Ternyata Beelzebub bisa bertahan dengan bara api yang mengepungnya. Walau dia merasa sedikit sesak akibat api yang dihasilkan dari si jago merah. Tak ingin menyerah dengan mudah, Beelzebub terus mengeluarkan cairan hijaunya, agar api itu padam.
“Argh! Bangsat!” umpat Beelzebub, ketika matanya itu mendapati Arya berdiri tak jauh dari tempatnya.
Sang iblis itu tahu, ini semua adalah rencana dari Arya. Dia bisa melihat, bahwa anak laki-laki itu yang pertama mengeluarkan skill api. Kemudian aksinya itu diikkuti oleh pemain-pemain lain.
“Kemari kau, bocah sialan!” hardik Beelzebub. Api yang tadi berkobar itu sudah padam. Kemudian dia terbang dengan cepat ke arah Arya dengan emosi yang membuncah di dadanya.
Prang!
Kaki bagian depan Beelzebub—yang seperti bilah pedang itu beradu dengan pedang Wallace milik Arya. Sang iblis melakukan serangan jarak dekat pada Arya. Sedangkan Arya hanya bisa menahan dan berada di posisi bertahan.
“Kenapa kamu s
Hai, kak. Maaf, ya tiga hari kemarin nggak update. Lagi ada tugas negara dulu, hehe. Dan maaf hari ini cuman satu :"
Arya berlari dan langsung menyeret Dida, menjauh dari arena pertempuran. “Lo cover dulu sementara, Bang!” teriak Arya pada Firman. Laki-laki itu pun mengangguk dan terus berusaha menyerang Beelzebub.“Kenapa, Arya?” tanya Dida, napasnya kini terengah-engah. Wajah Dida terlihat sedikit lebih pucat. Biar Arya terbak, pasti HP Dida sudah mulai berkurang.Terang saja, karena sedari tadi, perempuan itu menjadi bulan-bulanan Beelzebub. Beruntung, saat Arya menarik paksa Dida, Beelzebub sedang sibuk dengan pemain lain.“Tunggu sebentar,” kata Arya. Dia masih menunggu satu orang lagi. Tak lama kemudian orang yang dinanti Arya pun tiba bersama Reza. Tadi, Arya meminta bantuan Reza untuk mencari salah satu anggota timnya.“Ada apa, Arya?” tanya Idun.“Gue butuh bantuan kalian berdua. Tapi sebelum itu, Kak Dida masih punya potion penambah HP?” tanya Arya, khawatir jika tiba-tiba Dida drop di tengah p
“Beelzebub! Kemarilah! Lawanmu di sini!” seru Arya dengan tatapan yang terlihat berapi-api. Mendengar namanya dipanggil, Beelzebub sontak diam, menghentikan serangan ke sekelilingnya. Iblis itu menoleh sedikit, lalu beberapa lensa pada matanya menangkap potret sosok Arya yang sedang berdiri di belakangnya. Beelzebub mendengus kesal, saat melihat sosok bocah ingusan yang sedang mengacungkan pedangnya. Namun, Beelzebub tak ingin menghiraukan Arya. Karena saat ini, dia sedang fokus mencari keberadaan perempuan berambut pendek yang sudah menginjak harga dirinya. “Cih!” Merasa dirinya diabaikan, membuat Arya geram. Sepertinya Beelzebub tidak tahu siapa Arya Kusuma. Pemain yang mampu membunuh dan mengalahkan bos di level sebelumnya—Belphegor. Arya mempererat cengkraman pada pedang Wallace miliknya. Matanya kini menatap tajam ke arah Beelzebub, yang sedari tadi terbang tak tentu arah—sembari menyerang para pemain lain. Sedetik kemudian, kedua iris matanya it
Beelzebub tersentak saat melihat Arya dan Reza menyerangnya secara bersamaan. Bingung, dia semakin tidak bisa fokus dengan pergerakan Arya dan Reza, yang entah menyerang dari sisi mana. Semuanya terasa bias di mata Beelzebub.Namun, bos level diatur untuk tidak mudah menyerah. Beelzebub bergerak, mencoba menghindar dari dua pemain itu, lebih tepatnya menghindar dari Arya . Pergerakannya benar-benar acak, karena dia tidak bisa membaca dengan jelas pergerakan kedua pemain tersebut.Slash! Slash! Slash!Sial! Beelzebub tak bisa menghindar dari serangan Reza. Laki-laki itu berhasil memotong tiga sayap milik sang iblis. Seketika Beelzebub terjerembab, jatuh ke atas tanah.Penderitaan Beelzebub ternyata belum berakhir. Tidak hanya kehilangan tiga sayang, yang mengakibatkan dirinya tak bisa terbang. Kini dirinya dikepung oleh lingkaran api yang dihasilkan oleh Arya.“Argh! Sialan! Beraninya kalian melakukan hal ini pada raja!” geram Beelzebub.
