Share

Bab 4

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-05 15:08:49

*** MASIH POV RIA***

Di rumah dengan lincah kupersiapkan menu makan malam, walau hanya seadanya.

Tak sadar aku senyum-senyum sendiri mengingat candaanku dengan Reyhan tadi, aku sebenarnya tak tega mengolokinya seperti tadi, tapi itu di luar kendaliku.

Kata-kata itu seperti lolos begitu saja dari mulutku, aku jadi bisa tertawa lepas melupakan kesedihan.

Terima kasih tuan Reyhan Pratama, kau adalah malaikat tak bersayapku. Selama empat tahun ini sudah banyak membantuku.

Seperti hari-hari kita yang penuh kekonyolan, saat pertama berjumpa pun dengan cara yang konyol.

Aku yang saat itu tengah berjalan menggandeng Dhea yang sudah kelelahan. Saat itu matahari tengah teriknya. Aku dan Dhea terus mencari kost-an kosong untuk kami tinggali di kota asing ini, karena kasihan melihat putri kecilku kepanasan juga kelelahan, akhirnya aku berinisiatif mencari ojek saja biar lebih cepat dapat kost yang nyaman dan sesuai budget.

Saat lewat kuberhentikan dia yang tengah asyik berkendara dengan santainya di sela kepadatan kendaraan.

" Bang, ojek, Bang!" teriakku saat melihatnya yang kukira tukang ojek karena pakai  jaket hitam juga helm hitam.

"Apa Mbak manggil saya?" tanyanya balik sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Iya, Mas, bisa tolong antar saya cari kost-an yang murah dan nyaman, gak?" tanyaku to the point sambil meringis kepanasan.

Sejenak terlihat ia diam, mungkin berpikir.

"Baik, Mbak, saya antar, silakan naik! Anaknya ya, Mbak? Kasihan kecapekan kayaknya," jawabnya sopan sambil meminta dan meletakkan bawaanku di belakang kemudi motor.

"Iya Mas, makasih ya, sebelumnya." Kemudian aku dan Dhea segera naik ke motor matic itu setelah dia memberikanku sebuah helm.

Setelah muter-muter cukup lama, akhirnya kami dapat juga tempat kost yang sreg menurutku, dan tentunya dia masih setia menemaniku.

"Terima kasih ya, Mas, udah mau nganterin sampai ikut muter-muter."

"Iya, Mbak, sama-sama, kalau begitu saya pamit dulu!" pamitnya sopan.

"Berapa, Mas, ongkosnya?" kubuka dompet hendak mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Nggak usah, Mbak, saya ikhlas. Dan maaf, saya bukan tukang ojek," ucapnya yang membuatku terlonjak kaget sangat malu.

"Hah, Masnya bukan tukang ojek? Tap--tapi ... tadi kenapa gak bilang? Kenapa menurut saja mau nganterin saya?" tanyaku gugup plus syock, lebih tepatnya sangat malu sudah salah orang. 

"Masak ada sih, Mbak, tukang ojek seganteng saya?" ucapnya pede sambil tersenyum lebar.

Kembali kuamati penampilannya, kemudian meringis membenarkan ucapannya. Dan menunduk sangat malu tentunya.

"Tuhan, bodohnya aku mengiranya tukang ojek. Bener juga apa yang diucapkannya, mana ada tukang ojek ganteng juga bersih kaya dia?" gumamku pelan menyadari kebodohan yang telah kulakukan karena kurang teliti menilai orang.

"Apa, Mbak?" tanyanya sambil menahan senyum, mungkin mendengar ucapanku barusan.

"Oh tidak, Mas, makasih ya. Maaf, beneran saya gak sengaja dan gak tahu kalau di sini yang pakai jaket dan helm hitam itu gak semuanya tukang ojek. Ini anggap aja pengganti uang bensin, karena sudah mau bantuin saya." Kuberikan satu lembar uang berwarna merah padanya.

"Tidak usah, Mbak, saya ikhlas, kok. Buat beli kebutuhan anaknya saja, kan, Mbaknya masih baru di sini pasti banyak kebutuhan yang perlu dibeli," tolaknya halus.

"Tapi, saya sudah merepotkan Masnya." Aku masih tetap kekeh memberikan uang itu.

"Gak apa-apapa, Mbak, permisi saya mau buru-buru balik kerja," pamitnya.

