"Nyonya, Nona Kaginda sudah membuat pesta penyambutan untuk Anda. Acara makan malam di restoran Four Season Hotel," lapor Luna.Kabar kepulangan Amanda tak hanya di dengar oleh Austin dan seluruh karyawan yayasan. Tapi juga teman-teman sosialita Amanda, teman-teman yang terhubung dengan perkerjaannya dan juga rekan-rekan yang selama ini menjalin hubungan baik.Kaginda adalah salah satu teman yang cukup dekat dengan Amanda, mengetahui kesibukan Amanda karena itulah dia menyiapkan acara penyambutan ini diam-diam, lalu setelah semuanya selesai dia hanya tinggal memberi kabar pada asisten pribadi Amanda.Saat ini waktu sudah menunjukkan jam 4 sore, Aska masih tertidur di kamar Amanda."Siapa saja yang hadir dalam acara itu?" tanya Amanda kemudian."Sekitar 30 orang Nyonya," jelas Luna, dia juga menyebut daftar tamu yang telah Nona Kaginda kirimkan padanya. "Acaranya dimulai jam 7 malam," timpal Luna, mengakhiri penjelasannya.Amanda mengangguk kecil dan mulai menutup dokumen yang tadi dia
"Mas, Mau sampai kapan kita seperti ini terus? membiarkan mbak Amanda bersikap semuanya!" ucap Evelyn setelah sang kakak ipar pergi. Saat tak ada Amanda, barulah dia berani mengungkapkan semua yang ada di dalam hatinya.Aska yang tidak tahu apapun langsung mendongak dan menatap sang ayah. Tatapan itu langsung ditangkap oleh Evan, "Aska, carilah nanny, main sebentar dengannya sebelum makan malam," titah Evan pada sang anak."Iya Pa." Aska langsung pergi dari sana untuk mencari pengasuhnya. Dan setelah Aska tak nampak barulah Evan menatap ke arah sang adik."Apa maksud ucapanmu?" tanya Evan."Mas Evan jangan berlagak bodoh, sekarang mbak Amanda mengatur keluarga kita, mama bahkan sudah pergi dari rumah ini!""Amanda tidak mengatur keluarga ini, kamu ingin apa? pergi ke pesta juga? Maka pergilah.""Mana bisa aku pergi! Aku tidak punya uang!""Itu masalah mu, karena selama ini kamu tidak mau bekerja. Jadi jangan apa-apa menyalahkan Amanda, coba bercermin lah."Evelyn langsung menangis de
"Kenapa di sini sepi sekali? Bukankah kita sedang berpesta?" tanya Amanda dengan suara yang mulai mendayu-dayu, bahkan tubuhnya terus terhuyung nyaris jatuh.Wanita yang selama ini tidak pernah mabuk, akhirnya malam ini tunduk pula pada alkohol. Amanda seperti melayang di udara, tubuhnya begitu ringan hingga membuatnya selalu tertawa. "Pesta sudah berakhir, Amanda. Sekarang waktunya kamu beristirahat," ucap Austin.Mereka berada di salah satu kamar hotel. Amanda tak bisa keluar dari hotel ini dalam keadaan mabuk, mengingat reputasinya sebagai pemilik yayasan anak, maka hal itu akan memicu berbagai macam pemberitaan.Karena itulah Kaginda dan yang lainnya sepakat agar Amanda malam ini menginap di hotel saja. Beberapa waktu lalu Luna pun telah datang kemari untuk menjaga sang nyonya, namun Austin justru meminta Luna tinggal di kamar yang lain.Hingga di dalam kamar tersebut hanya menyisahkan dua orang itu, Amanda dan Austin."Apa? pesta berakhir? Ini baru saja di mulai Tuan," balas Ama
