Home / Rumah Tangga / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 84 Ular Mulai Tersingkir

Share

Chapter 84 Ular Mulai Tersingkir

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2024-12-04 23:50:51

“Tidak boleh!” seru Ryan keras, suaranya menggema di ruangan itu.

Julia tersentak, tangan yang terulur langsung ditarik kembali. Jangankan Julia, Henry pun terkejut dengan pekikan Ryan secara tiba-tiba.

Julia memutar tubuhnya dan menatap Ryan dengan ekspresi terkejut sekaligus bingung. “Apa? Kenapa tidak boleh?” tanyanya, dengan ekspresi yang tidak senang.

Ryan berdiri tegap, wajahnya serius memandang Julia. Entah karena marah atau sekadar reaksi spontan. “Pokoknya tidak boleh!” ulangnya dengan nada lebih rendah, tetapi tetap tegas.

Julia mengerutkan kening, seolah menantang. “Kenapa tidak boleh? Itu cuma hadiah biasa, ‘kan? Henry juga tidak akan menyimpan itu semua.”

Dia beralih menatap Henry. “Iya, ‘kan Henry?”

Henry terlihat sedikit bingung menanggapinya. Dia menatap ke arah Ryan, di sana anak buahnya itu menggelengkan kepalanya sebagai tanda untuk tidak menghiraukan Julia kali ini.

Henry menghela napas. “Ryan, kau bawa semua ini keluar dari sini.”

Ryan mengangguk dengan cepat. “
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 85

    Tampak mobil mercedes berhenti tepat di depan gedung apartemen tua di kawasan Lower East Side. Henry menghela napas panjang, memandangi seikat buket bunga besar di tangannya dengan tatapan tak percaya. “Apa aku sudah kehilangan akal sehat?” gumamnya, berbisik pada dirinya sendiri. Dia menatap bayangan dirinya di kaca jendela mobil, merasa aneh dengan penampilannya yang tidak biasa ini. Jasnya selalu rapi, dasinya selalu lurus, tetapi kini lengannya membawa barang-barang yang baginya tampak seperti perlengkapan romansa remaja yang ke kanak-kanakan. Bunga, cokelat, bahkan sebuah kartu kecil yang ditulis dengan kata-kata yang membuatnya geli.Selama dia bersama Julia, tidak pernah terpikirkan hal sepeti ini. Cukup bawa Julia berbelanja barang mewah, makan di Restoran mewah, dan membiayai sedikit perawatannya sepeti wanita pada umumnya. Akan tetapi kali ini... berbeda. Dia bahkan rela menjatuhkan harga dirinya di depan Ryan hanya karena mencari barang-barang tersebut.Henry melirik k

    Last Updated : 2024-12-06
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 86 Berkecamuk

    Basement Parking. Henry baru saja tiba di basement. Namun dia hanya diam di kursi pengemudi tanpa berniat untuk turun. Tangannya masih memegang setir, sedangkan matanya menatap tumpukan hadiah yang ada di kursi belakang melalui pantulan kaca. Harusnya dia menemui Eva, membawa semua hadiah itu sebagai alat untuk menarik perhatian Eva. Namun keberaniannya itu hilang. Hatinya dipenuhi dengan pergulatan, antara menarik perhatian Eva atau membiarkannya seperti dulu. Pikirannya kacau, dia menyandarkan kepalanya ke setir mobil. Setelah lama tenggelam dalam pikirannya, Henry pun membuka pintu mobil. Namun baru saja dia ingin melangkahkan kaki, sebuah mobil Mercedes berhenti tak jauh dari jangkauannya. Suara ban mobil berdecit keras. Seseorang keluar dari dalam mobil dengan ekspresi marah berjalan ke arahnya. “Apa kau tidak bisa menjawab telepon di saat-saat mendesak, hah?” Nada suaranya terdengar tinggi. Henry mengernyitkan keningnya, kenapa orang itu datang-datang memara

    Last Updated : 2024-12-07
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 87

