang sopan jika menitipkannya pada orang lain,” kata Chiko.Bella menatap sang mantan suami dengan mata yang berbinar. Hatinya sungguh masih tak bisa melepas Chiko. Ia sangat berharap jika ada keajaiban untuk mengubah hati Chiko yang sekeras batu itu. Bella tak mengerti kenapa hatinya tak bisa melupakan Chiko setelah perlakuan kasar yang telah diterimanya dulu."Mmm ... jadi, apa enggak akan pernah ada kesempatan buatku?" tanyanya. "Kenapa kamu sangat membenciku?" selidiknya."Udahlah, jangan ngarep!” Chiko melipat tangan di dada. “Tapi ... kalau aku boleh tahu, kenapa kamu sangat mencintaiku?"Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. "Entahlah. Tapi ... hatiku selalu menginginkan keberadaanmu di sisiku," katanya."Benarkah?" Chiko tak percaya.Bella mengangguk. Chiko perlahan mendekatkan wajahnya dan mendaratkan bibirnya. Jantung Bella berdegup kencang. Rasa senang, takut dan sedih berkecamuk di dalam hatinya. Chiko memperdalam pautannya. Ia bahkan sampai menutup mata seakan merasakan kerinduan yang begitu dalam."Kenapa?" tanya Bella sesaat setelah terputusnya pautan itu."Enggak. Udahlah, aku pamit," kata Chiko."Apa kamu enggak bisa jujur dengan perasaanmu?" teriak Bella. Chiko tak menggubris pertanyaan Bella. Ia menutup pintu dan langsung pergi dengan mobil sport-nya yang mahal.Bella masih berdiri mematung di bibir pintu. Ia meremas pakaiannya dengan kuat. "Jangan siksa aku seperti ini! Apa maksudmu sebenarnya?"***
Chiko melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia menutup matanya yang berkaca-kaca dengan kaca mata hitam.
Drrt! Drrt! Drrt!Suara getar ponsel mengalihkan perhatiannya yang fokus pada jalanan. Chiko lalu meraih ponselnya yang berada di jok mobil. Ternyata pesan tersebut dikirim oleh Criss.“Kamu di mana? Meeting bentar lagi mau dimulai.”Begitulah kira-kira isi pesan tersebut. Hari ini adalah hari yang sangat penting. Status Chiko sebagai Wakil Direktur sedang dipertaruhkan. Ia yang kehilangan Bella akan secara otomatis turun jabatan. Akan tetapi, ia berharap Criss tak sampai melakukan itu.Rapat dimulai sesaat setelah kedatangan Chiko. Ia tak bisa berbuat apa-apa ketika George menunjuk Criss sebagai Wakil Direktur baru yang menggantikannya.“Apa dia bakal nerima jabatan itu?” pikir Chiko cemas."Maaf, saya tidak bisa menerima jabatan itu. Biarkan saya belajar dan mengenal dulu bisnis ini. Saya masih terlalu awam dan buta tentang masalah perusahaan," tutur Criss.Pandangan Criss lurus ke depan. Keputusannya sudah bulat karena ia bukanlah tipe orang yang serakah dan gila akan jabatan. Baginya bisa mendapatkan uang untuk makan dirinya dan Bella saja sudah teramat cukup.Criss menyadari dirinya sendiri yang memang tidak paham betul mengenai seluk-beluk tentang bisnis. Dari kecil yang ia tahu hanya bermain saja. Sementara itu, Chiko melirik adiknya itu."Tapi–" ucap George tak selesai."Saya janji akan belajar. Untuk sementara biar Chiko yang menduduki posisi itu. Saya dengar, bisnis ini juga sedang tidak stabil. Saya hanya takut membuatnya semakin terpuruk."Hal ini juga yang membuat Criss berpikir berulang kali. Ia tak mau jika perusahaan malah hancur oleh dirinya.George mengangguk-anggukan kepalanya. "Mmm ... bagaimana?" tanyanya kepada para karyawan yang
