Evan merasa gusar sendiri saat melihat waktu, sebab hingga larut malam begini sang istri belum juga pulang. Sementara ponsel Amanda sudah tak bisa dihubungi. Hatinya cemas namun tak menemukan jawaban dari semua pertanyaan. "Kenapa belum pulang juga? Apa pertemuan mereka belum berakhir?" gumam Evan, akhirnya dia putuskan untuk menghubungi Luna, setelah sejak tadi terus menahan diri. "Dimana Amanda? Apa kalian masih berada di hotel?" tanya Evan ketika panggilannya telah tersambung. "Benar Tuan, malam ini saya dan Nyonya Amanda memutuskan untuk menginap di sini." "Kenapa?" "Mendadak Nyonya Amanda merasa lelah sekali, jadi beliau langsung memesan sebuah kamar. Sekarang beliau sudah tertidur," balas Luna bohong, sebuah kebohongan yang sangat besar. Namun dia ucapkan tanpa rasa takut sedikitpun. Tak mungkin menjelaskan semuanya secara rinci, tak mungkin mengatakan bahwa nyonya Amanda saat ini mabuk, tak mungkin menjelaskan bahwa sekarang nyonya Amanda pun tengah bersama tuan Au
"Eugh," lenguh Amanda saat pertama kali membuka mata. Dengan kedua mata yang masih terasa rabun, Amanda menatap di sekitarnya. Tempat asing dan entah dimana. Jantungnya seketika berdegup cepat saat melihat dada seorang pria berbaring di sampingnya. Amanda memejamkan mata coba untuk mengingat apa yang terjadi, tapi yang terjadi kepalanya malah terasa pusing. Dengan sisa-sisa kekuatan yang dia punya Amanda akhirnya beranjak bangun dan duduk, lalu melihat bahwa pria yang kini bersamanya adalah tuan Austin. Deg! Amanda makin tak mampu mengendalikan degup jantungnya, apalagi saat menyadari diri bahwa dia tak menggunakan gaun semalam. Tubuhnya kini hanya dibalut oleh bra dan juga underwear. 'Astaga, apa yang sudah terjadi,' batin Amanda gusar. Mengusap wajahnya dengan frustasi, kini hanya menutupi tubuhnya dengan menggunakan selimut. "Kamu sudah bangun?" tanya Austin, tiba-tiba bicara dan berhasil membuat Amanda terperanjat kaget. "Aku tidak ingat apapun yang terjadi semalam, an
Amanda mengusap wajahnya dengan kasar, membodohi diri yang begitu ceroboh. Apa yang terjadi malam tadi jelas menambah masalah baru baginya. Ditatapnya lagi tuan Austin yang berdiri di hadapannya. Amanda bingung harus bicara apalagi.Tanpa ada kata, Amanda kemudian memutuskan untuk pergi keluar dari kamar tersebut. Namun Austin dengan cepat menahan pergelangan tangannya. "Jangan bersikap dingin seperti ini, semalam kita saling menghangatkan," ucap Austin."Tuan, aku mohon jangan seperti ini.""Berhentilah memanggil ku Tuan, setidaknya saat kita hanya berdua.""Tuan, aku masihlah seorang istri dan apa yang kita lakukan ini adalah salah," ucap Amanda penuh penekanan."Karena itu segera akhiri semuanya dengan Evan." tegas Austin, "Aku sudah menunjukkan semua keseriusan ku dan bahkan semalam kita bersama. Aku tahu kamu sangat menikmatinya, jadi jangan berkilah lagi tentang hubungan kita."Amanda memalingkan wajah, tak kuasa untuk terus bersitatap dengan pria di hadapannya ini. Beberapa tah
"Tuan, nyonya Amanda sudah kembali," lapor seorang pelayan pada Evan yang tengah berada di ruang kerjanya. Saat ini waktu sudah menunjukkan jam 8 pagi. Evan sampai tidak pergi ke kantor demi menunggu kepulangan sang istri.Sementara Aska kini tengah bermain dengan pengasuhnya. Mendapati laporan tersebut, Evan segera bergegas bangkit dari duduknya dan menemui sang istri, mereka berhadapan di ruang tengah. Langkah kaki Amanda yang hendak menaiki anak tangga jadi terjeda ketika melihat sang suami.Amanda pikir dia akan merasa bersalah tentang semalam, tapi setelah melihat wajah Evan ternyata dia tidak menyesali apapun. Perasannya pada pria ini benar-benar telah habis."Kamu baru pulang, ku pikir akan tiba di rumah lebih pagi dari ini," ucap Evan. Setidaknya Amanda tiba sebelum waktu sarapan tiba, tapi kini baginya sudah sangat terlambat.Mungkin Evan lupa, di masa lalu dia pun selalu membuat Amanda menunggu. Siapa sangka saat sang suami pergi, saat sang suami beralasan lembur ternyata d