    “Kalau kau merasa bisa membantunya, kenapa tidak kau yang menyembuhkannya dengan uang milikmu itu?” Ekspresi wajahnya tetap sama, mencerminkan sikap yang sama sekali tidak peduli.“Bukankah kau yang paling peduli dengannya?” jawabnya dingin, nada suaranya tak menunjukkan sedikit pun empati. “Dia tidak terlalu penting sampai-sampai harus menghabiskan waktu dan uangku.”Samuel menggertakkan gigi-giginya. Dengan gerakan kasar dia menarik kerah baju Henry dan berteriak, “Sebenarnya apa maumu, Hen? Dia menjadi seperti ini karena keegoisanmu, tapi kau tidak merasa bersalah sama sekali! Di mana letak hatimu, hah?” Suaranya terdengar gemetar, antara marah dan kecewa.Samuel melepaskan cengkeramannya dengan kasar, sikap Henry lama-lama membuatnya muak. Dia mundur selangkah, menatap pria di depannya dengan mata yang penuh kebencian. Samuel menunjuk ke arah Henry, nadanya semakin meninggi. “Kau itu benar-benar munafik! Apa kau pikir aku tidak tahu bagaimana dirimu sebenarnya jika mengenai Eva!

    Last Updated : 2024-12-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 88 Pada Akhirnya Mengalah

    Midtown Manhattan. Samuel memijat pelipisnya, menatap layar komputernya yang sudah tidak lagi menampilkan email pekerjaannya. Semua email masuk selesai dicek, semua tanggung jawab sudah dituntaskan, tapi hatinya masih terasa sesak. Dia bersandar pada kursi yang sepertinya sudah menjadi bagian dari dirinya. Pemandangan kota yang luas terbentang di luar jendela, tapi dia merasa terjebak dalam kesunyian yang begitu dalam. Samuel memandang ke luar jendela cukup lama. Pikirannya kembali melayang pada Eva. Wajahnya, senyum lembutnya, dan tatapan matanya yang penuh harapan. Dia tahu perasaannya terhadap Eva lebih dari sekadar simpati. Ada sesuatu yang lebih dalam, yang dia rasakan. Namun, seperti halnya dengan banyak hal dalam hidupnya, Samuel tahu bahwa ada saat-saat di mana perasaan itu harus dipendam. Dalam keheningan apartemennya ini, Samuel hanya bisa berharap. Dia berharap agar operasi itu berjalan lancar, agar Eva bisa merasakan kebahagiaan yang layak dia dapatkan. N

    Last Updated : 2024-12-10
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 89 "Aku Hanya Inging Dia Bahagia"

    "Aku akan menanggung kesembuhan Eva, tapi ada syaratnya..." Henry mengucapkannya dengan nada santai, tatapannya mengarah ke Samuel.Samuel, yang awalnya duduk santai, seketika mengerutkan kening. Kebingungan terlihat jelas di wajahnya. Dia mencondongkan tubuh ke depan, menatap Henry dengan sorot mata penuh tanda tanya."Syarat?" tanyanya, mencoba memahami maksud Henry. "Apa syaratnya?"Henry menyeringai lebar, melipat tangannya di depan dada. Sorot matanya tidak berubah. "Aku akan menanggung semuanya tapi kau harus menjauhinya."Samuel membeku di tempat. Kata-kata Henry menghantamnya seperti pukulan keras mengenai kepalanya.Matanya melebar menatap Henry dengan tatapan tidak percaya. Menjauhinya? Kata-kata Henry terngiang-ngiang di kepalanya. “A-apa maksudmu?” Samuel menahan suaranya yang gemetar. Henry tetap di posisi yang sama, menyeringai tanpa ragu sedikitpun di wajahnya. “Kau pasti mendengar apa yang aku katakan, Sam. Aku akan menanggung semua biaya kesembuhan Eva, tapi kau ha

    Last Updated : 2024-12-11
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 90

    Henry berdiri di ruang konferensi rumah sakit, menghadap deretan dokter ahli yang dipanggil khusus untuk menangani kondisi Eva. Jas mahalnya tampak berantakan, dasinya longgar, namun sorot matanya penuh tekanan yang tak terbantahkan. "Ini bukan permintaan, ini perintah," ujar Henry tegas, suaranya bergema di ruangan itu. Dia memandang satu per satu wajah para dokter di depannya. "Aku tidak peduli apa yang kalian butuhkan, peralatan, teknologi, atau bahkan tenaga ahli lain. Aku akan memberikannya pada kalian. Tapi kalian harus menyembuhkan matanya." Dokter Collins, seorang spesialis saraf, menghela napas panjang. "Tuan Henry, kami memahami keinginan Anda, tapi glaukoma yang dialami nyonya Eva sudah mencapai tahap yang tidak bisa dipulihkan. Kerusakan saraf optik dan ototnya bersifat permanen." "Jangan beri aku alasan!" Henry memotong dengan suara meninggi. "Kalian semua di sini karena aku percaya kalian adalah yang terbaik. Kalau ada yang bisa dilakukan, maka lakukan. Kalau tid

