Sam sedang fokus membaca file berisi proyek baru yang akan mereka bangun nanti.Perhatiannya teralihkan oleh pintu yang tiba-tiba terbuka."Pak Yudi?" tanyanya dengan kening berkerut heran."Apa Tuan sedang sibuk?" tanya Yudi basa basi lalu duduk di kursi depan meja Sam."Oh, tidak. Ada apa, Pak? Apa Papa ada perlu denganku?" tebak Sam."Tidak, Tuan Muda. Aku baru saja melihat Hendra keluar dari perusahaan. Apa yang tadi kalian bicarakan?" ucap Yudi telak.'Sudah kuduga! Pasti soal itu!' batin Sam."Dia hanya mengucapkan selamat, Pak. Itu saja," jelasnya dengan senyuman.Pak Yudi hanya manggut-manggut sambil membetulkan letak kacamatanya."Tuan tidak perlu memikirkan apa yang beliau katakan. Fokus saja dengan pekerjaan. Dia memang suka ikut campur urusan orang lain," ujar Yudi penuh arti.Sam paham maksud dari Pak Yudi mengatakan itu.Memang
Setelah melakukan berbagai kegiatan sesuai rencana, mereka memutuskan untuk istirahat sejenak karena hari sudah beranjak sore. Pak Agung meminta mereka semua untuk berkumpul untuk membicarakan hasil pekerjaan mereka hari ini."Apa semua sudah selesai?" tanya Pak Bambang memulai pembicaraan."Ini semua data yang kita perlukan, Pak. Lalu berdasarkan data pengukuran, wilayah resort ini cukup luas bahkan kita bisa menambahkan beberapa area tambahan sementara kalau nanti ada ide selanjutnya," ucap Pak Agung sambil menutup file yang dipegangnya."Baik. Apa ada lagi yang ingin ditambahkan?" tanya Pak Bambang menatap mereka semua."Saya rasa untuk hari ini sudah cukup, Pak!" jawab koordinator lapangan."Baiklah, kalau diantara kalian ada ide atau saran silahkan dipersiapkan karena setelah ini saya akan memberikan laporan kepada Pak Yudi dan kita akan melakukan meeting dua hari lagi. Saat meeting nanti diharapkan semua yang ikut survei hari i
Sarah meletakkan cangkir yang berisi teh di atas meja.Gadis itu pun duduk di sofa berseberangan dengan tamunya.Dia bingung harus mulai bicara dari mana untuk melepas kecanggungan. Apalagi setelah mengetahui siapa orang yang ada di hadapannya saat ini.Bahkan belum sempat Sarah bertanya siapa dan apa tujuannya, dia sudah memperkenalkan dirinya, seolah bisa membaca pikiran gadis itu."Siapa namamu?" tanyanya dengan suara lembut membuka obrolan."Nama sa-saya Sarah, Tante!" jawab gadis itu sedikit terbata.Dia sampai menelan ludah dan menggenggam tangan kirinya dengan erat karena gugup.Orang yang sedang menatapnya saat ini adalah Susan. Mamanya Sam.Dia sengaja datang untuk melihat siapa yang putranya temui, setelah melihatnya keluar dari apartemen ini.Sarah selalu menundukkan kepalanya karena merasa takut dan terintimidasi saat Susan melihat
"Putus?!!! Ada apa lagi sih ini?" ucap Sam frustasi.Sam berusaha untuk tetap tenang dan berpikir jernih.Dia merasa ada yang aneh dengan Sarah kali ini karena sebelumnya hubungan mereka baik-baik saja terakhir bertemu."Apa dia hanya bercanda? Atau merajuk karena aku sibuk?" ucap bingung sambil berasumsi sendiri.Dia tetap berusaha untuk berpikir positif.Sam pun mengirim balasan atas pesan Sarah itu.(Aku kamu bercanda, Sayang? Tunggu aku di apartemen nanti sore! Tidak ada penolakan.)Sam mengusap wajahnya dengan kasar dan meletakkan ponselnya di meja dengan lesu.Dia merasa lagi-lagi Sarah bersikap aneh.'Apa ada yang dia sembunyikan dariku?' batin Sam bertanya lagi."Tidak mungkin! Aku harus fokus hari ini. Ayo selesaikan satu persatu Sam!" gumamnya mencoba menyemangati dirinya sendiri.Meskipun hati dan pikirannya tidak di kantor tapi d
