Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Akan Menjadi Asisten Pribadi

Share

Akan Menjadi Asisten Pribadi

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-04-04 11:22:21

“Skorsmu dua minggu, kan?” tanya Renata.

“E, benar Ibu...” balas Adit.

“Selama dua minggu ini, aku ingin kamu menjadi asistenku. Tugasmu banyak, entah apa nanti. Maka kamu harus standby di rumahku nantinya. Dan mungkin kamu akan lebih banyak mengawalku karena kamu bisa beladiri. Nanti jika sudah bisa lancar menyetir, sekalian saja kamu menjadi sopirku!” kata Renata.

Adit mengernyitkan keningnya, “Jadi, saya tidak lagi menjadi terapis di klinik? Atau ini hanya dalam masa skors saja?” tanya Adit.

“Kita lihat nanti. Yang jelas, jika aku senang dengan pekerjaanmu, mungkin kamu akan lama menjadi asistenku sebelum aku kembalikan ke Celina!” kata Renata.

Adit cukup terkejut mendengarnya. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan kecuali pasrah saja. Yang penting ia tak dipecat.

“Oke, jika maemnya sudah, kita akan pulang. Nanti kamu akan belajar menyetir langsung dari sopirku. Bayu namanya!” kata Renata.

“Siap Ibu...” kata Adit.

Renata mengajak Adit masuk ke dalam mobilnya setelah mereka selesai maka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tukang Pijat Tampan   Dunia Malam Renata

    Adit menyalakan motornya dengan tarikan napas panjang. Suara mesin yang serak dan bergetar kasar menyambutnya, seolah motor itu ikut mengeluh karena sudah terlalu tua.Ia baru saja menjalani hari paling aneh sekaligus paling mewah dalam hidupnya, dan kini kembali ke kenyataan: sebuah motor tua dan hidup yang serba pas-pasan.Dari sudut matanya, Adit melihat seseorang berlari kecil ke arahnya.“Tunggu, Dit!”Ia menoleh. Tia datang tergesa, mengenakan tas kecil menyilang dan wajah penuh harap. Nafasnya sedikit terengah, tapi senyumnya tetap merekah.“Kamu mau pulang sekarang?” tanya Tia cepat.Adit mengangguk pelan. “Iya… motorku masih di sini, jadi ya...”“Aku nebeng ya? Aku capek banget. Tadi udah mikir mau naik ojek, tapi ngeliat kamu ada di sini…”Adit ingin menolak, tapi tak tega. Apalagi wajah Tia seperti anak kucing kehujanan, sulit untuk diabaikan.“Iya, naik aja,” ucapnya sambil bergeser sedikit ke depan.Tia langsung naik dan memeluk pinggang Adit dengan santai. “Makasih bange

    Last Updated : 2025-04-05
  • Tukang Pijat Tampan   Hari Pertama Bekerja Dengan Renata

    Malam itu, kamar Adit terasa lebih sunyi dari biasanya. Ia duduk di lantai, menghadap lemari pakaian kecil yang catnya mulai mengelupas. Di sebelahnya terbuka sebuah tas ransel lusuh yang akan ia bawa ke rumah Renata besok pagi. Ia melipat beberapa potong pakaian secukupnya; kaus, celana, pakaian dalam, dan handuk. Semuanya biasa saja, sederhana, dan menunjukkan betapa pas-pasan hidupnya.Sesekali ia berhenti melipat dan menatap kosong ke depan, pikirannya berkelana ke segala arah.“Gila... aku tinggal di rumah bos kayak gitu,” gumamnya pelan, hampir tidak percaya; antara senang dan tidak. Yang jelas, ia pun juga tidak munafik, membayangkan setiap hari akan makan enak dan tak perlu keluar uang.Ia teringat interior mewah rumah itu, betapa harum dan bersihnya, kontras sekali dengan tempat tinggalnya yang hanya seperti itu; rumah kecil dengan dua kamar, satu dapur, satu kamar mandi, satu teras sekaligus ruang tamu dengan tembok tipis dan suara tetangga yang kadang ikut masuk tanpa permi