Mata Bella masih tertutup, hingga ia tak sadar jika bagian depannya sudah sangat terlihat. Criss menatapnya sejenak. Bella perlahan membuka matanya dan melihat sosok Chiko yang berada tepat di hadapannya itu. Ia yang malu-malu hanya menggigit jari telunjuknya.Criss tak puas jika hanya memandangnya saja. Ia dengan cepat memakannya dengan rakus. Seperti bayi, ia mengisap puncaknya. Tangannya yang nakal masuk menyelinap ke dalam rok. Bella semakin mengila saat ia merasakan dua jari masuk ke dalam area terlarang itu."Duh ... Chiko." Bella menutup mulut dengan kedua tangannya.Seketika Criss menghentikan aktivitasnya. Ia merasa kecewa pada Bella yang menyebut nama orang lain. Ia meninggalkan Bella begitu saja dan kembali ke kamar mandi."Aku ... apa yang udah aku ucapin? Astaga!"Bella segera merapikan pakaiannya dan menyusul suaminya. Ia hendak meminta maaf. Saat mengintip dari sedikit celah itu, ia melihat Criss sedang mengeluarkan cairannya.Bella menunduk dan meng
Tok! Tok! Tok!Suara ketukan semakin keras. Chiko segera mengalirkan air lagi pada tubuhnya, membersihkan sisa-sisa sabun.Namun, suara ketukan pintu masih saja terdengar jelas."Berisik banget, sih?!" dengkus Criss.Criss yang marah dan jengkel dengan suara ketukan itu lalu mematikan shower dan meraih handuknya. Ia pun berjalan dan membuka pintu.Dilihatnya Bella sedang berdiri sambil memegang nampan. Matanya membulat, begitu pun dengan Bella."Aduh, lihat dia pakai handuk lagi." Bella menundukkan kepalanya. Ia hanya melihat sandal bulu yang dipakai suaminya.Bella memang belum terbiasa melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Jarak dan komunikasi antar keduanya belum terlalu intens meskipun mereka sudah sah menjadi sepasang suami-istri."Ada apa?" tanya Criss sambil menggosok rambutnya yang masih bercucuran air.Sesekali Bella menatap wajah Criss. Ia merasa jika Criss memang sangat tampan ketika rambutnya sedang dalam keadaan basah.Bella merasa ak
“Pe-pengen apa?” tanya Criss.Pikirannya sudah melayang-layang. Hasratnya sudah mulai naik ketika melihat wajah Bella yang semakin terlihat cantik dan menggoda.“Criss ....” Bella menghampiri dan mengelus pipi suaminya.Criss sangat gugup dibuatnya. “A-apa?” Hatinya mulai tak karuan."Ya ampun, ini udah malem. Aku lelah," lanjutnya sambil menelan ludahnya kasar.“Apa dia mau malam ini juga? Duh, aku udah lelah banget. Takut enggak memuaskan. Nanti dia kapok dan kecewa lagi, gimana dong?” pikir Criss.Seketika Bella menangis mendengar perkataan Criss. Sang suami jadi salah tingkah dan merasa sangat bersalah."Sabar Criss ... sabar! Apa aku turutin aja maunya?" batin Criss. Ia mengatur nafasnya."Mmm ... pengen apa istriku?" Berucap dengan nada yang menggemaskan. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar Bella meminta hal yang selalu dimimpikannya."Enggak jadi. Nanti dimarahin lagi. Enggak mau.” Bella melipat tangan di dada dan membuang muka.Criss semakin ge
Bella kemudian berjalan ke arah kamar Criss. "Kamar Criss pasti lebih berantakan dari pada kamarku."Saat membuka pintu, semerbak wangi pengharum ruangan beraroma lemon menusuk hidung Bella."Wangi banget, kaya kamar perawan,” ucap Bella.Matanya terpana. Ia terkejut dengan keadaan kamar suaminya yang teramat rapi dan bersih. Barang-barangnya tertata dengan sedemikian rupa hingga melihat siapapun yang memandang akan terlena.“Kasurku kok enggak kaya punya dia? Enggak adil, nih!”Kasur ukuran king size itu sangat menggoda dirinya. “Wah, nyaman banget tidur di sini.” Bella mencoba berbaring di kasur Criss yang empuk hingga matanya tertuju pada kalender di sana.Selanjutnya ia berjalan menghampiri kalender yang menempel di dinding karena begitu menarik perhatiannya. "Banyak lingkaran merah. Artinya apa, ya?"Ia mencoba menelaah dan mulai merasa tidak asing dengan tanggal-tanggal dalam lingkaran itu. "Tanggal 23 April 'kan tanggal lahirku. Dari mana dia bisa tahu?"
