Bab103
Ketika Wiliam menuju apartemennya di kota Monarki. Jonas Welas, Amira dan Juana, telah menunggh kepulangannya.
Wiliam membuka pintu apartemen, dan mendapati Ibu, Kakak dan mantan tunangannya, duduk di ruang tengah.
"Lama sekali," keluh Amira, sembari menatap kesal ke arah Wiliam.
"Ada apa kesini?" tanya Wiliam dengan dingin.
"Aku mau bicara berdua!" sahut Jonas.
"Aku dulu," pinta Aluna dengan wajah mengiba.
"Hmmmm ...." Wiliam menatap malas, ke arah tiga orang itu bergantian.
"Oke," sahut Jonas, ia dan Amira menghela napas berat.
Aluna berdiri, mendekati Wiliam.
"Ayo!" ajak Aluna, menarik lengan Wiliam, dan membawanya menuju kamar.
Aluna mengunci pintu kamar, ketika mereka berdua, sudah masuk ke dalam.
"Ada apa?" tanya Wiliam dengan dingin.
Aluna merogoh tasnya, dan mengambil benda pipih, kemudian memperlihatkannya pada Wiliam.
"Aku hamil."
Wiliam meraih benda pipih itu, d
Bab104Aluna dan Wiliam pun keluar kamar. Amira dan Jonas Welas, masih duduk diruang tengah.Melihat kedua orang itu keluar. Jonas Welas pun berdiri."Sudah?""Hhmmm." Aluna hanya menyahut begitu, tanpa mau banyak merespon Jonas."Aku pulang dulu, Bu!" ucap Aluna Welas pada Amira."Iya sayang. Hati-hati ya di jalannya, jangan ngebut."Aluna mengangguk, ketika Amira memberikan perhatiannya. Aluna pun menuju keluar Apartemen Wiliam, dan berjalan menuju parkiran.Hatinya berkecamuk, memikirkan ucapan Wiliam tadi, mengenai kematian Wiliam yang sebenarnya."Ada apa?" tanya Wiliam, ketika dia dan Jonas Welas, berada di ruang kerja Wiliam."Aku dan Ibu akan tinggal di Monarki beberapa hari.""Welas enterprise bagaimana? Bukankah Ketua lagi dalam masa kritis.""Aku kesini bukan tanpa alasan!""Maksudmu?""Aku akan mengambil kursi Juana Zambora. Sebab Giant Company Group, bekerjasama
Bab105Bruuckkk .... Jonas melayangkan tamparan keras, ke perut Wiliam Welas."Kamu pantas mendapatkannya, berani sekali kamu melawanku! Dasar budak sialan," maki Jonas, dengan deru napas memburu, memperlihatkan jelas kobaran api kemarahannya.Wiliam sedikit meringis, namun ia kembali berusaha berdiri tegak."Kamu seharusnya menurut apa kataku! Atau kamu mau, nasib Wiliam yang asli, juga kamu alami."Wiliam memandangi Jonas sesaat."Apa yang kamu inginkan?" tanyanya."Serahkan jabatan CEO Giant Company Group kepadaku!" titah Jonas Welas dengan tegas.Wiliam terkekeh."Kamu yakin, ingin mengambil, yang memang sudah menjadi hakku?" tanya Wiliam Welas, dengan senyuman kecil penuh ejekkan.Hal itu, membuat Jonas Welas kembali murka. Ia pun berniat kembali memukul Wiliam.Namun, ketika kepalan tinjunya mengudara, menuju ke arah Wiliam, dengan ksigap Wiliam tangkap.Dan Jonas pun, mendapatkan bogeman menta
Bab106Wiliam memasuki kamarnya, dan berjalan menuju kamar mandi. Lelaki tampan itu, melepaskan kemejanya yang sedikit kotor dan kusut.Amira masuk ke dalam kamar Wiliam dengan emosi yang meluap-luap."Wiliam, apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa kalian berdua sebrutal itu?" tanya Amira, dengan deru napas memburu."Tanyakan sama anak kesayangan Ibu," sahut Wiliam, sembari mencoba menutup pintu kamar mandi.Bergegas Amira mendekat, dan menahan daun pintu kamar mandi."Wiliam, mengapa sikap kamu semakin berubah? Seingat Ibu, kamu begitu penurut pada kami."Wiliam menghela napas berat. Ia pun menoleh, ke arah Amira, yang masih berdiri di depan pintu kamar mandinya."Semut saja kalau terancam, akan mengigit. Apalagi, kalau diinjak.""Kamu terancam?""Tentu saja! Semua yang hancur didalam itu!" tunjuk Wiliam ke arah keluar. "Perbuatan anak kesayangan Ibu," lanjutnya."Ya alasannya apa? Mengapa Jonas sampai semar
Bab107"Siapa yang menyuruhmu?" teriak Juana Zambora."Kamu yakin ingin tau?" tanya Maroko, sembari memainkan jemarinya, di daerah sensitif, milik Juana.Juana sekuat tenaga, menahan diri untuk tidak mendesah."Jawab!" teriak Juana, sembari menahan deru napasnya yang kian memburu, menandakan napsunya mulai bermain."Aku lihai dalam memberi kepuasan. Mari bermain-main dulu! Kujamin, kau tidak akan menyesal, Nona," bisik Maroko lagi.Cuiihhh .... Juana memberikan semburan ludah, ke wajah Maroko.Lelaki itu nyaris terpancing emosi. Namun dia berusaha tenang dan menyeka ludah, yang menempel di wajahnya.Lelaki itu sedikit kasar kali ini, dia langsung menciumi bibir mungil Juana, dan mengisap bibir itu dengan kuat.Hingga darah segar keluar dari mulut Juana. Lelaki itu terkekeh, dan melepaskan bibir Juana yang terluka."Karena mulut kamu yang nakal. Maka, aku menghukumnya."Ucapan Maroko memang nampak sang
