Home / Rumah Tangga / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 73 Kepedulian yang Tak Diinginkan Lagi

Share

Chapter 73 Kepedulian yang Tak Diinginkan Lagi

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2024-11-15 04:27:46

Eva memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri. Namun, kebencian terlanjur memenuhi hatinya. Dia menatap suaminya, dengan tatapan tajam yang penuh pertanyaan dan amarah yang tak bisa disembunyikan.

“Apa sih sebenarnya tujuanmu, Henry?” suaranya bergetar, tapi dia mencoba menahannya. “Kenapa kau membeli restoran tempatku bekerja? Apa kau merasa punya kendali atas segalanya, termasuk hidupku?”

Eva menarik napas, mencoba mengendalikan diri, tapi tetap saja emosinya keluar begitu saja. “Kau pikir kau bisa mengatur segala hal dalam hidupku, bahkan tempatku bekerja? Apa kau ingin menjadikan semuanya milikmu, termasuk orang-orang yang ada di dalamnya?

Tangannya mengepal semakin kuat di bawah meja, menahan diri untuk tidak meledak lebih jauh. “Kenapa? Apa yang sebenarnya kau cari, Hen? Aku tidak habis pikir lagi apa yang ada di pikiranmu itu! Atau ini hanya caramu untuk mengganggu hidupku lebih jauh?"

Dengan suara yang lebih rendah tapi penuh emosi, Eva kembali bertanya, “Apa yang s
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 73 Di Ujung Batas

    Henry menarik napas panjang, merasa kesal dengan sikap Eva yang dianggapnya terlalu berlebihan. Dia tidak bisa mengerti kenapa perempuan itu bisa begitu sulit diajak bicara, padahal dia sudah mencoba menunjukkan niat baiknya. Matanya menatap lurus ke jalan, meskipun pikirannya sama sekali tidak fokus pada rute yang diambil saat ini. Tangannya memukul setir mobil dengan sedikit keras. “Memangnya apa salahku kali ini?” katanya frustasi. “Dia tadi merasa kesakitan bukan? Memangnya apa salahku jika aku memerhatikannya?”“Tidak peduli, salah. Peduli, salah. Maunya apa sih?” Sepanjang perjalanan itu Henry tidak henti-hentinya mendumel kesal, merasa apa yang dia lakukan serba salah di mata Eva.Namun di selah-selah rasa kesalnya itu, perasaannya merasa seperti ada yang tidak beres. Akan tetapi dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.Tiba-tiba, dia mengambil keputusan. Gesekan ban mobil terdengar berdecit di aspal, Henry memutar setirnya, berbelok kembali ke arah yang tadi sempat dia tingga

    Last Updated : 2024-11-17
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 74 Redupnya Dunia Eva

    Ryan berdiri di luar gedung apartemen, dengan ponsel Eva di tangannya karena tertinggal di hotel saat pesta, dia menunggu kedatangan sang Nyonya untuk mengembalikannya. Sudah satu jam lebih dia menunggu, berharap Eva segera muncul. Namun, tak ada tanda-tanda kemunculannya. Pikiran Ryan masih dipenuhi dengan pesta kemarin, ditambah lagi dengan sikap Henry yang terlihat tidak suka dengan gaun yang dia pilihkan untuk Eva. “Apa Nyonya masih bekerja sampai hampir larut begini, ya?” gumamnya, berkali-kali memandang ke arah jalan bergantian ke arah apartemen tua itu. “Kasihan sekali.”Wajah cemasnya tidak bisa disembunyikan. Tanpa disadari, Eva kini sedang berada di rumah sakit, jauh dari ponselnya, dia tidak bisa mencari tahu kabarnya. Dia terus menunggu, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.Berbagai alasan yang Eva berikan, akhirnya membuat Dokter Tom menyerah. Dengan raut ragu, dokter itu setuju dia keluar tanpa rawat inap, namun mengingatkan untuk segera datang jika terjadi sesuatu

    Last Updated : 2024-11-19
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 75 Merasakan Keanehan