    Last Updated : 2024-12-13
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 91 Kasihan Sekali si Ular

    Julia menerobos pintu ruangan Henry dengan langkah cepat, heels-nya beradu dengan lantai marmer, menciptakan gema di sepanjang ruangan. Henry yang sedang berdiri di depan jendela besarnya, menoleh, melihat kedatangan Julia dengan ekspresi yang tidak bersahabat.“Henry!” suara Julia memecah keheningan, penuh dengan kemarahan yang tertahan. “Kau tahu sudah berapa kali kau membatalkan pertemuan dengan klien tanpa pemberitahuan yang jelas? Ini bukan hanya membuatku kewalahan, tapi juga mencoreng reputasi perusahaan!”Henry melangkah pelan, mendudukkan diri dan menyandarkan punggungnya ke kursi, kedua tangan disilangkan di dada. Tatapan tenangnya membuat emosi Julia semakin memuncak.“Kau tahu apa yang terjadi tadi pagi? Klien dari Nexus Group marah besar karena kau membatalkan pertemuan lima menit sebelum waktu yang dijadwalkan! Aku harus memohon pada mereka agar tidak memutuskan kerja sama!” Julia melanjutkan dengan nada yang lebih tinggi.Henry menghela napas pelan, tangannya bergerak

    Last Updated : 2024-12-14
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 92 Perasaan Mengubah Segalanya

    Henry sedang duduk tenang di ruang kerjanya, ia tidak terpengaruh meski Ryan masuk tanpa mengetuk pintu. Wajah Ryan tampak serius, dan ada secercah kegelisahan yang sulit disembunyikan."Tuan," panggil Ryan dengan nada berat.Henry mendongak, meletakkan dokumen yang tengah dia baca. "Ada apa?"“Nexus Group menghubungi saya setelah pembatalan pertemuan Anda dengan mereka. Mereka meminta kejelasan pasti. Jika tidak ….”“Jika tidak, apa?” Suara Henry terdengar berat. “Jika mereka ingin memberikan proyek itu pada orang lain dan meminta pinalti, berikan saja pada mereka.” “Tapi, Tuan … bagaimana jika klien yang lain tidak mempercayai kita lagi?” ucapnya dengan cemas. Ryan memerhatikan Henry dengan lekat. Dia bisa melihat perubahan Henry setelah mengetahui kondisi Eva. Dalam hatinya, dia senang jika Tuan-nya akhirnya bisa sadar dan melakukan segala upaya. Namun, semua pekerjaan terbengkalai. Hingga membuat Julia frustasi dan marah. Pekerjaannya bertambah, ditambah lagi dia semakin terja

    Last Updated : 2024-12-18

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 129

    Samuel duduk di tempat tidurnya, kedua kakinya berselanjaran santai di atas kasur yang empuk. Laptop terbuka di pangkuannya, cahaya layar memantul di wajahnya yang terlihat serius, sementara suasana kamar yang tenang menciptakan kesan hening di sekelilingnya.Liliana menggelengkan kepala perlahan, matanya memandang putranya heran. Putranya itu tampak tenggelam dalam kesibukannya sendiri. Dia duduk diam, fokus pada dunianya sendiri. “Mama benar-benar heran sama kamu,” katanya kesal sambil berkacak pinggang. “Baru juga pulang dari rumah sakit tapi masih saja kerja. Kamu tuh masih butuh banyak istirahat! Kondisi kamu masih belum pulih sepenuhnya.” Wajahnya tampak tegas, menunjukkan kekhawatiran dan keheranan yang tidak bisa dijelaskan. Samuel menatap mamanya sekilas dengan senyum tipis di wajahnya. “Samuel sudah jauh lebih baik, Ma,” jawabnya dengan santai. Matanya kembali fokus pada layar laptop di depannya. Langkah Liliana semakin dekat, wajahnya menunjukkan sedikit kekesalan. “Kamu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 128 Kembali ke Penthouse

