Saat ini Andin sedang menikmati banyak pujian tentang lagunya yang sedang melejit. Lagu romantis yang memang enak didengar ini, sepertinya memang sudah menghipnotis ribuan pendengar dalam waktu singkat. Senyum puas itu seakan tak berhenti sampai dia menemukan komentar yang mengundang orang untuk mencela. [Bagus, tapi sayang sekali hasil curian!] Mata Andin melebar, sudut bibirnya menarik senyum licik yang sangat jahat. 'Akhirnya kamu muncul juga,' batinnya. Meski nama akun itu bukan Vella, tapi Andin yakin sekarang kakaknya sudah mengetahui tentang single perdananya. "Ma, dia muncul!" seru Andin memanggil Indina. Perempuan paruh baya itu pun mendekat dan melihat. "Tahu bulat? Nama akun macam apa itu?" "Jangan pedulikan namanya, Ma. Dia berani menuduhku mencuri, siapa lagi kalau bukan kak Vella? Sepertinya dia sengaja melindungi harga dirinya dengan menggunakan akun lain. Jika tidak sudah pasti netizen akan menyerangnya." Indina tersenyum dingin dan mencela, "Pengecut! Hanya b
"Dasar, cewek bispak!" Kata rendahan itu menggebrak dan menyakiti pendengaran Vella saat ini. Dia menatap nanar cowok ganteng berwajah suram yang kini tengah berdiri di depannya. "Rino, apakah kamu tidak bisa mempercayaiku? Aku benar-benar tidak merayu juri itu, aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, dia masuk ke ruanganku begitu saja tanpa bisa aku cegah." Untuk kesekian kalinya Vella mencoba menjelaskan pada Rino, tapi kini suaranya tak seantusias sebelumnya, binar wajah Rino yang sangat terluka seakan melumpuhkan kekuatan Vella. "Aku ingin mempercayaimu, Vel. Tapi bukti menunjukan bahwa kamu ...." Rino tak sanggup melanjutkan kalimatnya kala melihat pakaian Vella yang terkoyak dan sudah tidak karuan rupa bentuknya. Vella pun lemas, tangan yang tadinya memegang lengan sang kekasih jatuh tak bertenaga layaknya kehilangan nyawa setelah menangkap kekecewaan di wajah Rino. Sepertinya kepercayaan itu benar-benar sudah hilang dari kekasihnya. Vella mulai putus asa. Pendengaran V
"Vella, jangan takut. Kamu adalah anak yang kuat. Kamu pasti bisa melewati segalanya. Mama sangat percaya, suatu saat kamu akan bersinar layaknya mutiara di tengah samudera." Kata yang diucapkan mendiang mamanya masih terngiang di benak Vella, gadis tersebut tak bisa menahan tangis pilu di depan gundukan tanah basah yang bertabur bunga. Setelah mendapatkan penghianatan kini Vella juga harus menelan pil pahit bahwa ibu kandungnya telah meninggal. Saat itu rintik hujan turun, seorang wanita berpayung hitam menunduk dan mulai membujuk. "Vella, ayo kita pulang, Nak. Mamamu pasti akan sedih jika kamu terus seperti ini." Dia adalah Indina, ibu tiri Vella. Sikapnya lembut dan penuh kasih, hingga Vella tak dapat menolak kebaikannya Mobil sedan berwarna hitam menembus kabut putih, di bawah guyuran air hujan yang semakin deras. Suasana berkabung masih terasa kental, kala tiba di kediaman Arganta. Vella berbaring menyamping dengan sudut mata mengalirkan cairan bening yang menembus bantal
