Udara pagi yang terasa dingin, karena diluar langit sedang menangis, seorang perempuan di bawah selimut semakin erat memeluk guling, guling yang sangat nyaman dan harum, padahal terasa keras, namun kenyamanannya bisa menembus hati. Tunggu, sejak kapan guling ini jadi keras dan wangi. Dengan cepat Azkia membuka mata, niat akan mundur dia urungkan, karena terpesona dengan wajah tampan yang sedang tertidur pulas. Mata yang biasanya menatap tajam bagaikan elang, kini telah terpejam. Bulu mata yang lentik layaknya perempuan membuat Azkia tersenyum geli. Lucu sekali, pikirnya.Pandangannya turun ke hidung mancung itu, lalu memandang bibir yang membuat pipinya merona dan jantung yang berdetak kencang itu, dan jangan lupakan rahangnya yang tegas, semakin menggoda Azkia untuk menyentuh wajah milik Deffin. Hingga akhirnya Azkia membelai wajah tampan sempurna itu, meski sekilas, namun mata Azkia tidak bisa berhenti untuk menatapnya. sehingga..."Sudah puas menikmati wajah tampanku," ucap Deffin
Sudah seminggu Azkia sibuk mendesain baju, dia akan melakukan hobi yang sedari kecil disukainya hanya ketika Deffin tidak di rumah, sebab tuan muda gila itu selalu bisa membuat Azkia sibuk melayaninya. "Hiks... tanganku lama-lama bisa keriting, dikit-dikit minta pijit. Hari ini aku butuh hiburan, lebih baik aku mengunjungi panti, sebelumnya aku harus ke mall dulu cari oleh-oleh." Azkia akhirnya menemukan semangat lagi, bergegas dia bersiap-siap untuk segera pergi. Deffin sudah berangkat ke kantor setengah jam yang lalu, jadi dia harus mengirimkan pesan untuk meminta izin. Izin sudah dikantongi dengan bahagia dia menuruni tangga, namun ketika sampai di luar, ada dua pengawal yang siap mengikutinya, membuat Azkia jadi tidak seantusias tadi. "Silahkan lakukan apa saja sesukamu tuan aneh, aku pun akan menggunakan uangmu dengan seenaknya sebagai gantinya," ucap hatinya dengan tersenyum devil. ********** Azkia sudah sampai di mall, dia langsung menuju toko yang menjual pakaian dan main
Ciuman panas akhirnya berakhir, menyisakan rona merah di pipi putih Azkia, Deffin yang melihatnya tergelak cukup kencang. "Sudah beberapa kali berciuman, tapi kenapa pipimu masih saja tetap memerah, seperti baru pertama kali saja." Deffin mengusap lembut pipi merona itu, dengan tawa yang masih menghiasi wajah tampannya. Azkia terperangah melihat pertama kalinya Deffin tertawa, semakin tampan adalah kata yang cocok untuk apa yang sedang dilihatnya sekarang. Sebelum akhirnya ia tersadar dan bibirnya mengerucut. "Meski kita sudah beberapa kali melakukan, tapi kamu orang pertama yang menciumku, tentu saja aku masih malu jika mengingatnya," ceplos Azkia tidak sadar akan ucapan kejujurannya. Deffin yang mendengar perkataan tersebut, rasa senang langsung menyelingkupi hatinya. "Memangnya benar? Kok, aku tidak percaya kalau yang pertama kali menciummu itu aku," ucapnya dengan nada mengejek, namun sebenarnya dia sedang memastikan. "Memang kamu kira aku wanita gampangan yang mudah disentuh p
Tidak terasa sudah dua bulan Deffin dan Azkia mengarungi bahtera rumah tangganya.Namun, hubungan mereka hanya maju satu langkah saja, yaitu mereka berdua sudah bisa mengobrol santai, soal aturan otoriter jangan berharap akan hilang, karena itu adalah bukti cinta Deffin untuk Azkia. Pagi hari yang biasanya tenang, agak menegang di ruang makan. "Ini jus Anda, Tuan Muda," ucap seorang pelayan laki-laki, dengan sopan dia menaruh gelas berisi jus kesukaan Deffin yang baru saja selesai dibuat oleh seorang koki. Deffin menjatuhkan sendok hingga berdenting keras di piring. Dia terkejut mendengar suara yang sangat familiar di pendengarannya. Sedangkan Azkia yang kaget dengan kelakuan Deffin, ia mendongakkan kepalanya. Dia menoleh ke suara asing tersebut, Azkia terperangah melihat seorang pelayan laki-laki berwajah tampan dan memiliki wajah imut, saking gemasnya, ingin sekali rasanya ia mencubit kedua pipi yang agak tembam itu. "Dari mana datangnya manusia menggemaskan ini, kok aku baru ta