Peluh kini bercucuran di wajah Arya. Embusan napasnya pun terdengar jelas, bahkan kedua bahu Arya naik turun. Matanya masih menatap pada lalat raksasa yang tepat berada di depannya. Tangannya masih memegang Wallace Sword yang baru saja dia tarik dari tubuh sang iblis.‘Apa kali ini berhasil?’ Arya hanya bisa membatin.Prang.Arya melihat lalat besar yang sudah terkoyak itu, seketika hancur menjadi pecahan kaca. Sejurus kemudian, sosok Beelzebub pun menghilang tak bersisa. Anak laki-laki itu pun mengembuskan napas lega. Dan, seketika dia dikejutkan dengan sebuah rangkulan dari Reza yang sangat tiba-tiba.“Kita berhasil, Arya!” seru laki-laki itu.Arya pun tersenyum. Ya, setelah melakukan perang yang melelahkan, akhirnya dia berhasil mengalahkan sang iblis. Mata bulatnya itu melirik ke arah Idun dan Dida, yang jaraknya lumayan jauh darinya. Kemudian dia menarik kedua sudut bibirnya. Tangannya pun terangkat lurus—sejajar
Arya menghampiri Idun yang sedang bersama dengan Dida di tepi danau. Entahlah, sebenarnya apa yang sedang mereka lakukan, Arya tak tahu dan tak tertarik. Namun, demi membuktikan rasa curiga dan penasarannya. Arya harus mencari tahu tentang hubungan kedekatan mereka berdua.“Idun, gue boleh bicara sebentar?” tanya Arya yang mengganggu waktu istirahat mereka.Idun terkesiap. Pasalnya dia tak menyadari kapan ketua timnya itu datang menghampiri mereka berdua. Ia pun langsung beranjak, “Iya, ada apa?” timpal Idun.“Gue mau bicara empat mata sama lo.” Kemudian Arya melirik pada Dida, “nggak masalahkan, kalau saya pinjam Idun sebentar, Kak?” Arya bertanya pada Dida dan langsung dijawab dengan sebuah anggukan oleh perempuan itu.Arya tersenyum pada Dida, lalu mengangguk, “Thanks,” ucapnya. Ia pun segera membawa Idun ke tempat yang sepi.“Ada apa?” tanya Idun ketika mereka sampai di tem
Cerita latar belakang Dida, sepertinya sangat relevan dengan apa yang dia lakukan di sini. Memang, jika Arya ingat beberapa tahun yang lalu, saat dunia sedang sakit akibat wabah sebuah virus. Banyak sekali manusia-manusia serakah, yang tak mementingkan keadaan sekitar. Mereka yang berada selalu mencuri start terlebih dahulu dan memanfaatkan kekayaan mereka. Padahal jika dipikir ulang, mereka sendiri tak terjangkit virus tersebut. Berbeda dengan masyarakat kelas menengah bawah, yang harus bertahan hidup. Di tengah pandemi dan kesulitan ekonomi, mereka harus siap dengan kemungkinan terburuk, yaitu terpapar virus dan mati dengan kondisi yang tak bisa diterima oleh masyarakat. Ah, benar-benar, jika Arya mengingat momen kala itu membuat bulu kuduknya merinding. Jika memang benar Dida seperti itu, wajar saja dia dihukum. Karena memang, manusia-manusia rakus seperti dia wajib untuk menerima penghukuman seperti ini. Apalagi gara-gara kerakusannya itu membuat hidup orang lain
Kota Elfi. Begitulah yang tertera pada papan selamat datang. Di hadapan semua pemain kini terpampang gedung-gedung tinggi nan megah. Pemandangan ini tentu berbeda dengan pemandangan sebulumnya. Tidak ada lagi padang rumput, hutan, mau pun lautan. Benar-benar mereka sedang berada di sebuah kota yang sangat mewah. “Misi apa lagi sekarang? Apakah keserakahan?” gumam Arya. Dia mencoba menebak dari apa yang dilihatnya. Bangunan-bangunan megah, mewah, penuh dengan kilauan cahaya yang membuat mata silau seketika. “Hah? Tadi kamu ngomong apa, Ya?” tanya Idun yang mendengar sedikit Arya berbicara, “kese … kese apa?”“Keselek,” timpal Arya. Jujur, Arya tidak ingin dulu memberi tahu tentang dugaannya pada game ini. Ia mendongak ke atas. Dia tidak tahu, apakah ada orang yang memantau setiap kegiatan dan tindakan mereka di sini? Ah, tentu ada. Maka dari itu, dia memilih untuk bungkam. Arya tidak tahu dengan detail tentang sistem game ini. Khawatir jika seseorang yang mema
Plak!Firman memukul punggung Reza dengan keras, “See? Gue bilang apa? Kita di sini itu untuk berlibur,” katanya puas.“Aw! Sakit bege. Bisa nggak, sih, lo itu nggak usah pakai mukul? Umur kita nggak beda jauh, ya, Bang! Jadi, jangan so paling tua dan seenaknya sama yang muda,” decih Reza sembari memegang punggung yang sudah mendapatkan cap lima jari dari Firman.“Lagian lo duluan yang sewot. Sekarang terbukti, kan? Kalau memang di sini waktunya kita refreshing and healing. Lihat, semua ini seperti surga.” Firman merentangkan tangannya dan memperlihatkan keindahan yang ada di depan mata.Tadi Poppy memberi tahu pada mereka, kalau tidak ada misi di tempat ini. Para pemain diberikan waktu untuk beristirahat dan menikmati semua fasilitas yang ada. Katanya ini bentuk penghargaan bagi para pemain yang masih hidup dan bertahan di sini. Selain itu, Poppy berkata kalau ‘master’ sedang merasa senang, jadi, dia member