Tak lama Yuni muncul. Pelayan yang juga sedang hamil tua itu berjalan tertatih dan sesekali terlihat ngos-ngosan karena berusaha mempercepat langkahnya. Agar tidak mendapatkan masalah dengan majikannya yang jahat itu.Lita menghela napas lega, saat melihat Yuni dari kejauhan. Rasanya seperti gurun pasir yang dibasahi oleh air hujan dalam sehari. "Akhirnya datang juga," lirihnya sambil tersenyum. Tetapi setelah ini Lita pasti memarahi Yuni habis-habisan, dan tak mau tahu apa alasannya."Itu dia orangnya sudah datang, Sus," tunjuk Lita ke arah Yuni.Sementara itu Yuni masih sibuk mengatur napasnya. "Iya, Sus. Maaf kalau sudah menunggu lama," ucap Yuni."Tidak, apa-apa, Bu. Silakan masuk," sahut perawat yang seakan memahami kondisi wanita yang sedang hamil tua itu.Yuni masuk ke dalam ruang dokter, dan Lita bangkit dari tempat duduknya, lalu mengekor di belakangnya. "Silakan berbaring di sana," pinta dokter sambil menunjuk ke ranjang untuk USG.Lita mengangguk. Kemudian memberi kode meng
Shanaz menghentikan ucapannya, karena jika benar kecurigaannya bahwa Lita yang menyabotase minuman mertuanya, semua itu akan sulit untuk diungkap. Lita akan berbalik menuduhnya yang mencampur obat, karena Santi pasti akan lebih mempercayai menantu kesayangannya itu daripada dirinya yang hanya seorang pelayan.Lagipula, minuman teh itu juga disiapkan oleh Shanaz, semua bukti akan mengarah kepadanya. Kalaupun ada cctv dari rumah sakit itu tidak akan banyak membatunya. Lita yang licik bisa saja melakukan sesuatu agar dirinya tidak terbukti bersalah. Jadi yang bisa Shanaz lakukan saat ini hanyalah bungkam.Namun Santi yang daritadi terlanjur mendengar penjelasan dari Shanaz menunggu-nunggu lanjutan dari cerita gadis itu. Ia mengerutkan keningnya. "Kenapa berhenti? Jelaskan, spekulasi apa yang kamu maksud tadi?" tanya Santi yang diliputi oleh rasa penasaran.Shanaz memutar otak dengan cepat, agar tak menimbulkan kecurigaan. "Spekulasi saya Anda, kelelahan Nyonya Besar," jawab Shanaz asal.
Shanaz terhempas dari lamunannya. "Bibi mengagetkan aku saja," ucap Shanaz, sambil mengelus dadanya sendiri. "Ada apa Bi?" tanya Shanaz."Tasku jatuh. Bisakah kamu mengambilkannya untukku?" Yuni menunjuk tas yang ada di dekat sepatunya."Tentu saja, Bi," sahut Shanaz. Ia kemudian berjongkok dan mengambil tas milik Yuni. "Terima kasih ya, aku sangat kesulitan mengambil barang yang sudah terlanjur jatuh seperti tadi," ucap Yuni.Shanaz tersenyum. "Itu tidak masalah Bi," sahut Shanaz. Ia kemudian memperhatikan perut Yuni yang sudah membuncit. Ia seperti bisa merasakan repotnya menjadi wanita hamil."Bagaimana rasanya menjadi wanita hamil Bu?" tanya Shanaz penasaran.Yuni menghela napas berat, seakan menegaskan memang berat rasanya menjadi wanita hamil. "Ya, seperti inilah. Semua terasa sulit melakukan sesuatu," jawab Yuni dengan nada mengeluh.Shanaz terdiam. Ia menatap lobi rumah sakit yang dipenuhi orang-orang yang lalu lalang di rumah sakit. Namun pikirannya ada pada hal lain. Seand
Shanaz tak sengaja menumpahkan secangkir kopi yang selesai ia buat untuk Fernando. Gelasnya pecah dan kopinya berhamburan membasahi lantai. Yang lebih parahnya lagi air panasnya tak luput mengenai kaki Shanaz hingga melepuh, karena Shanaz memasaknya hingga benar-benar mendidih.Wanita itu sangat terkejut mendengar pernyataan Lorenzo. Yang selama ini baru ia dengar. Sekaligus tak menyangka cinta Lorenzo yang sangat mendalam kepadanya. Perasaannya kini kini menjadi tak karuan, itulah sebabnya ia menjadi limbung dan memecahkan cangkir."Jadi selama ini, Lorenzo–" batin Shanaz dengan mata berkaca-kaca.Pertengkaran Lorenzo dan Fernando terhenti, secara kompak mereka menoleh ke arah Shanaz. Lorenzo langsung berlutut mengecek luka terbakar di kaki Shanaz. Beruntung Lorenzo tak menanyakan penyebab insiden yang terjadi padanya barusan. Atau jangan-jangan belum."Jangan tuan. Saya tidak apa-apa kok," cegah Shanaz. Namun Lorenzo yang berhati lembut tak henti mencemaskannya."Apanya yang tidak a