    “Eva …,” panggilnya, suaranya menunjukkan nada khawatir dan cemas karena tidak ada sahutan dari Eva sama sekali. Dalam hatinya selalu berdoa agar wanita itu baik-baik saja. Samuel dengan sabar menunggu pintu tua itu terbuka. Tak lama terdengar suara knop pintu terbuka, ada sedikit perasaan lega jika Eva ada di apartemen itu.Pintu perlahan terbuka, memperlihatkan sosok Eva yang berdiri di tengahnya. Wajahnya terlihat sayu, dan matanya yang basah oleh sisa-sisa air mata. Eva menampilkan senyum cerahnya meski bayangan wajah pria di hadapannya itu tidak bisa lagi dia lihat. Dia mencoba untuk bersikap seperti biasanya, dan semoga Samuel tidak menyadari kondisi matanya. “Samuel?” Samuel bertanya, “Kau baik-baik saja?” Nada suaranya terdengar cemas. Eva terdiam sejenak, senyumnya sedikit memudar. Namun, dia segera mengangguk pelan, seolah ingin meyakinkan Samuel. “Aku baik-baik saja.”Samuel menatapnya dengan ragu, memperhatikan setiap gerak tubuh Eva. Dia merasakan ada sesuatu yang d

    Last Updated : 2024-11-21
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 76 Penolakan

    Harrison Realty Partners.Julia melangkah penuh percaya diri menuju ruangan Henry dengan setumpuk berkas di tangannya. Pekerjaannya sebagai sekertaris tentu memudahkannya untuk keluar masuk ke ruangan itu.Hari itu, seperti biasa suasana kantor terlihat sibuk. Semua mondar-mandir dengan pekerjaan masing-masing. Namun semua pekerjaan itu terasa enteng untuk Julia.Kaki jenjangnya mulai memasuki ruangan Henry, dengan bibir yang membentuk lengkungan ke atas. Dengan lembut dia meletakkan berkas itu di meja Henry.“Ini rangkuman berkas di minggu kemarin, Henry,” suarany dibuat selembut mungkin.Henry mengangguk pelan, kedua matanya menatap layar komputer tanpa menunjukkan minat pada kehadiran Julia. “Ya, terima kasih,” nada suaranya terdengar singkat dan cuek.Senyumnya yang dulu ramah seakan menghilang begitu saja, digantikan oleh sikap yang semakin cuek. Julia yang melihat itu mengepalkan tangan di samping tubuhnya.Apa yang terjadi dengan Henry? Kenapa setelah pesta itu, dia terlihat m

    Last Updated : 2024-11-22
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 77 Kelewat Unik

    Di dalam kafe yang ramai, Henry duduk dengan sedikit gaya angkuhnya. Di meja seberang terdapat Samuel yang duduk tenang tidak terpengaruh dengan sikap Henry, dia sudah terbiasa dengan sikap sepupunya yang memang tidak pernah berubah. Mereka saling pandang, namun tidak ada senyum, tidak ada kata-kata yang terucap, hanya keheningan yang terasa berat menyelimuti mereka. Pada akhirnya, suara Samuel memecah keheningan, “Apa yang ingin kau katakan? Aku tidak punya banyak waktu.”Henry menatap Samuel dengan tajam, rasa kesal mulai berkecamuk di dalam dadanya. Mencemooh sikap sepupunya yang merasa sombong dan paling penting. Henry menyilangkan kedua tangannya di depan dada, lalu menjawab dengan nada sinisnya, “Memangnya seberapa penting dirimu?” Terlihat senyum mengejek menghiasi wajahnya. Samuel memutar kedua matanya malas, seakan bosan dengan sikap sepupunya yang suka memancing keributan. “Kalau kau hanya memancing gara-gara, cari saja orang lain!”Henry berdecih remeh, “Sombong sekali

    Last Updated : 2024-11-24
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 78 Syok

    Hari-hari berlalu dengan cepat, di kantor, Samuel terlihat dengan kesibukan yang terus menerus membuatnya hampir tak sempat memikirkan sekitarnya. Namun, meskipun dia berusaha fokus pada pekerjaan, bayangan Eva tetap menghantuinya.Dia begitu khawatir melihat kondisi terakhir Eva yang tampak tidak baik-baik saja. Meskipun begitu, dia tetap melanjutkan tugasnya dengan penuh dedikasi, menyelesaikan berbagai urusan bisnis yang tidak pernah ada habisnya.Suatu pagi, saat Samuel tengah menyelesaikan pemeriksaan laporan keuangan dan analisis portofolio di mejanya, pintu ruangannya diketuk dengan pelan. Tanpa menunggu jawaban, Dave masuk dengan langkah cepat. Wajahnya tampak serius, seperti ada sesuatu penting ingin dia sampaikan.Dave menghela napas sejenak, kemudian berkata, “Ada informasi mengenai Nyonya Eva, Tuan.”Samuel tiba-tiba menegakkan posisi duduknya, bersiap menerima laporan dari Dave. Beberapa hari setelah dia dari apartemen Eva, dia meminta Dave untuk mengawasi pergerakan Eva.