Wirata Group. Hari ini aktivitas berjalan seperti biasanya, namun yang berbeda mood yang dimiliki Presdirnya, sejak dari tadi semua karyawan terkena serpihan kemarahannya, dan orang yang paling menderita adalah Sekretaris Roy, dia sedari tadi membereskan apa yang salah menurut Tuan Mudanya tersebut. Tok..tok..tok.. Suara ketukan pintu ruangan Deffin. "Permisi, Tuan muda." Menyerahkan berkas. "Ini berkas yang sesuai dengan yang Anda minta." Sekretaris Roy sudah meletakkannya di depan Deffin, namun sang tuan muda meliriknya saja tidak, dia tetap dengan posisinya, mengangkat kakinya di ujung meja sofa, dan kepala yang di sandarkan sambil memejamkan mata tajamnya. "Apakah Anda mau mengganti Erwin? Biarkan dia di posisi semula saja, agar Anda merasa tenang." Roy mencoba memberikan solusi untuk kegundahan hati Tuan Mudanya. "Tidak, justru aku lebih tenang jika Erwin yang mengawasi Azkia langsung ketika berada di dalam rumah. Bik Mur sudah tua dan sering sakit, aku khawatir nantinya ak
Adegan panas itu berlangsung cukup lama, hingga Azkia merasakan sensasi aneh untuk pertama kalinya, Dia merasakan sesuatu yang sangat sulit untuk dijelaskan. Dengan wajah yang terus menahan malu karena kelepasan mengeluarkan suara yang sangat terdengar merdu di telinga Deffin. Sedangkan bisikan dari Deffin malah semakin membuat pipi Azkia semakin memerah. " Bagaimana rasanya? Nikmat bukan, akan kukasih yang lebih nikmat dari ini, tapi tidak sekarang. Jadi persiapkan dirimu untuk hari yang akan datang itu." Setelah mengucapkan kata itu Deffin mencium kening Azkia dengan lembut, lalu dia berlalu menuju kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya sendiri. "Huft, sial! Ternyata ingatan sialan itu belum bisa hilang sepenuhnya, tapi setidaknya aku ada kemajuan hingga ke titik itu," gumam Deffin. "Astaga, apa yang terjadi tadi. Aaa.... aku bisa gila jika mengingatnya." Azkia menutupi seluruh tubuhnya hingga kepala dengan selimut tebalnya. Malu telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Tidak lama
Sedangkan di tempat lain Azkia baru saja masuk ke dalam kamar, Azkia kaget di sofa sudah ada Deffin yang duduk dengan baju santainya." Kenapa baru pulang?!" Deffin berkata dengan wajah khawatir, namun nada suaranya yang terdengar ketus mengalihkan pandangan Azkia atas perasaan terlenanya." Aku tadi mampir ke kafe lain, untuk memperbaiki moodku," jawaban jujur Azkia, dia memang mampir ke kafe lain untuk membeli makanan dan minuman yang serba cokelat, moodnya akan kembali membaik jika sudah mencicipi makanan rasa manis itu." Duduk sini!" perintah Deffin dengan menepuk sofa sampingnya.Azkia yang merasa lelah jiwa dan raga menurut, setelah berhasil mendaratkan tubuhnya dengan cepat Deffin menariknya ke dalam pelukannya."Istirahatlah kau pasti lelah," ucap Deffin dengan lembut, bagaikan mantra tanpa menunggu waktu lama Azkia langsung terlelap dipelukan Deffin.
Di ruangan Deffin suasananya sangat mencekam, badai yang sebenarnya telah terjadi."Dasar jalang! Brengsek !!!!" teriak Deffin marah. Dengan segera Deffin mengambil pistol yang di simpan di laci dan menembak kaki kiri Bella.Doorr..Seketika Bella ambruk di lantai dengan teriakan histerisnya. Bahkan bibirnya tidak sanggup bicara lagi karena menahan sakit akibat merasakan timah panas yang menembus kulitnya." Sengaja aku tidak menembak kepalamu, suatu keberuntungan jika kau langsung mati," ucapnya dengan nada dingin juga masih menatap dengan aura membunuh."Aarrggghhh...." Deffin meluapkan rasa kesalnya. Semua yang ada di atas meja jatuh berserakan, sudah tidak peduli barang penting atau tidak.Masih belum puas, Deffin menginjak dada Bella dan menekannya."Aku bersumpah akan membuatmu menderita hingga kau memohon kematianmu sendiri."Adegan terakhir itu ditont