"Terima kasih, Mas, maaf sudah merepotkan dan lain kali barangkali pas lewat silahkan mampir ke sini," pintaku.

"Insya Allah, Mbak. Dengan senang hati saya akan mampir," jawabnya kemudian berlalu pergi dengan senyuman merekah.

Setelah itu pun dia sering main ke kostku sekadar ingin tahu kabarku dan memberi tahu lowongan pekerjaan, maupun membawakan kami makanan. Namun, karena tak enak sering merepotkannya, aku berusaha mencari pekerjaan sendiri.

Demi anakku aku rela jadi buruh nyuci, jadi pelayan dan tukang cuci piring di warung makan bahkan pekerjaan apapun yang penting halal, kulakukan asal bisa bertahan hidup bersama putriku di kota ini. asalkan pekerjaan itu boleh membawa anak mengingat Dhea masih berusia empat tahun ikhlas kujalani.

Dia yang tak tega dan geram dengan keras kepalaku akhirnya mati-matian memaksa dengan berbagai ancaman yang tak masuk akal, hingga mampu membawaku ke mess yang selama ini menjadi tempat tinggal kami.

Alasannya saat itu sungguh klise dan tak masuk akal, dia mengancam akan bunuh diri dengan tali rafia yang tergantung di dahan pintu kost anku dan tali itu panjangnya hanya sampai lehernya yang tengah duduk di lantai. Memang seperti itu tingkahnya. Hangat dan penuh canda tawa.

Sungguh, konyol dirinya itu sampai sekarang tetap sama. Lucunya itu melebihi badut.

Setelah merengek cukup lama seperti anak kecil yang minta dibelikan permen ibunya, karena usaha bunuh diri pura-pura itu gagal, akhirnya kusetujui permintaannya. Aku risih melihat tingkahnya itu. Selain itu faktor keamanan dan ekonomi pas-pasanku juga menjadi pertimbangan.

Akhirnya aku tinggal di sini dan bekerja di kantor yang sama dengannya, dekat mess ini sebagai OG hingga sekarang.

Aku sendiri sampai heran bagaimana bisa albekerja tanpa mengajukan lamaran. Lalu bisa dengan mudahnya mendapatkan fasilitas tempat tinggal milik perusahaan.

Dengan gugupnya dia berkilah jika ini adalah fasilitas miliknya yang dipinjamkan untukku, karena dia harus tinggal di rumahnya sendiri untuk menemani orang tua yang sudah tua.

Mengenai pekerjaanku, dia bilang bekerja di bagian HRD jadi bebas memilih karyawan di kantor. Bahkan katanya big bos perusahaan itu sudah mempercayakan urusan penerimaan pegawai padanya.

Aku hanya mengangguk mempercayai ucapannya tak mau lebih jauh mencampuri urusan pekerjaannya.

Bahkan katanya, aku bisa saja bekerja menjadi staff kantor jika saja membawa ijazahku yang tertinggal di rumah suamiku. Namun, pasti kutolak jabatan itu seandainya kubawa, karena bagiku cukuplah menjadi OG, aku tak ingin terlihat mencolok karena masih baru dan tak ingin berhutang budi terlalu banyak padanya.

Terima kasih atas semua jasamu Reyhan, telah mau terus berada di depanku menghadang rintangan yang menerpaku. Kamu sudah seperti kakak juga sahabat untukku.

Kepedulianmu sangat tinggi padaku dan Dhea,melebihi kepedulianmu terhadap dirimu sendiri.

Maaf, aku masih belum bisa memenuhi permintaanmu menjadi istri, karena aku masih berstatus istri sah seseorang yang sampai saat ini masih kurahasiakan kisah kelamnya dari dulu darimu.

Aku tak ingin membuka luka lama, tepatnya sebenarnya takut menghadapi kenyataan yang ada dan lebih memilih lari dan pergi meninggalkan semuanya, hingga aku berada di sini bertemu denganmu.

Sebenarnya getaran rasa suka terhadapmu itu ada, tapi kupendam dalam-dalam, aku sadar diri dan lebih takut kehilangan sosokmu jika kujawab jujur rasa egois ini padamu. Jadi, lebih baik aku hindari saja.

