Hans yang tengah duduk dia pun menyandarkan kepalanya di sofa,Dia menarik nafasnya dengan dalam-dalam sambil matanya menatap setiap arah sudut ruangan, yang jelas pikirannya kemana-mana.Sepertinya dia lelah menghadapi situasi yang menurutnya sangat rumit.Situasi yang menekan dirinya."Kedatanganku ke sini aku hanya ingin bertanya satu hal sama papa." ujarnya.Kini Hans mengubah cara duduknya, dia duduk dengan sedikit tegap seolah dia berbicara dengan sedikit serius,Waktu menunjukkan hampir tengah malam namun Hans masih duduk dan ingin mendengarkan penjelasan dari bapaknya secara langsung saat ini juga.Pak Bram pun melipat kedua tangannya di dada, dan dia menatap anak tunggalnya yang tengah duduk di depannya."Katakan apa yang ingin kamu tanyakan?" jawab pak Bram.Jujur sebenarnya Hans sedikit ragu untuk bertanya ini, namun untuk memenuhi rasa penasaran di hatinya dia pun memberanikan diri untuk bertanya kepada papanya."Kenapa papa mengangkat seorang karyawan Jadi petinggi perus
Pak Bram pun menatap sang istri, dia menatap dengan matanya yang merah padam seperti rasa amarah di dalam jiwanya.Dia menatap sang istri dengan mendalam, dia menatapnya dengan jarak yang hanya sejengkal."Apa maksud mu? Aku seperti ini karena aku sayang ke Hans. Jangan coba halang-halangi aku." jawabnya.Bu Lucie lansung menampar pak Bram dengan keras, dia sudah tak tahan lagi dengan sikap sang suami yang gak bisa di beri masukan."Sudah cukup, dengarkan aku sekali ini saja, aku tanya apa keuntungan yang kamu dapat jika kamu menjodohkan Hans dengan anak teman mu di luar nilai tambah perusahan kita? Apakah kamu dapat uang di luat iys?" tanyanya secara beruntut.Hans yang melihat perdebatan sengit kedua orang tuanya dia pun mengalihkan pandangannya, dia tak mau melihat kedua orang tuanya yang berperang mulut.Telinganya sangat begitu memerah, dia sudah merasa tak tahan lagi mendengar ucapan-ucapan panas yang keluar dari mulut kedua orang tuanya,Dan Hans mengusap wajahnya dengan kasar,
"Aku telah menjual gelang itu, gelang satu-satunya yang kupersembahkan untuk diriku sendiri Om. Aku jual karena Vero dan Veno saat itu sakit secara bersamaan." jawab Vania.Aska yang berada di balik telepon dia pun mendengar itu langsung menatap kepada sang istri yang duduk di dekatnya, mereka saling menatap satu sama lain seolah mereka memberikan sebuah isyarat jika sebenarnya Vania kurang beruntung di tempat barunya.Dan setelah mereka saling mengobrol santai dengan Vania,Setelah beberapa lama Aska pun menutup panggilan teleponnya.Dan dia meletakkan teleponnya di atas meja tepat di depannya.Dia mengusap wajahnya dengan kasar, dia merasa dirinya telah gagal menjadi orang tua untuk Vania."Aku harus menghubungi sahabatku, dia masih satu negara dengan Vania, Aku harap dia bisa membantu untuk mengawasi Vania." ujarnya kepada Nilam.Dan Nilam pun menganggukan kepalanya tanda dia setuju.Keesokan harinya.Vania datang ke kantor, Dia datang dengan berpakaian yang sangat begitu rapi, D
Bu Lucie samgat begitu terkejut, wajah mereka sangat begitu imut.Wajah mereka mengingatkan bu Lucie tentang masa kecil Hans.Bu Lucie berjaln mendekati Vero dan Vino yang tengah duduk."Hallo anak-anak." sapanya sambil mengambil posisi duduk di sebelah Vino.Kedua anak kembar itu membalasnya dengan senyum sumringah karena akhirnya ada yang mengajak ngobrol mereka."Hay nek." jawab Vero.Bu Lucie yang di panggil sebutan nenek dia pun tertawa, dia tak menyangka jika dirinya setua itu.Mereka pun berbincang-bincang kecil. Dan bu Lucie melihat jam di tangan kirinya."Apa kalian sudah makan siang?" tanya bu Lucie.Vero pun menggelengkan kepalanya sambil menatap wanita paruh baya yang duduk itu. "Belum nek, kita lagi menunggu mama." jawabnya.Dan bu Lucie mempunyai ide untuk mengajak pulang mereka ke rumahnya."Ayo ikut nenek pulang, nenek punya ayam goreng di rumah, kalau kalian mau pulang ikut nenek nanti nenek belikan ice cream." ujarnya.Vero dan Vino pun saling menatap satu sama lain,
