Merasa jika ada sesuatu yang janggal, Sean pun langsung mengirimkan pesan singkat pada Nicki untuk mengawasi bagian luar kamarnya.[Sepertinya seseorang sedang mengawasi kamarku.][Saya akan langsung mengeceknya.]Nicki mengendap-ngendap memantau depan kamar Sean dari kejauhan karena ingin tahu siapa yang sedang mengawasi atasannya tersebut. Benar saja, seperti dugaannya ada seorang bodyguard yang lalu-lalang di depan kamar sambil sesekali menempelkan telinga ke pintu, seakan ingin menguping.[Sepertinya orang itu sedang berusaha menguping Saya harap bapak lebih berhati-hati.]Setelah membaca pesan dari Niki, Sean langsung menaruh ponselnya, lalu mengunci pintu kamar. Ia jadi merasa tidak nyaman di rumahnya sendiri."Ayah benar-benar sudah keterlaluan," gumam Sean sambil berusaha untuk memejamkan mata meski sedikit sulit karena terus terbayang kelakuan ayahnya yang sudah sangat berlebihan.***Menjelang pagi, seperti biasa Sean langsung berangkat kerja, meski Kelvin terlihat begitu be
Diana mengangguk sekilas setelah memastikan jika bodyguard Adam tidak ada yang sedang memperhatikan. Kemudian ia buru-buru memasukan ponselnya ke saku."Bagaimana kalau ketahuan? Masalah ini akan semakin rumit!" Nicki menggerutu sambil menahan suaranya agar tidak terdengar orang lain."Aku pasti berhati-hati!" jawab Diana dengan santainya."Kamu terlalu menganggampangkan sesuatu!" seru Nicki yang tanpa sengaja berbicara dengan begitu kencang.Diana tidak mengatakan apa-apa lagi karena baginya akan percuma meladeni Nicki yang terus saja merasa ketakutan. Padahal dia tentunya tidak akan sembarang melakukan sesuatu di saat ada Adam yang tengah mengawasi.Untuk beberapa saat Diana dan Nicki tak saling bicara karena sama-sama merasa kesal. Jika Nicki merasa tidak senang dengan Diana yang selalu saja membuat masalah, lain dengan Diana yang berpikir jika Nicki terlalu rumit dan menyebalkan."Aku mau ke toilet sebentar," ujar Diana sesaat setelah ia menatap layar ponselnya."Key juga ingin pi
Bukan hanya Diana yang terkejut, tetapi seseorang yang ia temui itu juga langsung tersentak saat tahu orang yang dikenalnya berada di samping."Kenapa kamu di sini?" Diana menatap tajam orang tersebut."Masalahnya di mana? Memang kamu saja yang boleh ada di sini?"Diana merasa kesal. Ia tidak mempermasalahkan kehadiran orang itu di supermarket, tetapi yang membuatnya kesal adalah karena ia tahu perempuan di hadapannya sejak tadi terus mengawasi. Beruntung Diana yang merasa sedang diawasi tersebut langsung berjalan mengendap-endap demi bisa memergoki seseorang yang tak lain adalah pelayan perempuan di rumah Sean."Aku tahu kalau kamu terus membuntutiku." Diana menatap perempuan itu dengan lekat."Memang kenapa kalau aku membuntuti seorang perempuan pencari muka sepertimu?" Pelayan itu mendelik Diana, tatapannya seakan penuh kebencian.Karena malas bertikai di depan Kelvin, Diana memilih untuk pergi dan meninggalkan orang itu. Namun, bukannya berhenti, pelayan Sean tersebut malah menari
Juli terdiam sejenak, merasa jika dirinya sudah tidak bisa berbuat lebih jauh dari sekarang. Akan percuma jika ia malah terus melindungi penjahat sesungguhnya. Lebih baik menyelamatkan diri sendiri daripada harus setia pada seseorang yang tidak bisa membantunya di saat genting."Tuan Jordi yang meminta saya untuk melakukannya," jawab Juli sambil meringis kesakitan.Adam langsung melepaskan cengkramannya. Kini, ia malah mengepalkan tangan, kesal mendengar jawaban Juli."Sial kenapa orang itu melakukan hal seperti ini!"Adam langsung memukul meja dengan sangat kencang, tidak menyangka jika calon besannya sampai berbuat sejauh itu. Terbesit sedikit rasa penyesalan karena memutuskan menjodohkan Sean dengan Serena. Ia merasa jika saat itu dirinya terlalu serakah dan gelap mata menjodohkan sang anak hanya demi bisa mencapai pasar Eropa.Di tengah-tengah emosi Adam, Nicki berusaha memberanikan diri untuk menghampiri pria itu sambil menunjukkan layar ponselnya."Saya ingin Anda melihatnya," u