Aku janji jika nanti aku telah resmi bercerai dari suamiku, akan kujawab jujur semua pertanyaanmu tanpa ada satu pun yang kututupi. Tapi, entah kapan itu aku tak tahu pasti.

Maaf aku egois padamu.

Maaf aku tak adil padamu.

Namun, aku percaya bila nanti kita berjodoh, pasti kita akan bersama.

Biarkan sang waktu membuktikannya.

Membuktikan ketulusan cinta kita.

Namun, bila nanti kudapati dirimu berjodoh dengan wanita lain, aku akan ikut bahagia jika kau bahagia. Meski sebenarnya diriku juga menginginkanmu lebih dari segalanya.

Bab terkait

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 5

    " Assalamualaikum, Mama ... Dhea pulang!" teriaknya lalu berlari menuju kipas angin yang ada di kamar, kemudian menyalakannya, mungkin kegerahan.Suara Dhea mengagetkan lamunanku, membuatku kembali konsentrasi memasak menu makan malam."Waalaikumusalam, Sayang, udah pulang? Mana Om Reyhan?""Itu di luar, Ma, Om Reyhan ketinggalan, kalah cepet larinya sama Dhea, hihihi...," kelakar Dhea bahagia.Selalu, Reyhan pasti selalu punya cara untuk membuat Dhea senang. Dia pasti mengalah untuk anak itu."Assalamualaikum, hem ... harum banget baunya, masak apa, sih?" Yang dibicarakan datang, kemudian masuk dan duduk di depan tv yang sekaligus menjadi ruang tamu di mess ini.Mess ini memang tidak terlalu besar, hanya terdiri ruang tamu sekaligus yang kufungsikan sebagai ruang tv, satu kamar tidur, ditambah satu dapur kecil yang bersebelahan dengan kamar mandi minimalis. Tidak ada sofa, hanya karpet berukuran sebesar ruang tamu yang terbentang.Me

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 6

    "Maafkan aku yang sudah meragukanmu, Ria, aku terpengaruh oleh ucapan ibuku," sesalnya."Itulah kebodohanmu, Mas, kamu hanya mendengarkan ibumu tanpa mendengar penjelasanku. Aku sangat sakit hati akan hal itu, Mas!" Bibirku bergetar menahan rasa marah yang selama ini kupendam."Maaf Ria, maaf ... tapi aku sudah tahu semuanya yang telah terjadi, ibu sudah menjelaskan segalanya sebelum beliau meninggal," isaknya."Innaillahi wa innaillahi rojiuun, apa, ibu meninggal, Mas? Kapan?" tanyaku kaget mendengar berita kematian mertuaku. Meski beliau pernah menyakiti hatiku tapi aku tetap menghormatinya."Dua tahun yang lalu, ibu juga berpesan ingin meminta maaf padamu dan juga Dhea. Ibu menyesal atas semua perlakuannya kalian. Andaikan bisa, beliau ingin bersujud meminta maaf langsung padamu. Namun, setelah mengucapkan keinginannya itu beliau sudah dipanggil Allah terlebih dahulu," terangnya sambil matanya menerawang."Lalu Marissa? Dan Diego itu bukankah be

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 7

    Tak tahan lapar, akhirnya kuputuskan menuju meja makan, kemudian mulai membuka tudung saji tanpa menghiraukan hadirnya Marissa.Dengan tenang dan diam kuambil piring lalu menyendokkan nasi ke piring, Namun tiba-tiba tangan Marissa mencekalku."Sini, Sayang, biar aku ambilin, aku 'kan harus belajar melayani calon suamiku," ucapnya sambil meraih piring dari tanganku yang malah kutepis."Tak usah aku bisa sendiri! Calon suami? Ingat ya, sampai kapan pun aku tak 'kan sudi menikah denganmu!" Kupandang dia dengan sorotan tajam, beranjak duduk di kursi ujung menjauh darinya kemudian makan dengan lahapnya."Sialan! Awas saja Dio, kamu boleh sombong sekarang, tapi lihat saja nanti, kamu akan jadi milikku dan setelah itu akan kubalas perbuatanmu ini," gumam Marissa yang masih bisa terdengar tanpa kuhiraukan.Selesai makan aku menonton tv, setelah bosan kuputuskan menuju kamar untuk tidur saja, tapi saat sampai di depan pintu kepalaku terasa sangat berat dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 8