Shanaz berteriak hingga tak sadar dirinya saat ini keceplosan sebagai Shanaz, bukan Nabila. Sontak Lorenzo terkejut mendengar hal itu. Jantungnya bagai dihantam oleh batu. Lorenzo menginjak rem dalam-dalam sampai ia dan Shanaz hampir terjungkal. Beruntung dapat ditahan oleh seat belt yang mereka berdua pakai.Shanaz mengibas-ibaskan tangannya. Dia sudah putus asa dan merasa ini akan menjadi hari terakhirnya di dunia. Dia masih belum menyadari kalau kesalahannya.Lorenzo berbicara setelah berusaha menormalkan kembali napasnya yang memburu. "Apa kamu bilang tadi?"Mata Shanaz membulat. Ia baru sadar dengan apa yang dia ucapkan tadi kepada Lorenzo. Keringat dingin mengucur deras dari dahi sampai membasahi punggungnya. Ia bingung bagaimana harus menjawabnya."Memangnya tadi saya bilang apa, Tuan?" Shanaz pura-pura lupa."Aku sangat familiar dengan kalimat yang tadi kamu katakan. Kamu berkata 'Apa kamu berniat membunuhku' kamu bahkan memanggil aku dengan namaku saja," jelas Lorenzo."Benar
Fernando menepuk jidatnya sendiri, akan permintaan istrinya yang sudah di luar batas. "Mana bisa mengusir kakakku seperti itu. Rumah ini bukan milikku, dan masih rumah orang tuaku," tolak Fernando."Tapi dia selalu membuatku kesal," ujar Lita sambil mengibaskan tangannya dengan kasar. "Apa kamu tidak takut kalau aku stres bisa berakibat buruk dengan kondisi kehamilanku?" Lita tak segan mengatasnamakan bayi yang ia kandung, namun Fernando tetap tidak bisa berbuat apa-apa."Aku sudah bilang tidak bisa."Lita tidak menyerah begitu saja. Ia memeluk tubuh suaminya dari belakang. Dan mencoba bernegosiasi. "Kalau begitu kita beli rumah lagi saja," usul Lita sambil tersenyum. Seakan membeli rumah seperti membeli kacang saja."Kita lihat nanti saja. Aku belum bisa memutuskannya sekarang, karena ini bukan hanya masalah membeli rumah, tetapi menyangkut banyak hal termasuk orang tuaku," sahut Fernando. "Memangnya kenapa dengan orangtuamu? Kita ini sudah berumah tangga, seharusnya kita bisa hidup
Lorenzo bertanya penyebab Shanaz menangis tersedu-sedu. Lagi-lagi hatinya terkoyak oleh pernyataan Lorenzo. Ia menjadi menyesal karena tak peka terhadap lelaki yang dikira hanya menganggapnya sebatas sahabat saja.Shanaz mengusap air matanya dengan jemari tangannya yang lentik. "Saya hanya terharu mendengar cerita Anda Tuan," jawab Shanaz terpaksa berbohong. Ia akan mengungkapkan penyesalannya kepada Lorenzo, tetapi nanti. Setelah semua dendamnya kepada Fernando dan Lita tuntas, dan dia telah menemukan Nabila yang terperangkap pada tubuhnya yang entah di mana.Lorenzo tertawa hampa. "Kenapa? Seperti cerita novel bukan?" Shanaz hanya menanggapinya dengan senyuman tipis. Lorenzo kembali mengarahkan pandangannya lurus ke depan. Sementara Shanaz belum menghentikan aktifitasnya. Ia asyik memandangi wajah lelaki dengan rahang tegas dan terpahat dengan sempurna itu.Jika waktu dapat diputar kembali hanya satu yang diinginkan oleh Shanaz, yaitu memilih Lorenzo menjadi suaminya, bukan Fernand
"Memangnya kenapa tidak boleh?" tanya Lita dengan raut wajah penuh penasaran."Pokoknya tidak boleh?" jawab Fernando tak jelas.Lita yang sedang emosi merasa tidak ingin dikekang saat ini. Meskipun oleh suaminya sendiri. Ia kemudian memberontak."Berarti, aku juga tidak punya alasan untuk mematuhi perintahmu yang konyol itu," ujar Lita dengan nada mengejek."Kamu–" Fernando menunjuk Lita dengan jari telunjuknya. Tetapi wanita itu makin bertindak kurang ajar kepadanya."Terima kasih," ucap Lita sambil membalikkan badan. Kemudian kembali ke kamarnya. Ia menghela napas sambil mengibaskan tangannya, seakan tak memedulikan lagi reaksi dari suaminya.Rahang Fernando mengeras. Ia sudah tidak mampu lagi menahan emosinya. Ia mengejar istrinya lalu mencengkeram erat lengannya. Membuat wanita itu memekik kesakitan."Aarrggghhh. Sakit!" Lita mengibaskan tangannya. Dan dia berhasil melepaskan cengkraman tangan Fernando. Dengan raut wajah menahan kesakitan ia mengelus lengannya yang terasa panas."
