"Nina?""Daripada gabut. Mending kencan sama gue, Mas," Nina memaksa masuk ke dalam kamar bernuansa maskulin itu. Kamar yang cenderung lebih rapih dibandingkan kamarnya karena dihuni oleh dua orang pria dewasa dan mapan."Nin, gue nggak suka dijadiin pelampiasan," Sean terkekeh pelan. Wajah kesal Nina sangat lucu dimatanya. Pasti perempuan itu baru saja ditolak."Justru ini namanya kerja sama, Mas. Lo mau seharian luntang lantung di asrama?" Tangannya bersedekap setelah berhasil menguasai kasur Sean. Pria itu duduk di sebelahnya, bersandar pada dinding."Nggak juga kok. Ada Kesha sama Ikbal juga di rumah," Tolak Sean secara tak langsung."Jangan bilang lo nolak Kesha lagi?" Nina mengernyit tak suka. Sebab dia kasihan pada Kesha yang tidak lagi pernah berkencan, "Lo harusnya kasih dia kesempatan, Mas. Lo nggak kasihan sama dia?""Masa gue kencan sama orang cuman karena kasihan sih. Malah gue jahat banget kalau gitu," Jawab Sean. Pria it
DAY 11Mata Nina mengerjap ketika menyadari ruangan sudah terang. Dia perlahan bangkit, namun baru seperempat tubuhnya terbangun, pandangannya berkunang-kunang. Ia tidak tahu kapan Ia tertidur. Seingatnya, Ia menangis semalaman di dalam toilet sampai jatuh tertidur di lantai marmer yang dingin. Mungkin Chelsea atau Nadya yang mengangkat tubuhnya menuju kasur.Matanya agak berat untuk sekedar dibuka. Ia mau tidak mau harus memakai kacamata tebal untuk menutupi matanya yang sembab. Perasaannya pagi ini masih campur aduk, tapi setidaknya lebih baik daripada semalam. Nina merasa tidak enak badan, jadi ketika Ia menuju ruang tamu, Ia memutuskan untuk berbaring di sofa dengan membawa selimut hello kittynya ditemani oleh bunyi TV agar tidak sepi."Sakit?" Sebuah sentuhan pada kepalanya membuat Nina refleks menyentak. Didepannya, Adam sudah siap dengan pakaian kerjanya. Tampaknya Nina tidak menyadari presensi Adam di dapur. Padahal Adam membuat sarapan yang cukup
DAY 12"Aku pasti akan tetap menunggu kamu, Mas," Kata Chelsea tenang. Padahal dalam hatinya tak kunjung berhenti gelisah karena sebagian besar hati pria itu telah dimiliki oleh Nina. Setidaknya untuk saat ini."Maaf, aku nggak bisa tegas dengan kalian berdua. Aku nggak akan memaksa kalau kalian ingin pergi, meskipun rasanya berat," Balas Adam. Pria itu mengemudi pelan. Jalanan sedikit lenggang, oleh karena itu lah pria itu tak keberatan saat Chelsea meminta nebeng dengannya untuk pergi ke kampus."Aku nggak akan pergi, Mas. Aku tetap akan memilih kamu sampai akhir," Tegas Chelsea. Perasaannya pada Adam kian hari kian membesar. Entah memakai susuk apa pria itu hingga membuatnya tergila-gila. Sebagian besar disebabkan karena egonya yang terluka untuk pertama kalinya karena tak kunjung mendapatkan pria yang dia inginkan."Kamu tahu konsekuensinya kan? Kamu tahu kan perasaanku ke kamu nggak seperti itu," Kata Adam."Lebih tepatnya belum. Aku tahu, mak
DAY 13"Nggak. Kamu duduk sini."Wanita itu ingin sekali makan jelly, camilan favoritnya. Sialan Adam dengan kecemburuannya. Nina ingin sekali ikut Sean ke minimarket. Ia sudah siap dengan cardigan rajut dan dompet di ketiaknya."Yakin nggak mau ikut?" Nina tahu, Sean sedang menggodanya. Wajah gadis itu pun diam-diam memelas meminta tolong.Ia benar-benar ingin makan jelly!"Udah-udah, gue aja yang ke minimarket. Lo ikut nggak?" Ikbal mengambil alih.Tidak, jangan juga Ikbal. Pria itu menyebalkan."Aku bilang duduk, Nina. Aku bisa beliin kamu satu dus jelly sekarang juga, bahkan dengan tokonya kalau mau," Kata Adam otoriter.Bukan hanya masalah jelly, tapi Nina tidak tahan kalau harus terjebak di situasi menyebalkan lagi! Lihat lah, Chelsea sedang gelendotan manja di bahu Adam. Mau pria ini apa sebenarnya?!"Ck! Gue cabut sekarang. Kalau lo nggak ikut gue tinggal," Final Ikbal.Ancaman Ikba