    Last Updated : 2025-04-06
  • Tukang Pijat Tampan   Ke Sebuah Gudang

    Setelah makan malam di sebuah restoran Prancis dengan nuansa remang-remang dan musik klasik yang mengalun lembut, Adit merasa cukup kenyang dan sedikit mengantuk. Ia nyaris berpikir bahwa malam itu akan segera berakhir, bahwa mereka akan kembali ke rumah dan ia bisa segera rebahan di tempat tidur barunya yang empuk. Tapi ternyata tidak.Renata mengemudikan mobilnya sendiri kali ini. Ia tak menyuruh Adit menyetir, hanya memintanya duduk di kursi penumpang sambil sesekali melirik ponselnya yang tak henti bergetar.“Ada masalah?” tanya Adit, setengah mengantuk, tapi waspada.Renata mengangguk kecil. “Ada pengiriman barang yang hilang dari gudangku. Minuman keras yang seharusnya masuk ke jalur bar dan lounge, tapi lenyap. Aku sudah lama curiga sama orang-orang yang mengurusi distribusi di wilayah selatan.”“Jadi kita mau ke sana sekarang?” tanya Adit. Ia merasa sungkan karena tak menyetir. Dan ia kaget juga mendengar tentang minuman keras. Otaknya bertanya-tanya, namun ia mencoba merangka

    Last Updated : 2025-04-07
  • Tukang Pijat Tampan   Adit Beraksi

    Mobil melaju dalam senyap. Renata fokus menyetir, sementara Adit duduk di kursi depan sebelah kemudi, menyandarkan punggung dan memandang ke luar jendela. Lampu-lampu kota mulai memudar ketika mereka memasuki daerah pinggiran yang lebih sepi, dalam perjalanan kembali ke rumah.Belum ada kata yang diucapkan sejak mereka meninggalkan gudang itu. Namun di dalam kepala Adit, semua masih berdengung. Tatapan orang-orang tadi, ancaman tersembunyi di balik tawa mereka, dan… keyakinan bahwa ini belum selesai.“Bu Renata,” Adit akhirnya memecah keheningan. “Tadi Ibu serius soal kirim laporan ke Pak Darmawan? Atau hanya gertakan? Maaf, saya hanya...penasaran...”Renata menyunggingkan senyum tipis. “Sebagian besar memang hanya gertakan. Tapi aku punya sesuatu yang bisa membuat mereka kencing di celana kalau aku mau.”Adit hanya mengangguk pelan, lalu menghela napas. “Tadi mereka terlihat takut. Jadi mungkin mereka akan menuruti apa yang tadi ibu minta...”Ia belum selesai bicara ketika sebuah mob

    Last Updated : 2025-04-07
  • Tukang Pijat Tampan   Bisa Mengendalikan Kekuatan

    Mobil meluncur mulus memasuki pelataran rumah Renata yang besar dan sunyi. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalur batu yang mengarah ke garasi. Setelah kejadian menegangkan tadi itu, suasana kini terasa tenang, tapi di balik ketenangan itu, masih ada denyut ketegangan yang belum sepenuhnya hilang.Renata melangkah cepat ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ia langsung menuju ruang kerjanya, membawa tas dan dokumen, lalu menutup pintu. Adit hanya menatap punggung wanita itu sejenak sebelum menghela napas dan berbalik naik ke lantai dua.Setibanya di kamarnya, Adit langsung menanggalkan kemeja dan celana panjangnya, menggantinya dengan kaos oblong dan celana pendek. Badannya lelah, pikirannya pun masih sibuk memutar ulang adegan perkelahian tadi, bagaimana ia bisa dengan cepat mengatasi tiga pria dewasa. Ia sendiri heran, seolah tubuhnya tahu harus bergerak bagaimana. Mungkin karena latihan di masa kecil. Mungkin karena adrenalin. Atau… mungkin