    Itulah sebabnya hingga kini kupilih berdiam diri sambil mencari bukti bahwa semua yang diucapkan ibu itu salah. Namun, aku bisa apa? Ibu selalu mengancam akan pergi dari rumah bila aku tak percaya dan berani melawannya.Ah, betapa lemahnya diriku ini sebagai lelaki, di satu sisi ingin tetap bersamamu karena jujur aku masih sangat mencintaimu, tapi kenapa kamu malah mengkhianatiku, Ria, dan kamu kenapa selalu berlaku buruk pada ibuku yang juga sangat aku sayangi.Sedangkan di sisi lain aku selalu tak bisa membantah ibu, karena telah terikat janji pada almarhum ayah untuk terus mengikuti apa yang dikatakannya dan tidak akan pernah membantah maupun menyakiti hatinya. Meski terpaksa harus kulanggar saat itu dengan terpaksa untuk menikahimu tanpa restunya sekalipun karena besarnya rasa cintaku padamu. Harusnya kamu mengerti dan membalas pengorbananku dengan juga menurut padanya. Namun kini seakan sia-sia semuanya, semua gara-gara aku berbuat bodoh demikian."Kamu uda

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 9

    "Dio, aku sadar aku memang tak berarti untukmu. Tapi, demi anak yang ada dalam kandungan ini kumohon nikahi aku, walau hanya secara siri aku rela asal anakku saat lahir nanti mempunyai seorang papa. Aku tak ingin digunjing orang telah hamil tanpa suami, jangan buat orangtuaku malu, Dio," rengek Marissa yang tengah menangis di depanku."Ah, kenapa sih, kamu gak nolak saat itu?" Aku sangat frustasi. Sementara Marissa terus terisak."Aku mohon demi anak ini, Dio, kasihanilah dia yang tak berdosa.""Apa yang dikatakan Marissa itu benar, Dio. Kamu harus secepatnya menikahi Marrisa walau hanya secara siri sampai Ria di temukan, lalu ceraikanlah Ria kemudian menikahlah secara sah hukum negara dengan Marissa! Ingat yang ada dikandungannya itu anak kandungmu, cucu ibu!" bela ibuku."Apa, Bu? Itu semua tidak mungkin. Aku akan menikahi Marrisa, tapi tolong jangan menyuruhku menceraikan Ria! Dan kamu Marrisa, harus kamu tahu aku menikahimu hanya semata-mata demi anak

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 10

    Kucoba berkali-kali menghubungi ponsel Marrisa, tapi tak dijawabnya, kukirimi dia pesan berkali-kali namun masih belum ada balasan.Hingga saat aku mulai menyerah tiba-tiba Marrisa mengangkat teleponku."Marrisa cepatlah ke rumah sakit, Diego sedang sakit dan membutuhkan tranfusi darah," jelasku saat dia menjawab panggilan yang entah ke berapa kali itu."Tinggal ditranfusi aja apa sih, susahnya?Kamu kan, bisa ngatasi sendirian. Aku masih sibuk, masih liburan di Bali jadi tidak bisa pulang sekarang," jawabnya ketus tanpa rasa khawatir."Tapi golongan darahku gak sama dengan Diego, aku O sementara Diego A--""Cari ke PMI 'kan bisa, gitu aja kok repot!" potongnya."Stocknya lagi habis, ini darurat Marrisa pokoknya sekarang juga kamu harus pulang!" perintahku tegas."Mana bisa? Aku pulang pun percuma karena golongan darahku juga O, jadi ...." Marrisa menghentikan ucapannya."Kalau aku O dan kamu juga O, kenapa bisa Diego A, h

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 11

    "Kamu masih peduli juga ternyata dengan Diego", sindirku padanya saat sudah dekat dengan kami."Siapa bilang? Aku cuma mau minta kunci rumah doang, kok. Kunci yang kubawa hilang," jawabnya enteng."Kamu benar-benar keterlaluan Marrisa, sama anak sendiri gak ada pedulinya! Sekarang aku mau tanya Diego itu anak siapa?" bentakku sambil mencengkeram bahunya kuat, kesabaranku sepertinya sudah habis untuknya."Sakit, Dio! Diego anak Irgi kali," ketus Marrisa tanpa dosa."Hey, Jalang! Jaga bicaramu, ya! Bisa-bisanya kamu bawa-bawa aku, kamu kira dulu aku tak tahu kalau kamu sering gonta-ganti pasangan, hah? Seenaknya saja menuduh orang, mana ATMku kau kuras udah gitu bawa kabur mobilku. Untung aku gak nglaporin kamu ke polisi, ya!" Irgi sepertinya juga tersulut emosi sampai lupa ada Mila, calon istrinya."Tapi, kamu juga pernah nikmatin tubuhku juga, kan?" seloroh Marrisa tak tahu malu."Dasar perempuan sundel, ya, udah bejat bangga! Lama-lama aku