DAY 14"Beneran, Mas?" Mata Nina berbinar."Iya, nanti sekitar jam 5. Tapi, kamu nggak apa-apa kan berangkat sendiri? Soalnya aku ada keperluan sebentar takutnya nggak sempat jemput kamu ke rumah.""Iya nggak apa-apa, Mas. Lagian kasihan kamunya kalau musti bolak-balik," Kata Nina. Adam tersenyum kemudian mengacak rambut Nina gemas. Pria itu pun segera kembali ke kamarnya untuk bersiap pergi ke kantor sebentar.Hari libur yang cerah ini, Adam tiba-tiba dirasuki oleh Dewa Cupid. Entah ada angin apa mendadak pria itu mengajak Nina berkencan. Meskipun mereka tidak berangkat bersama, Nina tetap merasa senang karena Adam bersikap baik dengannya.Padahal Nina menduga Adam akan marah saat dia sampai di rumah pasca pergi membeli garam bersama Sean. Nyatanya, pria itu bersikap biasa saja. Atau mungkin saja ada sesuatu yang dia lewatkan. Pokoknya Nina sangat berterimakasih kepada siapapun itu yang berhasil mengubah mood Adam Prakarsa.Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 3 yang artinya Nina h
Nina sampai ke rumah diantar oleh staf dengan mata memerah. Berkali-kali staf perempuan bernama Vanka membujuk Nina agar menahan air matanya dan sedikit banyaknya berusaha menenangkan punggung bergetar Nina selama di mobil. Rencana awalnya, Vanka akan menegur Nina karena sudah berkencan tanpa memberitahu pihak staf, yah biasalah untuk keperluan shooting. Tapi, saat dia melihat tubuh itu duduk meringkuk seorang diri, Vanka tahu bukan saat yang tepat untuk memarahinya."Sudah, nggak apa-apa yang penting sekarang kamu istirahat yang cukup. Jangan sampai sakit," Ujar Vanka.Nina setengah mati berusaha menahan tetesan matanya yang sudah berkumpul lagi di kelopak mata. Bahkan dia sampai beberapa kali mendongakkan kepala di depan pintu sebelum akhirnya membukanya. Dia disambut oleh pemandangan yang semakin membuatnya sakit hati.Pria itu, pria yang senang mengucapkan janji. Kini duduk di meja makan dengan wajah tenangnya. Nina menghembuskan napas dengan kesal kemudian masuk. "Nin, makan du
DAY 15Dia berdiri di cermin, mencoba menguatkan diri. Rasa sesak memenuhi sudut kelopak matanya. Pertahanan diri yang awalnya sangat kuat kini runtuh hari demi hari. Bahkan, dirinya pun tak bisa mengerti apa keinginan hati ini.Pria itu menjadi satu-satunya sosok yang dia puja, awalnya. Rencananya akan menemaninya menjadi pemeran utama di masa depan. Tapi belum setengah jalan berlalu, pria itu memilih melangkah ke jalan yang berbeda. Entah Nina yang terlalu naif atau memang pria itu yang kelewat brengsek.Nina juga tidak mengerti, kenapa dia bisa jatuh sedalam dan secepat ini. Apakah karena merasa diburu waktu? Atau mungkin dia yang terlalu mudah jatuh cinta. Bayangkan dalam waktu dua minggu, perasaannya campur aduk seperti bubur. Begitu cepat, tanpa sempat dihadang.Saat kakinya membawa tubuh ringkih itu menuju ruang tamu, para penghuni sudah berkumpul dengan sebuah amplop coklat berstemple hati di tangan Nadya. Tanpa dipertanyakan pun dia sudah tahu, hari ini akan berlalu dengan be
