Share

Bab 3

Peter ingat bahwa aku dibawa ke rumah sakit yang sama.

Dia berniat mencariku untuk membalas dendam Julia.

Baru saja dia keluar dari ruang rawat Julia, sebuah tandu yang membawa jenazah lewat di depannya.

Aku tahu.

Jenazah di tandu itu adalah aku.

Meskipun jenazahku tertutup kain putih, tanganku yang mengenakan cincin tunangan terjulur ke bawah. Cincin itu adalah cincin yang diberikan Peter saat dia melamarku delapan tahun yang lalu. Selama bertahun-tahun, aku tidak pernah melepasnya.

Aku tidak percaya Peter tidak akan mengenali cincin ini.

Jiwaku melayang di dekat Peter, terus-menerus berusaha memberitahunya, “Peter, jenazah di tandu itu adalah aku!”

Aku ingin Peter mengenaliku.

Aku ingin tahu, jika Peter tahu bahwa aku dan anak kami mati karena keputusannya yang salah, apakah dia akan hancur terpuruk atau masih acuh tak acuh?

“Permisi.”

Ujar petugas yang mendorong tandu saat sampai di depan Peter.

Peter mengernyitkan dahi dan melirik tanganku yang terjulur dari tandu.

Kemudian, dia memundurkan satu langkahnya dan tandu itu berhasil lewat di depannya.

Pada akhirnya, Peter tidak mengenaliku.

Delapan tahun hidup bersama, seketika aku merasa seperti sebuah lelucon.

Setelah tandu itu membawa jenazahku ke ruang pendingin, Peter pergi ke ruang rawatku sebelumnya.

“Di mana pasien Feli?” tanya Peter pada perawat begitu masuk ke dalam ruang rawat.

Perawat yang melihat Peter segera menjawab, “Dokter Peter, kamu mengenal Nona Feli? Nona Feli sudah meninggal karena luka-lukanya terlalu parah, kami sudah berusaha.”

“Ayahnya juga pingsan karena terlalu sedih. Sekarang kami perlu menghubungi orang-orang terdekat Nona Feli untuk mengurus pemakamannya … “

“Kalau kamu adalah teman Nona Feli, itu akan sangat membantu. Bisakah kamu ikut denganku … “

Peter dengan marah memotong kata-kata perawat,

“Feli benar-benar keterlaluan. Dia bahkan mengajak orang lain untuk berpura-pura?”

“Benar-benar wanita licik. Bukankah hanya jatuh dari tangga? Julia bahkan baik-baik saja!”

Aku sudah menduga Peter tidak akan percaya dengan kata-kata perawat itu.

Julia bisa baik-baik saja, itu karena Peter sebagai supervisor dokter yang segera mengoperasinya.

Sedangkan aku, hanya bisa menunggu kematian karena luka-lukaku yang terlalu parah.

Melihat wajah Peter yang sangat muram, perawat itu tidak berbicara lebih banyak dan hanya bisa menggelengkan kepala sebelum pergi.

Peter tidak menemukanku, jadi dia kembali ke sisi Julia.

Julia tahu bahwa aku mungkin sudah meninggal.

Dia membujuk Peter, “Bagaimana kalau kamu pergi menjenguk Kak Feli? Siapa tahu kalau benar-benar terjadi sesuatu?”

Padahal Julia yang mendorongku dari tangga dengan keras, tetapi dia malah membalikkan fakta,

“Aku rasa Kak Feli juga nggak sengaja mendorongku. Dia pasti nggak bermaksud … “

“Kalau dia juga jatuh bersamaan denganku, dia juga pasti terluka.”

“Bagaimanapun kamu adalah tunangannya, kamu seharusnya pergi menjenguknya.”

Peter menatapnya dengan tatapan lembut dan menjawab,

“Julia, kamu benar-benar sangat baik.”

Usai bicara, ekspresi wajah Peter langsung berubah menjadi muram dan melanjutkan,

“Aku sangat mengenal Feli. Dia selalu iri padamu dan salah paham bahwa aku ada hubungan denganmu.”

“Saat aku mau membawamu ke rumah sakit, dia bahkan berusaha menghentikanku! Dia benar-benar sekejam itu, dia pasti sengaja mendorongmu.”

Julia mulai berpura-pura lagi,

“Nggak apa-apa, aku nggak menyalahkan Kak Feli. Aku hanya khawatir dia juga terluka … “

“Nggak mungkin!” jawab Peter dengan tegas.

“Dia selalu menggunakan cara ini untuk menipuku. Dulu, dia bahkan membohongiku terkena pneumonia, membuatku hampir terbang pulang dari luar negeri!”

“Dia suka berpura-pura kasihan. Orang yang paling nggak bisa kupercayai adalah Feli Belinda!”

Aku membuka mulutku, tetapi tidak bisa mengeluarkan suara sedikit pun.

Kesehatan tubuhku memang selalu tidak baik dan Peter juga tahu itu.

Namun, untuk tidak membuat Peter khawatir dan tidak mengganggu perkembangan karirnya.

Aku selalu pergi ke rumah sakit sendirian tanpa pernah mengeluh sekalipun.

Terkadang, merskipun tubuhku belum pulih dan terlihat sedikit lemah,

Peter hanya menertawakanku,

“Kenapa? Mau berpura-pura kasihan lagi di depanku? Agar aku tetap menemanimu di sini?”

Aku hanya bisa bercanda dan menjawab,

“Iya.”

Namun, di saat aku berpura-pura kuat, Julia selalu menelepon Peter setiap beberapa hari untuk mengeluh bahwa dia tidak enak badan dan ingin Peter memeriksanya.

Peter malah terpikat oleh kelemahan Julia.

Ketika aku mengetahui semua ini, aku merasa sangat marah.

Aku menemui Julia dan ingin berhadapan dengannya untuk menanyakan apa yang sebenarnya dia inginkan.

Namun, aku bahkan belum berbicara, Julia sudah menangis tersedu-sedu.

Aku tidak bisa mendapatkan jawaban yang jelas dan hanya bisa pergi.

Tidak lama kemudian, Peter datang dengan marah dan menanyakan padaku,

“Kenapa kamu harus mencari Julia? Kesehatannya nggak baik, aku sebagai kakak tetangganya yang tumbuh dewasa bersamanya, kenapa nggak boleh membawanya ke rumah sakit?”

Peter mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto di ponselnya.

“Haruskah kamu begitu kasar? Nggak bisakah bicara baik-baik? Kenapa harus memukulnya?”

Aku terkejut melihat foto Julia yang terlihat ada bekas tamparan di pipinya.

Namun, aku sama sekali tidak menyentuh Julia!

Aku berusaha membela diri.

Namun, Peter sama sekali tidak memercayaiku.

Dia menunjukku dan dengan marah memperingatkanku,

“Kalau ada masalah di antara kita, kamu boleh menyerangku, tapi jangan mengganggu orang yang nggak bersalah!”

Aku ingin menjelaskan bahwa aku tidak pernah memukul Julia.

Justru Julia yang tampaknya polos mendorongku hingga aku kehilangan nyawa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status