Bab35 Plakkk .... tamparan keras mendapat di wajah Jonas Welas. "Apa tujuanmu?" tanya Welas kepada Jonas. Jonas yang tidak berdaya melawan, dengan tangan terikat kencang di kedua tiang ruangan. Helaan napas berat, sembari menatap sendu mata Welas yang kini tengah marah. "Sungguh aku tidak sengaja melakukannya pada Wiliam. Dan jujur, aku iri pada Wiliam, karena Aluna Welas lebih menyukainya. Padahal, aku lebih hebat dalam segala hal, juga fisik." Welas mendengkus. "Konyol sekali. Kemudian tujuanmu menjadikan Jeremy Mose sebagai Wiliam itu apa?" tanya Welas kembali. "Aku sungguh tidak tahu, bahwa dia Jeremy Mose. Yang aku tahu, dia dendam dengan Lili dan meminta bantuanku, ketika aku memintanya untuk berpura-pura menjadi Wiliam, dia menyanggupi. Sungguh, aku hanya tidak ingin Ibu marah dan tahu kematian Wiliam." "Kau bodoh! Dan sekarang, seluruh dunia tahu kejahatanmu. Kau mencoreng nama besar Welas dan membuat aku kehilangan wajah di mata dunia." "Maaf," lirih Jonas. "Pengawal
Bab43 Perjalanan malam secara rahasia, membawa Aluna meninggalkan Negeri Fantasy, dengan menggunakan pesawat zet pribadi. Hati Aluna Welas abu-abu. Kadang dia meringis menahan sakit di hati, membayangkan sesuatu yang memilukan sembari memusut pelan perutnya yang masih rata. "Kita akan berjuang sama-sama, sayang. Meskipun tanpa Ayah, Ibu akan selalu merawat kalian dengan baik. Sehat dan segeralah lahir ke dunia ini, temani hari Ibu melawan sepi. Semua ini Ibu lakukan, semata-mata demi kalian, oke." Aluna Welas bergumam dalam hati, sembari tersenyum kecil. Welas sendiri, sudah berjanji, akan memberikan fasilitas terbaik untuk anak dan cucunya kelak, selama tinggal di Negeri Awan. Aluna merasa kesal, jika teringat bayangan sang Ayah, yang begitu kekeuh menginginkan kepergiannya dari kota kelahirannya tersebut. "Baik-baik di sana. Ingat janji kamu, harus menyelesaikan pendidikan dengan baik." "Iya, Ayah." Ucapan Welas mengiringi perjalanan panjang Aluna. Sulit dia pahami, mengapa
Tuan Muda Bab37 Wiliam Alexander bersama Afkar Savire dan beberapa team keamanan lainnya ikut berkunjung ke pusat perbelanjaan terbesar di kota Monarki. "Gedung ini sudah menghasilkan pemasukan tertinggi setiap bulannya," seru Afkar Savire. Mereka terus berjalan menyusuri gedung. "Dasar Manager bodoh! Seharusnya kamu bisa memilih pelayan terbaik untuk toko ini. Bagaimana mungkin, orang seperti dia menjadi bagian dari toko barang branded ini." Seorang wanita paru baya berteriak ke arah lelaki yang mengenakan baju kemeja putih, dengan dasi berwarna biru. "Maafkan kami, Nyonya. Mengenai ketidaknyamanan anda terhadap sistem pelayanan, kami akan memperbaiki lagi." Lelaki itu menjawab dengan ramah. Wiliam dan team menghentikan langkah, dan melihat ke arah toko yang sedang ribut itu. "Pecat wanita itu! Pekerjaannya sangat buruk!!" hardik wanita itu dengan suara keras. "Ibu ...." Wanita muda dengan style yang anggun mendekati wanita paru baya yang sedang mengamuk itu. "Sudahlah, pe