Teng! Teng! Teng! Lonceng berbunyi, setelah dua jam mata pelajaran berlalu. Semua anak sudah pasti bersiap menuju kantin. Begitu juga dengan Vella, setelah memasukan bukunya ke dalam tas dia juga segera beranjak dari tempat duduk. Namun, saat dia ingin melangkah Rino terlihat menghadang di depannya. "Kita harus bicara," ucap Rino datar. Dengan raut wajah datar dan dingin Vella pun menyambut. "Katakan." Rino menghela napas sejenak sebelum berucap, "Kamu tidak perlu seperti ini, Vel. Kamu tidak perlu rendah diri karena kejadian yang menimpamu seminggu yang lalu. Oke, aku minta maaf, karena saat itu aku kecewa padamu, aku syok melihatmu dalam dekapan laki-laki itu. Tapi sekarang aku tahu, kamu tidak akan pernah mengkhianatiku." Senyum penuh ironi hinggap di sudut bibir Vella. "Rendah diri? Cih!" Mendengar ucapan Vella yang terdengar sarkas, alis Rino pun mengernyit. "Vella, aku benar-benar minta maaf." Perlahan kelopak mata Vella terangkat ketika menatap Rino. Manik hita
Vella yang melihat tatapan aneh dari Samuel menjadi sedikit tak enak hati. Kemudian menyumpit dinsum lagi, dan mengulurkan pada Samuel. "Mau?" tanyanya. Seketika senyum Samuel mengembang. Dia segera membuka mulut untuk menyambut suapan dari Vella. Tapi mulutnya bagai menangkap angin, ketika Samudera dengan cepat memegang tangan Vella dan mengarahkan dinsum tersebut ke mulutnya. "Kak, Sam. Itu milikku!" pekik Samuel kesal, karena dimsum tersebut sudah masuk ke mulut kakaknya. Samudera hanya bergeming, dia sama sekali tak menanggapi kekesalan adiknya. Sementara Vella semakin terbengong, tidak tahu apa yang harus dilakukan melihat tangannya dipegang Samudera. Sedangkan Samuel saat ini mulai menggerutu dalam hati. 'Benar 'kan? Aku bilang juga apa? Kakakku itu sangat pelit, bagaimana dia bisa berbagi makanan dengan seorang gadis? Ini sangat mencurigakan!' "Sejak kapan kalian berpacaran?" Tiba-tiba Samuel menyeletuk membuat Vella tersedak. "Uhuk! Aku ... kami tidak ...." "Mem
Di dalam mobil Rino. Suasana terlihat kaku lantaran tak ada percakapan. Vella sama sekali tak menunjukan senyuman, dia juga tampak enggan menatap Rino. Rino sendiri sangat canggung, meski sejak kecil mereka tumbuh bersama, sampai orang tua mereka menjodohkan. Namun, tak ada hal lebih yang mereka lakukan selain bergandengan tangan. Vella juga terlihat sangat disiplin, hingga Rino tak berani bertindak sembarangan. "Maaf." Akhirnya Rino membuka percakapan. Tak ada tanggapan dari Vella, dia masih bersikap tenang tanpa menunjukkan emosi. "Maaf, aku memang salah, Vel. Tapi sungguh, dalam lubuk hatiku yang paling dalam hanya ada kamu di hatiku. Semua itu bukan keinginanku, itu murni inisiatif adikmu sendiri." Rino mencoba menjelaskan. "Kamu tidak menolak, apa kamu sangat menikmatinya?" Pertanyaan Vella seperti serpihan es tajam yang menusuk jantung hati Rino. Rino menatap Vella lekat, gadis tersebut masih enggan melihatnya, bahkan ekspresinya masih sama, tanpa emosi. Rino mengembuska
"Vella, kenapa kamu terdiam? Cepat telepon Edgar," sentak nenek Lola mengejutkan Vella. Kilat mata Vella menatap nenek Lola sekilas. Dengan tenang dia menurunkan gagang telepon dan meletakan pada tempatnya perlahan. Lantas menjawab, "Iya, Nek." Kemudian Vella mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Edgar sesuai titah nenek Lola. Kembali Vella berjalan dengan tenang untuk menaiki tangga, dan wajahnya mendongak ketika mendengar suara lembut Indina. "Vella, kamu sudah pulang, Nak?" Seketika mata Vella memicing tajam, sungguh memuakkan dua wajah yang berbeda ini. 'Menyedihkan sekali ternyata selama ini aku tertipu,' batin Vella kesal bercampur kemarahan, namun raut wajahnya masih terlihat tenang. Indina terlihat mendekat dan menyentuh pipi Vella dengan lembut. Senyumnya merekah indah dan terlihat sangat manis, sikap ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang apa Vella dengar di balik telepon sebelumnya. Kerutan di alis Vella memudar, wajahnya menjadi datar dan dingin, kala dia b
