Kota Elfi. Begitulah yang tertera pada papan selamat datang. Di hadapan semua pemain kini terpampang gedung-gedung tinggi nan megah. Pemandangan ini tentu berbeda dengan pemandangan sebulumnya. Tidak ada lagi padang rumput, hutan, mau pun lautan. Benar-benar mereka sedang berada di sebuah kota yang sangat mewah. “Misi apa lagi sekarang? Apakah keserakahan?” gumam Arya. Dia mencoba menebak dari apa yang dilihatnya. Bangunan-bangunan megah, mewah, penuh dengan kilauan cahaya yang membuat mata silau seketika. “Hah? Tadi kamu ngomong apa, Ya?” tanya Idun yang mendengar sedikit Arya berbicara, “kese … kese apa?”“Keselek,” timpal Arya. Jujur, Arya tidak ingin dulu memberi tahu tentang dugaannya pada game ini. Ia mendongak ke atas. Dia tidak tahu, apakah ada orang yang memantau setiap kegiatan dan tindakan mereka di sini? Ah, tentu ada. Maka dari itu, dia memilih untuk bungkam. Arya tidak tahu dengan detail tentang sistem game ini. Khawatir jika seseorang yang mema
Plak!Firman memukul punggung Reza dengan keras, “See? Gue bilang apa? Kita di sini itu untuk berlibur,” katanya puas.“Aw! Sakit bege. Bisa nggak, sih, lo itu nggak usah pakai mukul? Umur kita nggak beda jauh, ya, Bang! Jadi, jangan so paling tua dan seenaknya sama yang muda,” decih Reza sembari memegang punggung yang sudah mendapatkan cap lima jari dari Firman.“Lagian lo duluan yang sewot. Sekarang terbukti, kan? Kalau memang di sini waktunya kita refreshing and healing. Lihat, semua ini seperti surga.” Firman merentangkan tangannya dan memperlihatkan keindahan yang ada di depan mata.Tadi Poppy memberi tahu pada mereka, kalau tidak ada misi di tempat ini. Para pemain diberikan waktu untuk beristirahat dan menikmati semua fasilitas yang ada. Katanya ini bentuk penghargaan bagi para pemain yang masih hidup dan bertahan di sini. Selain itu, Poppy berkata kalau ‘master’ sedang merasa senang, jadi, dia member
“Eugh!” Arya mengerang dan merentangkan kedua tangan juga kakinya. Kelopak matanya yang tertutup, perlahan dia buka. Dengan pandangan yang sedikit kabur, ia mencoba memindai setiap sudut kamar mewah, yang sekarang menjadi kamarnya bersama dengan Idun.“Ah, lumayan tidur dua jam,” gumamnya.Sesampainya di penthouse tersebut, Arya memutuskan untuk beristirahat. Badannya itu lumayan lelah, efek dari pertarungan terakhir melawan sang kerakusan. Sekarang, dia sudah merasa sedikit bugar kembali. Terlihat presentase stamina pada jam digital miliknya pun seratus persen.Arya mencoba mengecek kolom chat milik timnya. Sebelum dirinya tertidur, semua tim mendapatkan pemberitahuan, bahwa ada pembaharuan sistem. Di mana sistem menyediakan fitur pesan untuk setiap squad. Kini sesama anggota tim bisa saling mengirim pesan.Dengan saksama, Arya membaca setiap chat dari masing-masing anggotanya. Ternyata Idun dan Dida sedang berlatih di dekat danau
‘Fokus, Arya! Fokus!’Arya mencoba mensugesti dirinya sendiri untuk tidak memikirkan hal-hal aneh. Pasalnya, semenjak dia melihat penampilan dan mendapatkan perhatian dari Angel, pikirannya berkelana. Kondisi ini didukung dengan sebuah kenyataan bahwa mereka hanya tinggal berdua di penthouse ini.Beberapa kali Arya menarik napas, lalu mengembuskannya secara perlahan. Namun, pikiran itu tidak sepenuhnya hilang dari pikirannya. Sejak kapan Arya berpikiran kotor seperti ini? Oh, God! Bahkan untuk berduaan bersama seorang perempuan saja Arya tidak pernah. Baru kali ini, di sini, di tempat sialan ini.“Arya, ini gue masakin lasagna. Sorry, ya, gue nggak bisa bikin masakan rumahan, cuman macem beginian aja bisanya.” Angel menyuguhi masakannya pada Arya, lalu dia duduk di samping Arya.Harum. Wangi saus bolognase yang khas ini menyeruak dan memasuki indra penciuman Arya. Perutnya pun langsung meraung, meminta segera diisi oleh makanan kha