Tuan MudaBab38 "Welas, apakah anak buahmu sudah mempersiapkan semuanya?" tanya Alberto Mose. "Tentu saja! Ini masa yang aku tunggu, melihat kematiannya," sahut Welas dengan menggebu. "Karena lelaki bajingan itu! Aku harus berpisah dengan putriku satu- satunya. Dan kini, putri malangku harus mengurus dua orang keturunan lelaki itu." Welas menarik napas, diikuti gelak tawa dari Alberto Mose. "Rupanya kau sudah resmi menjadi seorang kakek! Selamat untukmu." Alberto Mose terkekeh. "Andai saja anakku dan Lili masih ada, mungkin aku pun tidak akan kesepian, dan menjadi seorang kakek juga." Lelaki itu pun merasakan kesedihan mendalam, kala mengingat Roberto Mose dan Lili.__________ Sebelum melakukan penerbangan ke kota Yuzong, Wiliam mendapat telepon dari anak buahnya. "Tuan, di Bandara Negeri Fantasy, ada seorang anak kecil laki-laki, yang sangat mirip dengan Tuan Jeremy saat muda." Mendengar ucapan dari anak buahnya itu, Wiliam tersedak dari sarapannya. "Ikuti mereka, aku aka
Tuan MudaBab39 "Eemi tidak mau acuk," tolak anak lelaki itu. "Masuk, atau Ibu akan marah," ancam Aluna. "Tunggu." Wiliam berusaha meraih lengan kecil Jeremy. Namun dengan cepat, Aluna Welas menepisnya. "Jangan sentuh anakku!" tegas Aluna. Wiliam semakin tidak percaya, bahwa Aluna, mampu melakukan hal sekasar ini kepadanya. "Bawa dia masuk," titah Aluna, kepada lelaki gendut itu. Dan Jeremy pun diangkat, dan di masukkan ke dalam mobil. Aluna membuka maskernya, dan juga topi besar yang menutupi wajah cantiknya. Wajah Aluna Welas, nampak semakin terlihat cantik dan dewasa. "Jangan coba-coba mengusik kehidupan kami." Aluna menatap tajam wajah Wiliam Alexander. "Apa maksudmu, memberikan dia nama Jeremy?" "Suka-suka aku," sahut Aluna dengan sikap acuh tak acuh. Wiliam menghela napas berat, mendapati sikap dingin Aluna kini. "Case, ayo keluar!" pinta Aluna. Dan gadis kecil, mungil nan cantik itu, pun keluar dari dalam rok kain yang di kenakan Aluna Welas. Aluna meraih tubuh ke
Tuan MudaBab40 Sesampainya di Bandara, Marvin yang mengenakan jaket kulit hitam, dengan topi dan masker pun turun dari pesawat pribadi milik Wiliam Alexander. Marvin dikawal dengan dua orang anak buah Afkar Savire. Lelaki berperawakan tinggi memegangi tulisan nama Tuan Wiliam. Marvin yang melihat itu pun, bersama kedua anak buahnya mendekat. "Tuan Wiliam, tuan Alberto telah menyiapkan anda mobil jemputan. Tuan Alberto Mose, tengah menunggu anda di kediamannya." Marvin hanya mengangguk dan di persilahkan untuk masuk ke dalam mobil. Di temani kedua anak buahnya yang duduk di samping kemudi dan satu nya lagi yang mengemudi. Sedangkan orang suruhan Alberto tadi, menaiki mobil lainnya. Mobil melaju meninggalkan area bandara dan menuju ke istana mewah Mose. Perjalanan yang memakan waktu 20 menit, kini memasuki gerbang besar istana Mose. Gerbang raksasa itu terbuka lebar, dan mobil yang ditumpangi Marvin memasuki pekarangan luas istana Mose. Di kejauhan, Alberto Mose dan Welas teng
Tuan MudaBab 41 Welas dan Alberto Mose memasuki ruang bawah tanah, untuk melakukan penyiksaan pada Marvin, yang mereka kira itu Wiliam. Wajah Marvin ditutupi kain hitam, dan Welas dengan cepat membukanya. "Hah ...." Welas dan Alberto sangat terkejut. "Siapa kamu?" tanya Welas. Lelaki bernama Marvin itu pun mendongak dengan lemah. "Aku Marvin, asisten tuan Wiliam." "Siapa yang suruh kamu datang?" bentak Alberto kesal. "Tuan Wiliam, sebab dia sedang berkunjung ke Negeri Fantasy, untuk bertemu wanitanya. Sehingga, aku diminta untuk kesini, menggantikan urusannya bertemu dengan tuan Alberto Mose." Mendengar jawaban Marvin, Welas sangat terkejut dan teringat akan kedatangan Aluna Welas kembali secara diam- diam. "Brengsek!! Lelaki itu malah menemui anakku." Welas mengepalkan tinju, dan langsung berlalu dari ruang bawah tanah. "Anda mau kemana?" tanya Alberto sambil berteriak, sebab Welas terus berjalan tergesa- gesa menuju keluar ruangan. "Aku harus kembali ke Negeri Fantasy se