Tangis Andin menggema dengan sangat memilukan, diikuti Vella yang memiringkan wajah ke arah pintu. Vella tersenyum simpul. Kini dia tahu penyebab terjatuhnya Andin secara mendadak.Ternyata adiknya yang penuh muslihat sudah menangkap kedatangan papa mereka hingga gadis busuk itu bertindak rendahan untuk menjatuhkannya.Edgar mendekat ke arah Andin dan membantunya berdiri. "Apa yang terjadi? Seharusnya kamu tidak melakukan ini pada adikmu?"Dengan santainya Vella kembali duduk di tempat tidur, dan bertanya, "Memang apa yang aku lakukan?""Vella ...." Edgar sungguh tak mengerti dengan sikap dingin putri sulungnya ini."Lain kali papa harus memasang CCTV di setiap ruangan, agar papa tahu apa yang dilakukan adik kesayanganku ini," ucap Vella tenang, dia sangat yakin meskipun dia mengatakan yang sebenarnya, Edgar tidak akan percaya melihat Andin yang sangat teraniaya seperti itu.Adiknya ini benar-benar sangat hebat, menuntun orang untuk melindunginya meski sebenarnya dia bukan korban.Si
Saat ini Andin sedang menikmati banyak pujian tentang lagunya yang sedang melejit. Lagu romantis yang memang enak didengar ini, sepertinya memang sudah menghipnotis ribuan pendengar dalam waktu singkat. Senyum puas itu seakan tak berhenti sampai dia menemukan komentar yang mengundang orang untuk mencela. [Bagus, tapi sayang sekali hasil curian!] Mata Andin melebar, sudut bibirnya menarik senyum licik yang sangat jahat. 'Akhirnya kamu muncul juga,' batinnya. Meski nama akun itu bukan Vella, tapi Andin yakin sekarang kakaknya sudah mengetahui tentang single perdananya. "Ma, dia muncul!" seru Andin memanggil Indina. Perempuan paruh baya itu pun mendekat dan melihat. "Tahu bulat? Nama akun macam apa itu?" "Jangan pedulikan namanya, Ma. Dia berani menuduhku mencuri, siapa lagi kalau bukan kak Vella? Sepertinya dia sengaja melindungi harga dirinya dengan menggunakan akun lain. Jika tidak sudah pasti netizen akan menyerangnya." Indina tersenyum dingin dan mencela, "Pengecut! Hanya b
Di kota Zaden, Andin terus tersenyum kala melihat viewer penikmat single perdananya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dia menoleh ke arah Indina dengan senyum puas yang sangat memikat. "Ma, bagaimana? Apakah kak Vella sudah mulai beriak?" tanyanya seakan sedang menunggu apa yang sedang dia harapkan. Indina tersenyum lembut sembari merapikan kuku-kukunya yang baru saja mendapatkan perawatan. Lantas berkata, "Tunggu saja sayang. Dengar-dengar dia sedang berlibur di Prancis 'kan? Jika dia sudah mengetahuinya tidak mungkin bocah itu bisa memendam kemarahan." Andin tersenyum senang. Vella selalu sensitif ketika ada suatu hal yang menyinggung tentang mendiang mamanya. Saat ini Vella pasti akan terbakar setelah mendengar single perdananya. 'Mari kita lihat, apakah kamu masih bisa berlibur dengan tenang di Paris saat karya mendiang mamamu telah aku klaim menjadi milikku?' Andin tersenyum jahat sembari meremas tangannya. Sejak dia melihat postingan terakhir Vella yang berfoto mesra de
