"Mana?" Kasman melirik arah yang ditunjuk Coki dengan dagunya. "Oh, yang lagi sama Non Salsa?""Iya, Om. Siapa si? Kok kelihatannya mereka akrab banget.""Itu, Mas Gusti, anaknya Bu Dian. Tetangga komplek sini juga.""Oh, Bu Dian yang rumahnya di blok E paling pojok itu? Trus, dia lagi ngapain, Om? Dia kerja di sini juga? Kok, Coki baru lihat.""Dia lagi belajar sama Non Salsa. Udah dulu meratiin Non Salsanya." Kasman memutar balik badan Coki menghadap ke arah lain. "Gimana udah beres semua yang mau kamu kirim? Jangan sampai salah, lho. Kalau sampai ada pelanggan kamu yang komplain, Om, jewer nanti.""Beres, Om. Udah siap, kok. Tinggal berangkat."***"Tante perhatiin, belakangan ini penampilan kamu jadi makin rapi, Cok. Rambut disisir, pake pomade segala lagi, trus wangi banget, gini." Bu Rani memperhatikan penampilan Coki dari atas ke bawah sebelum kemenakannya iti berangkat berkerja."Coki, kan, emang selalu rapi, Tan. Tante aja yang baru merhatiin.""Alah, anak kecil mau bohongin
"Astaghfirullah! Kalian berdua ini apa-apaan! " Kasman tiba-tiba datang di tengah Coki dan Gusti yang sedang bersiteru. Untung saja Kasman datang di saat yang tepat, karena terlambat sedikit saja, Kepalan tangan Gusti sudah mendarat di pipi Coki. "Coki, Gusti, sekarang jelaskan ke Om, kenapa kalian sampai bertengkar?! Bukannya kalian baru saja berkenalan? kalian, kan, bertetangga juga. Bukannya rukun, malah mau berkelahi macam anak kecil!""Dia, tuh, Om. Ngatain Coki kurir!""Lo, tuh, bilang Gue anak mami!"Jawab Coki dan Gusti bersamaan"Lha, Coki kamu, kan, memang kurir, lalu di mana salahnya? Lalu, Gusti, kamu kalau bukan anak mami lalu anak siapa?"Pertanyaan Kasman membuat Gusti semakin meledek Coki. Gantian, kali ini ia yang meletakkan posisi ibu jarinya ke bawah, tapi langsung memasang raut wajah masam setelah Kasman mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. "Memang iya, si. Tapi gara-gara itu, dia jadi merasa lebih berhak buat deketin Salsa, Om! " adu Coki lagi. "Salsa? A
Selamat Membaca. Ditunggu like dan komennya juga. Semoga suka ya***[Waalaikumsalam, Bu Rani]balas Bu Jihan, yang memang hampir selalu bisa dipastikan online setiap waktu. [Memang ada info apa Bu Rani? Bukannya biasanya Bu Rani yang selalu update sama berita komplek kita?][Yah, beberapa hari ini, kan, Saya lagi fokus buat menutup toko sayur saya, Jeng Jihan, jadi kurang peka sama lingkungan sekitar sini][Oh gitu. Oya, Bu, denger-denger sekarang anaknya Bu Dian yang ganteng itu ikutan kerja sama Mba Sri ya?]balas Bu Jihan. [Anaknya Bu Dian? Maksud Bu Jihan, Gusti?][Iya, si Gusti, dia sekarang udah besar, ganteng lagi. Kemaren katanya dia di suruh belajar bisnis sama Mba Sri biar nanti bisa terjun lagi ke perusahaan Pak Bagyo.]"Oh gitu. Pantas aja Coki uring-uringan begitu! Ternyata dia ada saingan buat deketin Salsa, tho. Kalau begitu, Saya harus gerak cepat ini, jangan sampai kekayaan Jeng Sri malah jatuh ke tangan Bu Dian." Tekad Bu Rani. ***"Salsa, ini mirip sekali sama m
Selamat membaca, mohon bantuannya untuk vote dan komennya ya kak. Makasi udah mampir. Semoga suka. **"Cokiiiii!" pekik Bu Rani saat sore harinya melihat kemenakannya baru memasuki halaman rumah. Bahkan Coki belum sempat membuka helm dan memarkir kendaraan roda duanya. "Tau, ga, kalau kamu, kalah cepat sama tetangga kita, gimana, sih? Ga ada rumusnya itu, di keluarga kita, cowok Medan sampai ditolak sama cewek. Pokoknya, Tante akan bantu kamu sebisa Tante. Bagaimanapun caranya, kamu harus bisa jadian sama Salsa. Bodo amat itu, waktu Jeng Sri bilang kalau si Salsa udah punya tunangan, yang penting, kan, sebelum janur kuning melengkung, kita masih boleh berusaha," ujar Bu Rani berapi-api bak sedang berorasi di atas podium. Coki yang masih belum membuka helm, hanya samar saja mendengar perkataan tantenya itu, ia masih fokus pada sepeda motornya yang di perjalanan tadi sempat diserempet orang. "Ah, sial banget, Gue, hari ini. Udah, ga, ketemu Salsa, ni motor pake diserempet lagi!" get