    Last Updated : 2025-04-08
  • Tukang Pijat Tampan   Kehebohan Di Klinik Pijat

    Adit kembali ke kamar dan merenung lagi. Ada kelegaan setelah ia memastikan bisa mengendalikan kekuatan aneh di telapak tangannya, dan tadi ia mencobanya sekali lagi untuk menyentuh Dina tanpa intensi tertentu. Wanita itu baik-baik saja.Ya, Adit tahu, ia masih harus mengujinya lagi untuk memastikannya. Hanya satu yang tinggal menjadi keresahannya; kenapa bagian tubuh penting miliknya itu tak mau bangun? Ia memikirkan Renata yang menggeliat puas dan tampak menggoda itu, tangannya usil menelusup ke celananya sendiri, dan tak terjadi reaksi apapunDemi apa, sebagai lelaki, Adit cukup frustasi. Dengan itu, ia kehilangan kepercayaan dirinya. Adit mengambil ponselnya dan mencoba mencari penyebab impotensi dan bagaimana cara menanganinya. Hingga akhirnya, ia menyerah juga. Percuma. Tak ada gejala yang sama seperti yang dijelaskan di refrensi yang ia temukan di ponsel. Semua informasi pada akhirnya merujuk ke satu poin; harus ke dokter.‘Apakah aku harus ke dokter? Tapi ini memalukan!’ ucap

    Last Updated : 2025-04-10
  • Tukang Pijat Tampan   Ke Tempat Spa

    “PAK RUDI!!! MANA PAK RUDI?! KELUAR KAU!!!”Suara Bu Nesya menggelegar di lantai satu itu. Dia tahu nama Rudi sebab dia pelanggan lama dan sudah sering komplain. Apalagi, di seragam Pak Rudi tertera namanya, juga jabatannya.Beberapa staf yang lewat menoleh panik. Dedi hanya bisa berdiri pucat di ambang pintu.Tak lama, Pak Rudy muncul dari balik lorong dengan ekspresi terkejut, tapi mencoba tetap tenang.“Bu Nesya, ada apa? Kenapa berteriak—”“JANGAN BERLAGAK BODOH, RUDI!”Suara teriakan itu menggema keras, cukup untuk membuat para staf lainnya diam membeku. Suara itu bahkan terdengar jelas melewati dinding kaca dan masuk ke ruangan manajer di lantai atas, tempat Ibu Celina sedang menyeduh teh.“KAU KIRA AKU TAK BISA BEDAKAN SIAPA YANG MEMIJAT TUBUHKU?! KAU KIRIM ORANG LAIN YANG MENYAMAR JADI ADIT?! KAU KIRA AKU MAIN-MAIN DATANG KE SINI?!!”Pak Rudy mengangkat kedua tangan, mencoba meredakan. “Bu, tolong tenang dulu... Saya hanya…”“TENANG?!! KAU TIPU AKU LALU MEMINTA AKU TENANG?!!!”

    Last Updated : 2025-04-11
  • Tukang Pijat Tampan   Mengintip Manager Cantik

    “Heh! Apa yang kamu lakukan di sini?! Kamu mengintipku, hah?!”Adit, yang tengah mengepel lantai ruang ganti pelanggan, nyaris menjatuhkan pelnya saat mendengar suara bentakan itu.Di hadapannya, seorang wanita cantik dengan tubuh menggoda dan hanya mengenakan pakaian dalam berenda, berdiri dengan napas memburu.Itu Bu Celina, manajer tempatnya bekerja!Tangan wanita itu menutupi dadanya yang montok, tapi pahanya yang mulus justru terabaikan.Glek.Adit menelan ludah. Otaknya berteriak untuk tidak melihat, tapi matanya berkhianat.Takut? Jelas. Adit hanya trainee rendahan. Terpergok dalam situasi seperti ini bisa membuatnya dipecat seketika.Namun, senang?Bagaimana tidak? Bu Celina adalah fantasi hidup para terapis pria di panti pijat ini!Dengan tubuh berlekuk sempurna, kulit sehalus sutra, dan tatapan tajam menggoda, siapa yang tidak pernah membayangkan wanita itu dalam pelukan mereka?Dan sekarang… tubuh yang biasanya hanya ada dalam bayangan, terpampang jelas di depannya!Tapi… a