Sam menatap wajah Sarah dengan lekat."Masuklah dulu, Sam!" ucap gadis itu cuek.Setelah itu Sarah langsung berjalan menuju ruang tamu."Silahkan duduk!"Sam mengikuti pacarnya itu dengan langkah lesu.Sarah kemudian duduk di sofa dengan tenang sementara Sam terlihat gelisah.Dia sengaja tidak duduk di samping Sarah tapi memilih untuk berseberangan dengannya agar bisa melihat dengan jelas ekspresi dari wanita yang ia sayangi itu."Apa maksud dari SMS itu Sarah? Aku harap kali ini bukan bercanda 'ya?!" ucap Sam memulai pembicaraan."Maaf, Sam. Sepertinya keputusanku sudah bulat, dari awal kita memang tidak pernah cocok dan aku juga tidak ingin merepotkan kamu terus," ungkap Sarah.Sam mengusap wajahnya kasar dan dia pun menopang dagunya menggunakan kedua tangannya dan bertumpu pada lututnya."Sayang, sudah berapa kali aku katakan! Jangan pernah terpengaruh oleh ucapan orang lain. Selalu percaya dan y
Sam memegangi pipi kirinya yang memerah.Dia mencoba untuk tetap tenang."Ma, aku-""Diam!" ucap Susan geram.Susan yang tidak sadar sudah menampar anaknya, jadi merasa bersalah.Dia jarang sekali marah apalagi memukul anak semata wayangnya.Tadi dia benar-benar tersulut emosi karena Sam tidak mau mendengarkan nasehatnya kali ini."Maafkan mama, Nak. Mama tidak bermaksud kasar. Tadi mama emosi," ungkap Susan menyesali perbuatannya.Sam hanya tertunduk diam."Tidak apa, Ma. Sam yang seharusnya minta maaf. Beri Sam waktu untuk membuktikan pada mama kalau Sarah bukan wanita seperti yang mama pikirkan," Sam berusaha meminta waktu."Sam, tolong jangan sebut wanita itu lagi. Sekarang pergilah ke kamarmu dan istirahat. Besok kamu harus ke kantor!" jawab Susan cuek."Tapi, Ma. Sam ma-""Ada apa ini?" Adam berjalan masuk dan melangkah mendekati mereka. Dia mencari istrinya da
Raut wajah Sam berubah seketika saat melihat wanita itu lagi.'Kenapa dia suka sekali membuatku kesal!' batinnya menggerutu."Ayo, makan siang bareng, Mas. Pasti lapar kan habis meeting penting," ucapnya dengan tangan yang terlipat di depan dada."Mbak duluan saja makan siangnya. Saya masih ada kerjaan!" jawab Sam malas.Dia pun buru-buru menutup pintu tapi wanita itu dengan cepat mencegahnya dan masuk begitu saja ke dalam ruangan Sam.Wanita itu langsung mendorong tubuh Sam ke dinding.Sonia menatap wajah Sam dengan lekat."Hei, apa yang kamu lakukan?" tanya Sam cukup kaget."Aku punya satu permintaan kecil loh, Mas. Kamu pasti akan memenuhi itu," ucapnya penuh arti."Apa yang Mbak maksud? Awas!" ucap Sam sambil menyenggol bahu Sonia dan kembali duduk di kursinya.Sonia malah tersenyum puas melihat Sam yang kesal padanya.Dia pun berjalan santai dengan berlenggak lenggok kemudian duduk di kursi
Sarah berdecak kesal saat menutup telepon dan dengan cepat menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas.Dia pun kembali melajukan motornya menuju apartemen.Apartemen The King…Setelah sampai di kamar, Sarah langsung merebahkan tubuhnya di kasur.Rasa lelahnya pun berganti dengan rasa nyaman di punggungnya.Lalu jadi teringat saat orang itu menelponnya."Aku pikir mereka sudah tidak lagi mengganggu, tapi ternyata aku masih diawasi. Apa sebenarnya yang mereka inginkan?" gumamnya cemas.Ponsel Sarah pun berbunyi dan ada pesan masuk.(Ambil file yang berisi proyek resort baru, jangan sampai pria itu curiga dan serahkan pada kami secepatnya!)Sarah melongo membaca pesan itu. Tentu saja dia bingung dan tidak mengerti apa maksud dari SMS itu.(Apa maksudnya ini? File apa? Apa kalian menyuruhku untuk mencurinya dari Sam? Aku menolak! Aku tidak mau!)Sarah merasa hidupnya benar-benar kacau.
