Bab44 "Wiliam!! Aku tidak perlu mendengar surat wasiat itu. Jika memang kamu inginkan harta, silahkan ambil semuanya," ucap Alberto Mose, dengan kedua tangan yang dia masukkan ke saku celananya. Sedangkan kedua anak buahnya, berdiri di samping Alberto Mose dengan waspada. Mendengar ucapan sang paman, Wiliam tersenyum menyeringai. "Tidak sesederhana itu, Paman. Ada hal, yang harus kamu dengar dan kamu pertanggung jawabkan. Kupikir aku bisa berdamai denganmu, dan membiarkan semua masa lalu itu berlalu. Tapi ternyata, aku tidak bisa. Paman begitu berbahaya, jika aku terus diam." "Maksud kamu?" tanya Alberto yang mulai gugup. Namun lagi- lagi Wiliam terkekeh, melihat tingkah Alberto, yang seolah tidak mengerti apa- apa. "Paman pikir, dengan menghilangnya aku dari kota Monarki, maka Paman leluasa melakukan kejahatan terhadap mendiang Kakek, bahkan sampai menghilangkan nyawanya----" Alberto memotong perkataan Wiliam dengan berteriak. Di depan awak media, Alberto merasa nyawanya telah
Bab45 "Siapakah Nona ini?" tanya Wiliam, sembari tersenyum. "Kau bahkan tidak mengenal aku? Sungguh kasihan. Apakah pantas, anda disebut Tuan muda keluarga Mose?" Wiliam semakin mengernyit, mendengar ucapan wanita, yang mengenakan pakaian pelayan ini. "Dorista, apa yang sedang kamu ucapkan itu?" tanya Alberto, yang semakin kebingungan. Wanita yang bernama Dorista itu kini tersenyum lebar. Wanita itu memberikan sebuah benda hitam berukuran kecil, kepada Mantako Jordan. Lelaki itu pun meraih benda kecil itu, dan---- Sebuah rekaman kejahatan Alberto Mose, Lili dan juga Welas terlihat jelas di layar laptop milik Wiliam. "Dorista, dari mana kamu dapatkan rekaman itu?" bentak Alberto Mose. "Apa harus Anda kuberitahu?" "Dorista, siapa kamu sebenarnya? Apa maksudmu menusuk aku seperti ini?" bentak Alberto Mose, yang kini sedang panik. Sebab beberapa anak buah Wiliam, sedang mengacungkan senjata api kepadanya. Dorista Joni terkekeh. "Kalian pasti lupa, betapa kejamnya ketua pada oran
Bab46 "Ayah, kau membuat anak- anakku terkejut dan ketakutan," seru Aluna dan menghentikan langkahnya. "Aluna Welas! Dengarkan aku baik- baik. Aku tidak perduli dengan kedua anak itu, yang aku tanyakan, mengapa kamu kembali tanpa izinku?" bentak Welas, membuat Jeremy menangis kencang. "Ibu ..., Jeremy tacutt," teriak anak itu, sambil menarik baju Aluna Welas dengan kuat. Sedangkan Case menutup wajahnya dengan baju Ibunya. Gadis kecil itu pun ikut gemetar, tapi dia tidak menangis sama sekali. "Ayah keterlaluan," kata Aluna. Sembari menggendong dan menenangkan Jeremy. Aluna berniat berbalik. "Tetap di situ! Pelayan perempuan kemari," teriak Welas. Kemudian seorang pelayan perempuan yang posisinya paling dekat berlari tergopoh mendekati mereka. "Ya, Tuan." "Bawa kedua anak Aluna ke kamarnya dan tenangkan mereka! Sedangkan Aluna, tetap di sini, kita perlu bicara!" tegas Welas. Lelaki itu kini sangat marah pada anak perempuannya itu. Tanpa dia lihat lagi, bahwa wajah kepala keamana
Bab47 "Ada berita apa?" tanya Welas pada semua yang berdiri di dekatnya. Lelaki tua itu berulang kali menarik napas, untuk menetralkan emosi dalam dadanya yang meletup- meletup. Kepala keamanan langsung bersuara, dengan perasaan gugup. "Tuan Alberto Mose dihakimi di depan media. Semua kejahatannya telah terungkap dan semua sudah terbukti. Pembunuhan berencana hingga menghilangkan nyawa tuan Jhon Mose." Mendengar penuturan kepala keamanan rumah, Welas sangat terkejut. "Bukan hanya itu, nama anda pun terseret dalam hal ini. Tuan Alberto Mose mati di tembak, tepat di kepalanya. Dan menurut keterangan terakhir dari Tuan Wiliam, dia akan menemui anda, untuk di mintai pertanggung jawaban dan diadili di Negeri Fantasy ini." "Shitt! Bodoh sekali Alberto Mose itu! Lalu siapa orang yang dia tembak pagi tadi di mobil itu?" "Menerut beritanya, itu adalah Tuan Marvin, asisten tuan Wiliam." "Celaka!" desis Welas sedikit panik dan juga gugup. Kemudian lelaki tua itu memanggil Aluna dengan b