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 12

    "Dhea itu ... sebenarnya anak kandungmu, Dio. Maafkan ibu, ibu selalu mengecohmu dengan Ria hanya karena rasa tidak suka padanya yang sangat besar. Dia sebetulnya istri yang sangat baik dan setia. Dosa ibu teramat banyak pada kalian. Maaf!" Ibu terus menangis sedangkan aku tertegun tak bisa berucap apa-apa."Tentang perselingkuhannya dengan Arfa itu ... sama sekali tidak benar, itu hanya akal-akalan ibu dengan Marrisa saja. Mereka sebenarnya tak ada hubungan apa-apa. Arfa itu sangat baik dan perhatian dengan Ria karena dia kasihan melihat Ria yang tak pernah kau hiraukan. Apalagi di masa kehamilannya, seringkali Arfa membelikan susu ibu hamil untuk Ria itu karena kata dokter Ria dan bayinya kekurangan nutrisi sebab jarang makan. Ibu yang salah Dio, ibu hanya menjadikannya seperti pembantu di rumah kita. Uang belanja dan semua uang apapun ibu minta tanpa membaginya sepeser pun." Ibu menyeka air matanya, sementara aku pun juga tak kuasa menahan tangisku mengingat perlakua

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11

Bab terbaru

  • Tunggu Jandaku, Om!   BAB 32

    "Mas, aku ... mencintaimu." Kupejamkan mata untuk mengurangi rasa malu saat mengucapkannya."Oh, terima kasih, Ria, aku juga sangat sangat sangat mencintaimu!" ucapnya girang. Kemudian melumat bibirku."Ish, Mas Reyhan! Katanya tadi nggak menciumku? Kenapa malah nyosor gitu?" Aku sedikit merajuk. Padahal dalam hati girang juga."Maaf, maaf, kebawa suasana. Gak usah melotot gitu, dong! Abis, aku gemes banget sama kamu." Mas Reyhan perlahan melepas cengkeramannya. "Tapi, kamu juga suka, kan dicium?" ledeknya sambil tersenyum manis.Senyummu, Mas, bikin meleleh!"Apaan?""Buktinya, tadi kamu bales juga! Pasti mau lagi, kan?" godanya.Ah, bodoh! Kenapa tadi secara gak sadar aku bales ciumannya? Bikin malu aja, Ria!"Udah, gak usah malu-malu gitu! Nanti kalau udah nikah pasti tiap hari aku kasih. Apa perlu tiap waktu?" godanya lagi yang semakin membuatku malu.Aku memang bukan anak gadis yang masih malu-malu dalam urusa

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 31

    "Semoga yang Kakak ucapkan itu benar, tapi aku akan cari tahu sendiri kebenarannya." Lagi, Vanya tersenyum lalu menepuk tanganku."Beneran, Vanya. Kami cuma teman lama." Aku mencoba meyakinkannya."Udah, lupain aja, Kak. Aku senang bisa kenal sama Kakak. Di sini aku masih belum punya teman. Aku harap, Kakak mau jadi temanku.""Tentu saja aku mau jadi temanmu. Tapi, apa kamu gak malu temenan sama aku?"Vanya meringis."Kenapa harus malu, Kak? Aku yakin Kakak orang baik. Oh, ya, sebulan lagi aku akan menikah sama Kak Reyhan. Aku mau minta tolong sama Kakak, bantuin persiapan pernikahanku, ya!""Kamu belum benar-benar kenal aku, Vanya. Aku tak sebaik yang kamu kira.""Aku gak peduli, Kakak mau bilang apa. Yang jelas aku sangat yakin Kakak orang yang baik." Lagi, Vanya tersenyum sambil menatapku."Tapi, maaf, sepertinya aku tak bisa membantu. Aku tak bisa pergi kembali ke kota itu." Aku menolak sopan permintaannya, mendengar

