Di dalam hotel, Azkia dan Elma sudah tertidur, sedangkan Deffin, Roy dan Arnold kini sedang duduk di area pinggir kolam renang hotel. Suasana malam yang sepi terasa semakin mencekam karena aura dingin yang dikeluarkan oleh Deffin.
"Aku tidak percaya jika Jessie tidak mempunyai maksud lain," ujar Deffin keras kepala, Deffin sangat tidak mempercayai apa yang sudah Arnold ceritakan.
"Apa yang dikatakannya memang benar, selama ini aku pun sudah mengawasinya, dia juga sama sekali tidak melakukan hal yang mencurigakan, satu kali pun!" ujar Arnold yakin, bahkan dia menekankan kalimat satu kali pun.
"Jessie sangat licik, apa kamu lupa, jika dia yang memberikan pistol itu untuk Bianca, secara tidak langsung dia memanfaatkan kematian Bianca agar bisa masuk dalam kehidupan kita," ujar Roy, dia mencoba mengingatkan Arnold tentang fakta insiden pengobatan Azkia di luar negeri.
"Jika dia punya niatan buruk, tidak seharusnya dia datang menyelamatkan kita, seharusnya dia
Deffin memasuki kamar hotelnya dengan pelan karena takut akan membangunkan Azkia, namun baru saja dia menutup pintu kamar, Deffin dibuat terkejut dengan suara Azkia yang memanggilnya."Sayang," panggil Azkia dengan suara yang terdengar cemas."Hei, kamu terbangun? Apakah aku mengganggu tidurmu?" tanya Deffin lembut.Azkia menggeleng. Deffin yang melihat wajah Azkia yang terlihat cemas, dan dahinya yang penuh dengan keringat, dengan segera Deffin mendekat dengan penuh rasa kekhawatiran."Hei, ada apa denganmu?" tanya Deffin sambil mengusap bulir keringat di dahi Azkia."Tidak, aku hanya baru saja bermimpi buruk," ujar Azkia jujur.Bayangan kejadian pengobatan di luar negeri kembali menghantui Azkia lewat mimpi, Azkia benar-benar merasa ketakutan jika dia sampai kehilangan Deffin. "Sayang, besok kita pulang ya ...." pinta Azkia sambil memeluk Deffin erat."Iya," sahut Deffin tanpa menanyakan apa alasan Azkia mengajaknya pulang, padahal
Di negara lain, dua orang yang baru turun dari pesawat, tampak buru-buru menaiki mobil yang telah disiapkan. Beberapa orang suruhan Deffin juga tampak sudah bersiap untuk mengawasi mereka, belasan orang itu sudah tersebar sesuai arahan Roy, hanya empat orang yang disuruh mengikuti kemana pun Jessie pergi.Keempat mata-mata Deffin sempat terkejut, ketika melihat mobil Jessie dan Arnold yang tidak langsung menuju ke arah rumah Jessie, salah satu orang mata-mata itu sigap langsung melaporkan kejadian ini kepada Roy.Sudah dapat dipastikan jika Roy dan Deffin malah semakin curiga kepada mereka berdua, Deffin yang awalnya tidak mencurigai Arnold, kini mulai berpikir dua kali.Padahal kenyataan yang ada, Jessie, Arnold, dan salah satu sopir yang Jessie percaya, kini mereka sedang menuju ke villa di mana sepupu Jessie menyekap semua keluarga Jessie."Bagaimana bisa Boy menyekap semua keluargaku?" tanya Jessie kepada sopir kepercayaannya."Tuan Mark bilang,
Jessie dan Arnold langsung kembali ke California setelah mereka bisa memastikan jika keluarga Jessie sudah aman, mereka berdua menggunakan pesawat pribadi milik Arnold, karena Jessie yakin jika Mark tidak cukup sampai di situ untuk membiarkan Jessie merusak rencananya.Setelah mereka sampai di Los Angeles, Arnold tidak berhenti menghubungi Deffin, Roy, dan juga Erwin, namun tidak ada dari mereka yang mau mengangkat telepon itu, bahkan tidak lama kemudian Deffin langsung memblokir nomor Arnold.Dan Arnold tidak berani untuk menghubungi Azkia, nyawa Arnold hanya satu, jika sampai Deffin membunuhnya, maka pupus sudah harapannya untuk menikahi Jessie setelah badai ini."Sayang, coba kamu saja yang menelpon Azkia, mereka bertiga tidak mau mengangkat teleponku, sepertinya mereka mencurigai kita.""Tidak, dan malah bagus jika kita tidak berbicara dengan mereka lewat barang elektronik apapun," ujar Jessie santai.Arnold mengernyitkan dahi bingung mendengar
Hari penting bagi Sekretaris Roy dan Elma akhirnya tiba, ini akan jadi hari bersejarah bagi mereka berdua, oh ralat, ini akan jadi hari bersejarah buat semua orang. Di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan akan mewarnai hari ini.Tidak seperti hari biasanya, jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, tapi Azkia belumlah bangun, dia masih tetap asyik memejamkan mata, sambil memeluk Deffin dengan erat. Sedangkan Deffin tentu dengan senang hati melanjutkan tidur karena dipeluk Azkia, dia bahkan tidak punya keinginan sama sekali untuk membangunkan Azkia.Suara nada dering panggilan masuk dari ponsel milik Azkia, telah membuyarkan momen itu. Azkia dengan malas membuka matanya, lalu bangun dan mengambil ponselnya di atas nakas.Azkia sedikit ragu untuk mengangkat telepon dari nomor asing, bukan hanya ragu, tapi dia juga takut jika itu adalah Mark. Dengan perasaan was-was Azkia akhirnya menerima panggilan itu, Azkia sadar jika dia tidak akan bisa menghindari Mark, Azki