    Last Updated : 2025-03-03

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Ke Tempat Spa

    “PAK RUDI!!! MANA PAK RUDI?! KELUAR KAU!!!”Suara Bu Nesya menggelegar di lantai satu itu. Dia tahu nama Rudi sebab dia pelanggan lama dan sudah sering komplain. Apalagi, di seragam Pak Rudi tertera namanya, juga jabatannya.Beberapa staf yang lewat menoleh panik. Dedi hanya bisa berdiri pucat di ambang pintu.Tak lama, Pak Rudy muncul dari balik lorong dengan ekspresi terkejut, tapi mencoba tetap tenang.“Bu Nesya, ada apa? Kenapa berteriak—”“JANGAN BERLAGAK BODOH, RUDI!”Suara teriakan itu menggema keras, cukup untuk membuat para staf lainnya diam membeku. Suara itu bahkan terdengar jelas melewati dinding kaca dan masuk ke ruangan manajer di lantai atas, tempat Ibu Celina sedang menyeduh teh.“KAU KIRA AKU TAK BISA BEDAKAN SIAPA YANG MEMIJAT TUBUHKU?! KAU KIRIM ORANG LAIN YANG MENYAMAR JADI ADIT?! KAU KIRA AKU MAIN-MAIN DATANG KE SINI?!!”Pak Rudy mengangkat kedua tangan, mencoba meredakan. “Bu, tolong tenang dulu... Saya hanya…”“TENANG?!! KAU TIPU AKU LALU MEMINTA AKU TENANG?!!!”

  • Tukang Pijat Tampan   Kehebohan Di Klinik Pijat

    Adit kembali ke kamar dan merenung lagi. Ada kelegaan setelah ia memastikan bisa mengendalikan kekuatan aneh di telapak tangannya, dan tadi ia mencobanya sekali lagi untuk menyentuh Dina tanpa intensi tertentu. Wanita itu baik-baik saja.Ya, Adit tahu, ia masih harus mengujinya lagi untuk memastikannya. Hanya satu yang tinggal menjadi keresahannya; kenapa bagian tubuh penting miliknya itu tak mau bangun? Ia memikirkan Renata yang menggeliat puas dan tampak menggoda itu, tangannya usil menelusup ke celananya sendiri, dan tak terjadi reaksi apapunDemi apa, sebagai lelaki, Adit cukup frustasi. Dengan itu, ia kehilangan kepercayaan dirinya. Adit mengambil ponselnya dan mencoba mencari penyebab impotensi dan bagaimana cara menanganinya. Hingga akhirnya, ia menyerah juga. Percuma. Tak ada gejala yang sama seperti yang dijelaskan di refrensi yang ia temukan di ponsel. Semua informasi pada akhirnya merujuk ke satu poin; harus ke dokter.‘Apakah aku harus ke dokter? Tapi ini memalukan!’ ucap

  • Tukang Pijat Tampan   Bisa Mengendalikan Kekuatan

    Mobil meluncur mulus memasuki pelataran rumah Renata yang besar dan sunyi. Lampu-lampu taman menyala temaram, menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalur batu yang mengarah ke garasi. Setelah kejadian menegangkan tadi itu, suasana kini terasa tenang, tapi di balik ketenangan itu, masih ada denyut ketegangan yang belum sepenuhnya hilang.Renata melangkah cepat ke dalam rumah tanpa banyak bicara. Ia langsung menuju ruang kerjanya, membawa tas dan dokumen, lalu menutup pintu. Adit hanya menatap punggung wanita itu sejenak sebelum menghela napas dan berbalik naik ke lantai dua.Setibanya di kamarnya, Adit langsung menanggalkan kemeja dan celana panjangnya, menggantinya dengan kaos oblong dan celana pendek. Badannya lelah, pikirannya pun masih sibuk memutar ulang adegan perkelahian tadi, bagaimana ia bisa dengan cepat mengatasi tiga pria dewasa. Ia sendiri heran, seolah tubuhnya tahu harus bergerak bagaimana. Mungkin karena latihan di masa kecil. Mungkin karena adrenalin. Atau… mungkin

