Share

Chapter 86 Berkecamuk

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2024-12-07 23:57:21
Basement Parking.

Henry baru saja tiba di basement. Namun dia hanya diam di kursi pengemudi tanpa berniat untuk turun.

Tangannya masih memegang setir, sedangkan matanya menatap tumpukan hadiah yang ada di kursi belakang melalui pantulan kaca.

Harusnya dia menemui Eva, membawa semua hadiah itu sebagai alat untuk menarik perhatian Eva. Namun keberaniannya itu hilang.

Hatinya dipenuhi dengan pergulatan, antara menarik perhatian Eva atau membiarkannya seperti dulu. Pikirannya kacau, dia menyandarkan kepalanya ke setir mobil.

Setelah lama tenggelam dalam pikirannya, Henry pun membuka pintu mobil. Namun baru saja dia ingin melangkahkan kaki, sebuah mobil Mercedes berhenti tak jauh dari jangkauannya.

Suara ban mobil berdecit keras. Seseorang keluar dari dalam mobil dengan ekspresi marah berjalan ke arahnya.

“Apa kau tidak bisa menjawab telepon di saat-saat mendesak, hah?” Nada suaranya terdengar tinggi.

Henry mengernyitkan keningnya, kenapa orang itu datang-datang memara
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 87

    “Kalau kau merasa bisa membantunya, kenapa tidak kau yang menyembuhkannya dengan uang milikmu itu?” Ekspresi wajahnya tetap sama, mencerminkan sikap yang sama sekali tidak peduli.“Bukankah kau yang paling peduli dengannya?” jawabnya dingin, nada suaranya tak menunjukkan sedikit pun empati. “Dia tidak terlalu penting sampai-sampai harus menghabiskan waktu dan uangku.”Samuel menggertakkan gigi-giginya. Dengan gerakan kasar dia menarik kerah baju Henry dan berteriak, “Sebenarnya apa maumu, Hen? Dia menjadi seperti ini karena keegoisanmu, tapi kau tidak merasa bersalah sama sekali! Di mana letak hatimu, hah?” Suaranya terdengar gemetar, antara marah dan kecewa.Samuel melepaskan cengkeramannya dengan kasar, sikap Henry lama-lama membuatnya muak. Dia mundur selangkah, menatap pria di depannya dengan mata yang penuh kebencian. Samuel menunjuk ke arah Henry, nadanya semakin meninggi. “Kau itu benar-benar munafik! Apa kau pikir aku tidak tahu bagaimana dirimu sebenarnya jika mengenai Eva!

    Last Updated : 2024-12-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 88 Pada Akhirnya Mengalah

    Midtown Manhattan. Samuel memijat pelipisnya, menatap layar komputernya yang sudah tidak lagi menampilkan email pekerjaannya. Semua email masuk selesai dicek, semua tanggung jawab sudah dituntaskan, tapi hatinya masih terasa sesak. Dia bersandar pada kursi yang sepertinya sudah menjadi bagian dari dirinya. Pemandangan kota yang luas terbentang di luar jendela, tapi dia merasa terjebak dalam kesunyian yang begitu dalam. Samuel memandang ke luar jendela cukup lama. Pikirannya kembali melayang pada Eva. Wajahnya, senyum lembutnya, dan tatapan matanya yang penuh harapan. Dia tahu perasaannya terhadap Eva lebih dari sekadar simpati. Ada sesuatu yang lebih dalam, yang dia rasakan. Namun, seperti halnya dengan banyak hal dalam hidupnya, Samuel tahu bahwa ada saat-saat di mana perasaan itu harus dipendam. Dalam keheningan apartemennya ini, Samuel hanya bisa berharap. Dia berharap agar operasi itu berjalan lancar, agar Eva bisa merasakan kebahagiaan yang layak dia dapatkan. N

    Last Updated : 2024-12-10
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 89 "Aku Hanya Inging Dia Bahagia"

    "Aku akan menanggung kesembuhan Eva, tapi ada syaratnya..." Henry mengucapkannya dengan nada santai, tatapannya mengarah ke Samuel.Samuel, yang awalnya duduk santai, seketika mengerutkan kening. Kebingungan terlihat jelas di wajahnya. Dia mencondongkan tubuh ke depan, menatap Henry dengan sorot mata penuh tanda tanya."Syarat?" tanyanya, mencoba memahami maksud Henry. "Apa syaratnya?"Henry menyeringai lebar, melipat tangannya di depan dada. Sorot matanya tidak berubah. "Aku akan menanggung semuanya tapi kau harus menjauhinya."Samuel membeku di tempat. Kata-kata Henry menghantamnya seperti pukulan keras mengenai kepalanya.Matanya melebar menatap Henry dengan tatapan tidak percaya. Menjauhinya? Kata-kata Henry terngiang-ngiang di kepalanya. “A-apa maksudmu?” Samuel menahan suaranya yang gemetar. Henry tetap di posisi yang sama, menyeringai tanpa ragu sedikitpun di wajahnya. “Kau pasti mendengar apa yang aku katakan, Sam. Aku akan menanggung semua biaya kesembuhan Eva, tapi kau ha