Sabtu pagi ternyata Criss mendapatkan pesan dari Chiko agar bekerja lembur. Memang Criss meminta maaf karena tidak bisa mengantar Bella jalan-jalan. Akan tetapi, Bella yang kekanak-kanakan malah marah dan hanya mendiamkan Criss. Setelah kepergian sang suami, wajah Bella jadi murung.“Jangan-jangan dia juga besok ga bisa libur. Huft!” keluhnya.Setiap setelah Criss pergi, ia sengaja duduk di sofa sambil mengintip sesekali ke jendela seolah sedang menanti seseorang. Di rumah besar hanya sendirian membuatnya merasa sangat kesepian.Tiba-tiba terdengar suara mobil yang berhenti di depan pintu gerbang rumahnya. Bella mengintip dari balik jendela.“Eh, itu mobil Chiko.”Bella segera berbenah. Ia merapikan meja dan juga penampilannya. Rambut yang awalnya ia ikat, segera dilepas dan dibiarkan terurai begitu saja.“Sudah kuduga, dia pasti datang,” ucap Bella sambil tersenyum.Tok! Tok! Tok!Bagaikan sebuah ciri khas. Setiap seseorang yang mengetuk pintu pasti se
“A-aku enggak pegang-pegang kamu kok semalem. Swear!” Criss mengangkat kedua tangan dan jarinya membuat simbol perdamaian.Tatapan Bella yang tajam sungguh membuatnya takut. Menyeramkan. Ia takut difitnah melakukan hal yang aneh-aneh pada Bella.“Bukan itu!” Bella menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia lalu menaruh kembali sendoknya.“Terus?” Criss tak mengerti.Bella mendorong sedikit piringnya. Lalu ia memundurkan kursinya juga sambil melipat tangan di dada. Bibirnya cemberut."Aku enggak mau makan sendirian," jawab Bella dengan nada yang begitu manja."Ini 'kan berdua," kata Criss.“Maksudnya apa, sih? Aku enggak ngerti,” batinnya.Bella lalu bangkit dan menuangkan mie-nya ke dalam piring Criss hingga kini piring itu terlihat sangat penuh. Beberapa mie tak menjuntai ke bawah."Begini maksudku,” ucap Bella.Criss melongo. Ia hanya bisa pasrah. Bella pun mengatur kursi dan duduk di samping suaminya. "Criss!" panggilnya."A-apalagi?""Sini!" Bella men
"Ada apa, Bell? Kamu enggak apa-apa?" teriak Criss.Criss panik setengah mati. Ia melihat Bella tak berdaya sambil tengkurap. Lalu Criss menempelkan telapak tangannya tepat di kening Bella."Kamu panas banget. Kamu demam.”"Criss ...," panggil Bella dengan suara yang begitu rendah.Keringat panas dan dingin membasahi tubuhnya. Anak rambutnya pun terlihat sangat basah berair. Tubuhnya panas dan menggigil."Ayo kita ke rumah sakit!" ajak Criss.Bella menolak. "Enggak. Aku enggak mau.”"Jangan nolak! Cepetan!" Criss memaksa. Ia hendak memangku tubuh Bella."Dadaku sakit, Criss ...," lirih Bella."Ayo ke rumah sakit makanya!" Criss agak emosi.Sebagai seorang suami tugasnya tentu adalah menjaga sang istri. Maka dari itu, sebisa mungkin ia berusaha agar Bella mau menuruti perintahnya demi keselamatan diri Bella sendiri."Enggak mau." Bella bersikukuh. “Aku malu ...,” tambahnya.Criss merasa aneh dan heran
"Bella ...." Criss memegang lututnya kuat-kuat. Menengadah, menatap istrinya yang kini telah meragukan cintanya."Cepat katakan siapa yang kamu pil–”Criss yang berlutut segera berlari dan mencium istrinya itu. Mulut Bella dibungkam seketika.Pautan itu terasa berbeda, ada gejolak emosi di sana. Bella menitikkan air matanya lagi. Ia berusaha melepaskan diri. Namun, Criss tak mengizinkan. Ia sangat takut kehilangan. Perlahan ia membimbing Bella agar bersandar di dinding. Kedua telapak tangan Criss menyentuh dinginnya tembok, menghalangi pergerakan istrinya itu.Saat pautan itu terlepas, keduanya berusaha mencari udara. Mengatur nafas. Terlihat dada Bella yang naik-turun, terasa sesak."Bella ... aku mencintaimu. Enggak ada wanita lain,” ucap Criss dengan nafas yang tersengal-sengal."Criss ....""Aku mencintaimu, Bella!" teriak Criss.Bella bergegas memeluk Criss. Ia sudah tak peduli dengan gengsi dan kemarahannya."Ucapkan lagi! Kumohon ...," pinta Bella.