    Last Updated : 2024-11-25
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 79

    Eva duduk di tepi kasur, meraba meja yang ada di sampingnya dengan hati-hati. Di kamar yang sunyi itu hanya terdengar napas dan detak jam dinding yang menghiasi ruangannya. Beberapa hari ini, Eva merasakan tantangan kecil, seperti menemukan dan mengenali barang-barang yang tersebar di sekitar tempat tidur atau mencari pakaian yang tersimpan di dalam lemari. Meski mengalami kesulitan, dia tidak ingin terlihat lemah dan menyerah begitu saja. Sudah berkali-kali kakinya terbentur benda-benda di sekitarnya. Pagi itu, Eva berjalan dengan menuju dapur kecilnya, dengan meraba-raba benda di sekitar. Namun tak sengaja kakinya kembali terbentur kursi yang ada di dekatnya. Dia masih belum hapal tata letak setiap benda di ruangan kecilnya. Hingga membuat kakinya memar. Di tengah-tengah rasa berjuangnya Eva dalam kesulitan, Samuel segera melajukan mobil mewahnya dengan kecepatan penuh. Tangannya tak berhenti membunyikan klarkson di tengah padatnya lalu lintas. Terlihat jelas kedua matanya

    Last Updated : 2024-11-27
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 80 Samuel?

    Samuel yang menunduk sedih berkesiap saat Rosie kembali keluar dan menutup pintu rapat-rapat. Tak ada seorangpun yang menyadari keberadaannya di sana. Samuel mengusap air matanya dengan cepat, menyembunyikan kelemahannya meski tidak ada seorangpun yang melihat. Dia menarik napas dalam-dalam, menenangkan diri di tengah gejolak perasaannya yang membuncah. Setelah itu, akhirnya dia melangkah pasti ke arah pintu apartemen Eva. Di depan pintu, Samuel terdiam, dia sedikit ragu untuk mengetuk pintu. Setelah berpikir, tangannya terangkat mengetuk pintu tersebut. Sementara di dalam sana, Eva bertanya-tanya, siapa yang mengetuk pintunya. “Apa itu Nyonya Rosie? Kenapa kembali dengan cepat, ya? Mungkin ada yang tertinggal,” gumamnya pelan, kemudian berjalan perlahan ke arah pintu, khawatir jika itu adalah Rosie. Suara ketukan pintu masih terdengar, tapi tidak ada suara seseorang yang memanggil namanya.“Ah, ya … sebentar. Kenapa Anda tidak membukanya saja, Nyonya,” sahut Eva. Dia sedikit me

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 152 Kembali Ragu

    “Samuel?” gumamnya pelan, dengan perasaan campur aduk.Nyonya Rosie mengangguk. “Ya. Dia terlihat baik … tapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit kujelaskan.”Jantung Eva berdetak lebih cepat. Sudah sekian lama dia tidak mendengar kabarnya, tapi cukup satu penyebutan namanya saja untuk membuat dadanya terasa sesak dan merasa bersalah. Selama ini, dia selalu berusaha menghubungi pria itu, tapi setiap usahanya hanya berakhir sia-sia. Tak ada balasan atau tanda-tanda bahwa pria itu menghubunginya. Setiap pesan yang dia kirim terasa terabaikan. Apa dia benar-benar menjauhiku?Kenapa dia lakukan itu?“Apa dia mengatakan sesuatu, Nyonya?” Eva bertanya dengan rasa penasaran. Nyonya Rosie memerhatikan wajah Eva yang dipenuhi kekhawatiran. Dia pun tersenyum lembut dan menjawab, “Dia memberitahuku jika operasimu berhasil. Dia juga terlihat senang saat mengatakan itu.”Nyonya Rosie memilih diam, tidak membocorkan pembicaraannya bersama Samuel pada hari itu. Sudah cukup tahu bagaimana k

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 151

    Henry tiba di penthouse pada waktu senja. Tangannya penuh dengan paper bag besar, dan terlihat jelas tulisan di paper bag itu adalah merk ternama, dan meletakkan semua paper bag di atas meja. Matanya menatap sekeliling, menyadari suasana hening memenuhi ruangan. Tak ada tanda-tanda keberadaan istrinya. Apa dia di dalam kamar? “Di mana Nyonya kalian?” Suara beratnya itu mampu menghentikan pelayan yang tampak sibuk. Pelayan itu berbalik dan segera menjawab, “Tadi Nyonya bilang keluar sebentar, Tuan.” Henry dengan cepat menanggapi, “Ke mana?” “Kami tidak tahu, Tuan,” jawabnya dengan rasa ragu. “Nyonya tidak memberitahu kami.” Suaranya semakin terdengar pelan. Seketika wajah Henry memerah karena marah. “Kenapa kalian membiarkannya, hah?! Kenapa kalian tidak memberitahuku kalau dia keluar?” Pelayan itu sedikit terjingkat karena terkejut dengan bentakan Henry. “Maaf, Tuan.” Henry mengusap wajahnya, lalu mengacak rambutnya dengan gerakan kasar. Pikirannya penuh deng