    Last Updated : 2024-12-11
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 90

    Henry berdiri di ruang konferensi rumah sakit, menghadap deretan dokter ahli yang dipanggil khusus untuk menangani kondisi Eva. Jas mahalnya tampak berantakan, dasinya longgar, namun sorot matanya penuh tekanan yang tak terbantahkan. "Ini bukan permintaan, ini perintah," ujar Henry tegas, suaranya bergema di ruangan itu. Dia memandang satu per satu wajah para dokter di depannya. "Aku tidak peduli apa yang kalian butuhkan, peralatan, teknologi, atau bahkan tenaga ahli lain. Aku akan memberikannya pada kalian. Tapi kalian harus menyembuhkan matanya." Dokter Collins, seorang spesialis saraf, menghela napas panjang. "Tuan Henry, kami memahami keinginan Anda, tapi glaukoma yang dialami nyonya Eva sudah mencapai tahap yang tidak bisa dipulihkan. Kerusakan saraf optik dan ototnya bersifat permanen." "Jangan beri aku alasan!" Henry memotong dengan suara meninggi. "Kalian semua di sini karena aku percaya kalian adalah yang terbaik. Kalau ada yang bisa dilakukan, maka lakukan. Kalau tid

    Last Updated : 2024-12-13
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 91 Kasihan Sekali si Ular

    Julia menerobos pintu ruangan Henry dengan langkah cepat, heels-nya beradu dengan lantai marmer, menciptakan gema di sepanjang ruangan. Henry yang sedang berdiri di depan jendela besarnya, menoleh, melihat kedatangan Julia dengan ekspresi yang tidak bersahabat.“Henry!” suara Julia memecah keheningan, penuh dengan kemarahan yang tertahan. “Kau tahu sudah berapa kali kau membatalkan pertemuan dengan klien tanpa pemberitahuan yang jelas? Ini bukan hanya membuatku kewalahan, tapi juga mencoreng reputasi perusahaan!”Henry melangkah pelan, mendudukkan diri dan menyandarkan punggungnya ke kursi, kedua tangan disilangkan di dada. Tatapan tenangnya membuat emosi Julia semakin memuncak.“Kau tahu apa yang terjadi tadi pagi? Klien dari Nexus Group marah besar karena kau membatalkan pertemuan lima menit sebelum waktu yang dijadwalkan! Aku harus memohon pada mereka agar tidak memutuskan kerja sama!” Julia melanjutkan dengan nada yang lebih tinggi.Henry menghela napas pelan, tangannya bergerak

    Last Updated : 2024-12-14
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 92 Perasaan Mengubah Segalanya

    Henry sedang duduk tenang di ruang kerjanya, ia tidak terpengaruh meski Ryan masuk tanpa mengetuk pintu. Wajah Ryan tampak serius, dan ada secercah kegelisahan yang sulit disembunyikan."Tuan," panggil Ryan dengan nada berat.Henry mendongak, meletakkan dokumen yang tengah dia baca. "Ada apa?"“Nexus Group menghubungi saya setelah pembatalan pertemuan Anda dengan mereka. Mereka meminta kejelasan pasti. Jika tidak ….”“Jika tidak, apa?” Suara Henry terdengar berat. “Jika mereka ingin memberikan proyek itu pada orang lain dan meminta pinalti, berikan saja pada mereka.” “Tapi, Tuan … bagaimana jika klien yang lain tidak mempercayai kita lagi?” ucapnya dengan cemas. Ryan memerhatikan Henry dengan lekat. Dia bisa melihat perubahan Henry setelah mengetahui kondisi Eva. Dalam hatinya, dia senang jika Tuan-nya akhirnya bisa sadar dan melakukan segala upaya. Namun, semua pekerjaan terbengkalai. Hingga membuat Julia frustasi dan marah. Pekerjaannya bertambah, ditambah lagi dia semakin terja

    Last Updated : 2024-12-18
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 93 Sulit Menunjukkan Perasaannya