"Jangan sampai orang tua Hans mengetahui ini, ini bisa bahaya. Bisa jadi mereka menganggapku seorang penipu, atau kemungkinan terbesar anak-anakku akan dibawa. Oh tidak mungkin.. Lagi pula jika sampai masalah ini sampai keluar, akan menimbulkan berita yang tidak-tidak dan yang pasti itu akan merusak masa depan dari pak Hans." gumumnya di dalam hati yang membayangkan akan terjadi kedepannya, yang jelas nama baiknya sendiri akan tercoreng begitu saja,Vania sendiri begitu sangat takut jika dirinya dicap seseorang wanita murahan, yang mempunyai anak tanpa seorang bapak.. Atau bahkan orang lain beranggapan bahwa dirinya memanfaatkan hal itu untuk keuntungan dirinya sendiri. "Aduh gimana ini ya?" tanyanya di dalam hati yang khawatir.Hans pun menatap Vania yang sedang bengong, *****Di sisi lain Vero dan Vino yang tengah di rumah orang tua Hans sedang asyik makan, mereka berdua makan ayam goreng sesuai dengan janji bu Lucie.Saat mereka berdua sedang makan Bu Lucie yang tengah duduk dia
Pak Bram yang sedang berada di perjalanan dia tak paham dengan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia masih belum mengerti penjelasan dari istrinya karena istrinya bercerita sambil sedikit emosi dengan nafasnya yang naik turun sehingga kurang jelas dirinya mendengar setiap kata yang keluar dari mulut istrinya."Maksudnya gimana sih mah, mama jangan terburu-buru kalau bercerita." ujarnya.Bu Lucie merasa sangat kesal dengan pak Bram, dia sepertinya tak mengerti-ngerti dengan ceritanya.Pak Bram yang berada di dalam mobil dia pun menumpuk pundak sopirnya lalu menyuruh sang sopir untuk memutar balik.Pak Bram merasa sangat begitu khawatir dengan keadaan istrinya yang menurutnya ini hal yang tak wajar karena istri begitu sangat berapi-api saat bercerita di dalam panggilan telepon, tak seperti biasanya. "Ya sudah mah, papa kembali lagi ke rumah tunggu papa ya." ucapnya sambil mematikan panggilan telepon dari bu Lucie.Pak Bram akhirnya kembali ke rumahnya, meskipun dia sudah melakukan perja
Entah mengapa tiada angin tiada hujan tiba-tiba perasaan Pak Bram merasa seperti orang jatuh hati.Tiba-tiba ada perasaan senang diliputi dengan perasaan bahagia.Yang dulu hidupnya sepi, dingin dan bahkan jenuh karena banyak beberapa pekerjaan yang harus dia kerjakan sesuai dengan targetnya sehingga membuat otaknya terus dipacu bekerja, sehingga dia menjalani hari-harinya dengan itu itu saja.Tapi sekarang hidupnya terasa bahagia, kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan olehnya."Ada apa?" tanya Pak Bram kepada Vino yang sedang duduk di atas pangkuannya.Bocah kecil yang memiliki bentuk wajah bulat dengan pipi yang memerah dengan kulit yang putih bersih, Dia sangat begitu lucu apalagi melihat rambutnya yang berwarna hitam ikal.Pak Bram ingin mencubit pipi dari kedua anak tersebut,Dia sudah terlalu gemes untuk menahan itu.Pak Bram mencubit pipi Vino dengan kedua tangannya lalu dia bergantian mencubit pipi Vero, "ihhh gemes sekali." ujarnya.Saat Pak Bram sudah tidak bisa menahan l
"Iya kita jalan-jalan ke luar negeri sama kakek dan nenek, kalian gak perlu khawatir. Kita bisa naik wahana atau kita cari makanan yang enak-enak di sana," ujar pak Bram yang merayu.Mereka berdua sangat bahagia mendengar itu, sehingga mereka melompat-lomapt di atas tempat tidur. "Ye ye kita jalan-jalan." Pak Bram yang melihat itu dia pun menghentikan kegiataan mereka, "sudah sudah ayo turun nanti kalian jatuh, ayo kita siap-siap berangkat." ujarnya.Mereka pun mengikuti apa yang di perintahkan oleh pak Bram, mereka sangat patuh dengan apa yang di katakan oleh pak Bram, sehingga membuat pak Bram merasa sangat bahagia,Mulai hari ini titik fokusnya bukanlah bekerja melainkan kebahagian Vero dan Vino.Mereka pun turun dari lantai atas dengan saling bergandengan, "kek kita belum ambil baju di rumah." ujar Vero kepada pak Bram.Pak Bram tersenyum dia pun mengelus pundak bocah umur 6 tahun tersebut."Gak usah khawatir masalah baju, kita bisa beli nanti." jawabnya.Dan bu Lucie pun sudah