Sebenarnya untuk siapa pesan dari Candra itu ditujukan, Arya tak begitu tahu. Namun, feeling-nya berkata bahwa dia harus segera menemui Candra di tempat tersebut. Arya pun tidak sendirian, dia ditemani oleh Dida juga Idun. Dengan berbekal petunjuk arah pada peta yang mereka miliki, akhirnya Arya, Dida dan Idun pun tiba di sebuah hotel mewah. Di dalam hotel tersebut terdapat sebuah kasino. Mereka pun segera masuk ke sana dan langsung disuguhi dengan interior yang sangat mewah. “Yang seperti ini apa ada di dunia nyata?” tanya Idun sembari mengangkat kepalanya. Kedua bola matanya itu bergerak, terus memindai setiap sudut lobi hotel tersebut. Sungguh sangat berkilau dan bercahaya sekali. “Ada,” jawab Dida singkat. “Serius, Kak? Di mana?” Dida mengangkat bahunya, “Sebenarnya aku tidak terlalu yakin, tapi rasa-rasanya tempat ini mirip sebuah kota di benua Amerika,” ungkapnya. Semenjak tiba di kota tersebut, Dida dan Idun sudah mencoba menjel
Tidak sudi rasanya mengotori dirinya sendiri apalagi dalam permaian. Apa katanya? Gold milik anggota tim akan bertambah banyak? Arya tak peduli dengan itu. Dia tak ingin terjebak dengan trik yang sangat murahan. Arya berjalan keluar dari tempat terkutuk dan penuh dengan orang-orang tamak. Begitupun dengan ketiga temannya; Angel, Dida dan juga Idun. Walau mereka bertiga tak mengerti, kenapa Arya keluar dari tempat itu dengan raut wajah yang kesal. Sedangkan Candra? Entahlah, Arya tak begitu peduli. Jika memang laki-laki itu takut dengan ancamannya maka dia akan keluar, jika tidak dia akan terjebak di dalam sana. “Arya, tunggu!” seru seorang pria dengan suara beratnya. Ah, ternyata Candra masih ingin hidup juga. Arya pun menghentikan langkahnya, tapi tidak menoleh. Candra segera menghampiri dan berdiri di depan Arya. “Jangan pergi begitu saja. Jelaskan dulu apa maksud perkataanmu, bahwa saya yang akan menjadi incaran selanjutnya?” pinta Candra.
“Aah, te-terus,” desah seorang perempuan yang sedang telentang di atas ranjang. Bagian atas tubuhnya tak terbalut sehelai kain pun. Namun, bagian bawahnya masih tertutup dengan rapi. Perempuan itu tak sendirian, dia sedang bersama dengan seorang laki-laki yang sedang berada tepat di atasnya. Mendominasi setiap permainan mereka di atas ranjang. Laki-laki itu sedang bermain di salah satu gundukan kembar milik sang perempuan. Mengisapnya dengan lembut, tapi menuntut. Sehingga sang perempuan merasakan geli di tubuhnya. Tak ingin terlalu pasif, tangan kanan laki-laki itu pun mulai bergerak liar. Perlahan jemarinya itu turun ke bawah, menelusup masuk pada celana yang masih dikenakan oleh perempuan itu. Mencoba meraih dan meraba bagian inti sang perempuan yang sudah hanyut dalam gejolak hasrat dan gairah. “Aahh, ja-jangan di situ, Firman.” Tak mengindahkan larangan dari partner-nya, laki-laki yang ternyata adalah Firman itu terus menggerakkan jarinya di area sensitif sang perempuan. Firma