    Malam itu, di balkon apartemen Samuel, angin malam menyapu dengan perlahan membawa udara sejuk yang menyejukkan kulit. Kota di bawah sana terdengar riuh, suara kendaraan terdengar samar dari kejauhan. Meski kota itu terlihat hidup, tetapi di balkon itu terasa sepi dan sunyi. Henry berdiri di sudut balkon, matanya menatap jauh, pandangannya kosong seperti tidak melihat apa-apa. Wajahnya yang angkuh dan arogan itu kini terlihat sedikit sayu. Seperti kehilangan jati dirinya.Tiba-tiba saja terdengar langkah kaki yang mendekat dari arah belakang. Tanpa Henry menoleh, dia tahu jika itu adalah Samuel. Beberapa detik kemudian Samuel muncul dengan membawa dua gelas Champagne di tangannya. Samuel memberikan satu gelas itu pada Henry, kemudian dia berkata, “Tidak biasanya kau datang ke mari? Apa yang membuatmu datang tiba-tiba?” Samuel meneguk champagne miliknya, dia memutar tubuhnya beralih memandang pemandangan kota di bawah sana, dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana.“Bagai

    Last Updated : 2024-12-20
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 94 Merelakan

    Malam itu semakin terasa dingin, tapi bukan karena angin, melainkan kekosongan yang menguasai hatinya. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba memenuhi paru-parunya dengan udara segar. Akan tetapi rasanya tidak cukup untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Bayangan wajah Eva kembali muncul di benaknya. Senyumnya yang lembut dengan semangat juang yang tidak pernah pudar selalu membuatnya tenang dan lebih asik menjalani hari. Akan tetapi Samuel tahu dan sadar diri, Eva bukan miliknya. Lagi-lagi kenyataan itu menamparnya keras. “Sejak kapan kau menyukainya?” Pertanyaan Henry itu terus berputar-putar dalam pikirannya. Entah kapan itu, dia tidak tahu jelas. Karena kian hari simpatinya itu menuntunnya semakin jauh untuk lebih dekat dengan Eva.Hatinya selalu tergerak untuk mendekati Eva. Hingga akhirnya rasa simpati itu berubah menjadi rasa yang tidak biasa.Samuel terkekeh pelan. Tawa itu menunjukkan ejekan pada dirinya sendiri. “Begitu banyak wanita di luar sana, Sam. Bagaimana bisa k

    Last Updated : 2024-12-21

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 184

    Dua hari kemudian.Lawson menutup teleponnya, lalu mengambil mantel panjangnya dengan tergesa-gesa. Sophia mendekat, memasang wajah penasaran. “Papa mau ke mana? Ada kabar apa?”Gerakannya saat memakai mantel tampak terburu-buru. “Papa mau ke Dermaga. Kepala Koki menjadi tersangka dari insiden kemarin.”“Kepala Koki?” Mata Sophia terbelalak lebar. “Papa pergi dulu, ya.”“Mama ikut!” Sophia menyambar tas, kemudian berlari mengejar langkah suaminya. ****Dermaga. Di tengah suasana tegang, kepala koki itu terlihat berlutut, dengan suara gemetar. Dia menahan tangis, dan memohon ampunan di depan orang-orang yang berjejer penuh kekuasaan, memandang ke atas dengan tatapan penuh harap. “Saya berani bersumpah, saya tidak pernah melakukannya.” Salah satu tim keamanan itu menjawab dengan penuh otoriter, “Simpan semua jawabanmu itu, kita tunggu Tuan Lawson datang.” Kepala koki memegang ujung bajunya dengan tangan gemetar, dia terus memohon, tetapi tak ada seorang pun yang bergeming, maupun

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 183

    “Itu ….” Dengan sekuat tenaga, Henry mengangkat kepala, mendekat, lalu menempelkan bibirnya di atas bibir Eva, memberikan ciuman yang lembut tanpa terburu-buru atau memaksa. Dia memberikan jeda satu detik. Namun, detik berikutnya dia sedikit menekan kepala Eva.Ciuman yang semula lembut itu perlahan semakin dalam. Eva yang mencoba mengimbangi irama Henry itu kini dibuat kuwalahan. Tangannya bergerak, mencengkeram baju yang dikenakan oleh Henry. Suasana di antara mereka semakin memanas, bukan sekedar hasrat, tetapi seperti pengakuan diam-diam tentang rindu yang tertahan, luka yang perlahan sembuh dalam pelukan. Ruangan itu hanya berisi helaan napas yang mulai tak beraturan, dan ciuman itu masih terus berlanjut, menghapus batas logika di antara keduanya. Henry melupakan kondisinya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah, menciptakan momen bersama istrinya. Dia menginginkan lebih. Ciuman itu bergerak perlahan ke leher Eva. Namun, tidak lama ciumannya terhenti karena Eva menarik