  • Tunggu Jandaku, Om!   BAB 30

    "Jaga dan bahagiakan dia, Mas. Jangan pernah sakiti hatinya, dia sep--"Sebuah ciuman mendarat di bibirku, membuat terkejut sampai lupa dengan kelanjutan ucapan yang belum kuselesaikan itu.Kudorong tubuh Mas Reyhan kuat-kuat setelah rasio kembali terkumpul. Ini yang pertama dilakukannya padaku sehingga cukup canggung sekaligus emosi dibuatnya."Mas, apa yang kaulakukan?" bentakku padanya sambil tersengal menata napas dan gemuruh di dada, jantungku berdegup sangat kencang."Maaf, Ria, aku terbawa suasana, aku terlalu merindukanmu hingga tak sadar telah ... menciummu.""Kamu sudah berubah, Mas!" Merasa kesal aku mencoba membuka pintu mobil berusaha untuk keluar. Namun, pintunya sudah otomatis dikunci oleh Mas Reyhan membuatku kembali terdiam menahan amarah."Maaf, Ria, aku tidak sadar melakukannya. Maafkan aku!" Reyhan kembali memegang tanganku."Tapi, bukan begitu caranya, Mas!" Air mataku menetes, entah apa yang kurasakan saat ini. R

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 29

    "Kuharap kamu bisa hadir di pernikahan kami, Ria," imbuhnya lagi."Tunggu, kalian mau menikah? Selamat ya, tapi gimana bisa?" ucapku sumringah disertai penuh rasa ingin tahu."Jadi begini, Nina lah yang selama ini selalu menghibur dan menguatkanku. Dia yang telah menyadarkan tentang kenyataan hidup, terutama menerima keputusanmu. Semua perhatiannya membuatku luluh dan merasa nyaman saat bersamanya, dan beruntungnya ternyata dia juga telah lama menyimpan perasaan padaku, lelaki bodoh ini," terang Dio sambil tertawa lalu memandang wajah Nina."Ah, mas Dio ini, bisa saja, aku 'kan nggak tega lihat kamu frustasi!" kelakar Nina sambil mencubit pinggang Dio, dia terlihat malu, pipinya bersemu merah sebelum menunduk."Mungkin memang kalian telah berjodoh, gak ada salahnya, kan? Oh ya, Diego mana kok dari tadi gak kelihatan?" Aku celingukan mencari sosok bocah kecil menggemaskan yang dari tadi tak kulihat keberadaannya itu."Diego telah dibawa Marissa dan

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 28

    Saat tersadar aku sudah terbaring di ruangan yang beraroma obat-obatan. Rupanya Dio membawaku ke klinik yang tak jauh dari rumah, hal itu kuketahui setelah melihat dokter yang merupakan tetangga dekat itu tersenyum."Mbak Ria, sudah sadar? Apa yang dirasakan sekarang?" tanyanya lalu memeriksaku.Aku hanya menganggukkan kepala, karena badanku masih sangat lemah juga kepala terasa berat dan sedikit pusing."Jangan terlalu stres ya, Mbak, asupan makanannya juga dijaga biar ....""Apakah Ria sedang hamil, Dok?" Dengan semangat Dio memotong perkataan dokter."Apa kalian sedang program hamil?" tanya dokter yang bernama Rika itu balik, aku segera menggeleng sedangkan Dio antusias menganggukan kepalanya dengan cepat."Iya, Dok, kami sedang program hamil," ucap Dio asal."Tapi, sayang sekali kalau kondisi Mbak Ria seperti ini, mana bisa program kalian itu berhasil. Yang ada Mbak Ria malah kena penyakit typus kalau jarang makan seperti ini," te