Evan merasa gusar sendiri saat melihat waktu, sebab hingga larut malam begini sang istri belum juga pulang. Sementara ponsel Amanda sudah tak bisa dihubungi. Hatinya cemas namun tak menemukan jawaban dari semua pertanyaan. "Kenapa belum pulang juga? Apa pertemuan mereka belum berakhir?" gumam Evan, akhirnya dia putuskan untuk menghubungi Luna, setelah sejak tadi terus menahan diri. "Dimana Amanda? Apa kalian masih berada di hotel?" tanya Evan ketika panggilannya telah tersambung. "Benar Tuan, malam ini saya dan Nyonya Amanda memutuskan untuk menginap di sini." "Kenapa?" "Mendadak Nyonya Amanda merasa lelah sekali, jadi beliau langsung memesan sebuah kamar. Sekarang beliau sudah tertidur," balas Luna bohong, sebuah kebohongan yang sangat besar. Namun dia ucapkan tanpa rasa takut sedikitpun. Tak mungkin menjelaskan semuanya secara rinci, tak mungkin mengatakan bahwa nyonya Amanda saat ini mabuk, tak mungkin menjelaskan bahwa sekarang nyonya Amanda pun tengah bersama tuan Au
"Eugh," lenguh Amanda saat pertama kali membuka mata. Dengan kedua mata yang masih terasa rabun, Amanda menatap di sekitarnya. Tempat asing dan entah dimana. Jantungnya seketika berdegup cepat saat melihat dada seorang pria berbaring di sampingnya. Amanda memejamkan mata coba untuk mengingat apa yang terjadi, tapi yang terjadi kepalanya malah terasa pusing. Dengan sisa-sisa kekuatan yang dia punya Amanda akhirnya beranjak bangun dan duduk, lalu melihat bahwa pria yang kini bersamanya adalah tuan Austin. Deg! Amanda makin tak mampu mengendalikan degup jantungnya, apalagi saat menyadari diri bahwa dia tak menggunakan gaun semalam. Tubuhnya kini hanya dibalut oleh bra dan juga underwear. 'Astaga, apa yang sudah terjadi,' batin Amanda gusar. Mengusap wajahnya dengan frustasi, kini hanya menutupi tubuhnya dengan menggunakan selimut. "Kamu sudah bangun?" tanya Austin, tiba-tiba bicara dan berhasil membuat Amanda terperanjat kaget. "Aku tidak ingat apapun yang terjadi semalam, an
Amanda mengusap wajahnya dengan kasar, membodohi diri yang begitu ceroboh. Apa yang terjadi malam tadi jelas menambah masalah baru baginya. Ditatapnya lagi tuan Austin yang berdiri di hadapannya. Amanda bingung harus bicara apalagi.Tanpa ada kata, Amanda kemudian memutuskan untuk pergi keluar dari kamar tersebut. Namun Austin dengan cepat menahan pergelangan tangannya. "Jangan bersikap dingin seperti ini, semalam kita saling menghangatkan," ucap Austin."Tuan, aku mohon jangan seperti ini.""Berhentilah memanggil ku Tuan, setidaknya saat kita hanya berdua.""Tuan, aku masihlah seorang istri dan apa yang kita lakukan ini adalah salah," ucap Amanda penuh penekanan."Karena itu segera akhiri semuanya dengan Evan." tegas Austin, "Aku sudah menunjukkan semua keseriusan ku dan bahkan semalam kita bersama. Aku tahu kamu sangat menikmatinya, jadi jangan berkilah lagi tentang hubungan kita."Amanda memalingkan wajah, tak kuasa untuk terus bersitatap dengan pria di hadapannya ini. Beberapa tah
"Tuan, nyonya Amanda sudah kembali," lapor seorang pelayan pada Evan yang tengah berada di ruang kerjanya. Saat ini waktu sudah menunjukkan jam 8 pagi. Evan sampai tidak pergi ke kantor demi menunggu kepulangan sang istri.Sementara Aska kini tengah bermain dengan pengasuhnya. Mendapati laporan tersebut, Evan segera bergegas bangkit dari duduknya dan menemui sang istri, mereka berhadapan di ruang tengah. Langkah kaki Amanda yang hendak menaiki anak tangga jadi terjeda ketika melihat sang suami.Amanda pikir dia akan merasa bersalah tentang semalam, tapi setelah melihat wajah Evan ternyata dia tidak menyesali apapun. Perasannya pada pria ini benar-benar telah habis."Kamu baru pulang, ku pikir akan tiba di rumah lebih pagi dari ini," ucap Evan. Setidaknya Amanda tiba sebelum waktu sarapan tiba, tapi kini baginya sudah sangat terlambat.Mungkin Evan lupa, di masa lalu dia pun selalu membuat Amanda menunggu. Siapa sangka saat sang suami pergi, saat sang suami beralasan lembur ternyata d