Hari demi hari berlalu. Bella masih saja mendiamkan Criss. Tak pernah ada lagi komunikasi di antara mereka setelah pengakuan yang sangat mengejutkan dari Criss. Bahkan tanpa sepengetahuan Ana dan George, mereka sudah tidur secara terpisah.Criss dan Bella memang tetap makan dalam satu meja. Mereka terkadang terlihat baik-baik saja saat di hadapan Ana dan George. Namun, kali ini Bella seakan tak bisa menahan perasaan kesalnya lagi pada Criss.“Ini untukmu.” Criss memberikan lauk kesukaan Bella. Ia taruh sayap ayam itu tepat di atas nasi putih yang ada di piring istrinya. Berharap hati Bella akan luluh jika diberi perhatian-perhatian kecil.Namun, harapan itu pupus seketika karena Bella malah memberikan sayap ayam itu pada kucing yang ada di rumah.Tentunya perasaan Criss terluka akan hal itu. Ia terlihat sedih. Akan tetapi, kembali lagi, memang ia pun pantas mendapatkan hal tersebut. Criss pikir, hati Bella lebih terluka dibanding dengan yang dialaminya barusan. Yang Cris
Bella bukan anak kecil lagi. Ia tak sepolos yang Criss pikirkan. Bagaimana pun, semua yang Bella lihat dengan mata kepalanya sendiri adalah hal nyata. Bagaimana bisa ia mengacuhkan bukti nyata itu?Gerak-gerik Criss membuatnya semakin curiga. Terlebih Arnold, yang menghubungi suaminya itu tempo hari. Tanpa sepengetahuannya, Criss pergi dan meninggalkan pertanyaan di kepala Bella.“Apa yang ditemuinya itu Arnold atau ... Gea? Apa donat itu hanya alasan saja?” pikir Bella.Kepala Bella seakan mau pecah saat terus memikirkan hal tersebut. Kini, saatnya ia mendapatkan jawaban atas semua kecurigaannya.“Ma-maksudnya?” tanya Criss.“Apa waktu itu kamu menemui Gea, bukan Arnold? Donat? Haha. Aku tahu jika donat itu hannyalah kambing hitam,” kata Bella.Criss mulai panik mendengar apa yang baru saja Bella katakan. Ia benar-benar terpojok. Sementara Bella menarik nafas panjang dan kembali mengusap air matanya.
“Dia Ellena ... dia anak suamimu. Aku dan Tuan Arnold dikenalkan juga oleh Tuan Criss,” batin Gea. Rasanya ia ingin sekali mengatakan hal tersebut. Namun, kembali lagi, Gea tak mau menyakiti hati Bella. Sebagai sesama wanita, ia pun tak mau sampai mengalami hal seperti itu. "Aku enggak sejahat itu," batinnya. Ya, begitulah sifatnya. Ia rela menderita dan mengubur niatnya untuk berkata yang sebenarnya. “Biar, biar waktu yang mengungkapnya,” pikir Gea sambil menatap kebersamaan Bella dengan Keysha. Mereka terlihat sangat bahagia. Gea pikir, mana mungkin dirinya sanggup menghancurkan keluarga yang bahagia itu? Mata Bella kini tertuju pada Gea. Ia menunggu sebuah jawaban, bahkan sampai berhenti menyuapi Keysha. Bella merasa hubungan Gea dengan Arnold terlalu aneh. Terlebih Arnold adalah teman Criss juga. “Dia ... Ellena. A-aku dan Tuan Arnold enggak sengaja bertemu dulu,” jawab Gea tanpa menatap lawan bicaranya. “Oh ... begitu.” Be
Di usia Keysha yang menginjak genap satu tahun, Criss mengajaknya dan juga Bella untuk pergi ke taman hiburan. Taman yang pernah dikunjungi oleh dirinya dan Bella dulu.“Apa kamu masih ingat waktu dulu, di atas sana kamu menyatakan cintamu?” tanya Bella sambil menunjuk biang lala yang sedang berputar.Tak ada perubahan yang signifikan. Warna cat dari kerangka besi biang lala itu pun masih tetap sama. Kursi yang diduduki oleh mereka bertiga pun masih kursi yang sama.“Tentu dan aku sangat sedih dengan penolakanmu.” Criss menunduk malu.“Hahaha. Maaf, saat itu aku masih ragu, tapi sebenarnya aku tuh mau ngungkapin perasaanku juga, cuman kamu keburu marah,” kata Bella. Ia mengakui jika memang dirinya saat itu tak diberi kesempatan untuk melanjutkan perkataannya.“Yang benar?” tanya Criss antusias.“Iya.” Bella mengangguk.Criss memegang kedua tangan Bella. “Coba diulang! Aku pengen deng