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 27

    ***POV RIA***"Hai, Mas, maaf aku ganggu!" ucapku setelah melihat Reyhan membuka pintu lebar-lebar."Hai, nggak ganggu kok, ada apa? Mari masuk!" Reyhan mempersilakan ke kamar tempatnya menginap."Terima kasih, ada yang mau aku bicarakan, tapi kita di teras saja, ya!" Aku duduk di kursi teras. Penginapan di sini memang hanya bangunan rumah kecil berisi satu kamar dan kamar mandi, dilengkapi sebuah teras beserta dengan kursi dan mejanya yang menghadap langsung ke laut."Apa yang akan kau bicarakan?" Mata Reyhan menyipit menyelidik ke arahku setelah ikut duduk di kursi kosong sebelahku."Bisa nggak kita batalin acara jalan-jalan nanti malam? Aku sedang tidak enak badan.""Oh, tentu saja bisa. Hanya jalan-jalan saja 'kan gak penting. Udah minum obat apa belum?""Udah, barusan. Mas, boleh nggak aku tanya sesuatu?""Apa?""Mas Reyhan jijik nggak kalau ketemu aku?" tanyaku ragu dengan suara sedikit pelan dan hati-hati.

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 26

    ***POV Reyhan***Lega rasanya bisa menemukan Ria dan Dhea kembali dalam keadaan baik-baik saja. Untungnya dia telah kuberi hp yang bisa dilacak keberadaannya lewat aplikasi di notebook. Bila tidak, entah aku harus mencari mereka ke mana. Ria itu orangnya nekat dan keras kepala. Susah ditebak pula apa maunya.Tadi aku terpaksa menghindar darinya, dengan alasan ingin beristirahat karena dari semalam belum tidur setelah melakukan perjalanan jauh.Aku hanya tidak ingin mengingatkan dia pada peristiwa yang baru dialaminya semalam. Takut itu akan membuatnya sedih. Dan aku sendiri bingung harus bersikap bagaimana, mengharapkannya salah, meninggalkannya juga salah. Lebih baik sementara saling menata hati saja."Dio, kenapa kau lakukan itu?"Frustasi, kuacak rambut dengan kasar, ingin rasanya marah dan menghancurkan barang-barang yang ada di kamar penginapanku ini, tapi kutahan karena tak ada gunanya. Marah tak akan merubah keadaan, justru pikiran jernihlah

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 25

    "Aku mencintai mas Reyhan, dan aku tidak ingin bersamamu lagi, Mas!" ucapnya sesenggukan saat kami beradu argument.Kata-katanya itu membuatku murka, kutinju dinding kamar untuk melampiaskan kemarahan. Tak kuhiraukan rasa perih ditangan yang sedikit mengeluarkan darah, karena di dalam dada ini rasanya lebih sakit dan lebih perih daripada luka itu.Sebagai pengalih rasa kecewa, kutindih tubuh Ria yang terbungkus selimut itu, lalu saat hendak mencium bibirnya. Tapi, dia malah mengelak dan itu membuatku semakin murka.Beruntung masih kukuasai diri saat teringat telah membelikannya sebuah lingerie. Kuambil pakaian itu dari dalam lemari kemudian memakaikan pada tubuh Ria tanpa kesulitan dan paksaan karena dia hanya menurut.Ria nampak sexy sekali memakainya, aku yang melihatnya kembali merasa bergairah. Setelah memakai t-shirt kuputuskan untuk pergi ke kamarku sebentar berniat meminum obat kuat yang tak sengaja kupersiapkan juga.Aku menyiapkannya

  • Tunggu Jandaku, Om!   Bab 24

    Dengan alasan Dhea ingin dijemput mamanya, akhirnya Ria mau ikut. Setelah sampai di rumah kuantar dia menuju ke kamar Dhea yang juga milik Diego. Setelah ibu dan anak itu bertemu, lalu kutinggal sebentar ke kamar untuk mengambil obat tidur yang sengaja kubeli kemarin malam.Terpaksa aku harus mengikuti cara kotor Marrisa untuk mendapatkan Ria kembali, karena dengan cara baik-baik meminta dia untuk tetap bersamaku tidak bisa. Dia tetap bersikeras meminta cerai.Sebenarnya aku tahu bahwa Reyhan itu mencintai Ria, sebelum kembali ke sini kami sempat berbicara empat mata. Tentu membicarakan tentang perasaannya pada Ria, bahkan beraninya dia memberi kesempatan padaku untuk membujuk Ria agar kembali. Juga ancaman apabila tidak mau dan lebih memilih cerai, maka aku harus mengikhlaskan wanita yang masih berstatus istriku itu menjadi miliknya.Sungguh negosiasi yang menyebalkan. Jika saja dia bukan atasanku, mungkin aku sudah habis kesabaran untuk menghajarnya. Hanya saj

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status