"Aku butuh dukungan mu, Mas," mohon Seria, "Jika kamu tidak meninggalkan aku, tidak mungkin aku mengambil langkah sejauh ini," tangis Seria terdengar pilu sekali.Namun rasa belas kasih di hati Evan telah benar-benar menghilang untuk wanita tersebut, hingga yang ada di dalam sorot matanya kini hanyalah ketidakpedulian.Kini di hati Evan telah terisi penuh oleh sang istri, Evan bahkan begitu takut dia akan kehilangan Amanda. Sungguh, Evan tak akan pernah mampu melihat Amanda dengan pria lain. Berbeda dengan pandangannya pada Seria, dia bahkan sangat rela jika mantan selingkuhannya itu memiliki hubungan dengan pria lain.Namun sekarang menantang Seria pun hanya akan merugikan Evan, membuatnya memutar otak untuk membuat wanita ini diam. "Pulanglah, nanti aku akan menghubungi mu," ucap Evan, akhirnya menjawab seperti ini dari semua rentetan tuntutan yang Seria ucapan."Benarkah? Mas tidak membohongi aku?""Jangan memperpanjang perdebatan Seria, ini di kantor," ucap Evan penuh penekanan.S
"Kamu serius akan datang?" tanya Kaginda setelah Amanda mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang mertua."Hem, konferensi pers akan diadakan malam nanti. Sekarang aku masih bisa bekerja, jadi tidak menganggu waktuku," balas Amanda, lalu tersenyum seperti biasa.Kaginda seperti melihat jika sekarang Amanda memiliki dua kepribadian, satu Amanda yang dia kenal selama ini sementara satu sisi Amanda yang penuh dengan dendam."Aku akan mendampingi mu," ucap Kaginda lalu menghela nafasnya dengan kasar."Tidak apa-apa, datanglah saat pukul 7 malam di Sanjaya Group. Kita bertemu di sana," jawab Amanda dan Kaginda menganggukkan kepalanya setuju.Kaginda juga bangkit berdiri siap pergi dari sana, namun sebelum benar-benar pergi dia kembali menatap Amanda dengan intens. Memastikan sekali lagi benarkah Amanda baik-baik saja. Benarkah semua luka itu telah sembuh, karena pengkhianatan keluarganya tak main-main."Aku baik-baik saja, berhenti menatapku dengan tatapan mengasihani seperti itu," ucap
"Amanda," panggil Kaginda yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja.Luna yang awalnya tengah berbincang dengan atasannya itu pun sontak mundur, berniat keluar dan meninggalkan dua wanita ini."Ada apa? kenapa mendadak datang ke sini?" tanya Amanda pula, menatap bingung atas kedatangan sahabatnya tersebut. Biasanya mereka selalu membuat janji temu lebih dulu sebelum ada pertemuan. Tapi kini secara mendadak Kaginda muncul di hadapannya."Ada apa? katamu ada apa? Astaga," Kaginda sampai kehabisan kata-kata. "Aku bahkan sangat sulit untuk masuk ke sini tadi, di depan sana banyak wartawan yang mengerubungi Yayasan," jelas Kaginda kemudian, raut wajahnya nampak cemas.Menatap Amanda dengan begitu intens, menelisik kesedihan macam apa yang dirasakan oleh sang sahabat. Hancur yang mungkin sampai membuatnya sesak untuk bernafas.Sementara Luna telah benar-benar keluar dari ruangan ini, Kaginda berdiri di depan meja kerja Amanda. Dan malah melihat Amanda yang masih sibuk dengan semua pekerjaan