Tuan MudaBab42 "Halo, Paman dimana?" Wiliam memanggil Alberto, sembari memasuki istana Mose. Kedua anak buah Alberto yang berjaga di depan pintu pun menegang. "Tuan Wiliam menuju kemari," seru anak buah Alberto. "Dorista, gunakan baju pelayan itu dan tetaplah tinggal di dalam kamar," titah Alberto Mose. Wanita itu pun mengangguk dan berlari menuju kamar. Pelayan perempuan yang berada di depan pintu pun mengikuti Dorista. Dorista Joni, seorang CEO Lion enterprise yang memendam dendam pada Alberto. Wanita itu mendekati Alberto selama ini dengan harapan, akan merebut kekuasaan Alberto di kota Yuzong. Di kota Yuzong, Lion enterprise merupakan perusahaan kedua yang bersaing ketat dengan Mose enterprise. Hanya saja, Lion masih dalam tahap pengembangan kembali, setelah pernah mengalami masa krisis, karena serangan dari pihak lawan, ketika Mose enterprise masih dipegang Jhon Mose. Wiliam tersenyum, ketika melihat Alberto Mose duduk dengan tenang. "Wiliam, mengapa baru datang?" tanya
Bab147 "Karena apa?" tanya Angela. "Karena aku memberi kesempatan, untuk kalian melakukan apapun, kepada wanita ini." Angela dan Merlin mengernyit. "Apa kau berniat menghasut kami? Untuk memukulinya?" tuduh Angela. Wiliam terkekeh. "Kau harus tahu ini," tunjuk Wiliam ke layar lebar, yang tersedia di ruangannya. Video mesum Angela pun berputar liar, membuat Merlin dan Angela memekik. "Kalian tahu, ini siapa yang merekamnya?" "Siapa?" tanya Angela. "Tolong matikan," pintanya mengiba. "Nikmatilah dulu, jangan buru-buru." Wiliam kembali terkekeh, membuat Angela terisak, menahan malu laksana duri yang menelanjangi tubuhnya. "Juana merekam semuanya. Demi apa? Mari kita dengarkan rekaman ini." Wiliam memutar rekaman suara. "Bagus. Aku yakin, jika kita sudah memperalat Merlin dan Angela, maka langkah balas dendam akan mulus tanpa hambatan. Dan setelah itu, gunakan video ini, untuk mengancam mereka, agar ma
Bab146 "Lepaskan aku!" Suara teriakkan wanita itu, membuat mereka yang berada di dalam ruangan, menoleh ke arahnya. "Jonas," seru Amira. Wanita paru baya itu sangat terkejut, melihat anaknya babak belur. Amira mendekati Jonas. "Apa yang terjadi?" tanya Amira, menatap cemas pada Jonas yang wajahnya di penuhi lebam. Seseorang berperawakan besar, menggunakan pakaian kulit serba hitam, mendekati Wiliam. "Misi telah selesai, Bos." Lelaki itu melapor dan memberikan benda berukuran kecil berwarna hitam. "Bukti dari rencana jahat Juana Zambora dan Jonas pada perusahaan. Dan rekaman penyiksaan mendiang Esmeralda." "Ada rekaman mendiang istri saya?" "Ya Bos! Penyiksaan disertai pemerkosaan sadis, semua terekam jelas di sana. Maafkan saya, bukan saya yang melihat semua adegan dalam video, ada rekan perempuan yang bertugas khusus untuk pengecekkannya, agar tidak keliru." "Baiklah." Wiliam menatap ke arah Juana Zambora, yang juga sa