"Aku butuh dukungan mu, Mas," mohon Seria, "Jika kamu tidak meninggalkan aku, tidak mungkin aku mengambil langkah sejauh ini," tangis Seria terdengar pilu sekali.Namun rasa belas kasih di hati Evan telah benar-benar menghilang untuk wanita tersebut, hingga yang ada di dalam sorot matanya kini hanyalah ketidakpedulian.Kini di hati Evan telah terisi penuh oleh sang istri, Evan bahkan begitu takut dia akan kehilangan Amanda. Sungguh, Evan tak akan pernah mampu melihat Amanda dengan pria lain. Berbeda dengan pandangannya pada Seria, dia bahkan sangat rela jika mantan selingkuhannya itu memiliki hubungan dengan pria lain.Namun sekarang menantang Seria pun hanya akan merugikan Evan, membuatnya memutar otak untuk membuat wanita ini diam. "Pulanglah, nanti aku akan menghubungi mu," ucap Evan, akhirnya menjawab seperti ini dari semua rentetan tuntutan yang Seria ucapan."Benarkah? Mas tidak membohongi aku?""Jangan memperpanjang perdebatan Seria, ini di kantor," ucap Evan penuh penekanan.S
Sampai malam berlalu Evan tidak juga menghubungi Seria seperti janjinya kemarin. Sementara semalaman Seria selalu terjaga untuk menunggu panggilan pria tersebut, pria yang hingga kini masih dia anggap sebagai sang kekasih.Sampai pagi menjelang Seria bahkan tidak tidur sedikitpun dan hatinya makin remuk ketika dia melihat ponselnya tidak ada satupun notifikasi dari Evan Sanjaya.Padahal setiap detik Seria selalu menenangkan dirinya sendiri, mungkin Evan akan menghubungi setelah larut malam, setelah Amanda tertidur. Mungkin Evan akan menghubunginya sebentar lagi, tunggu dulu, terus seperti ini sampai saat ini.Tapi penantiannya hanya sia-sia."Jahat kamu, Mas. Bagaimana bisa aku diam saja saat kamu memperlakukan aku seperti ini," gumam Seria. Perasaan marah di dalam hatinya makin tak terkendali. Geram sampai tak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata.Suara pintu kamar yang terbuka membuat perhatian Seria jadi teralihkan. Sang mama datang ke sini. Tiap kali Aska berkunjung ke rumah pa
"Tega sekali kamu bicara seperti itu padaku, Mas," ucap Seria dengan tangis yang kembali jatuh.Jika Amanda yang selalu menghinanya dengan begitu rendah dia masih mampu menahan diri, tapi saat kalimat hinaan itu dilontarkan oleh Evan rasa sakitnya terasa begitu nyata. Sesak yang membuatnya kesulitan untuk bernafas."Aku yang lebih dulu mengenal kamu dibandingkan mbak Amanda, Mas. Sejak saat itu hingga beberapa waktu lalu, kita terus berhubungan. Bisa-bisanya sekarang kamu mengatakan muak saat melihat ku," ucap Seria lagi, bicara dengan penuh penekanan. "Jika mbak Amanda tidak memergoki perselingkuhan kita, aku yakin semalam pun kita masih tidur bersama!""Cukup Seria! Hentikan semua ini!""TIDAK!" balas Seria dengan suara yang begitu tinggi, sampai menggema di ruang tamu tersebut.Amanda yang masih tiba di teras rumah dan tidak menutup pintu rapat-rapat sampai mampu mendengar suara teriakannya. Pekikan yang justru membuat langkahnya terhenti. Awalnya dia ingin langsung pergi ke yayas
"Ingat Seria, jangan melakukan apapun tanpa persetujuan ku!" ucap mama Geni. Bicara disaat Seria masih tersungkur di sofa tersebut.Sementara Evelyn justru tersenyum kecil, sedikitpun tidak merasa iba atas kesakitan yang dialami oleh Seria. Dia justru mengangkat wajah, menunjukkan diri bahwa posisinya masih berada di atas wanita tak tahu diri ini.Tadi dengan sombongnya Seria mengatakan akan mengusirnya jika berhasil mendapatkan hati sang kakak, tapi lihat sekarang? Menghadapi mamanya saja dia tak sanggup.Tamparan demi tamparan yang diterima Seria pagi ini sungguh membuatnya merasa terluka, bukan hanya luka di sudut bibir, namun juga hatinya.Dengan kesungguhan yang telah dia yakini di dalam hati, Seria akhirnya mulai bangkit dan kembali menatap mama Geni."Berani-beraninya kamu menatap ku dengan tatapan seperti itu? apa kamu lupa dimana posisimu?" tanya mama Geni."Mulai sekarang aku tidak akan mematuhi Mama Geni, aku memiliki jalanku sendiri untuk mendapatkan mas Evan," jawab Seria