"Seria! Keluar kamu!" pekik mama Geni, dia juga langsung masuk semakin dalam ke rumah tersebut tanpa memerlukan izin. Sampai akhirnya mama Geni melihat Seria yang berdiri di ruang tengah rumah ini.Tatapan mereka saling terkunci, seperti tak ada yang ingin mengalah dalam perselisihan ini. Meski semuanya nampak kacau bagi Seria, namun dia tak ingin mengaku salah. Apalagi sampai menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.Tidak, Seria tidak akan pernah melakukan itu. Sebab baginya ini semua sudah benar.Saat itu bertepatan dengan mama Seria yang juga mendatangi ruang tengah kerena mendengar keributan."Dasar wanita tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu mempermalukan Evan!" bentak mama Geni, suaranya yang menggelegar bergema di dalam rumah tersebut. Mama Geni maju dengan cepat dan menjambak rambut Seria."Hentikan Geni! jangan sakiti anakku!" ucap mama Seria, dia juga berusaha keras melepaskan perkelahian, menarik Geni agar melepaskan jambakannya sampai akhirnya Seria yang terlempar ke s
Evan sudah lebih dulu memutus sambungan telepon tersebut karena dia tak ingin kembali mendengar bantahan dari sang mama. Sejak beberapa waktu lalu dia memang sudah memutuskan untuk tidak mengikutsertakan sang mama dalam tiap keputusan yang akan dia ambil.Di masa lalu, Evan telah begitu patuh pada mama Geni. Semua hal yang diperintahkan oleh mamanya pasti dia teruti. Evan tak pernah berpikir panjang, asal sang mama yang memberinya perintah pasti akan dia lakukan.Tapi sekarang dia tidak ingin hidup seperti itu lagi, terlebih setelah menyadari bahwa semua hal yang dilakukan oleh Mama Geni selama ini adalah salah.Demi memperbaiki hidupnya yang sudah hancur, Evan akan memilih jalan yang baginya sendiri adalah yang terbaik.Hari ini Evan memutuskan untuk tetap datang ke perusahaan di tengah-tengah kondisi yang semakin memanas. Namun dia masih memilih untuk diam, tidak mengeluarkan satu katapun sebagai pembelaan."Tuan, beberapa klien membatalkan kerjasama karena skandal ini. Apa yang har
Saat pagi menjelang Evan masih juga belum mampu terpejam. Dia tetap duduk di sofa kamarnya dan melihat sang istri mulai bersiap untuk pergi bekerja.Evan sampai melupakan tentang keberadaan Aska di rumah ini, pikirannya benar-benar buntu. Dia sampai tak berani membuka ponselnya sendiri."Sayang," panggil Evan lirih saat Amanda mulai duduk di meja riasnya."Semalaman Mas tidak tidur?" tanya Amanda pula, berlagak seolah tidak tahu apapun. Tapi siapa yang peduli, dulu pun Amanda berusaha sembuh sendiri dari semua trauma."Bagaimana bisa aku tidur, pagi ini pemberitaan pasti semakin menjadi-jadi. Bisakah kamu membantah berita itu lagi?" tanya Evan, berpikir bahwa ini adalah satu-satunya cara agar dia bisa terbebas dari jeratan Seria."Mas, sekarang aku tidak mau ikut campur lagi. Kamu yang memulai untuk memiliki hubungan dengan Seria, jadi sekarang selesaikanlah semaunya sendiri," balas Amanda dengan kalimat yang terdengar begitu tegas.Sorot matanya tak mampu diajak untuk bernegosiasi.