  • Tukang Pijat Tampan   Adit Beraksi

    Mobil melaju dalam senyap. Renata fokus menyetir, sementara Adit duduk di kursi depan sebelah kemudi, menyandarkan punggung dan memandang ke luar jendela. Lampu-lampu kota mulai memudar ketika mereka memasuki daerah pinggiran yang lebih sepi, dalam perjalanan kembali ke rumah.Belum ada kata yang diucapkan sejak mereka meninggalkan gudang itu. Namun di dalam kepala Adit, semua masih berdengung. Tatapan orang-orang tadi, ancaman tersembunyi di balik tawa mereka, dan… keyakinan bahwa ini belum selesai.“Bu Renata,” Adit akhirnya memecah keheningan. “Tadi Ibu serius soal kirim laporan ke Pak Darmawan? Atau hanya gertakan? Maaf, saya hanya...penasaran...”Renata menyunggingkan senyum tipis. “Sebagian besar memang hanya gertakan. Tapi aku punya sesuatu yang bisa membuat mereka kencing di celana kalau aku mau.”Adit hanya mengangguk pelan, lalu menghela napas. “Tadi mereka terlihat takut. Jadi mungkin mereka akan menuruti apa yang tadi ibu minta...”Ia belum selesai bicara ketika sebuah mob

  • Tukang Pijat Tampan   Ke Sebuah Gudang

    Setelah makan malam di sebuah restoran Prancis dengan nuansa remang-remang dan musik klasik yang mengalun lembut, Adit merasa cukup kenyang dan sedikit mengantuk. Ia nyaris berpikir bahwa malam itu akan segera berakhir, bahwa mereka akan kembali ke rumah dan ia bisa segera rebahan di tempat tidur barunya yang empuk. Tapi ternyata tidak.Renata mengemudikan mobilnya sendiri kali ini. Ia tak menyuruh Adit menyetir, hanya memintanya duduk di kursi penumpang sambil sesekali melirik ponselnya yang tak henti bergetar.“Ada masalah?” tanya Adit, setengah mengantuk, tapi waspada.Renata mengangguk kecil. “Ada pengiriman barang yang hilang dari gudangku. Minuman keras yang seharusnya masuk ke jalur bar dan lounge, tapi lenyap. Aku sudah lama curiga sama orang-orang yang mengurusi distribusi di wilayah selatan.”“Jadi kita mau ke sana sekarang?” tanya Adit. Ia merasa sungkan karena tak menyetir. Dan ia kaget juga mendengar tentang minuman keras. Otaknya bertanya-tanya, namun ia mencoba merangka

  • Tukang Pijat Tampan   Hari Pertama Bekerja Dengan Renata

    Malam itu, kamar Adit terasa lebih sunyi dari biasanya. Ia duduk di lantai, menghadap lemari pakaian kecil yang catnya mulai mengelupas. Di sebelahnya terbuka sebuah tas ransel lusuh yang akan ia bawa ke rumah Renata besok pagi. Ia melipat beberapa potong pakaian secukupnya; kaus, celana, pakaian dalam, dan handuk. Semuanya biasa saja, sederhana, dan menunjukkan betapa pas-pasan hidupnya.Sesekali ia berhenti melipat dan menatap kosong ke depan, pikirannya berkelana ke segala arah.“Gila... aku tinggal di rumah bos kayak gitu,” gumamnya pelan, hampir tidak percaya; antara senang dan tidak. Yang jelas, ia pun juga tidak munafik, membayangkan setiap hari akan makan enak dan tak perlu keluar uang.Ia teringat interior mewah rumah itu, betapa harum dan bersihnya, kontras sekali dengan tempat tinggalnya yang hanya seperti itu; rumah kecil dengan dua kamar, satu dapur, satu kamar mandi, satu teras sekaligus ruang tamu dengan tembok tipis dan suara tetangga yang kadang ikut masuk tanpa permi