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 182

    “Kenapa kau menempatkan Istrimu seperti seorang Penjahat yang tidak memiliki hati?” Eva melayangkan protesnya cepat. Henry terkekeh pelan, sedikit terhibur. Entah kenapa hati istrinya begitu sensitif sekarang. “Memeluk Istriku sendiri membuatku harus memohon. Aku heran, dunia apa yang sebenarnya kita jalani saat ini?” Henry menjawab dengan sindiran khasnya. “Kau benar-benar membiarkan Suamimu memohon?” Dia tak mau menghentikannya.Eva masih berpikir. Saat ini mereka di rumah sakit, bagaimana jika seseorang melihatnya? Pasti sangat memalukan. Henry memandang wajahnya dengan tatapan sayu. Dia tahu apa yang ada di pikiran istrinya. Dia mendengus. Sementara Eva menggigit bibir bawahnya, apakah dia harus menuruti permintaan Henry? Bagaimana jika ada yang tiba-tiba masuk? Henry masih menatapnya dengan raut sedikit cemberut, menunggu bagaimana reaksi Eva. “Sudahlah. Sebaiknya aku kembali tidur,” katanya dengan sedikit tidak suka dan pasrah. Henry mengembalikan posisi kepalanya menja

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 181

    Sophia juga merasakan kelegaan, karena akhirnya ada perkembangan keadaan Henry. Dia ikut menyimak setiap penjelasan yang dokter katakan. Dan ketika dokter keluar dari ruangan, dia berpesan pada Eva. “Sekarang sebaiknya kau istirahat dulu, kau sudah berjaga sampai hampir pagi.” Yang Eva rasakan saat ini adalah mengantuk, tetapi dia menggelengkan kepala. “Aku takut jika nanti Henry membutuhkan sesuatu. Sebaiknya kau lanjut istirahat.” Sophia mendengus. Ternyata Eva memiliki sikap sedikit keras. Dia hanya tidak ingin wanita itu juga tumbang. Dia kembali mengingatkan dengan nada sabarnya, “Perhatikan juga kondisimu, Eva. Bagaimana kalau nanti Henry terbangun tapi justru kau yang jatuh sakit?”Eva terdiam, merenungi perkataan Sophia. Yang dikatakan wanita itu memang benar. Matanya beralih ke arah Henry. Dia pun tersenyum ke arah Sophia, lalu mengangguk. “Baiklah. Aku akan tidur sebentar saja.” Sophia mengangguk tidak mempermasalahkan. “Tidurlah sekarang. Aku keluar sebentar memberit

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 180

    Suara pintu terbuka. Eva dan lainnya menoleh ke arah dokter yang baru saja keluar dari ruangan. “Bagaimana kondisi Suami saya sekarang, Dok?” Eva berharap akan ada kabar baik. Dengan suara tenang, Dokter itu menjelaskan, “Kami masih harus menunggu hasil laboratorium, Nyonya. Tapi, saya rasa, kondisinya sudah mulai membaik setelah mendapatkan penanganan pertama.” Akhirnya, Eva bisa bernapas sedikit lega sekarang. Setidaknya ada perkembangan dari kondisi Henry saat ini. Tuan Lawson menyahut, “Bisakah kalian mengeluarkan hasil itu dalam waktu singkat?”Dokter itu mengangguk pelan. “Akan kami usahakan, Tuan.”“Bisakah saya masuk ke dalam sekarang?” Rasa tidak sabar menggebu di dalam hatinya.“Silakan, Nyonya,” Setelah mendapat persetujuan, Eva masuk ke dalam ruangan. Dia bisa melihat pria yang biasanya sombong dan arogan itu masih terbaring lemah di sana. Wajah yang sebelumnya pucat, kini terlihat mulai kembali normal. Sementara Tuan Lawson dan Sophia masih berada di luar bersama de