Kedua mata wanita blasteran itu membulat sempurna.Tentu dia bisa menebak siapa yang ingin bicara dengannya. Dia pun berusaha untuk duduk supaya tetap tenang dan tetap bertanya dulu guna memastikan.“Si-siapa, Pak?” ucapnya gugup.Lalu tanpa menjawab petugas itu langsung memberikan gagang telepon pada orang di sampingnya.[“H-ha … halo, Angel. A-apa kabar?” ucapnya dengan terbata.]Tentu saja Angelina tahu dan mengenal dengan baik siapa orang yang sedang bicara dengan saat ini.‘Mas Hendra!’ batinnya terkejut.“Untuk apa lagi kau menelponku? Berani sekali kau melakukan ini!” ketusnya langsung.Tangannya sampai mengepal dengan erat untuk meredam emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Hendra pun menelan ludahnya dengan kasar dia tahu tidak mungkin Angelina mau bicara dengannya atau lebih tepatnya orang yang sebentar lagi jadi mantan istrinya itu.Namun dia tidak punya pilihan lain.[“Angel, to-tolong dengarkan aku sebentar saja! Aku ingin bicara hal serius denganmu,” mintanya dengan s
Damar pun kembali ke perusahaannya setelah mengintai perusahaan Sam dari jauh.Dia pun mulai berpikir keras sekarang karena harus bisa membuat rencana selanjutnya. Apalagi Rio dan juga Johan sudah menyerahkan hal ini padanya.Tentu saja rasa gengsinya yang tinggi tidak akan terima kalau sampai ia gagal melakukannya."Perusahaan mereka cukup besar. Aku yakin butuh sesuatu yang berbeda untuk menumbangkan mereka. Ini tidak mudah," gumamnya seorang diri.Damar pun mengelus dagu dengan tangan kanannya.Lalu ia pun mengambil ponselnya dan menelpon temannya. "Halo, Johan! Aku sedang memikirkan kalian berdua dan juga rencana waktu itu. Menurutmu apa yang harus kita lakukan pada pemuda itu?"["Kenapa? Apa sekarang kau ragu?" tanya Johan memastikan.]Pria itu tersenyum sinis."Tentu saja tidak!" jawab Damar cepat. "Aku memang baru saja kembali ke perusahaanku setelah lewat di depan perusahaan mereka. Mereka sama sekali tidak bisa membuatku gentar. Ingat, kalian masih ada janji padaku!" ucapnya
Sarah sampai tergagap mendengar ucapan dari wanita yang terlihat masih muda itu. “Maaf, Mbak. Saya ini serius! Saya memang datang untuk membeli toko itu. Saya akan membuka toko kue,” jelas Sarah berusaha untuk meyakinkan. Tapi wanita itu malah mengangkat bibir atasnya dan memandang Sarah dengan remeh karena saat ini istri dari Samuel itu hanya memakai kaos blus yang dipadukan dengan celana jeans dan memakai sepatu Slip On biasa.Itu semua adalah baju yang biasa Sarah pakai bahkan sebelum menikah dengan Sam. Itu sebabnya dia terlihat sangat sederhana, bahkan mungkin tidak akan ada yang percaya kalau dia akan membeli salah satu ruko yang ada di kawasan elit itu. Sarah pun mengeluarkan kartu miliknya dan menyodorkannya di depan karyawan itu.“Ini, Mbak! Saya bisa bayar sekarang. Mana dokumen dan kuncinya? Mama mertua saya bilang saya tinggal mengambil kuncinya saja di sini!” ucapnya mulai terlihat kesal. Gadis itu pun mengambil kartu itu lalu membolak-baliknya.“Kartu apaan nih? Kart