  • Tukang Pijat Tampan   Dunia Malam Renata

    Adit menyalakan motornya dengan tarikan napas panjang. Suara mesin yang serak dan bergetar kasar menyambutnya, seolah motor itu ikut mengeluh karena sudah terlalu tua.Ia baru saja menjalani hari paling aneh sekaligus paling mewah dalam hidupnya, dan kini kembali ke kenyataan: sebuah motor tua dan hidup yang serba pas-pasan.Dari sudut matanya, Adit melihat seseorang berlari kecil ke arahnya.“Tunggu, Dit!”Ia menoleh. Tia datang tergesa, mengenakan tas kecil menyilang dan wajah penuh harap. Nafasnya sedikit terengah, tapi senyumnya tetap merekah.“Kamu mau pulang sekarang?” tanya Tia cepat.Adit mengangguk pelan. “Iya… motorku masih di sini, jadi ya...”“Aku nebeng ya? Aku capek banget. Tadi udah mikir mau naik ojek, tapi ngeliat kamu ada di sini…”Adit ingin menolak, tapi tak tega. Apalagi wajah Tia seperti anak kucing kehujanan, sulit untuk diabaikan.“Iya, naik aja,” ucapnya sambil bergeser sedikit ke depan.Tia langsung naik dan memeluk pinggang Adit dengan santai. “Makasih bange

  • Tukang Pijat Tampan   Akan Menjadi Asisten Pribadi

    “Skorsmu dua minggu, kan?” tanya Renata.“E, benar Ibu...” balas Adit.“Selama dua minggu ini, aku ingin kamu menjadi asistenku. Tugasmu banyak, entah apa nanti. Maka kamu harus standby di rumahku nantinya. Dan mungkin kamu akan lebih banyak mengawalku karena kamu bisa beladiri. Nanti jika sudah bisa lancar menyetir, sekalian saja kamu menjadi sopirku!” kata Renata.Adit mengernyitkan keningnya, “Jadi, saya tidak lagi menjadi terapis di klinik? Atau ini hanya dalam masa skors saja?” tanya Adit.“Kita lihat nanti. Yang jelas, jika aku senang dengan pekerjaanmu, mungkin kamu akan lama menjadi asistenku sebelum aku kembalikan ke Celina!” kata Renata.Adit cukup terkejut mendengarnya. Tapi tak ada yang bisa ia lakukan kecuali pasrah saja. Yang penting ia tak dipecat.“Oke, jika maemnya sudah, kita akan pulang. Nanti kamu akan belajar menyetir langsung dari sopirku. Bayu namanya!” kata Renata.“Siap Ibu...” kata Adit.Renata mengajak Adit masuk ke dalam mobilnya setelah mereka selesai maka

  • Tukang Pijat Tampan   Makan Siang Bersama Ibu Renata

    Celina masih terlihat bengong, lalu kemudian ia tersadar. “E, tentang skors itu... adalah?”“Biar aku pikirkan nanti. Posisimu sulit saat ini, Cel. Anak-anak yang bekerja di sini juga harus merasa kamu bisa adil selama Adit pun belum bisa membuktikan jika dia tak bersalah. Tapi aku memang percaya Adit tak bersalah. Begitulah kehidupan!” kata Ibu Renata.“Oh, baik...” kata Celina. Adit hanya diam saja; bingung dengan nasibnya. Ia pun juga pasrah pada akhirnya. Terserah. Jika dipecatpun tak masalah.“Ini masih siang dan masih jam kerjamu, kan?” tanya Renata.“E, iya Bu...” kata Aditr. Bersamaan dengan itu, perut Adit berbunyi keras. Adit sangat malu dan meminta maaf.Renata tertawa, “Astaga, tadi kamu memijitku pas istirahat siang. Apakah kamu belum makan?”“Eh, belum Ibu... saya mohon maaf...” kata Adit.“Tak perlu minta maaf. Ini sudah jam dua siang. Wajar jika kamu kelaparan. Ayo ikut aku! Bawa barang-barangmu! Aku juga lapar. Temani aku makan siang!” kata Renata.“Oh, baik, Ibu...”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status