Kedatangan Keysha membuat semua penghuni rumah terkejut sekaligus bahagia. Suasana rumah pun kembali menjadi ramai dan hangat. Criss memeluk Bella erat.Semua tampak normal setelah kehadiran Keysha. Ya, rona wajah Bella tak murung lagi. Aura keibuannya semakin terpancar.Criss belajar banyak dari Bi Iyum tentang mengurus anak. Kala itu, ia sedang bermain dengan Keysha yang berusia empat bulan. Merelakan dirinya terkena pipis Keysha hingga membuat Bella tertawa. Kegigihan dan perhatiannya membuat hati Bella terenyuh.“Syukurlah dia mau nerima Keysha,” batin Bella.Pernah Criss mencoba memandikan Keysha. Ia terlihat begitu telaten, meskipun tetap harus didampingi Bi Iyum. Ia semakin mahir mengenai bayi.Berbulan-bulan, Criss selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan Keysha meskipun pekerjaannya di kantor sangat banyak. Bella senang akan hal itu.Ding!Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel Criss. Bella mendengarnya juga dan bertanya, “Apa sebuah pesan? Dari s
Criss mengajak Bella ke hotel yang tidak jauh dari restoran tadi. Ia sudah siap bertempur malam ini.“Izinkan aku memberimu seorang anak,” ucap Criss dengan nafas yang memburu.“Criss ....”Seakan bulan madu yang tertunda. Criss melepas satu-persatu kain yang menutupi tubuh istrinya. Melemparnya ke sembarang tempat. Sementara Bella hanya bisa pasrah.Criss mulai beraksi. Ia membaringkan Bella yang tanpa sehelai benang pun. Mengecup adalah tindakan favoritnya.Bibir Bella adalah sasaran pertama. Ia memberi pautan yang begitu dalam. Merasakan setiap detik kebersamaannya dengan istri tercinta.Bella pun sangat menikmati. Ia membalas setiap perlakuan suaminya. Kecupan Criss turun dan membubuhi setiap jengkal leher Bella yang menggoda. Tubuh Criss memanas.Diputarnya gunung kembar di sana. Mana mungkin ia membiarkannya begitu saja.“I love you,” bisik Criss.Tak bisa membalas, Bella hanya bisa mengerjapkan mata menikmati sensasi itu. Dirinya seakan melayang. Ti
“Ah, aku enggak kuat liat dia nangis, hatiku sakit,” pikir Criss. Ia kembali ke ruangan tempat Bella berada, masuk dan hanya mendapati Bi Iyum di sana.“Bi, Papa dan Mama ke mana?” tanya Criss.“Mereka pergi ke bagian administrasi. Pak Eman kembali ke parkiran,” jawab Bi Iyum yang sedang merapikan ari-ari bayi Bella. Ia masukkan ke dalam sebuah guci kecil.“Kenapa mereka enggak minta aku buat bayar biaya persalinan Bella? Apa karena aku bukan ayah kandungnya? Ah, aku juga salah, kenapa aku terlambat mengurusnya?” batin Criss.“Criss, kamu dari mana?” tanya Bella.“Aku dari toilet,” sahut Criss yang kemudian duduk di ranjang tempat Bella berbaring. Ia memegang tangan istrinya dan saling memandang.Bi Iyum merasa tak enak dan canggung dengan keadaan itu. Ia tak mau mengganggu momen romantis majikannya.“Ya udah, Bibi pulang dulu, ya? Selamat Tuan, akhirnya kau jadi seorang
Bi Iyum pun tak mengerti dengan apa yang dilakukan Tuan yang sejak kecil diasuhnya. Yang ia tahu memang Criss itu orangnya jahil dan nakal.“Aku mau bawa Bibi ke rumahku dan Bella,” sahut Criss dengan entengnya.Hena mengernyitkan dahi. Ia dibuat bingung dengan kelakuan anaknya. “Maksudnya?”“Aku mau Bibi jagain Bella. Ya ... menjaga kehamilannya,” jelas Criss penuh penekanan. Matanya mendelik.“Tapi ... rumah ini gimana? Siapa yang mau masak dan bersih-bersih?”Hena mencemaskan rumahnya jika tanpa seorang asisten rumah tangga. Terlebih Bi Iyum sudah bekerja selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan lebih dari umur Chiko sekarang. Bi Iyum sudah mengabdi sangat lama. Hena sama sekali tak berpikir akan mencari penggantinya.Sementara dirinya sama sekali tak pernah melakukan tugasnya baik sebagai istri mau pun sebagai ibu. Akan tetapi, setidaknya nasi goreng buatannya cukup enak. Ya, sayangnya ia jarang turun ke da