Tuan MudaBab 41 Welas dan Alberto Mose memasuki ruang bawah tanah, untuk melakukan penyiksaan pada Marvin, yang mereka kira itu Wiliam. Wajah Marvin ditutupi kain hitam, dan Welas dengan cepat membukanya. "Hah ...." Welas dan Alberto sangat terkejut. "Siapa kamu?" tanya Welas. Lelaki bernama Marvin itu pun mendongak dengan lemah. "Aku Marvin, asisten tuan Wiliam." "Siapa yang suruh kamu datang?" bentak Alberto kesal. "Tuan Wiliam, sebab dia sedang berkunjung ke Negeri Fantasy, untuk bertemu wanitanya. Sehingga, aku diminta untuk kesini, menggantikan urusannya bertemu dengan tuan Alberto Mose." Mendengar jawaban Marvin, Welas sangat terkejut dan teringat akan kedatangan Aluna Welas kembali secara diam- diam. "Brengsek!! Lelaki itu malah menemui anakku." Welas mengepalkan tinju, dan langsung berlalu dari ruang bawah tanah. "Anda mau kemana?" tanya Alberto sambil berteriak, sebab Welas terus berjalan tergesa- gesa menuju keluar ruangan. "Aku harus kembali ke Negeri Fantasy se
Tuan MudaBab42 "Halo, Paman dimana?" Wiliam memanggil Alberto, sembari memasuki istana Mose. Kedua anak buah Alberto yang berjaga di depan pintu pun menegang. "Tuan Wiliam menuju kemari," seru anak buah Alberto. "Dorista, gunakan baju pelayan itu dan tetaplah tinggal di dalam kamar," titah Alberto Mose. Wanita itu pun mengangguk dan berlari menuju kamar. Pelayan perempuan yang berada di depan pintu pun mengikuti Dorista. Dorista Joni, seorang CEO Lion enterprise yang memendam dendam pada Alberto. Wanita itu mendekati Alberto selama ini dengan harapan, akan merebut kekuasaan Alberto di kota Yuzong. Di kota Yuzong, Lion enterprise merupakan perusahaan kedua yang bersaing ketat dengan Mose enterprise. Hanya saja, Lion masih dalam tahap pengembangan kembali, setelah pernah mengalami masa krisis, karena serangan dari pihak lawan, ketika Mose enterprise masih dipegang Jhon Mose. Wiliam tersenyum, ketika melihat Alberto Mose duduk dengan tenang. "Wiliam, mengapa baru datang?" tanya
Tuan MudaBab43 "Tuan ...." Salah satu anak buah Wiliam bersuara dan masih tetap menggendong tubuh Marvin yang sudah tidak bernyawa itu. Wiliam menoleh, merasakan perih di hatinya, melihat asistennya mati secara mengenaskan. "Tuan Marvin terikat di ruang bawah tanah." Wajah Wiliam menggelap, apalagi ketika satu anak buahnya membawa seseorang yang babak belur ke lantai 3 juga. "Katakan pada Tuan kami, apa yang telah kamu lakukan kepada Tuan Marvin," desak anak buah Wiliam itu, sembari mendorong kasar, lelaki yang babak belur itu. Wiliam menatap tajam, wajah yang nyaris mencium lantai keramik itu.Mendekat, Wiliam tiba- tiba mencengkram wajah lelaki itu. "Katakan padaku dengan jelas! Jika 1 saja kebohongan keluar dari mulutmu, bukan hanya kamu yang akan mati hari ini, tapi seluruh anggota keluargamu akan ikut menanggung?" ancam Wiliam dengan emosi. "Wiliam!! Apa yang kalian lakukan padanya?" bentak Alberto Mose, panik. "Cepat!" teriak Wiliam dan tidak memperdulikan suara sumban
Bab44 "Wiliam!! Aku tidak perlu mendengar surat wasiat itu. Jika memang kamu inginkan harta, silahkan ambil semuanya," ucap Alberto Mose, dengan kedua tangan yang dia masukkan ke saku celananya. Sedangkan kedua anak buahnya, berdiri di samping Alberto Mose dengan waspada. Mendengar ucapan sang paman, Wiliam tersenyum menyeringai. "Tidak sesederhana itu, Paman. Ada hal, yang harus kamu dengar dan kamu pertanggung jawabkan. Kupikir aku bisa berdamai denganmu, dan membiarkan semua masa lalu itu berlalu. Tapi ternyata, aku tidak bisa. Paman begitu berbahaya, jika aku terus diam." "Maksud kamu?" tanya Alberto yang mulai gugup. Namun lagi- lagi Wiliam terkekeh, melihat tingkah Alberto, yang seolah tidak mengerti apa- apa. "Paman pikir, dengan menghilangnya aku dari kota Monarki, maka Paman leluasa melakukan kejahatan terhadap mendiang Kakek, bahkan sampai menghilangkan nyawanya----" Alberto memotong perkataan Wiliam dengan berteriak. Di depan awak media, Alberto merasa nyawanya telah
