Lorenzo menghentikan langkahnya, lalu menolehkan kepalanya seperti tak benar-benar niat membalas sapaan dari adik iparnya. "Tidak kamu suruh pasti aku juga sarapan," tolak Lorenzo dengan ketus dan tanpa perasaan. Setelah itu melangkah pergi.Lita tertawa getir. Matanya mengekor sampai bayangan Lorenzo menghilang di balik dinding. Lagi-lagi dia harus menerima kalimat yang membuat hatinya menjadi sakit saja. "Kamu lihat itu. Kakakmu selalu saja menganggapku tidak ada di rumah ini. Dia benar-benar keterlaluan!" Lita mengebrak meja sambil merutuki Lorenzo.Fernando tak berdaya menyikapi sikap kakaknya terhadap Lita. Lelaki itu hanya dapat menenangkan istrinya agar lebih sabar. "Kamu tahu bagaimana sifatnya. Untuk apa menyapanya.""Pelayan bilang dia bisa bersikap baik kepada istrimu yang mandul itu. Kenapa padaku tidak? Sebenarnya dia punya masalah apa sih denganku?" Lita mencerca Fernando dengan mata penuh dengan kilatan amarah.Shanaz yang mendengar ucapan yang menyakitkan itu meremas
"Tidak! Aku tidak akan izinkan." Lita menolaknya mentah-mentah. Enak saja main izin-izin!" Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya dan masuk lagi ke dalam kamarnya.Senyum pada bibir Shanaz luntur seketika, ia meremas kedua sisi roknya sambil mengeraskan rahangnya. Rasanya ia muak dan ingin sekali menampar wajah wanita menyebalkan itu. Tetapi hal ini tidak mungkin kan, akan aneh pasti rasanya.Dengan menahan rasa kecewa yang sangat menyesakkan dada, Shanaz kembali mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda. Shanaz pergi ke dapur. Ia memeriksa daftar belanjaan yang harus dibeli oleh salah seorang pelayan. Juga memeriksa ketersediaan bahan makanan di kulkas. Tiba-tiba perhatian Shanaz tertuju pada seorang bawahannya yang sudah menikah dan berusia 35 tahun. Entah sedang tidak enak badan atau suasana hatinya sedanh buruk. Wanita yang diketahui bernama Yuni itu kini tampak lesu dan seolah menyimpan beban hidup yang sangat besar."Apa, Bibi Yuni sedang sakit?" Shanaz tergelitik untuk
Seulas senyuman muncul di bibir wanita paruh baya itu, seolah mengisyaratkan ada sebuah harapan di dalamnya. Lita tak menaruh curiga. Dengan santai dia bertanya kepada ibu mertuanya tersebut."Ibu mau mengajakku ke mana Bu?" tanya Lita dengan nada cemas yang tersamarkan. Firasatnya mulai tak enak. Apalagi kalau bukan diajak ke dokter kandungan untuk USG.Sayangnya ketakutan Lita benar terjadi. Santi memang berniat mengajak Lita ke rumah sakit. "Ke rumah sakit," jawab Santi tersenyum tipis.Mata Lita membulat. Detak jantungnya berpacu dengan capat. "Tidak! Dia tidak berniat untuk USG jenis kelamin anakku kan?" Sekuat tenaga Lita membuang pikiran negatifnya, lalu berusaha berpikiran positif bahwa mertuanya ke rumah sakit untuk keperluan lain."Ibu apa ke rumah sakit, Bu? Apa ibu sedang sakit?" Hanya Shanaz yang dapat melihat betapa paniknya Lita saat ini, meski ia tidak tahu penyebabnya."Sebenarnya apa yang ditakutkan oleh Lita?" batin Shanaz. Ia malah sempat berpikir bahwa Lita selama
Hati Shanaz seperti tertancap sebilah pisau, saat ia mendengar bentakan dan juga kilatan amarah dari sorot matanya. Wanita yang ada di depannya benar-benar sudah kehilangan kewarasannya. Shanaz melakukan tugasnya dengan benar, tetapi Lita memperlakukan dirinya dengan buruk.Shanaz sekuat tenaga menahan perasaannya. Menahan amarah untuk tidak memukul wajah Lita. Atau paling tidak sekadar balik memakinya. Yang bisa Shanaz lakukan hanya meminta maaf."Saya minta maaf, Nyonya. Saya tidak bermaksud untuk mengacaukan suasana hati, Nyonya."Amarah Lita perlahan menurun. Ia yang sudah dapat menormalkan emosinya kemudian menghela napas. "Benar juga. Suasana hatiku sedang buruk."Shanaz menaikan satu sudut bibirnya, ketika tak terlihat oleh Lita. "Sepertinya dia sedang tertimpa masalah lagi," pikir Shanaz. Sepertinya ini saat yang tepat untuk mengorek informasi dari wanita jahat itu. Meskipun Shanaz harus melakukannya dengan hati-hati. Sebab kalau sampai Lita marah, ia bisa menelan Shanaz hidup