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 150 Istriku, Prioritasku

    Henry melanjutkan dengan suara datar dan tegas. “Kalau Mama terus berbicara seperti itu, Henry akan menjaga jarak seterusnya! Eva adalah Istriku, dan aku tidak akan membiarkan Mama mengatakan itu lagi padanya!”Gigi Elise gemertak, mulutnya terkatup rapat. “Jadi kamu lebih memilih dan membelanya?” Suaranya bergetar penuh dengan kemarahan. Dia pun kembali menatap Eva dengan perasaan semakin membara. “Pasti kau sudah mencuci otak Henry, ’kan?” Sementara Eva, wajahnya tampak tenang, tidak menunjukkan kemarahan atau tanda-tanda melawan. “Bisa dibilang seperti itu. Aku memiliki terlalu banyak waktu luang untuk melakukannya.”Dia melirik Henry sebentar, lalu kembali menatap Elise dengan tatapan datar. "Tapi Mama tenang saja, dia masih punya kemampuan untuk berpikir sendiri, walaupun aku tahu itu terlalu sulit dipahami oleh sebagian orang.”Elise terhenyak, wajahnya memerah karena tersinggung, dan kini kemarahannya semakin meluap. Henry pun terkejut mendengar jawaban Eva. Dia tak menyangk

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 149 Eva Adalah Kewajibanku

    Henry memerhatikan Eva yang terlihat memalingkan pandangannya, seolah tidak melihat kehadirannya. Biasanya dia paling tak peduli dengan reaksi Eva selama ini, dan sekarang, dadanya terasa sesak ketika istrinya tak melihat keberadaanya. “Ayo kita berangkat,” ajaknya dengan suara lembut. “Tidak perlu!” Eva berbalik. “Aku bisa berangkat sendiri.”Eva melangkah dengan mantap, bersiap pergi tanpa menoleh lagi. Namun, sebelum dia sempat menjauh, Henry dengan sigap meraih tangannya."Tidak ada penolakan!” tegasnya. Dia menggenggam tangan Eva erat, lalu menuntunnya menuju mobil.Eva ingin menolak, tetapi genggaman Henry terlalu kuat, membuatnya enggan berdebat lebih jauh. Akhirnya, dia membiarkan pria itu membawanya pergi.Selama perjalanan, keduanya terdiam. Hanya suara mesin mobil yang terdengar, sementara tatapan Eva terarah ke luar jendela. Henry, di sisi lain, sesekali meliriknya, ingin mengatakan sesuatu tetapi menahan diri.Akhirnya bersuara, suaranya rendah dan penuh perhatian. "B

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 148 Prioritas Utama

    Henry duduk di kursi kebesarannya, matanya menatap layar proyektor yang sedang menampilkan presentasi. Rapat penting tidak bisa ditunda. Namun di tengah-tengah fokusnya, ponselnya berdering memenuhi ruangan. Semua yang ada di ruangan itu mengikuti asal suara ponsel itu. Tak ada yang berani melayangkan protes padanya. Henry melirik ke layar ponselnya dengan sedikit malas. Hanya satu orang yang berani mengganggunya dalam jam-jam seperti ini, yaitu mamanya. Dia meraih ponsel, kemudian bangkit dan meminta para karyawannya itu melanjutkan pembahasannya. “Halo, Ma,” jawabnya dengan setengah malas. Di ujung telepon, terdengar suara lembut, tapi begitu tegas. “Di mana kamu? Cepat datang ke rumah sakit! Julia sedang membutuhkanmu di sini!”“Kenapa harus Henry?” jawabnya dengan datar. “Dia sudah berbuat baik pada kita, Henry! Dia baru saja mengalami kecelakaan, kita harus balas kebaikannya. Mama mau kamu datang dan merawatnya.” Elise berbicara tanpa jeda, seolah tak membiarkan Henry meno