Azkia sudah berada di dalam mobil milik Mark, saat ini dia sedang berpura-pura pingsan, mobil melesat jauh dari Los Angeles, dan sejauh itu pula, dua mobil lain mengikuti mereka dari belakang.Jika Deffin, Roy, dan Erwin berada di jarak cukup dekat dengan mobil Mark, maka Jessie dan Arnold kini langsung mengambil jalan pintas untuk lebih cepat sampai di mana tempat tujuan Mark, beruntung Jessie segera mengetahui di mana lokasi itu berada.Mark lengah karena terlalu senang bisa mendapatkan Azkia, hingga dia tidak sadar jika mobilnya sudah diikuti sedari tadi. Mobil masuk ke dalam halaman di mana terdapat pintu gerbang yang sangat tinggi. Erwin langsung menghentikan mobilnya tidak jauh dari tempat itu."Erwin, beri dia siksaan terbaikmu, kamu tahu 'kan apa ganjaran untuk orang yang berani menyentuh Kia ku," ujar Deffin sambil mengepalkan tangannya kuat."Tentu saja, Tuan. Anda tidak perlu khawatir dengan masalah penyiksaan, serahkan semuanya kepada saya," u
Seorang lelaki duduk di kursi sambil memegang erat tangan seseorang wanita yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Air matanya terus menetes, seolah tidak khawatir akan kehabisan air mata. Sudah dua hari ini hanya itulah pekerjaannya, menanti mata wanitanya terbuka untuk mengomeli dirinya lagi.Arnold langsung menghapus air matanya ketika Jessie terlihat akan membuka matanya, dengan senyuman lebar dia menyambut Jessie yang baru bangun dari tidurnya."Sayang," panggil Arnold lembut."Ck, dasar bodoh! kenapa kamu belum pulang juga? sudah tahu aku baik-baik saja, tapi masih menungguiku seperti aku sedang sekarat saja," ujar Jessie kesal. Jessie kesal bukan karena tidak suka Arnold tetap setia menunggunya di rumah sakit, namun Jessie kesal karena Arnold menurutnya sangat terlalu berlebihan, Arnold sama sekali tidak pulang ke rumahnya, bahkan dia kini semakin posesif."Sayang, bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini? kamu tidak tahu bagaimana
"Bagaimana keadaanmu, Jessie?" tanya Azkia sambil berjalan mendekat ke arah Jessie, Azkia menatap Jessie sedih, wanita yang biasanya tampak selalu energik kini terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit."Sudah jauh lebih baik, jadi jangan khawatir lagi, kasihan dia juga ikut stres karena ibunya banyak pikiran." Jessie mengusap perut Azkia dengan menggunakan salah satu tangannya yang bebas dari infus."Terima kasih banyak, Jessie." Mata Azkia berkaca-kaca, dia merasa sangat beruntung bisa bertemu wanita sebaik Jessie. "Dan juga tolong maafkan mereka yang selalu mencurigai dirimu, terutama Deffin, sudah banyak hal yang terjadi menimpa kami, hingga membuat Deffin sulit untuk mempercayai orang lain," lanjut Azkia."Tenang saja, aku tidak marah dengan sikap mereka, terutama suami posesifmu itu, aku sangat mengerti perasaan mereka. Hanya si bodoh itu saja yang terlalu berlebihan." Jessie melirik Arnold sinis."Sayang, apa yang kamu katakan?! wajar 'kan jika a
Perhatian!!!Banyak adegan kekerasan di bab ini, mohon bijak dalam membaca, ini hanya sekedar untuk hiburan 🙏Senyuman terus menghiasi wajah pasangan suami istri ini, mulai dari mereka menaiki mobil meninggalkan rumah sakit, bahkan hingga kini mereka sudah berada di dalam kamar.Setelah membersihkan diri, Deffin dan Azkia menikmati waktu santai mereka dengan duduk di sofa, dengan posisi Azkia yang tiduran dan menggunakan paha Deffin sebagai bantal."Aku berharap setelah ini tidak akan ada lagi orang yang mengganggu rumah tangga kita," ujar Deffin seraya membelai rambut panjang Azkia."Iya, aku pun juga berharap begitu, aku sangat mencintaimu," sahut Azkia seraya memeluk pinggang Deffin."Aku lebih mencintaimu," balas Deffin tidak mau kalah.Kemudian Azkia bangun dari tiduran ternyaman nya, dia kini beralih duduk di pangkuan Deffin, lalu kemudian tangannya bergelayut manja di pundak Deffin, dengan pelan ia mendekatka