"Ada apa denganmu. Kamu selalu menghindar saat Ibu ingin mengajakmu ke dokter kandungan?" Kalimat yang sudah lama tertahan itu akhirnya meluncur dari bibir Santi. Lita membeku. Untuk beberapa saat ia bingung dan tak bisa memikirkan jawaban yang akan dia berikan untuk mertuanya. Jika salah Lita bisa saja didepak dari keluarga Fernando, karena dianggap telah menipu keluarga mereka."Sebenarnya selama Lita hamil, Lita merasa alergi dengan bau rumah sakit, Bu. Perutku terasa mual," jelas Lita membuat alibi. Dan untuk mendukung kebohongannya ia mengode mata kepada Shanaz agar membenarkan ucapannya. "Benar kan, Nabila?" "Oh, iya. Itu benar Nyonya," sahut Shanaz sambil tersenyum canggung. Terpaksa Shanaz harus mengikuti drama yang dibuat oleh Lita. "Hari ini kamu harus melakukannya," paksa Santi. "Demi Ibu," rayu Santi sambil tersenyum dan memegang telapak tangan Lita. Lita tersenyum canggung. Astaga. Untuk apa melakukan sesuatu demi mertuanya. Lita melakukan ini demi pernikahannya denga
Secara mengejutkan Lita memberikan nomor antriannya kepada wanita hamil itu. "Anda bisa menukarnya dengan nomor antrian saya." Seulas senyum penuh harapan terbit di bibir Lita.Shanaz terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Lita. Tak terkecuali sang mertuanya, hingga tanpa sadar ia lupa mengatupkan mulutnya. Santi yang sempat diam untuk beberapa saat karena rasa keterkejutannya, kini tersulut emosi karena merasa apa yang ia lakukan untuk membuat janji dengan dokter adalah hal yang sia-sia. "Astaga! Apa yang kamu lakukan, Lita?!"Jantung Lita seperti hendak lepas dari tempatnya, saat mendengar pertanyaan dari mertuanya. Masalahnya suaranya begitu keras, hingga pengunjung rumah sakit yang lain melirik ke arah mereka.Wajah Lita menjadi merah seperti kepiting rebus karena malu. Kalau bisa saat itu ia menutupi wajahnya dengan plastik kresek saja. Atau menghilang sementara waktu ke planet mars. Namun yang kini bisa Lita lakukan adalah membujuk mertuanya, serta memberikan alasan yang tepat
Lita menoleh sambil membulatkan matanya lebar-lebar. Jantungnya seakan mau copot karena kaget. Ekspresi wajah kagetnya berubah menjadi merah padam, karena murka dengan Yuni, seorang pelayan di rumahnya yang memergokinya di toilet saat itu."Apa-apaan sih kamu ini? Bikin kaget saja!" Lita memaki-maki Yuni sambil mengelus dadanya sendiri. "Maaf, Nyonya Lita. Tadi saya hanya berniat menyapa Nyonya," ucap Yuni dengan wajah merasa bersalah."Aku ada di sini itu bukan urusanmu," sungut Lita. Yuni sekali lagi meminta maaf, lalu berpamitan untuk pergi. Namun Lita yang memperhatikan perut Yuni yang sudah membuncit karena hamil tua, kemudian Lita menghentikannya. "Tunggu." Mata Lita masih terfokus pada perut Yuni. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran."Iya Nyonya?" tanya Yuni sambil membalikkan badannya."Apa yang kamu lakukan di sini? Lita berbalik tanya. "Apa kamu sedang memeriksa kandunganmu juga?" Yuni segera mengangguk. "Benar Nyonya. Dan saya datang ke sini untuk melakukan USG untuk