Arya tersentak dan langsung terhuyung. Badannya itu langsung menghantam tanah. Tepat di atasnya berbaring Angel yang baru saja menolongnya.Prang!Terdengar suara pecahan kaca, yang bersumber dari ular yang baru saja dikalahkan Angel. Dirinya tadi tidak fokus dengan pertarungan. Karena merasa terganggu dengan jumlah anggota timnya. Arya merasa kalau timnya itu terdiri dari tujuh orang. Namun, semakin Arya berpikir, dia tidak bisa mengingat anggota ketujuh itu.“Aw!” ringis Angel yang tangannya tiba-tiba terkilir, ketika dirinya hendak beranjak dari atas tubuh Arya.Seketika fokus Arya teralihkan pada Angel. Dia langsung mencoba menopang Angel dan membantunya beranjak. Dengan hati-hati Arya mencoba melihat pada tangan Angel yang terluka.“Sebentar, gue ada potion,” kata Arya.“Nggak usah, gue baik-baik saja, kok.” Angel mencoba menggerakkan bahunya memutar ke belakang lalu ke depan.“Serius?&rd
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
“Angel!” teriak seorang laki-laki dengan suara beratnya.Kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi gadis itu. Saking kerasnya, sampai-sampai Angel harus tersungkur di atas tanah.“Reza!” Dida yang terkejut langsung berteriak dan menghampiri Angel. “Gila, ya? Kamu cowok bukan? Kok berani main tangan sama cewek?” sentaknya yang tak terima.Dida pun menoleh ke arah Angel dengan perasaan yang sangat khawatir. “Angel, kamu nggak papa, kan?”Namun, perhatian dari Dida pun ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Angel langsung mendorong Dida dan dia pun berusaha bangkit sendiri.“Kenapa? Kalian mau nyalahin gue? Silakan, salahkan saja!” berang Angel.Gadis itu tahu betul alasan di balik murkanya seorang Reza. Sampai laki-laki itu berani memukulnya. Angel tak akan marah, dia siap jika harus disalahkan. Lagi pula dia juga sudah tidak peduli dengan tim ini.Candra yang sama emosinya, langsung menghampiri Angel. Dia pun mencengkram kerah Angel dengan kuat.“Kamu tidak ada perasaan bersalah sama sek
Di luar dinding es, terlihat Arya sedang menunggu dengan perasaan yang sedikit gelisah. Kedua bola matanya itu terus menatap ke arah dinding es yang sangat tebal. Ada perasaan khawatir jika misi ini gagal. Karena jujur, Arya sendiri tidak memiliki rencana lain. Tubuhnya benar-benar sangat lelah, otaknya pun sudah tak bisa digunakan untuk berpikir secara jernih. Arya ingin misi ini segera berakhir. Krak. Prang! Terdengar suara pecahan yang sangat besar. Ternyata suara itu berasal dari dinding es yang sedang Arya lihat. Dinding es yang tadi terlihat sangat kuat dan kokoh itu langsung pecah begitu saja. Mata Arya langsung membulat saat melihat kesepuluh pemain yang sedang berdiri di atas air. Setelah itu, Arya mengalihkan pandangannya pada sosok makhluk besar. Betapa sangat terkejutnya Arya ketika melihat sebuah pedang es menusuk bagian jantung makhluk besar itu. “Arrrgh! S-sialan, a-aku ka-lah,” ucap makhluk itu dengan terbata-bata. Brugh. Kemudian mahkluk besar, yang tidak lain d
“Chain of Death!” seru Giovanni. Hatinya merasa panas, karena Asmodeus menganggapnya remeh.Rantai besi yang sangat besar pun muncul dari dasar danau. Kemudian, rantai itu langsung melilit tubuh besar milik Asmodeus. Terlihat detail seperti tengkorang menghiasi rantai itu. Kekuatannya sangatlah besar, sampai-sampai Asmodeus benar-benar tidak bisa berkutik.Selama berada di sini, Giovanni selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan tak terkalahkan. Namun, di awal permainan dirinya merasa kalah dari sosok anak laki-laki seumurannya yang mampu mengendalikan dan mengontrol permainan.Melihat kesuksesan anak tersebut, membuat Giovanni merasa termotivasi untuk tidak kalah dari anak tersebut. Selain itu, di satu sisi, memang Giovanni tipikal orang yang tidak ingin terlihat kalah dan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.Sadar akan kekurangannya, Giovanni terus belajar mengendalikan elemennya. Sehingga sekarang, dia bisa menguasai teknik elemen yang dimilikinya. Bahkan sekarang Giovan