Bab145"Aluna," panggil Wiliam. Namun Aluna tetap melangkah dengan cepat, sembari memegangi tangan kedua anaknya.Saat langkah Aluna semakin lebar. Dia berhenti, ketika sosok yang sangat dia kenali, berdiri di depan pintu utama."Tante Merlin," gumam Aluna.Merlin bersikap, seolah tidak mengenali Aluna. Dia pun berbincang hangat dengan Amira yang menyambut kedatangannya."Merlin, mana anakmu?" tanya Amira dengan ceria."Tuh, yang lagi jalan menuju kesini," tunjuk Merlin ke arah luar."Wah, cantik sekali," ucap Amira dengan sedikit keras."Hallo Tante, aku Angela, anak semata wayang Ibu," kata Angela memperkenalkan diri.Aluna Welas semakin terkejut, melihat sosok wanita itu.Wiliam pun berjalan pelan, dan berdiri di belakang Aluna Welas."Bawa anak-anak ke dalam. Aku ada urusan penting hari ini, dan jangan biarkan mereka melihat semua yang terjadi," bisik Wiliam pelan, tepat di samping telinga A
Bab144"Ya, kenapa?" tantang Aluna Welas. "Mau menampar lagi?" lanjutnya."Aluna Welas hentikan sikap burukmu ini. Hal ini tidak baik di saksikan anak-anak," tegur Wiliam, yang masih berusaha tenang."Sudah terlanjur basah. Biarkan saja, biar anak-anakku tahu. Bahwa wanita tua bermulut sampah ini, pantas untuk dibenci. Sekalipun, dia kau panggil Ibu.""Apa? Kurang ajar sekali wanita ini. Berani sekali wanita murahan ini menghinaku," teriak Amira dan berusaha menampar Aluna Welas kembali.Namun dengan gerakkan cepat, Wiliam menahan tangan Ibunya."Sudah cukup, Bu. Seharusnya Ibu minta maaf pada anak-anak. Bukannya terus memancing masalah menjadi besar," terang Wiliam.Amira menatap kecewa pada Wiliam."Ibu tidak salah. Untuk apa minta maaf? Apakah kamu mau Ibu merendahkan diri di depan Aluna? Jangan mimpi," ucap Amira dengan kesal, sembari menarik kasar tangannya."Bu. Seharusnya Ibu malu berucap begini. Aku dengan jelas
Bab143"Kamu tahu, pengalaman mengajarkan aku. Lalai adalah hal yang bisa membuat celaka.""Maksudmu?"Wiliam menghela napas."Dulu aku terlalu santai dan tidak terlalu waspada. Sehingga, banyak yang menjadi korban, termasuk aku sendiri."Aluna Welas terdiam."Terkadang. Musuh yang paling kejam dan mengerikan itu, bukanlah orang yang membenci kita. Melainkan, bisa jadi, orang yang paling dekat dengan kita. Maka dari itu, waspada itu perlu.""Kamu tidak lagi menyindirku kan?" tanya Aluna, membuat Wiliam tersenyum."Itu bukan sindiran. Hanya ungkapan.""Hhhmmm."Mobil memasuki halaman istana Wiliam yang semakin megah. Sebab setiap harinya, Amira selalu ingin istana megah mereka diberikan perawatan dengan baik.Aluna Welas menggandeng lengan Wiliam, memasuki rumah. Baru selangkah mereka memasuki pintu utama, sudah terdengar teriakkan suara Amira dari dapur."Dasar anak haram. Jangan pernah kamu bermimpi