Melepas Adam pergi bersama wanita lain bukanlah hal yang mudah. Meskipun sudah terjadi beberapa kali, biasanya dia tak gundah karena percaya Adam pasti akan kembali untuknya. Tapi, sepertinya takdir tak ingin jalan yang dia lalui semulus sutra. Bagaimana pun Adam hanyalah manusia biasa yang memiliki hati yang goyah. Ternyata hobi memasaknya tak berhasil membuat perasaan gelisahnya sirna. Ditatapnya bolu berhiaskan es krim dan strawberry di atasnya. Begitu memanjakan mata siapapun yang melihat. Namun bagi seorang Nina, untuk apa memasak karya sehebat ini, kalau tidak ada yang bisa menikmatinya selain dirinya sendiri?Setelah semua orang pergi, dia membaca kembali alamat yang tertera. Jujur sebagai anak rumahan yang jarang berkelana, dia sedikit bingung dimana alamatnya berada. Akhirnya, dia memutuskan memesan taksi alih-alih menyetir mobilnya sendiri.Untuk kedua kalinya dia merasa bersemangat untuk berkencan lagi. Bukan semata-mata karena dia jatuh cinta sebelum bertemu. Isi kepalany
"Apapun itu yang kamu pikirkan...aku nggak tertarik untuk mencoba. Jadi lupakan aja.""Haahh..." Kanaya menyandarkan kepalanya pada bahu kursi. Kenapa? Kenapa ia harus berkata seperti itu pada Ezra dan menyakitinya lagi? Kanaya terlalu kasar, tapi itu karena ia tidak ingin memulai apapun lagi dengan Ezra kemudian berseteru dengan ibunya yang tidak menyetujuinya."Ka?" Nina mengguncang tubuhnya, membuat Kanaya kembali tersadar."Eh, maaf...aku..""Kamu nggak enak badan? Istirahat aja atau pulang. Kamu kan lagi sibuk syuting, kalau kamu merasa keteteran, nggak ke cafe juga nggak apa-apa. Aku masih bisa handle kok, karyawan juga banyak.""Aku masih bisa kok.""Ka..." Ucap Nina dengan serius. Secara tersirat memerintahkan Kanaya agar istirahat saja.Bukan begitu...Kanaya hanya sedang berharap Ezra akan datang lagi walau sebentar. Kanaya tidak ingin kehilangan momen yang langka. Kenyataan bahwa kampus Ezra berdekatan dengan cafenya, membuat besar kemungkinan pria itu datang lagi. Kanaya s
"Za! Ada cafe baru di persimpangan, lo join nggak? Sekalian udud." Ajak Wahyu.Pria dengan jaket kupluk hitam dan headseat di telinganya tidak menjawab, pun menoleh. Matanya terpejam dengan tangan bersedekap."Za!" Panggil Jovi lagi, temannya. Kali ini dengan sedikit dorongan keras.Ezra membuka matanya yang memerah karena dibangunkan mendadak. Pria itu menguap lalu mengendikkan dagunya tanda bertanya."Kita mau kerja kelompok di cafe dekat persimpangan yang lagi rame itu.""Cafe Heureux itu ya? Yang punya seleb? Mau! Mau! Sekalian foto-foto disana yuk!" Abigail menyahuti."Terserah," Singkat pria kulkas itu."Sekalian cuci mata, katanya anak FEB pada sering nongkrong disitu. Mereka kan cakep-cakep. Itung-itung bantu lo move on, Za!"Ezra memilih acuh kemudian membereskan barangnya. Lagipula, ia ingin segera menyelesaikan tugas yang menumpuk dan tidur di apartemennya sampai pagi esok untuk membayar 2 malam begadangnya."Buset! Gercep banget ya Ezra kalau udah ngomongin cewek cakep. Ma