    2 hari kemudian. Mobil berjenis marcedes itu telah terparkir rapi di basement, berjejer dengan mobil mewah lainnya. Suasana di sana cukup hening, hanya terdengar suara pelan mesin ventilasi yang berputar. Eva menoleh ke arah kursi pengemudi, di sana terdapat Henry yang baru saja mematikan mesin mobilnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan. “Aku ingin pulang, kenapa kau membawaku ke sini?” Keningnya berkerut, hingga alianya itu hampir menyatu. Henry melepas sabuk pengaman, menatap ke arah Eva sekilas. “Bukankah ini rumahmu?” jawabnya dengan santai.Henry tahu, bahwa Eva pasti akan menolak kembali ke penthouse, tempat tinggal mereka berdua sebelumnya. Dia memang sengaja membawa Eva kembali ke penthouse untuk memulai kehidupan mereka setelah drama perceraian. Eva menegang di tempat duduknya, jari-jarinya mengepal di atas pangkuan. "Aku sudah bilang, aku tidak akan kembali ke sini," ucapnya dengan suara rendah, nyaris bergetar.Henry tersenyum kecil, bukan senyum yang hangat, mela

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 127

    Henry tertawa ringan, tapi ada nada ejekan di dalamnya. “Heh, Samuel?” gumamnya, menatap Eva yang masih duduk di brankar.Ada perasaan aneh saat Eva menyebutkan nama Samuel di depannya. Rasa seperti tak dihargai. Tapi dia tak bisa menyalahkan Eva, karena dia juga yang menutupinya. Eva mengerutkan kening, bingung dengan ekspresi di wajah suaminya. “Kenapa tertawa?” tanyanya. Henry melipat tangannya, menyandarkannya di atas brankar milik Eva, posturnya tegak, tapi tetap santai. Kedua matanya menatap Eva, seperti menyimpan sesuatu yang sulit dibaca. “Jadi, kau pikir operasi ini semua karena inisiatif Samuel?” katanya, suaranya terdengar datar namun tajam.Eva menatapnya, perlahan mulai memahami arah pembicaraan ini. “Bukankah begitu?”Henry mendengus kecil, lalu tersenyum miring. “Sebenarnya, semuanya terjadi atas perintahku.”Eva terdiam, menatap Henry lekat-lekat, mencoba memastikan apakah dia serius. “Maksudmu…?”Henry mengangkat bahu, seolah itu bukan hal besar. “Aku yang mengur

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 126

    Bukan hanya Eva, rasa lega terpancar dari wajah para dokter itu. Operasi ini berhasil, dan dengan itu, karir mereka tetap utuh. Tak henti-hentinya mereka mengucapkan rasa syukur. Eva tersenyum penuh haru, air matanya mulai menggenang. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan, memerhatikan satu per satu dari mereka. Matanya berhenti pada sosok Henry yang berdiri tak jauh dari jangkauan para dokter. Wajahnya tampak tegas, tapi menunjukkan kelegaan dalam hatinya. Namun tiba-tiba saja senyum di wajah Eva perlahan luntur. Hatinya merasa sesak ketika orang yang selalu ada untuknya tak berada di sana. Pada momen bahagia ini, seharusnya Samuel berada di sana, turut merayakan kebahagiaan yang ada. Namun, di sisi lain, ia teringat bahwa Samuel memang membutuhkan waktu untuk beristirahat, agar kesehatannya kembali pulih. Meskipun hati ingin sekali bersama, kesadaran akan pentingnya istirahat membuatnya merelakan ketidakhadiran Samuel di momen tersebut."Senang sekali mendengar Anda bisa me

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 125 Hari Penentuan

    Eva terdiam, merasa setiap kata yang hendak keluar dari mulutnya seperti terjebak di tenggorokannya. Dia ingin menjawab setiap ucapan Henry, tetapi tak tahu harus berkata apa.Ada perasaan bingung yang menghimpit, seolah semua pikiran bercampur aduk. Dia ingin menjelaskan bahwa dia tidak merasa terganggu dengan kehadiran Henry, tapi kata-kata itu terasa begitu sulit untuk diungkapkan.Di satu sisi, Eva tahu bahwa Samuel masih membutuhkan perhatian, dan Henry hanya melakukan apa yang menurutnya benar. Harusnya dia memang menyadarinya, Samuel sudah berkorban banyak hingga membuatnya selalu dalam masalah. Namun, di sisi lain, ada rasa kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa dia hanya dianggap sebagai tanggung jawab, bukan seorang istri yang benar-benar dibutuhkan dan dianggap.Tapi semenjak dia berada di rumah sakit, dia bisa merasakan perubahan drastis dari sikap Henry. Eva masih terdiam, perasaan bingung dan tak percaya menguasainya. Apakah perubahan sikap Henry ini benar-benar da