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 147

    Tak Ada niatan untuk Henry mengalihkan pandangannya dari Eva. Dia bisa merasakan setiap kata yang keluar dari mulut Istrinya itu penuh makna. Nada suaranya terdengar lembut, seolah tulus memberi saran untuknya. Akan tetapi, Henry bisa merasakan nada sarkasme yang tersimpan di dalamnya. “Kau terlihat begitu peduli padanya,” katanya pelan, nada suaranya terdengar datar, tetapi matanya menelisik ekspresi Eva. Eva mengangkat bahu dengan bersikap santai. “Aku hanya mengatakan faktanya. Bukankah memang itu yang terjadi? Kau selalu menjadi penyelamatnya. Atau mungkin … itu hanya kebetulan yang selalu terulang?” Henry menghela napasnya, mencoba menahan kesabarannya. Setiap perkataan Eva itu seperti belati untuknya. Kata-kata yang keluar itu menunjukkan bahwa dia sangat tidak becus berada di sisi Eva selama ini. Henry mengeram pelan, matanya lurus menatap Eva yang tampak santai menikmati makanan miliknya. Ingin sekali dia menyangkalnya, ingin sekali mengatakan jika istrinya itu terlalu be

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 146

    Henry tersenyum penuh kemenangan, dia tak mau tahu, saat itu juga, kalung itu harus berada di tangannya. Setelah negosiasi panjang, akhirnya, kalung itu berada di tangan Henry. Tak mau menunggu, saat itu juga Henry memakaikan kalung itu pada Eva di depan semua orang. Semua tamu yang hadir dibuat terkejut, saat tahu dia memakaikan kalung itu pada seorang wanita. Apa itu Istrinya?Wajar dia bersikap seperti itu, Istrinya benar-benar cantik!Aku kira dia bersama Sekertarisnya tadi!Kenapa aku tidak menyadarinya dari tadi?Yang lebih mengejutkan mereka adalah kemunculan Eva di publik. Selama kedatangannya bersama Henry, banyak yang tidak menyadarinya. Mereka berpikir, dia adalah Julia. Akhirnya, mereka tahu bagaimana wajah Istri dari CEO perusahaan terkenal di kota mereka. "Henry…?" suara Eva sedikit ragu, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Namun, Henry tidak menjawab. Dia memandangi kalung yang terpasang di leher Eva, tidak peduli semua orang menatap ke arahnya. "Ini …

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 145

    “Tuan Henry, mungkin lain kali kita harus bertemu. Saya akan membawa Istriku juga.” Pria itu begitu semangat. Istrinya, yang banyak menghabiskan waktu di rumah pasti akan senang bertemu dengan Eva. Henry terkekeh pelan. Dia pun menyetujui ucapan pria itu. “Saya setuju.”Pria itu tersenyum lebar, wajahnya begitu antusias. “Saya yang akan mengaturnya. Saya yakin para Istri pasti langsung akrab, dan pertemuan kita akan menyenangkan.” “Saya akan menunggu kabar Anda selanjutnya, Tuan.”“Kalau begitu, mari duduk dan nikmati acaranya, Tuan,” ujar pria itu sambil memberi jalan bagi mereka.“Terima kasih banyak,” kata Henry dengan nada halus, menyunggingkan senyum yang sedikit lebih santai.Pria itu membalas dengan senyum tipis, memandang mereka sejenak sebelum beranjak pergi, menyisakan mereka berdua di kursi VIP, dikelilingi oleh kemewahan acara yang sedang berlangsung. Suasana terasa nyaman dan eksklusif, meskipun Henry dan Eva tidak bisa mengabaikan tatapan-tatapan yang mulai tertuju pa

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 144

    Eva duduk di sofa dengan terkulai, matanya terpaku pada ponsel yang ada di tangannya. Dia memandang pesan yang baru saja dia kirimkan pada Samuel. Pesan yang selalu dia kirim dengan penuh harapan, meski tak pernah mendapat balasan. Terakhir kali mereka berinteraksi melalui telepon Henry, sejak saat itu, tak ada tanda-tanda Samuel membalas pesannya. Orang yang dulu selalu ada untuknya, kini tiba-tiba berubah. Tak ada kata-kata, tak ada jawaban, hanya ruang hening yang menyelimuti keduanya. Eva hanya ingin melihat kondisi Samuel, dia merasa banyak hutang budi dengan pria itu di saat semua hidupnya terombang ambing dalam ketidakpastian. Eva tampak berpikir keras. Perasaannya bimbang, antara harus menghubungi Samuel, atau membiarkan pria itu dengan dunianya. Dia merasa bingung. Perubahan sikap Samuel begitu cepat dan tiba-tiba. Sekarang, terasa Samuel tengah menjauh. Wajahnya tampak lesu, dan perasaannya begitu berkecamuk. Apakah aku melakukan sesuatu yang salah? Atau, dia beg

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status