Bab108"Menjauh dariku! Kau menjijikkan!" pekik Juana.Maroko pun berdiri, dengan perasaan sangat kesal. Ia pun membersihkan wajahnya, yang terkena muntahan Juana.______"Wiliam ...." Amira kembali menggedor, kamar Wiliam.Dengan sangat malas, Wiliam bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju daun pintu.Ketika pintu kamar telah terbuka lebar, Wiliam melihat wajah Amira yang nampak terlihat panik."Hhmm, ada apa, Bu?""Wil, itu!" Amira menunjuk ke arah luar. "Ada anak buahnya Welas," lanjutnya dengan gemetar.Wiliam tidak banyak bertanya. Ia melangkah menuju ruang tengah, diikuti Amira yang sedikit gelisah."Tuan ...." Kedua tamu itu pun, berdiri, dan memberi hormat pada Wiliam."Ada apa kalian kemari?" tanya Wiliam, sembari mempersilahkan mereka duduk.Mereka berempat duduk, berhadap-hadapan."Saya Alendra, kuasa hukum Tuan Welas.""Hhhmmm ....""Tuan, Anda diminta un
Bab109Beberapa orang terkapar, hanya karena tendangan Wiliam. Amira masih memeluk erat lengan anaknya, dengan tubuhnya yang kian gemetar."Bu! Duduklah," pinta Wiliam, sembari menyentuh lembut tangan Ibunya, yang memeluk erat tangan Wiliam.Amira menggelengkan kepalanya. "Enggak mau!" sahutnya."Bu, terlalu berbahaya. Wiliam takut, Ibu kena pukulan mereka."Ingin Amira bersikeras. Namun, melihat bahaya mengancam mereka, Amira terpaksa menuruti ucapan Putranya.Amira duduk, dengan rasa takut, yang masih meliputi hatinya.Meskipun pada kenyataanya, Wiliam telah berkali-kali, membuat mereka tumbang."Anda benar-benar mengibarkan bendera perang!" ucap Alendra, ketika melihat anak buahnya, terkapar semua di lantai.Hatinya panas, namun dia tahan sekuat tenaga."Aku tidak merasa melakukannya. Hati-hati, bisa jadi, kamu yang akan tertuduh!" seru Wiliam, sambil tersenyum mengejek.Alendra terkekeh, mendengar
Bab110Aluna terkejut, mendengar gumaman Ayahnya."Mengapa Ayah bersikap seperti ini? Apa karena Juana? Wanita sialan itu," teriak Aluna.Keterkejutan Welas, mendengar anaknya berteriak, membuat tatapan matanya membulat sempurna pada Aluna. Tidak dia sangka, Aluna akan berkata sekasar itu, tentang Juana.Sedangkan perasaan lelaki tua itu, kini diliputi kemarahan, atas menghilangnya Juana dan saham Juana yang berpindah ke Wiliam 50% nya.Welas merasa yakin, Wiliam menyembunyikan Juana kini, dan berniat memisahkan dia dan Juana.Bahkan, Wiliam yang kini menjabat sebagai CEO Giant Company Group pun, sudah menyebar di penjuru kota Monarki.Pelengseran Juana, pun sampai ketelinga keluarga besar Zambora. Namun mereka tidak ada yang lagi perduli.Sebab bagi mereka, itulah ganjaran, dari kejahatan Juana."Jangan pernah berkata kasar tentang Juana!" teriak Welas, pada Aluna yang mulai terisak."Ayah please, buka mata
Bab111Seminggu telah berlalu. Dan Wiliam tetap tidak menghubungi Aluna lagi. Bahkan, panggilan telepon dari Aluna, tidak kunjung mendapat jawaban.Pintu kamar Aluna diketuk."Ada apa lagi? Kurang lama kurungannya," pekik Aluna Welas dengan kesal."Ketua ingin bertemu. Beliau, sudah ada di ruangannya."Aku bangkit dari pembaringan empuknya, sembari terus berpikir."Ayah sudah pulang," gumamnya, sembari melangkah, menuju daun pintu kamar.Dengan tergesa, dia pun membuka pintu kamar, yang sudah dilepas gemboknya dari luar."Dasar brengsek kalian semua," maki Aluna, ketika pintu kamar telah terbuka. Kedua penjaga kamarnya, hanya menundukkan kepala, tanpa berani menatap mata tajam Aluna Welas.Aluna berjalan cepat, menuju ruangan Ayahnya.Di dalam ruangan, Welas menunggu kedatangan Putri kesayangannya."Ayah," gumam Aluna.Welas mengulas senyum, dan meminta Aluna Welas untuk duduk."Lanjutkan
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe