Karena sudah pernah difitnah sekali oleh Julia sebelumnya.Jadi sebelum pertemuan kali ini, aku sudah menyiapkan kamera kecil yang aku sembunyikan di dalam jam tangan, berniat untuk merekam proses pertemuan kami.Setelah mengalami kecelakaan, ayahku seperti orang gila mengumpulkan semua informasi yang terjadi sebelum kematianku.Saat dia menemukan bahwa aku pernah membeli kamera kecil,dia mengambil jam tangan itu dari barang-barang peninggalanku.Setelah meminta bantuan ahli untuk mengekstrak rekamannya, ayahku akhirnya mengetahui seluruh kebenarannya.Dia menyimpan kebenaran itu di ponselnya hanya untuk memberi keadilan bagiku.Peter dengan gemetar membuka rekaman itu.Meskipun sudut pandangnya agak aneh, terlihat jelas bahwa ada Julia di depanku.Aku bahkan belum sempat bicara, Julia sudah mulai menangis, sambil berbicara,“Kak Feli, aku dan Kak Peter nggak ada hubungan! Aku nggak pernah menghubunginya, dia yang terus mencariku … ““Kak Feli, seharusnya kamu menyelesaian masalah kal
Setelah kebenaran terungkap bahwa Julia yang sengaja merancang skenario untuk membunuhku,ayahku membawa kasus ini ke pengadilan. Pada hari persidangan, Peter juga hadir dan Julia dijatuhi hukuman tiga puluh tahun penjara.Setelah persidangan berakhir,Peter kembali ke rumah kami dengan hampa.Sejak pertengkaran terakhir kami, sudah lebih dari dua bulan Peter tidak kembali ke rumah ini.Melihat ekspresinya yang seolah hidup di dunia yang berbeda, aku tidak tahu harus merasa apa.Aku melihat Peter mulai mengacak-ngacak rumah, seperti orang gila yang membongkar barang-barangku.Di tengah kekacauan itu, Peter memeluk pakaianku, lalu jatuh berlutut, sambil menyesali, “Feli, kamu selalu begitu pengertian padaku, begitu baik padaku … ““Bisakah kamu memaafkanku kali ini? Kembalilah, biar aku bisa menebus semua kesalahanku … “Peter terduduk di lantai, memeluk pakaianku, sambil bergumam sendiri.Tiba-tiba, sesuatu menarik perhatiannya.Peter merangkak maju, hingga akhirnya mengambil sebuah b
Peter berubah menjadi seperti mayat hidup.Setiap kali dia bangun, satu-satunya hal yang dia lakukan adalah merapikan rumah ini.Dia melipat pakaianku satu per satu, lalu menyimpannya dengan rapi. Kemudian, berdiri di depan lemari pakaian dan terbengong selama berjam-jam.Sering kali, dia duduk di kamar tidur, membolak-balik buku diari yang kubuat.Saat membacanya, terkadang dia tertawa sendiri, terkadang menangis tersedu-sedu.Setiap malam, dia akan memeluk buku diari itu dan pakaian tidurku, lalu tertidur.Seolah dirinya tidak bisa tidur dengan nyenyak tanpa barang-barang itu.Selain itu, Peter yang dulunya jarang mengerjakan pekerjaan rumah,kini selalu membersihkan rumah hingga berkilau.Mengepel lantai keramik hingga tidak terlihat setitik debu pun.Tanaman yang dulu kurawat, sekarang dia yang merawat dengan sepenuh hati. Menyirami dan memberikan pupuk dengan penuh perhatian.Terutama barang-barang pribadiku, dia terus mengelapnya berulang kali, sambil bergumam, “Feli, bersih ngg
Pagi yang cerah, dengan angin sepoi-sepoi dan matahari yang bersinar terang. Dari tepi jendela, Peter menatap ke arahku dan perlahan berkata, “Feli, aku rindu denganmu … aku sangat ingin bertemu denganmu … “Usai mengucapkan itu, Peter melompat dari jendela.Dari lantai dua belas, Peter langsung meninggal di tempat.Saat polisi tiba, yang mereka temukan hanyalah jasad Peter yang hancur berlumuran darah.Ayahku akhirnya mendapatkan sedikit kelegaan.Namun, tragedi ini kembali menghantam orang tua Peter yang sudah cukup menderita hidupnya.Melihat mereka berdua menangis begitu memilukan di ruang jenazah, aku hanya bisa memberi hormat tanpa daya.Di kehidupan berikutnya, izinkan aku menjadi putri kalian lagi, agar aku bisa berbakti pada kalian.(Tamat)