Evelyn yang sejak tadi menguping semua kejadian dan pembicaraan sampai gemetar sendiri dibuatnya. Sebab Seria benar-benar mengirimkan bukti perselingkuhannya dan mas Evan ke sebuah media.Bingung apa yang harus dilakukannya juga, akhirnya Evelyn reflek masuk ke dalam kamar sang kakak."Mbak Amanda, aku mohon bantu mas Evan," pinta Evelyn setelah berhasil berdiri di hadapan sang kakak ipar. Mulai merasa bahwa Seria lah parasit yang sesungguhnya di keluarga Sanjaya.Wanita itu tidak menghasilkan apapun kecuali, Aska. Tapi bermimpi bisa jadi bagian dari keluarga ini."Kamu ingin lihat apa yang dikirim Seria pada Dream Media? lihatlah," balas Amanda, dia memutar laptopnya dan diarahkan pada sang adik ipar.Mulut Evelyn ternganga, lalu dengan cepat dia tutup menggunakan kedua tangan. Bagaimana bisa Seria menyebar foto yang begitu intim."Tersebar atau tidak, pihak Dream Media sudah melihat foto-foto ini. Pasti sudah melakukan pemeriksaan pula apakah foto ini asli atau palsu. Aku tidak bisa
Pada akhirnya Evan pilih untuk menyusul Amanda, masuk ke dalam kamar dan mengabaikan tentang kepergian Seria.Di luar sana Seria menangis dan terus mengetuk-ngetuk pintu. Sampai akhirnya penjaga keamanan bertindak dan menarik Seria keluar sampai ke luar gerbang rumah ini."Mas Evan!" pekik Seria dengan suara yang tercekat. Dia juga hanyalah manusia biasa, hal seperti ini membuatnya begitu hancur dan putus asa.Terlebih dulu angan-angan dan harapannya sudah begitu tinggi. Mendapatkan restu mama Geni lalu mampu memuaskan Evan. Tapi sekarang semuanya hancur, tak ada satupun yang mau memperjuangkannya."Kamu yang memulai ini semua Mas, jadi jangan salahkan aku jika mengungkap semuanya," lirih Seria, dengan tangan yang gemetar dia mengambil ponselnya. Sebuah file yang telah dia buat dengan begitu rapi langsung dikirimnya menuju Dream Media.Jantung Seria makin bergemuruh, tak mampu menebak apa yang akan terjadi besok. Sebab berita kali ini pasti akan berdampak lebih besar dari sebelumnya.
Sesaat Amanda hanya mampu mendelik saat merasakan ciuman di bibirnya, namun sepersekian detik kemudian dia coba untuk mendorong dada tuan Austin.Tapi tangannya justru di tahan dan membuat ciuman itu terasa semakin dalam, saat merasakan lidah tuan Austin menelusup masuk ke dalam mulutnya Amanda justru memejamkan mata. Merasakan tubuh yang begitu panas.Detik itu juga Amanda menyadari bahwa ada bagian dari dalam dirinya yang juga menginginkan sentuhan ini.Ketika Amanda tak lagi berontak, barulah secara perlahan Austin melepaskan ciuman tersebut. Ciuman yang membuat nafas keduanya jadi sedikit terengah. "Jangan bersikap seolah kita adalah orang asing, Amanda. Kamu adalah wanitaku," ucap Austin.Dan membuat Amanda menelan ludahnya dengan kasar. Pembicaraan tentang hal ini terus mereka bahas ketika bersama. Namun rasanya cukup sulit untuk membuat Amanda benar-benar membuka hati. Karena merasa semua permasalahannya belum selesai.Pada akhirnya Amanda memilih untuk diam, hatinya pun bimb
Sampai malam menjelang Amanda belum juga pulang ke rumah, Evan yang sejak tadi menunggu dibuatnya begitu cemas. Terlebih Amanda tidak memberi kabar apapun pada Evan.Coba menghubungi Luna pun sia-sia karena panggilan teleponnya tidak mendapatkan jawaban. Sebelumnya Luna sudah diperintahkan oleh Amanda untuk tidak perlu menghubungi ataupun menerima panggilan telepon dari suaminya tersebut.Menghilangnya Amanda membuat Evan jadi berpikir berlebihan, mungkinkah sang istri masih merasa marah tentang kedatangan Seria pagi tadi."Sial," gerutu Evan, di mengusap wajahnya dengan kasar. Mengurung diri di ruang kerjanya dengan perasaan yang campur aduk, marah, bingung dan cemas bercampur jadi satu.Suara pintu yang diketuk membuat perhatian Evan terpecah. Seorang pelayan masuk ke ruang kerjanya."Apa Amanda sudah pulang?" tanya Evan langsung, sebab kabar inilah yang dia tunggu-tunggu."Maaf Tuan, nyonya Amanda belum pulang. Tapi Seria kembali datang ke rumah ini.""Apa? kenapa kalian izinkan ma