"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe
Lorenzo masih mematung. Namun setelah dapat mengendalikan dirinya, tangannya yang tadi mengambang di udara mendekap erat Shanaz. Akan tetapi dia masih ragu. Apakah ini artinya Shanaz telah menerima cintanya?Lorenzo kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah Shanaz dengan intens. "Apa ini artinya kamu sudah dapat menerimaku?" tanya Lorenzo memastikan.Shanaz menangis sambil mengangguk. "Iya," jawabnya dengan singkat. Namun itu sudah cukup membuktikan semuanya. Lorenzo tersenyum. Ia kemudian kembali memeluk tubuh Shanaz dengan erat. Tangannya mengusap lembut rambutnya yang panjang."Terimakasih, karena kamu mau membuka pintu hatimu untukku," ucap Lorenzo."Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan. Karena masih mau menerimaku yang—"Lorenzo dengan cepat melepaskan kembali pelukannya. Ia kemudian menangkup kedua sisi pipi Shanaz. Lalu 1 jari telunjuknya ditempelkan pada bibir Shanaz. "Tolong jangan katakan kalimat yang melukai hatiku," sambarnya memotong pernyataan dari Shana
Shanaz terbaring lemah di atas ranjang kamar apartemen Lorenzo. Dengan leluasa Fernando membuka satu persatu pakaian Shanaz, hingga tak menyisakan sehelai benangpun menutupi tubuh wanita itu. Fernando melepas pakaiannya. Kemudian setelah menampilkan tubuh polosnya ia memagut bibir Shanaz dengan lembut. Tangannya mulai turun dan meremas puncak gundukan dada Shanaz. Karena tak dapat menahan gairahnya lagi, Fernando hendak menancapkan kepunyaannya di dalam organ inti milik Shanaz. Fernando mengalami kesulitan, saat tak dapat menembus benteng pertahanan Shanaz. Itu artinya wanita ini belum terjamah oleh laki-laki lain. Fernando semakin bernafsu. "Rupanya kamu benar-benar masih menjaga kesucianmu. Aku sangat beruntung," gumamnya.Shanaz yang mulai merasakan sakit di area sensitifnya, lalu membuka mata. Dia menangis karena shock. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Fernando. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan tubuh kekar Fernando."Tuan Fernando jangan lakukan ini kepada saya. Saya mo
Kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meisya yang mendengar berita tentang Fernando datang ke rumah Fernando untuk mencari kebenaran. Dia shock saat melihat pakaian Shanaz yang compang camping."Ceritanya panjang. Kalau kamu ingin tahu ikut dengan kami," jawab Lorenzo. Tanpa berpamitan Lorenzo berjalan menuju ke mobilnya dan membuka pintu. Lorenzo memberi kode agar Shanaz duduk di belakang. Sementara ia duduk di kursi kemudi. Meisya sebenarnya masih shock. Namun karena ingin tahu apa yang terjadi dia ikut masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Lorenzo.Mobil Lorenzo kemudian melaju meninggalkan rumah Fernando. Membelah jalanan yang sudah sepi menuju ke apartemennya. Di dalam mobil Lorenzo menjelaskan kronologi kejadian yang dialami oleh Shanaz. Meisya merasa iba."Kasihan sekali dia. Pasti dia menjadi sangat trauma," ucap Meisya dengan tulus."Itu sudah pasti. Maka dari itu aku mau mengamankannya sementara waktu di apartemenku," sahut Lorenzo.Meisya mengangguk. "Aku setuju."Mal