Bab142 "Bagaimana dengan bisnisku Tan? Bukankah dulu Tante CEO GCG. Bagaimana ceritanya, jadi lelaki itu, yang kini jadi CEO." "Iya Juana, bagaimana bisnis Angela? Apakah kita harus tetap diam, ketika semua bisnis anakku dia bekukan di gedung itu." Juana Zambora menatap Angela dengan lekat. Kemudian, dia beralih ke Merlin, Ibu dari Angela. "Ada apa?" tanya Merlin dengan heran, melihat tatapan Juana. "Apakah kamu melakukan sesuatu, yang aku tidak tahu?" "Maksud kamu apa?" "Aku yakin terjadi sesuatu. Wiliam bukan orang sembarangan, dia tidak mungkin menutup bisnis Angela semuanya tanpa sebab," papar Juana dengan menatap tajam wajah Merlin. "Aaakkku ...." Merlin gugup. Dia teringat masa dipemakaman Welas, terjadi keributan antara dia, Aluna dan Wiliam. "Itu karena tiga karyawanku menyerang Aluna Welas. Mereka menghina penampilan Aluna saat itu." "Tidak mungkin cuma karena itu. Apalagi semua tokomu yan
Bab141 Sepuluh menit kemudian, seorang wanita berjalan cepat menuju konter MOSKAO. Dengan mengenakan pakaian formal, seperti baru pulang dari kantor. "Bos, ini Tuan Wiliam, yang menyegel konter kita," terang Manager. Plakk .... satu tamparan keras, wanita yang di panggil Bos tadi layangkan, ke pipi kanan Manager. Hingga Manager wanita itu meringis kesakitan. "Apa yang telah kamu lakukan, sehingga semua bisa terjadi?" "Bos, ini hanya salah paham," timpal Eliza. "Kami hanya melarang dia," tunjuk Eliza ke arah Aluna Welas. "Pakaian yang dia gunakan, membuat kami melarangnya masuk. Tidak sesuai dengan standar orang kaya," papar Eliza. Wanita itu menatap Aluna. "Tuan, apakah ini tidak berlebihan? Menyegel konter kami yang beromset besar di gedung ini, hanya karena salah paham." "Saya tidak perduli," sahut Wiliam dengan tenang. Dia memasukkan kedua tangannya, ke dalam kantong celana. Gaya coo
Bab140 "Kamu mau berbelanja?" tanya Manager wanita itu. "Mungkin," sahut Aluna. "Kamu yakin mampu bayar?" tanya wanita itu dengan angkuh juga. Aluna kini mengerti. Mengapa seorang karyawan toko baju branded ini begitu angkuh dan memandang remeh dirinya. Sebab Manager nya pun sama, jadi tidak heran. "Pakaian model dari pemakaman begini, mau masuk ke konter kami. Huh, yang ada bau bangkai nanti di dalam," ejek Eliza, sang karyawan toko. Dan ucapan wanita itu, disambut kekehan oleh sang Manager. "Kamu betul sekali. Yang ada ruangan kita bau bangkai," seru Manager, sembari terkekeh. "Bau bangkai? Siapa?" tanya Wiliam sembari mendekat, membuat ketiga wanita yang berdiri di depan pintu konter itu terkejut. Melihat kehadiran Wiliam, kedua waanita yang meremehkan Aluna itu tersenyum ramah dan menyapa Wiliam. "Hallo Tuan, ada yang Anda butuhkan?kami siap melayani dengan sepenuh hati," ucap Eliza. "Hhhm. Saya tadi
Bab139Wiliam membawa Aluna Welas menuju pusat perbelanjaan. Di sebuah parkiran mobil yang sangat luas, Aluna menolak untuk keluar.Pakaian serba hitam, seusai pemakaman Ayahnya kemarin, masih melekat ditubuhnya."Kita ngapain kesini? Aku malu berpakaian seperti ini," ucap Aluna, tanpa mau keluar dari mobil."Keluarlah, kita cari baju untukmu.""Nggak! Bajuku di Istana Welas itu banyak. Lebih baik antar aku kesana, baru kamu antar anak-anak.""Keluar! Kamu tahu aku kan! Aku benci dengan bantahan."Aluna menghela napas, dan keluar mobil dengan perasaan teramat kesal.Mereka menuju sebuah konter baju branded."Belilah apapun yang kamu mau. Setelah itu, kita akan membelikan keperluan anak-anak.""Meskipun kamu sangat mengesalkan. Kurasa ini tidak buruk," sahut Aluna Welas, sembari mengukir senyum manisnya."Dasar wanita," gumam Wiliam dalam hati.Wiliam mengeluarkan kartu hitam miliknya, dan membe