Kening Sam berkerut mendengar ucapan Sarah. Dia melepaskan genggaman tangannya di pundak istrinya yang cantik itu secara perlahan. Kali ini Sam benar-benar memasang wajah mode serius. "What? Bisnis apa, Sarah?" Sam sedikit bingung kemana arah pembicaraan ini. Sarah sudah menduga reaksi yang akan Sam berikan saat dia mengutarakan keinginannya itu. Dia pun mengatur napas dan kembali berkata, "Aku kan sangat suka memasak, apalagi membuat cake. Jadi aku mau buka toko kue sendiri, Sam. Aku mau punya kegiatan juga daripada … hanya duduk bengong di rumah," jelasnya sedikit takut dengan wajah tertunduk. "A-apa? Hahaha!"Tidak seperti dugaan Sarah, Sam malah menertawakannya. "Loh, kenapa kamu ketawa? Apa ada yang lucu?" Sarah bertanya dengan polosnya. Sam menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku pikir kamu akan mengatakan sesuatu yang aneh atau apalah yang membuatku khawatir, ternyata hanya itu. Kenapa tidak la
Rio tersenyum senang mendengar itu. Keduanya pun bergegas menghampiri meja tempat pria itu sedang duduk. Johan pun mulai mengenalkan Rio dengan temannya itu secara langsung. Pria itu pun berdiri untuk menerima jabatan tangan dari Rio. "Aku Rio! Senang bertemu denganmu!" ucapnya mulai duluan. Dia pun tersenyum tipis, "Aku Damar! Senang bertemu denganmu juga!" jawabnya dengan suara berat yang khas. Terdengar sangat jantan dan pria sekali. Tubuh tinggi, tegap dengan kulit sawo matang semakin menambah kesan kalau dia orang yang pekerja keras. "Oke, Tuan-tuan. Cukup basa basinya! Mari kita lanjutkan obrolan ini dengan hal yang lebih serius!" ujar Johan terlihat bersemangat. Mereka pun duduk di kursi masing-masing, melingkari meja kaca yang ada di tengah. Tentu saja, Johan akan membahas soal masalah yang sudah menimpa Rio karena satu kesalahannya. Sekarang mereka ingin meminta bantuan pada Damar untuk menyaingi Sam. Ya, Damar Suseno adalah pengusaha yang sukses.Sama seperti Sam
"A-apa?! Untuk apa, Tuan?" kening Juna langsung berkerut bingung. Sam pun menyandarkan punggungnya ke kursi. Terlihat tidak ada beban dan rileks. "Tenanglah, Juna. Aku punya rencana lain kali ini," ucap Sam santai. Juna pun mendengarkan apa yang Tuannya itu katakan tentang rencananya. Meskipun sedikit berbelit dan rumit tapi Sam akan berpura-pura tidak tahu perihal kebebasan Rio. "Tapi aku sedang tidak ingin membicarakan mereka saat ini, Juna. Nanti saja kita urus mereka. Fokus dulu pada jadwal pekerjaan kita ke depan. Lagipula aku tidak mau mereka mengambil alih semua pikiranku. Mereka itu hanya tikus kecil!" ujar Sam sambil mengibaskan tangan kanannya. Juna mengangguk setuju, tapi baginya tetap saja hal itu mengganggu pikirannya dan membuatnya tidak tenang. Bagaimanapun juga mereka sekarang akan terang-terangan menjadi musuh setelah kejadian ini. Entah kenapa perasaannya yakin akan hal itu. Dia juga ma