"Ya udah, kan, emang itu coklat buat kamu. Oh iya, sebelum makan, kamu jangan lupa baca doa dulu ya, biar kalau ada yang ngirim sesuatu yang ga baik melalui coklat ini, bisa langsung hancur." "Siap, Ma."***"Pah, beberapa hari ini, Salsa sering banget dapet kiriman paket dari seseorang," tutur Mba Sri saat sedang menonton televisi berdua saja dengan sang suami. "Paket apa maksud, Mama?""Ya kiriman gitu, Pa. Isinya macem-macem. Mulai dari makanan, aksesoris, baju, kosmetik, sampai perhiasan juga pernah lho, Pa.""Ha?" Mata Mas Pai melebar saat Mba Sri menyebut kata perhiasan. "Dari siapa, Ma?""Nah itu dia, setiap paketnya datang, ga pernah tercantum siapa nama pengirimnya, hanya ada tulisan dari calon tante mertua. Gitu, Pa.""Bukan dari tunangannya?""Kayaknya bukan, Pa.""Terus semua paketnya, Salsa terima?""Ya iya, diterima, lha, Pa. Kan, memang semuanya buat Salsa. Mama juga udah kasih izin, si, ke Salsa.""Hati-hati juga, lho, Ma. Jangan asal nerima paket sembarangan. Terim
Selamat membaca, mohon bantuannya untuk rate, dan komennya ya kak. Makasi udah mampir. Semoga suka. **"Tolong kembalikan saja mobil ini kepada pengirimnya, Pak!" perintah Mba Sri pada pegawai dealer yang mengirim mobil ke rumahnya. "Tapi, Ma, gimana kalau ga usah dikembaliin? Salsa suka banget mobilnya. Please," pinta Salsa sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada. Mba Sri menggeleng pelan pada Salsa. Membuat gadis itu akhirnya menurut. Dengan langkah yang sedikit diseret, Salsa lalu masuk ke dalam rumah, dan membiarkan ibunya yang mengurus mobil itu. "Baik, Bu. Kalau begitu, Saya minta tanda tangan di sini, sebagai bukti kalau Ibu menolak mobil yang kami kirimkan."Tanpa pikir lama, Mba Sri segera menandatangani selembar kertas yang diberikan oleh pegawai dealer. "Jeng Sri ..., kenapa mobilnya sampeyan tolak, tho? Itu, kan, Saya beli khusus buat Salsa," ucap Bu Rani yang tiba-tiba muncul di depan pagar rumah Mba Sri. Ia memang sengaja datang untuk melihat langsung mobil
"Ayolah, Jeng, masa iya, Jeng ga mau besanan sama, Saya? Saya aja mau banget, lho, besanan sama Jeng. Saya, tu, suka sama keluarga Jeng."Mba Sri hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Bu Rani. "Tapi, Bu, kan kemarin sudah Saya sampaikan, kalau Salsa itu sudah punya tunangan. Mana mungkin tiba-tiba Saya menjodohkan Coki dengan Salsa. Lagipula, walaupun kita ga berbesan, insyaa Allah, Saya sudah menganggap Bu Rani dan Ibu-ibu tetangga saya semua di sini sudah seperti saudara sendiri," ucap Mba Sri lagi, mencoba meyakinkan Bu Rani. "Tapi memangnya Jeng Sri yakin, kalau Gusti itu anak yang baik? Memang dia sayang dan cinta sama Salsa? Orang kata Coki aja, kemarin dia hampir memukulnya. Untung ada Kasman yang membantu Coki membela diri."Mba Sri menautkan alisnya, "Gusti? Apa hubungannya dengan Gusti?""Tunangannya Salsa itu, Gusti anaknya Bu Dian, kan, Jeng? Yang sekarang bekerja di sini juga?"Jeng Sri tertawa, sambil menutup mulutnya "Oh, bukan, Bu. Bukan Gusti, kok. Tunangan S
"Jadi juga Bu Anti yang sombong itu berbesan sama Jeng Sri, " keluh Bu Rani saat membaca undangan peresmian pertunangan Salsa dan Ardan.Ia terlihat sangat kecewa karena usahanya yang sudah cukup mengeluarkan banyak uang, gagal total. Jangankan bisa kembali lebih banyak seperti yang pernah ia harapkan di awal, sedikitpun tidak. Bahkan hilang tanpa bekas. Mobil yang sempat di pesannya untuk Salsa, terpaksa harus ia pakai sendiri, karena pihak dealer menolak untuk membelinya kembali.Tak berbeda dengan tantenya, Coki juga akhir-akhir ini terlihat kurang bersemangat. Sepertinya ia begitu patah hati saat mengetahui kalau Salsa sudah bertunangan. Saat bekerja pun ia tidak konsentrasi, sehingga sering mendapat teguran dari Pak Said, penanggung jawab kurir.***"Ngapain, Lo, bengong gitu? Udah stress, Lo?" tanya Gusti. Ia menghampiri Coki yang sedang duduk sendirian di kursi taman belakang rumah Mba Sri. Persis di pinggir kolam renang. "Woy!" Gusti melambai-lambaikan tangannya di depan wajah