Hana Point Of View.Aku terbangun kala perutku mulai terasa melilit walau gak separah sebelumnya. Mungkin ini karena efek semalam aku makan bakso yang dikasih sambel tiga sendok sehingga sakit magh-ku kambuh. Beruntung, Tsabit dengan cekatan menggendongku. Tak kusangka, lengan berototnya itu bisa berguna juga, padahal kalau dikilo aku ini cukup berat tapi dia mampu membawaku ke lantai atas tanpa bantuan siapa pun.Mantap jiwa! Pelan tapi pasti, aku menggeliat, merentangkan tangan dan melakukan peregangan ala-ala kucing yang baru melahirkan. Akan tetapi, di saat aku mau membangunkan diri untuk duduk tiba-tiba gerakanku terhambat. Pandanganku turun untuk mencari tahu dan seketika itu juga mataku melebar ketika melihat Tsabit sedang tertidur di sisi ranjang. Tangannya yang panjang melingkar tepat di atas perutku."Ya Salam ... rupanya ini alasan kenapa perutku menjadi berat?" lirihku seraya melihat Tsabit yang sedang tertidur begitu lelap layaknya anak bayi.Dengan lembutnya aku mengelu
POV Tsabit Kalau ada penghargaan istri yang paling langka mungkin akan kunobatkan Hana sebagai pemenangnya. Bayangkan saja, mana ada istri yang kentut di saat suaminya lagi mode on, hanya Hana yang bisa melakukannya. Hana itu langka tapi sayangnya itulah yang membuat orang suka. Walau pun harus kuakui kentutnya tadi gak jelas karena efek apa. Entah karena efek sakitnya atau karena dia memang masih kesal sehingga balas dendam.Ah ... entah! Yang jelas dia begitu berbeda. Dulu, aku berpikir dia bisa sedikitnya berubah lebih feminim ketika sudah menikah tapi ternyata ke-bar-barannya malah semakin menjadi. Bayangkan saja, meski semalam demam Hana masih sempat menggigitku saat dia bermimpi. Benar kata Ocim, istriku ini terlalu ganas bagi aku yang danas. Tadinya aku ingin memberi tahu pada Hana tentang itu tapi melihat wajah manisnya, aku luluh.Sial! Kenapa aku jadi lemah begini?"Kenapa mukamu ditekuk begitu, Bit?" tanya Ibu ketika melihatku keluar kamar sambil geleng-geleng kepala.
Aku tahu kalau pernikahan itu pastinya akan ada masanya harus berhubungan 'intim'. Sekali pun aku bersikeras gak mau pasti akan sulit menghindar soalnya pernikahan ini bukan wartawan yang selesai dengan hanya melakukan aksi GTM (Gerakan Tutup Mulut).Tidak seperti itu ferguso!Aku menyipitkan mata melihat ke arah Tsabit karena terkejut atas pernyataannya yang bilang tadi Bu Zela bertanya tentang kami yang kenapa sampai sekarang belum 'wik-wik'?Nonsense! Gimana kami mau melakukan ibadah syurga kalau suamiku saja hatinya masih milik wanita lain?"Terus Mas bilang apa? Mas gak bilang kan kalau kita ada perjanjian?" tanyaku sangsi. Mas Syakir yang sedang menekuri ponselnya mengangkat wajah tanpa merasa bersalah. "Ya iyalah, saya gak bilang gitu. Saya juga punya pikiran untuk itu kamu tenang aja. Tetapi, sekarang masalahnya adalah kamar kita gak kedap suara." "Maksudnya Mas?""Asal kamu tahu, Ibu dan Ayah sengaja tidur di sebelah di kamar tamu karena ingin memastikan kita berhasil 'wik-
Aku menggigit bibirku dan meremas ujung kemeja dengan gugup di bawah tatapan Tsabit yang sedang menatap tajam sepanjang jam makan pagi berlangsung. Manusia batu itu pasti sedang gondok dan ingin menenggelamkanku ke dasar sumur sekarang juga. Jika kami tidak sedang melingkar duduk di meja makan, mungkin saat ini tuh laki udah mau mau merebusku jadi sop."Haciwww!" Sekali lagi Tsabit mengambil tissu yang entah untuk ke berapa kali dari atas meja. Lelaki itu terkena flu dan biang keroknya adalah aku.Semalam tadi, usai mendapati Tsabit mau menerjangku karena jamu, aku berinisiatif menyiramnya dengan air demi mengembalikan kesadaran Tsabit yang menggila akibat mabok jamunya Bu Zela. Bukan. Tentu bukan karena aku mencuri kesempatan untuk balas dendam, tapi karena aku tidak ada pilihan daripada hilang keperawanan. Aku tidak mau merelakan harta berharga yang satu-satunya kujaga."Mas gak apa-apa?" tanyaku basa-basi biar dikira perhatian oleh keluarga mertua, padahal itu tentu saja modus.La