Bos'Dimana?'MeDikantin, Pak.Bos'Oke'Sudah 5 bulan berlalu sejak kesepakatan itu. Baik Adam maupun Norma tidak ada yang berniat untuk mengakhiri hubungan palsu ini. Setiap kali Norma bertanya, Adam hanya menjawab....'Sampai waktu yang tidak ditentukan.'"Lo kapan mau putusin si Bos?" Tanya Ika, sahabat dekat, satu-satunya manusia di kantor yang tahu rahasianya."Putusin gimana? Hubungan aja nggak ada.""Nah, itu maksud gue. Lo mau sampai kapan nggak dikasih kepastian dari bos? Lo nggak mau cari pacar emang?"Bagaimana mau cari pacar, kalau hatinya terlanjur berlabuh pada Adam Prakarsa...Melihat Norma yang hanya diam, Ika kembali bicara, "Lo suka ya sama bos?""Jangan ngasal.""Cih, lo pikri gue bego? Waktu awal-awal lo ngeluh ke gue 24 jam, bos nyebelin lah, bos kampret lah, bos inilah itulah. Sekarang, coba lihat, lo udah bukan ngeluh lagi. Tapi kayak cewek yang lagi jatuh cinta tahu nggak. Adam tuh baik banget dia malam-malam bawain gue obat pas sakit, Adam ngajak gue jalan-j
Pria itu sibuk menatap jalanan yang padat di bawah sana dari gedung pencakar langit lantai 10. Terhitung sejak kembali dari Bali, Adam belum memiliki semangat yang sama untuk bekerja. Padahal, seluruh karyawan perusahaan tahu, bagaimana bos workaholic mereka itu, jika menyangkut pekerjaan, ia pasti akan menggila sampai lupa waktu.Makanya, uangnya tidak akan habis tujuh turunan."Permisi, Pak. Izin saya Norma." Suara dari intercom memecahkan lamunan Adam, "Masuk."Gadis dengan setelah kemeja garis berwarna biru langit dan rok span diatas lutut itu menunduk setelah sampai di depan meja besar Adam, bosnya."Bapak memanggil saya?""Saya udah manggil dari tadi, kenapa kamu baru datang?""Maaf, Pak tadi saya mengerjakan laporan yang bapak minta hari ini...""Harusnya kamu tahu prioritas. Saya panggil kamu, artinya kamu harus tinggalkan laporan itu dan datang ke saya. Paham?"Ah, kena lagi..."Hm, baik, Pak."Adam mematikan rokoknya ke wadah kaca dengan aksen emas lalu duduk di kursi kebesa
"Saya terima nikah dan kawinnya Karenina Subagyo binti Subagyo dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!""Sah?""Sah!!!""Alhamdulillah."Nina segera mencium tangan suaminya. Terhitung 1 tahun sejak pacaran, dan 6 bulan setelah lamaran, mereka menikah. Kini Nina benar-benar menjadi seorang istri yang ia pun tak sangka. Bahwa hari ini akan datang juga. Bagas menangis dengan haru. Terbayang masa-masa perjuangannya untuk meyakinkan Nina. Banyaknya hambatan tak serta merta menyurutkan rasa cintanya kepada gadis itu.Ada banyak hal yang tidak bisa terungkapkan dengan kata. Sehingga air mata akhirnya mewakilkan segala perasaan senang yang mendera.Dengan telaten Nina menghapus air mata suaminya. Bibirnya tersenyum malu saat melihat Bagas menatapnya lamat. Astaga, padahal mereka sudah menikah. Tapi malah bertingkah seperti remaja puber. Kemudian acara pun dilanjutkan dengan resepsi.Nina yang meminta agar acara diselesaikan dalam 1 hari saja meskipun memakan waku sampai sore
Ruang tamu yang disulap menjadi dekorasi sederhana, semakin ramai oleh keluarga Nina dan Bagas. Hiasan berbagai bunga asli yang memanjang dengan kaki besi pada masing-masing sisi lalu ada nama kedua calon di belakang berwarna emas. Nina sendiri sudah anggun dengan rambut yang tersanggul sederhana dipadukan dengan kebaya simple pilihannya. Senada dengan kemeja katun hijau sage milik Bagas.Nina merasa hari ini hanya imajinasinya, tetapi riakan ramai dari tamu-tamu yang datang membuatnya sadar bahwa ini adalah nyata.Ia telah dilamar.Bagaimana bisa ia sampai pada titik ini? Tentu saja berawal dari hal terkonyol yang Bagas lakukan. Menyematkan jemarinya dengan cincin plastik hadiah dari snack bulan lalu. Cincin dengan lampu kecil merah menyala seperti sirine. Kemudian, tak lama setelahnya, Bagas benar-benar datang membawa ibu beserta adiknya dengan maksud serius karena...ia rasa Nina sudah memberikan lampu hijau."Nah! Sudah!" Kanaya memutar tubuh Nina menghadap cermin agar gadis itu b