Bab45 "Siapakah Nona ini?" tanya Wiliam, sembari tersenyum. "Kau bahkan tidak mengenal aku? Sungguh kasihan. Apakah pantas, anda disebut Tuan muda keluarga Mose?" Wiliam semakin mengernyit, mendengar ucapan wanita, yang mengenakan pakaian pelayan ini. "Dorista, apa yang sedang kamu ucapkan itu?" tanya Alberto, yang semakin kebingungan. Wanita yang bernama Dorista itu kini tersenyum lebar. Wanita itu memberikan sebuah benda hitam berukuran kecil, kepada Mantako Jordan. Lelaki itu pun meraih benda kecil itu, dan---- Sebuah rekaman kejahatan Alberto Mose, Lili dan juga Welas terlihat jelas di layar laptop milik Wiliam. "Dorista, dari mana kamu dapatkan rekaman itu?" bentak Alberto Mose. "Apa harus Anda kuberitahu?" "Dorista, siapa kamu sebenarnya? Apa maksudmu menusuk aku seperti ini?" bentak Alberto Mose, yang kini sedang panik. Sebab beberapa anak buah Wiliam, sedang mengacungkan senjata api kepadanya. Dorista Joni terkekeh. "Kalian pasti lupa, betapa kejamnya ketua pada oran
Bab46 "Ayah, kau membuat anak- anakku terkejut dan ketakutan," seru Aluna dan menghentikan langkahnya. "Aluna Welas! Dengarkan aku baik- baik. Aku tidak perduli dengan kedua anak itu, yang aku tanyakan, mengapa kamu kembali tanpa izinku?" bentak Welas, membuat Jeremy menangis kencang. "Ibu ..., Jeremy tacutt," teriak anak itu, sambil menarik baju Aluna Welas dengan kuat. Sedangkan Case menutup wajahnya dengan baju Ibunya. Gadis kecil itu pun ikut gemetar, tapi dia tidak menangis sama sekali. "Ayah keterlaluan," kata Aluna. Sembari menggendong dan menenangkan Jeremy. Aluna berniat berbalik. "Tetap di situ! Pelayan perempuan kemari," teriak Welas. Kemudian seorang pelayan perempuan yang posisinya paling dekat berlari tergopoh mendekati mereka. "Ya, Tuan." "Bawa kedua anak Aluna ke kamarnya dan tenangkan mereka! Sedangkan Aluna, tetap di sini, kita perlu bicara!" tegas Welas. Lelaki itu kini sangat marah pada anak perempuannya itu. Tanpa dia lihat lagi, bahwa wajah kepala keamana
Bab47 "Ada berita apa?" tanya Welas pada semua yang berdiri di dekatnya. Lelaki tua itu berulang kali menarik napas, untuk menetralkan emosi dalam dadanya yang meletup- meletup. Kepala keamanan langsung bersuara, dengan perasaan gugup. "Tuan Alberto Mose dihakimi di depan media. Semua kejahatannya telah terungkap dan semua sudah terbukti. Pembunuhan berencana hingga menghilangkan nyawa tuan Jhon Mose." Mendengar penuturan kepala keamanan rumah, Welas sangat terkejut. "Bukan hanya itu, nama anda pun terseret dalam hal ini. Tuan Alberto Mose mati di tembak, tepat di kepalanya. Dan menurut keterangan terakhir dari Tuan Wiliam, dia akan menemui anda, untuk di mintai pertanggung jawaban dan diadili di Negeri Fantasy ini." "Shitt! Bodoh sekali Alberto Mose itu! Lalu siapa orang yang dia tembak pagi tadi di mobil itu?" "Menerut beritanya, itu adalah Tuan Marvin, asisten tuan Wiliam." "Celaka!" desis Welas sedikit panik dan juga gugup. Kemudian lelaki tua itu memanggil Aluna dengan b
Bab48 "Kami mendapat perintah dari Pengadilan Negeri Fantasy, untuk membawa anda." "Baiklah." Welas menarik napas, lelaki itu sadar, dia tidak akan lepas dari jerat hukum. Sebab semua bukti mengarah kepadanya, bahkan media telah menyorot semua bukti yang memberatkan Welas. Karir dan nama baik lelaki tua itu telah hancur sekarang ini. "Aku berpamitan pada anakku dulu," ucap Welas lagi. Dengan gontai, Welas berjalan menaiki anak tangga. 10 lelaki itu menunggu di depan istana Welas dengan tegak. Sedangkan beberapa anak buah Welas diam tanpa suara dan juga berdiri di depan pintu utama. Hingga bruucckkkk, terdengar suara seperti benda jatuh. "Aaaaaaaaakkkkkk ...." seorang pelayan perempuan berteriak, membuat semua terkejut. "Seseorang melompat dari atas!" teriak pelayan itu dari atas balkon lantai 2. Semua berlarian keluar memeriksa halaman. Hingga di samping istana, tubuh Welas di temukan hancur berlumur darah, dengan kepala pecah. Aluna Welas histeris, melihat semua itu dan me