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 124

    Kring!Di dalam ruangan yang hening itu, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Pandangan mata Henry mengikuti bunyi ponselnya. Tak perlu waktu lama, dia pun bangkit dan segera mengambil ponsel miliknya. Takut jika suara itu mengganggu waktu tidur Eva. Sebelum menekan tombol hijau, Henry melihat nama kontak yang tertera di layar. Dia memandang Eva sejenak, setelah itu melangkah menjauh dan menekan tombol hijau itu sekali tekan. “Halo.” Suaranya terdengar semakin menjauh. Langkah kakinya semakin dekat dengan pintu keluar. Tanpa dia ketahui, di belakang sana, kening Eva berkerut. Itu adalah tanda bahwa dia baru saja terbangun dari tidurnya, meski kedua matanya tetap terpejam rapat, seolah berusaha menahan rasa kantuk yang masih melingkupi dirinya.Akan tetapi samar-samar telinganya mendengar suara yang begitu dia kenali. Sayangnya suara itu akhirnya hilang di balik pintu yang kembali tertutup. Apa dia ada di sini?Uhuk!Pikirannya itu teralihkan dengan rasa haus yang dia derita kali

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 123 Luluhnya Hati

    Matahari mulai menampakkan diri, langit perlahan berubah warna, menunjukkan gradasi lembut dari biru gelap menuju keemasan yang membentang di cakrawala. Setelah hujan, udara terasa segar dan menenangkan. Udara yang masih basah itu terasa sejuk dan menyegarkan, seolah bumi bernapas lega setelah hujan mengguyurnya. Genangan air di jalanan menjadi cermin, memantulkan bayang-bayang kota dan langit biru yang mulai cerah. Tetesan air yang berjatuhan dari dedaunan dan atap rumah seperti irama yang menenangkan hati. Sama halnya seperti dua insan manusia yang saat ini masih tertidur pulas di dalam satu ruangan yang sama. Keduanya tampak pulas, tanpa terusik sedikitpun. Perlahan pintu terbuka, ujung dari sepatu pantofel itu terlihat di celah-celah pintu. Pintu pun terbuka sepenuhnya, ternyata dia adalah Ryan. Namun pergerakannya terhenti saat di ambang pintu. Kedua matanya tertuju pada dua insan yang tengah tertidur pulas di dalam sana.Eva yang masih berbaring di atas brankar, masih dalam

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 122 Pov Henry dan Samuel

    Jarum jam semakin bergerak ke arah kanan, menandakan waktu terus berjalan. Meski waktu menunjukkan dini hari, kedua mata Samuel masih terjaga. Dia menatap ke arah langit-langit di kamarnya. Matanya tampak kosong, seperti merasakan beban berat di pundaknya. Merasa pikirannya penuh, dia pun bangun dari tidurnya, menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, Samuel menurunkan kakinya, menyentuh lantai marmer yang terasa dingin. Dengan langkah hati-hati dia melangkah menuju balkon yang ada di kamarnya. Saat pintu kaca itu terbuka, angin malam menyapu wajah tampannya. Meski waktu sudah begitu larut, tetapi kota itu masih terlihat ramai. Benar. Dia memutuskan mempercepat kepulangannya seusai Eva melakukan operasi. Alasannya sudah sangat jelas. Dia menepati janjinya yang sudah dia katakan pada Henry tempo hari. Walau Henry tiba-tiba berubah pikiran, tetapi dia tetap memenuhi ucapannya. Sebagai laki-laki, dia tidak ingin ingkar dengan janji yang sudah dia ucapkan sendiri. Lagipu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 121

    Bandara. Pesawat perlahan mulai merendah, roda-rodanya menyentuh landasan dengan lembut, diiringi getaran halus yang merambat ke seluruh kabin. Suara gesekan roda dengan aspal terdengar samar, disusul rem yang perlahan memperlambat laju pesawat. Dari jendela, lampu-lampu bandara berkilauan di bawah langit malam, menyambut para penumpang yang bersiap untuk kembali ke darat.Dini hari waktu Manhattan, Henry tiba dengan selamat. Semua pertemuan dengan klien dia percepat. Tanpa berlama-lama lagi, Henry segera menuruni pesawat diikuti Christian. Dengan langkah terburu-buru mereka memasuki terminal khusus. “Kau bisa pulang dan istirahat,” ujar Henry dengan tegas. Christian mengangguk, mengiyakan. “Baik, Tuan. Saya permisi dulu. Selamat beristirahat.” Dia membungkukkan badan kemudian melangkah menuju taksi yang ada di sana.“Tunggu!”Langkah kaki Christian terhenti. Dia kembali menoleh kebelakang, dan bertanya, “Apa ada yang harus saya bantu, Tuan?”“Besok ambillah bonusmu di keuangan,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status