"Mas, pulang..." Sambut Intan ramah. Namun, sikap Bagas terlampau dingin. Ia sudah terlalu malas meladeni sikap Intan. Ia tidak ingin kehadiran Intan akan membuatnya kehilangan Nina."Sini--" Omongan Intan terpotong oleh tangan Bagas yang menepisnya agak keras, "Kapan kamu keluar dari rumah ini?" Intan mengerjap, berusaha memcerna apa yang barusan Bagas katakan, "Maksud kamu?""Kamu nggak lupa kan kalau kamu hanya menumpang sementara disini? Jadi, kapan kamu siap pindah? Bukannya kamu sudah bayar uang muka? Sepertinya juga kamu udah sehat."Intan meremas kedua tangannya. Tidak, ini tidak seperti apa yang ia rencanakan. Bagas tidak boleh seperti ini. Intan mengelus perutnya pelan, menatap Bagas dengan memelas."Nggak usah pakai alasan itu lagi untuk mengelabui aku. Aku tau kamu udah pulih. Kamu nggak bisa selamanya tinggal disini, Intan.""Apa aku merepotkan? Kenapa tiba-tiba kamu mengusir aku? Kalau iya, aku janji akan sebisa mungkin bantu-bantu di rumah.""Bukan itu masalahnya," Oh
Setelah membantu Intan memakan makanannya, Bagas pergi keluar ruangan untuk mencari udara segar. Setelah sekian lama, akhirnya Intan bisa makan, meskipun masih belum ada sepatah dua patah kata yang keluar dari mulutnya. Ia masih dalam suasana berduka karena kehilangan anak pertamanya. Keluarga wanita itu tidak ada yang bisa dihubungi membuat Bagas bertanya-tanya. Sebenarnya bagaimana hidup Intan selama ini. Karena setahunya, Intan terlahir dari keluarga yang baik-baik saja. Intan hidup bagaikan putri di negeri dongeng."Abang ngapain bengong disini?" Anggit datang membawa bingkisan hitam. Menyerahkan bingkisan itu ke dada Bagas dengan paksa, sambil memakan es krim yang tersisa setengah."Eh, kesini kamu, Nggit?""Iya, nggak tega juga biarin abang nunggu nenek lampir sendirian di rumah sakit." Anggit kemudian ikut duduk di sampingnya, lalu melanjutkan, "Lagian kenapa sih, Bang? Masih mau bantuin dia? Nina tahu kalau abang segininya bantuin mantan?""Ya mau gimana lagi. Sejak awal aban
Sudah beberapa hari ini ia diselimuti oleh kalut. Bagaimana tidak, bayangan Bagas memeluk pinggang Intan erat, menuntun wanita itu berjalan seperti suami siaga, membuat Nina merasa dikhianati secara tidak langsung. Kenyataan bahwa, selama Bagas tidak membalas pesannya, karena pria itu sibuk mendampingi Intan membuatnya tidak bisa berpikir jernih.Oleh karena itu, Nina ingin memastikan sesuatu. Dia berdiri menatap pagar hitam di depannya lama, sebelum memutuskan untuk membukanya atau berbalik pergi. Ia membuka pagar perlahan, lalu melangkah mendekati pintu utama. Dengan rantang di tangan kanannya, berisikan rawon buatannya sendiri, ia teringat akan pesan ibu sebelum masuk rumah sakit.'Jangan lupa kasih rawon ini ke Bagas ya, Nak. Meskipun belum kenal, tapi kan calon besan ibu. Anggap aja salam perkenalan.'Nina merasa...punya wasiat yang harus ia tuntaskan, sekaligus alibi untuknya karena Bagas tidak bisa dihubungi."Assalamualaikum..."Nina mengetuk, kemudian memperhatikan penampila