Letusan meriah kembang api baru saja berhenti. Menyambut tahun baru dengan segala suka cita dan harapan. Begitu juga aktifitas melelahkan di salah satu kamar hotel yang juga sangat spektakuler layaknya letusan kembang api malam ini.Sampai puncaknya, dua insan yang baru saja menyempurnakan pernikahan mereka hanya bisa terkulai lemas setelah membuat kekacauan di kamar dengan temaram sinar rembulan yang menembus dinding kaca setinggi atap dengan tirai terbuka.Bukan disengaja, mereka memang lupa menyalakan lampu setelah tidak bisa mengendalikan emosi bercampur gairah yang mendebarkan.Vella sudah tak sanggup menggerakkan tubuh meski hanya sebatas ujung jari. Matanya juga sudah tak bisa terbuka meski hanya untuk berkedip. Bahkan dia sudah tak sanggup memikirkan penyesalan akibat tidak bisa mengendalikan diri lantaran cemburu.Padahal sebelumnya Vella sangat ketat memproteksi diri bagaimanapun Samudera merayunya. Meski sudah legal secara hukum, tapi bagaimana pun mereka belum lulus sekol
Dua gadis tersenyum senang setelah pria yang baru saja memberikan kartu nama pada Vella berlalu."Sudah aku bilang 'kan, jangan menyia-nyiakan kesempatan ketika datang di lingkaran ini," tukas Michelle antusias dengan wajah berbinar."Oh ya, ini masih pukul sembilan malam. Apa kamu benar-benar ingin pergi? Seharusnya kamu juga menikmati menu utama di acara puncak akhir tahun," imbuh Michelle berharap Vella akan tetap tinggal untuk menikmati pestanya sampai akhir. Sudut mata Vella melirik ke arah Samudera yang rona wajahnya sudah memperlihatkan kesuraman yang sangat pekat. Sementara perempuan montok yang ada di sebelahnya sepertinya memang ingin mencuri-curi kesempatan untuk memikat Samudera."Tuan Alan Rein, mari, tuan Jason sudah menunggu."Sembari berbisik perempuan itu semakin merapat ke arah Samudera, membuat daging kenyal di dadanya menempel di lengan jas hitam yang dikenakan Samudera saat ini.Saat itu juga mata Vella semakin melebar geram, giginya terkatup rapat penuh dengan k
Vella sudah tidak mempunyai ketenangan untuk berada di acara perjamuan tersebut. Dia pun memalingkan wajah dari Samudera dengan penuh ketidakpedulian, lantas menatap Michelle. "Michelle, sepertinya perjamuan ini sama sekali tak cocok untukku. Aku kira sudah cukup, terima kasih telah membawaku ke sini." Seketika itu Michelle melebarkan mata, mereka baru dua jam di acara tersebut dan belum bertemu puncak acara akhir tahun. Bagaimana Vella ingin mengakhirinya begitu saja? "Vella, jangan pergi dulu. Di sini begitu banyak produser dan para pencari bakat kelas dunia. Kamu hanya datang dan pergi begitu saja itu akan sia-sia. Jika ingin pergi paling tidak berikan kesan yang mendalam bagi para tamu undangan di ballroom ini," tutur Michelle sembari meraih tangan Vella, mencegahnya pergi. Vella menatap Michelle lekat, sesungguhnya dia sudah tidak berselera untuk melakukan apapun saat suasana hatinya mendadak tidak baik. "Vella, ayolah ...." Sekali lagi Michelle memohon, membuat Vella tidak b
Model perempuan dengan androgynous fashion style tampak menoleh mendengar permintaan maaf Vella. Gayanya yang unik dan tampak maskulin dengan setelan jas warna krem cukup membuat Vella mengakui jika style model itu sangat cocok dengan tatanan rambut pendek yang dibuat bergelombang. Model tersebut juga melihat Vella dari ujung rambut sampai ujung kaki. Saat ini Vella mengenakan one shoulder dress warna abu-abu lengan panjang dengan aksen hitam yang membentuk garis putus-putus. Kerah lehernya yang berdiri tegak terdapat diamond yang melingkar menambah kesan mewah gaun tersebut. Sementara mantel merah menyala terselampir begitu saja di pundak Vella yang lurus dan tegap. Saat dia menengok ke bawah, heels boots warna hitam setinggi atas lutut membalut kaki Vella yang jenjang. Secara keseluruhan gaun yang dikenakan Vella sangat feminim, cantik, dan terlihat sangat mewah, berbanding terbalik dengan pakaian yang dikenakan model maskulin yang tengah menatapnya saat ini. "Tidak masalah. Gaunm