Bab48 "Kami mendapat perintah dari Pengadilan Negeri Fantasy, untuk membawa anda." "Baiklah." Welas menarik napas, lelaki itu sadar, dia tidak akan lepas dari jerat hukum. Sebab semua bukti mengarah kepadanya, bahkan media telah menyorot semua bukti yang memberatkan Welas. Karir dan nama baik lelaki tua itu telah hancur sekarang ini. "Aku berpamitan pada anakku dulu," ucap Welas lagi. Dengan gontai, Welas berjalan menaiki anak tangga. 10 lelaki itu menunggu di depan istana Welas dengan tegak. Sedangkan beberapa anak buah Welas diam tanpa suara dan juga berdiri di depan pintu utama. Hingga bruucckkkk, terdengar suara seperti benda jatuh. "Aaaaaaaaakkkkkk ...." seorang pelayan perempuan berteriak, membuat semua terkejut. "Seseorang melompat dari atas!" teriak pelayan itu dari atas balkon lantai 2. Semua berlarian keluar memeriksa halaman. Hingga di samping istana, tubuh Welas di temukan hancur berlumur darah, dengan kepala pecah. Aluna Welas histeris, melihat semua itu dan me
Bab49 "Aku turut bersedih," seru wanita, yang disebutnya Angela. Wanita bernama Angela itu memiliki tubuh ramping, tinggi, berkulit putih dengan rambut panjang pirang bergelombang. Aluna gegas bangkit dan memeluk wanita cantik berhidung mancung itu. "Tenanglah, semua akan baik- baik saja, oke." Angela mengusap lembut punggung Aluna. "Aluna Welas, siapa dia?" tanya suara datar perempuan paru baya, dengan dandanan lumayan nyentrik. Aluna Welas melepaskan pelukannya dan melihat ke arah asal empu suara tadi. "Tante Merlin," seru Aluna lagi. "Hhmm, tidak kusangka, kematian ayahmu begitu memalukan," seru wanita paru baya, bernama Merlin tersebut. "Bu, kendalikan dirimu," pinta Angela lembut. "Bagaimana aku bisa mengendalikan diri? Yang mati bunuh diri itu adalah Kakak Ibu, yang benar saja kamu, sakit hati ini," tegas Merlin, tidak senang ditegur anaknya. "Bu, kita semua sedang berduka. Lagi pula, ini sudah takdir dan pilihan Paman," jawab Angela, masih dengan suara pelan. Wiliam
Bab50 "Dia tampan dan entah mengapa, aku merasakan getaran aneh, ketika dia menatapku," desah Angela seorang diri di dalam kamar. Kini, dia dan Ibunya tinggal di istana Welas bersama Aluna Welas. Wanita itu mematut dirinya di depan cermin, sembari tersenyum manis. "Wajah cantik wanita ini lumayan juga. Setidaknya, aku tidak sejelek dulu," lirih wanita itu kembali. Sementara di dalam kamar lainnya, Aluna meratapi diri yang semakin tidak beruntung. Saudara kandung ayahnya begitu seenaknya dalam berkata dan bersikap pada Aluna juga pada si kembar. "Mau kemana? Sudah rapi saja," celetuk Aluna Welas, ketika Angela memasuki ruang makan dan duduk di meja makan bersama mereka. Kedua bocah kembar itu tengah sibuk menyantap sarapan pagi buatan Ibunya. "Aku mau ngecek usahaku di kota Monarki." "Usaha? Usaha apa?" tanya Aluna penasaran. Angela tersenyum. "Toko barang branded, yang berada di kawasan pusat perbelanjaan di sana," jawab Angela santai. "Wah, selain cantik, ternyata kamu pand
Bab51 "Untuk apa menikah? Demi anak, bukan karena cinta?" Wiliam menghela napas. "Aku merasa seakan mengkhianati Esmeralda, jika aku mencintai wanita lain," ungkap Wiliam, membuat hati Aluna hancur semakin dalam. Kini tubuhnya seakan melayang, pijakkannya terasa melemah seketika, membuat wanita itu nyaris kehilangan keseimbangan tubuh. "Selugas itu, kamu seakan tidak mengerti, bahwa ungkapan semacam itu, sangat melukai hati." "Maaf," lirih Wiliam. "Tapi ini tentang kejujuran. Ayolah Aluna, berhenti bersikap kekanakan. Bagaimana pun juga, kita ini orang tua." Aluna berkali- kali menghela napas berat. "Menikahlah denganku," pinta Wiliam lagi. "Biarkan aku berpikir lagi," sahut Aluna. "No, waktuku tidak banyak di negeri ini, aku harus kembali ke kota Monarki. Jika kamu tidak bisa memberikan jawaban, kedua anak itu aku bawa sekarang juga," tegas Wiliam. "Kau ...." Aluna menunjuk wajah Wiliam dengan suara serak. "Jangan memaksaku! Kau tidak berhak membawa mereka!" bentak Aluna W