Tak terasa matahari telah terbit menembus celah jendela kamar Sean. Hari ini pria itu sengaja mengambil cuti demi bisa menjemput Evelyn. "Ayah, ayo jemput Ibu." Kelvin mengguncang-guncang tubuh Sean.Sean terperanjat, lalu beranjak dari tidurnya dengan kepala yang masih terasa pusing akibat begadang semalam. Ia langsung melirik jam digital di atas nakas yang ternyata sudah menunjukan pukul 09.00."Evelyn pasti akan kesal padaku," ujar Sean yang segera menuju ke kamar mandi.Setelah selesai, Sean yang masih dalam keadaan pusing keluar kamar begitu saja, yang mana setelahnya diiringi suara tangis Kelvin."Ayah, Key ingin ikut," teriak Kelvin sambil menangis dengan kencang.Sean tersentak, baru sadar jika Kelvin bahkan belum mandi sama sekali. Ia segera menelpon Jonas untuk memanggilkan Diana.Diana yang baru saja tiba diminta untuk buru-buru karena khawatir jika Evelyn menunggu terlalu lama. Hingga dari mulai mandi dan berganti pakaian hanya memakan waktu lima menit saja.Dengan napas
Seluruh bagian kamar telah di cat dengan warna biru muda, warna kesukaan Evelyn. Bukan hanya itu saja, disudut ruangan pun terdapat banyak mainan yang memang dikhususkan untuk Kelvin."Aku tidak menyangka jika ayah melakukannya sampai sejauh ini," ujar Sean yang hatinya sedang merasa senang.Begitu juga dengan Evelyn, tidak menyangka jika ia akan disambut dengan baik oleh Adam. Meski begitu ia tidak ingin terlalu berharap, mengingat pada akhirnya Sean tetap dijodohkan dengan perempuan lain.Kelvin yang sedang berada digendongan Sean langsung meminta turun. Saat kedua orang tuanya berpikir jika bocah itu hendak ke kamar, ternyata ia malah berlari ke arah kamar Adam."Bagaimana ini?" tanya Evelyn yang khawatir jika Kelvin sampai berbuat nakal."Tenang saja, sepertinya mereka lebih dekat dari yang kita tahu," jawab Sean seraya merangkul Evelyn."Jaga sikapmu! Banyak orang di rumah ini," bisik Evelyn yang langsung menepis lengan Sean dari bahunya."Tenang saja, orang-orangku tidak akan be
"Bagaimana kalau kita mencoba untuk bekerja sama dengan pengusaha lain yang memiliki hubungan buruk dengan keluarga Serena?" terang Evelyn yang sebenarnya ragu untuk mengatakan hal tersebut.Sean dan Lukas saling pandang, apa yang Evelyn katakan sedikit masuk akal, apalagi Jordi merupakan pengusaha yang terkenal akan kelicikannya, membuat dirinya memiliki banyak musuh di kalangan pengusaha."Kalau begitu aku akan menghubungi mereka nanti." Sean tersenyum simpul, matanya tampak dipenuhi ambisi. Apalagi ia tidak sabar ingin segera melawan keluarga Serena. Tidak hanya sampai disitu saja, Sean mendadak berpikir jika mungkin ayahnya mau diajak bekerja sama. Ia pun langsung menuju kamar Adam untuk mendiskusikan hal tersebut.Segera Sean mengetuk pintu, sesaat setelah sampai di depan kamar."Masuklah!" titah Adam dengan suara lantangnya.Sean segera masuk, lalu duduk di sofa yang tidak terlalu jauh dari kasur."Apa kamu ingin memarahiku?" Adam membolak-balik lembaran buku. Ia ingin terlihat
"Kamu yakin kalau kita tidak salah orang?" bisik Diana yang matanya tak henti menatap ke depan."Aku sangat yakin memang dia orangnya," jawab Nicki dengan percaya diri.Diana berusaha menatap lebih jelas lagi, sampai saat orang tersebut keluar dari restoran barulah mereka bisa melihat dengan jelas."Itu memang benar dia. Cepat foto mereka!" titah Nicki pada Diana yang sebenarnya kesal karena diperintah seenaknya.Meski begitu, Diana langsung memotret sepasang kekasih yang baru keluar dari restoran tersebut."Berhasil," ujar Diana yang langsung menaruh ponselnya di saku.Segera Nicki dan Diana bergegas menuju tempat Sean dan Evelyn berada. Mereka tampak bahagia karena sudah mendapatkan salah satu bukti yang bisa menjatuhkan Serena."Pak, kami menemukan sebuah bukti yang bisa mendukung rencana kita," jelas Nicki yang terlihat begitu antusias."Apa itu?" Sean mengerutkan alis, sedikit penasaran dengan apa yang Nicki maksud.Diana pun langsung mengeluarkan ponselnya, membuka galeri foto, l