Perlahan Vella menilik wajah tampan yang baru saja menuntunnya untuk memandang. Raut wajah itu jelas menangkap kerisauan di hatinya hingga mulai bertanya dan menunjukkan kepedulian. Helaan napas samar terdengar dan Vella mulai berkata, "Beberapa bulan yang lalu mama meninggal, aku diskualifikasi dari perlombaan dan menjadi bahan tertawaan serta perundungan semua orang, aku dibuang keluar rumah oleh papa tanpa bekal yang cukup." Vella berhenti untuk menarik napas sejenak. "Sekarang aku sampai di titik ini, aku memilikimu untuk mendukungku, aku mempunyai kekayaan dan penghasilan, sekarang aku juga mulai merambah go internasional. Tapi dibalik kesuksesan itu, nyatanya aku juga belum bisa disebut Mutiara Bersinar seperti yang diinginkan mama, gelar Kabut Suram ini benar-benar sangat menjijikkan!" Manik hitam kehijauan itu memendam begitu banyak amarah, rasa sakit, dan juga rasa jijik yang bercampur menjadi satu membentuk raut wajah rumit yang menegang. Samudera sangat tahu apa ya
Saat itu juga ketiga adik Samudera saling berpandangan kemudian bergidik ngeri. Mereka langsung teringat kejadian tiga tahun yang lalu ketika empat geng motor mengejek Samuel. Keesokan harinya mereka langsung ditemukan di bawah jurang dalam keadaan tak bernyawa. Lantas bagaimana dengan Sandra saat ini? Bukankah dia baru saja menganiaya kesayangan Samudera? Tiga bocah itu hampir tak bisa bernapas melihat ketegangan antara kakek dan kakak mereka. Sementara Vella yang tidak tahu apa-apa, mulai memandang Samudera yang tampak tidak peduli, dan malah mendorongnya masuk ke dalam mobil dengan pelan dan penuh kasih. "Kamu melakukan sesuatu pada Sandra?" tanya Vella sembari masuk ke dalam mobil lantaran didesak Samudera. Samudera tidak menjawab, dan menutup pintu mobil. "Samudera, jika kamu tidak mengembalikan Sandra saat ini. Seseorang juga harus bertanggung jawab atas hilangnya Sandra!" Suara berat kakek Baswara kembali menggema membuat Samudera menghentikan langkah. Lantas mengangkat
Pertanyaan Vella seketika membuat semua orang terdiam, sesaat ruangan tersebut menjadi sangat hening dan kaku.Nyonya Baswara yang tadinya begitu bersemangat dan sangat cerah tiba-tiba senyumnya luruh dan menjadi sedikit canggung, dia melihat ke arah Vella kemudian beralih ke arah suaminya.Adik-adik Samudera pun juga begitu. Senyum ceria mereka seketika sirna, mereka tahu ini pilihan sulit untuk tuan Baswara.Tuan Baswara sudah berjuang selama bertahun-tahun untuk membuat Baswara Group menjadi tak tertandingi dan tak bisa diremehkan di kancah global.Permintaan Vella ini sebenarnya terdengar sangat egois, seperti sedang menyuruh tuan Baswara untuk melepaskan perusahaan besar tersebut agar dia tetap bersama Samudera.Sementara Samudera yang sebenarnya sudah tiba di balik pintu hanya bisa terdiam mendengar permintaan gadisnya.Matanya yang jernih dan tenang sedikit meredup. Samudera juga menunggu apa jawaban papanya untuk memenuhi permintaan Vella.Perusahaan dan kebahagiaan putranya s