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 179

    Ketika malam tiba, kapal-kapal berukuran kecil berhenti tepat di sebelah kapal pesiar yang mengangkut Henry dan rombongan lainnya. Sebab, rute mereka sudah tidak bisa berubah, dan tidak ada rute yang bisa dilewati kapal pesiar menuju ke pelabuhan terdekat. Tuan Lawson beserta istrinya dan Eva harus pindah ke kapal kecil itu untuk membawa Henry ke pelabuhan terdekat dan membawanya ke rumah sakit. Meski dia sudah mendapatkan penanganan medis, tak ada tanda-tanda sadar darinya. Tuan Lawson dan tim lainnya bergerak cepat dan memilih jalan lain. Kapal-kapal kecil itu mulai meluncur di atas permukaan air menuju pelabuhan sungai Basel, yang terletak di barat laut Swiss di tepi sungai Rhein, tepat di perbatasan Jerman dan Prancis. Eva masih setia di samping Henry dan menggenggam tangan itu. Dalam hatinya, dia tak henti mengucapkan doa untuk kesehatan suaminya. Matanya terpejam. Setiap detiknya dia berdoa.Tuhan … jika Engkau mendengarku, aku mohon bangunkan Suamiku dari kondisi kritisny

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 178

    Eva masih berada di samping Henry yang masih belum menunjukkan tanda-tanda sadar. Suasana di luar tampak sedikit riuh dan tegang setelah insiden. Kapal itu bukanlah milik pribadi, jadi, beberapa tamu mulai berbisik dan merasa was-was. Penjagaan ketat dilakukan di luar ruangan. Tim keamanan kapal menyisir setiap sudut dapur dan memeriksa semua bahan makanan yang digunakan. Para karyawan tidak diperbolehkan bergerak atau berpindah tempat sebelum pemeriksaan selesai. Sementara di sisi lain kapal, di koridor sepi yang jarang dijamah, seorang pria memakai jas silver berjalan perlahan dengan tenang. Pria itu menatap sekeliling, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Di rasa aman, dia mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, dan menekan nomor seseorang.“Halo, Nona.” Dia berbicara pelan.“....”“Racun bekerja sesuai yang diperkirakan. Tapi ….” Ucapannya terjeda sejenak. “Justru yang memakan bukanlah si wanita itu, Nona.”Dia terdiam sejenak, mendengarkan suara di balik telepon yang tidak t

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 177

    Semuanya panik. Eva segera mendekat mengguncang tubuh Henry, berharap pria itu bangun dan baik-baik saja. “Henry! Apa kau mendengarku?” Suasana menjadi tegang. Tuan Lawson berteriak dengan keras, “Panggil Dokter, cepat!”Para pelayan kapal berhamburan memanggil petugas medis yang ada di sana. Beberapa detik kemudian, petugas medis datang dengan perlengkapan darurat mereka. Salah satu dari mereka memeriksa denyut nadi Henry. Mereka memberikan pertolongan pertama, tapi Henry tetap tak sadarkn diri. Air mata Eva mulai mengalir deras membasahi pipi. Hatinya dikuasai dengan perasaan khawatir. Sementara Sophia berada di sampingnya, mencoba menenangkannya. Setelah pemeriksaan singkat, salah satu petugas medis itu mengungkapkan, “Kami mengidentifikasi ada zat berbahaya dalam makanan yang dikonsumsi, Tuan.” Dahi Lawson mengernyit. “Bagaimana bisa?”Semuanya terkejut, terutama Eva. Sementara Tuan Lawson bertanya-tanya dan merasa bersalah dengan kejadian ini. “Berikan penanganan untukny

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 176

    “Naik kapal?” Eva tampak mencerna ucapan Henry. “Bukankah kita sudah pernah melakukannya?”“Emm.” Henry memberi deheman kecil sambil mengangguk. “Tapi bukan kapal waktu kita di danau kemarin.”“Lalu?” Eva menatapnya dengan penuh penasaran.Henry mengangkat bahunya. “Yang aku dengar, kapal ini akan membawa kita ke beberapa negara,” jawabnya sambil sedikit berbisik.“Wah! Benarkah?” Eva terkagum. Henry mengangguk singkat. Sementara Eva, seperti biasa pikirannya akan dipenuhi oleh berbagai macam isi. Perjalanan seperti apa yang akan dia nikmati nanti? Dan seberapa banyak uang yang digelontorkan Tuan Lawson untuk liburan ini? Liburan itu terasa sangat mewah untuknya. Dan mengenai perkataan Henry, ini seperti bukan hanya sekedar liburan baginya. Ini terlalu mewah. Eva menatap sekeliling. Pandangannya terarah pada koper yang akan mereka bawa. Pantas saja koper-koper itu dikemas juga.Henry sedikit menggeser tubuhnya, sedikit menundukkan wajah dan kembali berkata pelan, nyaris berbisi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status