Aku mati dengan sangat menyakitkan.Banyak tulangku patah. Tulang rusukku yang patah menusuk rahimku, menyebabkan robekan dan pendarahan hebat.Saat aku meninggal, darahku membasahi seluruh ranjang rumah sakit.Keadaanku begitu menyedihkan hingga para dokter dan perawat pun menutup wajah mereka dan muntah.Mungkin karena aku tidak ikhlas dengan kematianku, jiwaku enggan pergi begitu saja.Aku bingung menatap jasadku sendiri, sampai akhirnya aku mendengar suara yang familiar di telingaku. Karena penasaran, aku mengikuti sumber suara itu.Ternyata benar, itu adalah suara Peter.Di ruang operasi, dia buru-buru memakai baju operasi sambil berkata lembut pada cinta pertamanya, “Bertahanlah Julia, aku akan segera melakukan operasi untukmu!”Kemudian, Peter memulai operasi Julia. Raut wajahnya sangat serius, jauh lebih serius dari yang pernah kulihat sebelumnya.Setelah operasi selesai, Peter menghela napas lega.Melihat kondisi Julia mulai stabil, Peter memanggil asistennya dan menyuruh mer
Setelah dipastikan aku sudah meninggal, pihak rumah sakit menghubungi satu-satunya keluarga yang kumiliki … yaitu ayahku.Ketika ayahku tiba, yang dia temukan hanyalah jenazah dingin putrinya.Dia jatuh berlutut dan menangis histeris, tak bisa menerima kenyataan bahwa putri satu-satunya sudah tiada.Setelah ditopang oleh perawat, ayahku berusaha menekan kesedihannya dan mulai mencoba menghubungi Peter.Namun, meski menelepon berkali-kali, semua panggilannya diputuskan oleh Peter.Sampai akhirnya, ayahku tidak bisa lagi menghubunginya.Karena merasa terganggu, Peter memblokir nomor ayahku.Setelah memblokir ayahku, Peter masuk ke ruang rawat dan menggenggam tangan Julia yang sudah sadarkan diri. Peter berkata, “Syukurlah kamu sudah sadar, kamu tahu betapa aku khawatir padamu … “Julia tampak sangat pucat dan lemah.Hanya aku yang tahu bahwa dia sengaja menjatuhkan dirinya dari tangga.Dengan mata berkaca-kaca, Julia berkata, “Peter, aku pikir aku akan mati saat terjatuh.”“Untung kamu
Peter ingat bahwa aku dibawa ke rumah sakit yang sama.Dia berniat mencariku untuk membalas dendam Julia.Baru saja dia keluar dari ruang rawat Julia, sebuah tandu yang membawa jenazah lewat di depannya.Aku tahu.Jenazah di tandu itu adalah aku. Meskipun jenazahku tertutup kain putih, tanganku yang mengenakan cincin tunangan terjulur ke bawah. Cincin itu adalah cincin yang diberikan Peter saat dia melamarku delapan tahun yang lalu. Selama bertahun-tahun, aku tidak pernah melepasnya.Aku tidak percaya Peter tidak akan mengenali cincin ini.Jiwaku melayang di dekat Peter, terus-menerus berusaha memberitahunya, “Peter, jenazah di tandu itu adalah aku!”Aku ingin Peter mengenaliku.Aku ingin tahu, jika Peter tahu bahwa aku dan anak kami mati karena keputusannya yang salah, apakah dia akan hancur terpuruk atau masih acuh tak acuh?“Permisi.”Ujar petugas yang mendorong tandu saat sampai di depan Peter.Peter mengernyitkan dahi dan melirik tanganku yang terjulur dari tandu.Kemudian, dia m
Aku menyaksikan kedua orang itu saling bertatapan penuh kasih dan kemudian berpelukan.Julia pun dirawat di rumah sakit selama beberapa hari di bawah perawatan Peter yang penuh perhatian.Pada hari keluar dari rumah sakit, Peter juga yang mengurus semua urusan administrasinya.Setelah tiba di rumah, Julia dengan enggan menggenggam tangan Peter dan berkata, “Peter, aku nggak mau membuat orang tuaku khawatir.”“Tapi aku nggak bisa merawat diriku sendiri … bisakah kamu tinggal untuk menemaniku?”Peter sangat menikmati ketergantungan Julia padanya.Dia memeluk Julia dan berkata lembut, “Iya, aku akan mengambil cuti beberapa hari lagi untuk menjagamu.”Rasa sakit di hatiku sulit untuk dijelaskan.Tak kusangka, pria yang tidak berani kurepotkan dulu, kini rela memberikan segalanya untuk wanita lain.Momen manis mereka berpelukan terputus oleh suara deringan ponsel yang mendesak.Melihat nomor yang tak dikenal, Peter merasa bingung dan mengangkatnya.Di ujung telepon, ayahku berteriak, “Da