Johan pun tersenyum menyeringai dan menjawab dengan santai. "Tentu saja! Jangan panggil aku Johan kalau tidak bisa melakukan hal itu!" ujarnya dengan menepuk dada sebelah kirinya, terkesan bangga. Mereka berdua pun tertawa bersama dan sangat terlihat akrab dengan merangkul pundak masing-masing. "Ayo! Aku traktir minum sepuasnya! Hahaha!" serunya dengan bersemangat. Mereka pun masuk ke dalam mobil untuk pergi ke klub miliknya. Hari ini khusus untuk merayakan kebebasannya setelah beberapa waktu merasakan dinginnya tidur di balik dinding sempit dan pengap. Pria itu adalah Rio. Ya, Johan memenuhi janjinya untuk menolong temannya itu ke luar dari penjara. Tentu saja dengan uang Rio miliki saat ini cukup untuk membuatnya bebas dengan syarat tetap harus ada penjamin yang mewakilinya. Meskipun Sam sudah meminta pihak kepolisian untuk memberatkan hukumannya tapi pria itu tidak gentar dan putus asa.Dia sudah banyak melakukan segala cara untuk bisa bebas. Dan akhirnya setelah lama men
Kedua mata Reno pun terbelalak lebar. Entah kenapa dia merasa sangat takut kalau sudah menyangkut nama Papanya. Kali ini Juna berhasil membuatnya semakin kehilangan kendali. Tapi dia sudah bicara jujur dan mengungkapkan segala sesuatu yang Juna inginkan. Reno pun memutuskan untuk melunak dan mengikuti apa yang pria itu mau. Demi papanya!"Ja-jangan! Aku mohon jangan ganggu Papaku! To-tolong dengarkan aku! Aku bicara jujur dan sudah mengatakan semuanya padamu. Aku tidak tahu menahu tentang apa yang gadis itu lakukan! Percayalah!" ucapnya dengan mengiba. Sorot matanya terlihat sangat ketakutan sekaligus sedih. Reno tidak ingin Papanya susah lagi karena ulahnya. Uang mereka sudah banyak habis untuk menebusnya dari penjara. Dia tentu saja tidak ingin jatuh miskin. Saat ini saja mereka masih cukup kesulitan untuk mengembalikan harta kekayaan yang hampir terkuras habis. Demi menyelamatkan perusahaan dan nama ba
Juna pun menautkan kedua alisnya mendengar permintaan Sam. Dia pikir Tuannya itu akan membicarakan soal pekerjaan atau sebuah proyek baru, tapi ternyata malah mencari pria yang sudah seharusnya mereka lupakan. "Maaf, Tuan. Kalau boleh saya tahu, untuk apa Tuan mencari pria itu? Bukankah kita tidak ada urusan lagi dengannya?" Juna memberanikan diri untuk bertanya. Sam pun membuka kancing jasnya dengan cepat dan duduk di kursi kebesarannya. "Juna, apa kamu lupa? Bukankah gadis gila itu bilang kalau ada yang membantunya bebas? Mereka bebas bersama dari penjara dan bisa saja kan pacarnya itu membantunya dalam penyerangan kemarin! Kau harus cari tahu hal itu!" ucapnya tegas. Juna pun buru-buru mengatupkan mulutnya. Dia malu, kenapa bisa sebodoh ini dan tidak terpikirkan ke arah sana.Padahal dialah yang seharusnya memikirkan hal itu, bukannya Sam. Juna pun mengangguk cepat sebelum Sam jadi marah, "Maafkan saya, Tuan! Saya ak