Lita hampir mendaratkan pantatnya di atas kursi tunggu. Namun wajahnya berubah menjadi masam saat ibu mertuanya memarahinya. Sejujurnya itu sangat merusak suasana hatinya."Maafkan aku, Ibu," ucap Lita. Padahal sesungguhnya memang itu tujuannya. Mengulur waktu lebih lama agar ibu mertuanya menyingkir dari sana.Dengan hati-hati Lita menaruh botol minuman teh yang telah ia racuni tadi. Dan seperti harapannya, ibu mertuanya tak lama mengambil botol tersebut kemudian meminumnya.Lita tersenyum samar, saat ibu mertuanya merasakan sakit perut sesaat setelah meminum teh itu. Wanita paruh baya itu awalnya memegangi perutnya. Sebagai menantu yang baik, Lita pura-pura perhatian."Ibu, ada apa?" tanya Lita yang wajahnya dibuat seolah cemas. "Ibu sakit?" imbuh Lita.Santi mengangguk. "Iya. Perutku sakit," jawab Santi sambil meringis kesakitan, karena rasa sakit perutnya tak seperti biasanya. "Aku akan ke toilet sebentar," pamit Santi yang langsung bangkit dari tempat duduknya. "Iya, Ibu," sahut
"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe
Lorenzo masih mematung. Namun setelah dapat mengendalikan dirinya, tangannya yang tadi mengambang di udara mendekap erat Shanaz. Akan tetapi dia masih ragu. Apakah ini artinya Shanaz telah menerima cintanya?Lorenzo kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah Shanaz dengan intens. "Apa ini artinya kamu sudah dapat menerimaku?" tanya Lorenzo memastikan.Shanaz menangis sambil mengangguk. "Iya," jawabnya dengan singkat. Namun itu sudah cukup membuktikan semuanya. Lorenzo tersenyum. Ia kemudian kembali memeluk tubuh Shanaz dengan erat. Tangannya mengusap lembut rambutnya yang panjang."Terimakasih, karena kamu mau membuka pintu hatimu untukku," ucap Lorenzo."Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan. Karena masih mau menerimaku yang—"Lorenzo dengan cepat melepaskan kembali pelukannya. Ia kemudian menangkup kedua sisi pipi Shanaz. Lalu 1 jari telunjuknya ditempelkan pada bibir Shanaz. "Tolong jangan katakan kalimat yang melukai hatiku," sambarnya memotong pernyataan dari Shana
Shanaz terbaring lemah di atas ranjang kamar apartemen Lorenzo. Dengan leluasa Fernando membuka satu persatu pakaian Shanaz, hingga tak menyisakan sehelai benangpun menutupi tubuh wanita itu. Fernando melepas pakaiannya. Kemudian setelah menampilkan tubuh polosnya ia memagut bibir Shanaz dengan lembut. Tangannya mulai turun dan meremas puncak gundukan dada Shanaz. Karena tak dapat menahan gairahnya lagi, Fernando hendak menancapkan kepunyaannya di dalam organ inti milik Shanaz. Fernando mengalami kesulitan, saat tak dapat menembus benteng pertahanan Shanaz. Itu artinya wanita ini belum terjamah oleh laki-laki lain. Fernando semakin bernafsu. "Rupanya kamu benar-benar masih menjaga kesucianmu. Aku sangat beruntung," gumamnya.Shanaz yang mulai merasakan sakit di area sensitifnya, lalu membuka mata. Dia menangis karena shock. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Fernando. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan tubuh kekar Fernando."Tuan Fernando jangan lakukan ini kepada saya. Saya mo
Kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meisya yang mendengar berita tentang Fernando datang ke rumah Fernando untuk mencari kebenaran. Dia shock saat melihat pakaian Shanaz yang compang camping."Ceritanya panjang. Kalau kamu ingin tahu ikut dengan kami," jawab Lorenzo. Tanpa berpamitan Lorenzo berjalan menuju ke mobilnya dan membuka pintu. Lorenzo memberi kode agar Shanaz duduk di belakang. Sementara ia duduk di kursi kemudi. Meisya sebenarnya masih shock. Namun karena ingin tahu apa yang terjadi dia ikut masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Lorenzo.Mobil Lorenzo kemudian melaju meninggalkan rumah Fernando. Membelah jalanan yang sudah sepi menuju ke apartemennya. Di dalam mobil Lorenzo menjelaskan kronologi kejadian yang dialami oleh Shanaz. Meisya merasa iba."Kasihan sekali dia. Pasti dia menjadi sangat trauma," ucap Meisya dengan tulus."Itu sudah pasti. Maka dari itu aku mau mengamankannya sementara waktu di apartemenku," sahut Lorenzo.Meisya mengangguk. "Aku setuju."Mal