Kupandangi wajahku di cermin dengan pasrah, karena pagi ini aku dikejutkan oleh penampakan lingkaran hitam yang ada di kedua mataku. Bulat, belo dan mirip panda. Inilah kejutan teraneh untukku yang baru berubah status dari mantan preman jadi istri pemilik perusahaan.Apakah aku bangga? Tentu tidak Marisol!Sampai sekarang saja aku masih tak menyangka, kalau dalam waktu secepat kilat, aku telah menjadi Cinderella yang menyamar jadi putri jadi-jadian akibat kakak tiriya tiba-tiba kabur sebelum pernikahan.Ya Salam! Kisahnya sudah kayak film azab. Belibet. Hingga aku sendiri mendadak ingin pindah negara jika mengingat itu. Memang, dunia persaudaraan ini suka membuat bingung, layaknya isi dompet di tanggal tua. Bingung, kok, enggak ada isinya?Jujur saja. Akibat halusinasi yang terjadi semalam, aku seketika diserang insomnia. Setiap mau tidur, benakku selalu saja teringat pada adegan di mana aku menciumi botol saus gara-gara pikiranku terlalu fokus melihat bibir Tsabit.Jujur, aku malu ba
Yang namanya kakak tiri emang gak bisa ditebak apa modusnya. Namun, setelah dia terang-terangan mengibarkan bendera peperangan sekarang aku tahu alasan Teh Tari yang mulai ingin merebut Tsabit dari sisiku yaitu dia terlalu tersepona dengan kekayaan Tsabit.Aku tahu Teh Tari itu sangat mencintai uang. Dia mungkin agak membenciku, tapi dia lebih benci lagi kalau gak dapat uang. Sejak tahu kalau Tsabit anak orang kaya entah mengapa sikapnya langsung berubah. Dia yang semula kabur-kaburan sekarang kembali hanya untuk merebut posisinya yang katanya sudah kuambil. Astaga naga Bonar! Teh Tari emang aneh. Dia yang kabur aku yang disalahin.Namun, sekali pun aku kesal tetap saja aku gak bisa apa-apa. Termasuk saat dia sekonyong-konyong datang ke rumah keluarga Prawira. Sebagai preman yang garang tapi peka perasaannya, aku cukup bisa memahami modus Teh Tari datang ke sini.Teh Tari sengaja berpura-pura numpang di rumah mertuaku demi menjadi sekretaris Tsabit hingga dia bisa dengan mudah mende
Kata orang menghadapi musuh itu harus penuh strategi. Aku pikir begitu juga yang harus kulakukan sekarang agar Teh Tari percaya. Malam ini sesuai dugaan, kakak tiriku itu diam-diam sedang menguping di balik dinding yang memisahkan kamar kami dan kamar tamu yang sedang Teh Tari huni. Berhubung tidak kedap suara aku yakin sedikit apa pun pergerakan kami bisa terdengar.Aku tidak tahu apa niat Teh Tari melakukan itu tapi mungkin dia tidak percaya kalau aku si buruk rupa bisa sayang-sayangan dengan Tsabit dan menyangka hubungan kami sandiwara. Walau pun aslinya itu benar, tentu saja aku gak mau mengaku. Jadi, sesuai rencana Tsabit yang dadakan alhasil kami sepakat makan samyang agar suara 'ah ih uh' terdengar alami dan Teh Tari berhasil terkelabui."Ih, kok punya saya lebih sedikit dibanding punya Mas? Kenapa?" bisikku ketika Tsabit membawa dua mangkok mie dengan toping sosis di atasnya, aku mengerutkan dahi ketika porsiku gak jumbo. Ini gak adil. "Bukannya tadi kamu sudah makan banyak
"Han, Mamak minta tolong mengalahlah pada kakakmu. Kamu tahu kan bagaimana sikap Kakakmu kalau keinginannya tidak dipenuhi? Mamak tahu salah menempatkanmu dalam posisi sulit. Tapi, kalau kamu bercerai dengan Tsabit, kemungkinan kakakmu berpeluang besar menggantikanmu. Lagi pula kamu akan diuntungkan, pertama kamu akan bebas dan Tari pun akan mendapatkan keinginannya. Dia mencintai Tsabit Han, sementara kamu tidak. Kalau kamu gak mau mundur, Mamak khawatir akan terjadi hal buruk."Astaga, Mamak! Aku memejamkan mata yang terasa panas akibat terngiang ucapan terakhir Mamak tadi malam sebelum menutup telepon. Gara-gara ucapan itu aku jadi terserang insomnia dan perutku mendadak melilit. Jujur, dari mulai malam sampai pagi ini aku masih tidak menyangka, di saat aku sedang sibuk-sibuknya menata masa depan alias menjadi istri 500 juta dolar dan menantu selama enam bulan tiba-tiba desakan absurd kembali menimpa.Tak puas dengan menjadikanku tumbal, sekarang Mamak malah memintaku mengorban