Anaknya menyukai pakaian itu, maka dia harus membelikan pakaian itu. Itu sudah tidak berkaitan dengan dia dipermalukan atau tidak. “Apakah kamu bodoh, Rahma? Kamu masih percaya kepada omong kosongnya?” sindir pelayang pertama. Pelayan yang dipanggil Rahma itu hanya bisa tertawa judes. Sebenarnya dia juga tidak percaya lagi kepada Sean. Tapi dia juga harus tetap profesional dalam bekerja. Meskipun Sean akhirnya tidak membeli apapun, dia juga tidak akan mengatakan apapun. “Tuan, kalau Anda masih belum membayar, mohon Anda segera tinggalkan tempat ini. Jangan mempengaruhi toko kami,” ucap pelayan pertama dengan cuek. “Sudah cukup berpura-pura kaya, lebih baik kamu cepat pergi dari sini. Jangan menunggu banyak orang yang datang untuk melihat, agar tidak lebih memalukan," ucap wanita itu. Sean menatap wanita itu sekilas, baru saja ingin mengeluarkan telepon menghubungi Roby, lalu dia melihat seorang pria tinggi mendekatinya. “Ternyata Pak Adam yang datang
“Baik, kalau begitu tolong bungkus seluruh pakaian anak perempuan disini. Untuk pakaian anak laki-laki, disumbang saja ke panti asuhan,” ucap Sean. Kedua pelayan itu tercengang dan membutuhkan waktu untuk tersadar kembali. Sean tidak membawa kartu ATM, tapi kartu VVIP ini lebih berguna dari kartu ATM. Saat seluruh karyawan mall ini menerima pelatihan, diminta untuk mengingat selembar kartu VVIP itu dan menyuruh mereka tidak boleh menerima uang dengan menunjukkan kartu VVIP ini, walaupun harga barang itu sangatlah mahal. Biasanya di setiap area mall ini akan memasang video kartu VVIP ini, sehingga mereka sangat mengingat ini. “Mengapa kalian masih diam? Cepat bungkus!” Adam menegur pelan kepada dua pelayan yang terdiam disana. Mereka berdua reaksi kembali dan segera membungkus seluruh pakaian anak perempuan, bahkan kasir pun ikut serta membantu mereka membungkus, setelah selesai menghitung total pembelian. Sedangkan Adam mengeluarkan teleponnya untuk menyuruh o
"Tuan Besar? Apakah pria muda ini adalah anak keturunan dari pemilik Perusahaan Martaguna? Ya Tuhan!" mereka pun memikirkan itu dan ekspresi wajah mereka semakin berubah. "Direktur Adam, maaf, kamilah yang tidak bisa melihat jelas identitas Tuan Sean!" kata pria itu dengan wajah yang sedih dan penuh bersalah. Dia juga memiliki perusahaan kecil dan sedikit kaya. Namun, didepan orang kaya besar seperti Adam, dia hanya bagaikan butiran debu. Bahkan, Adam juga merupakan bagian dari Perusahaan Martaguna. "Minggir! Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kalian agar kalian tidak meremehkan orang lain lagi kedepannya," kata Sean sambil menatap mereka. Umur anak perempuan mereka tidak beda jauh dengan putrinya. Disaat ini, anak perempuan itu hanya memandang kedua orangtuanya dengan kebingungan. Perkataan ibunya sedikit menggerakkan hati Sean. Sean tidak ingin membuat orang tuanya malu di depan anak perempuannya yang begitu imut itu dan memberikan pengaruh yang bur
"Ibu, lihatlah baju ini, cantik kan?" ketika Natalie keluar, Jennie pun memamerkan baju yang dia kenakan itu dengan bangga. Natalie menatap baju yang dikenakan Jennie dan berkata dengan terkejut, "Ini adalah baju merk Calvin Klein yang diimpor dari Amerika itu kan, harganya sekitar 50 jutaan, dari mana kamu mendapat uang sebanyak itu?" "Ini gratis loh, Bu," kata Jennie kepada ibunya dengan senyum yang semringah. "Maksudmu gratis? Apakah kamu sedang bercanda?" kata Natalie. "Karena aku ada ini." Jennie lalu mengeluarkan kartu VVIP itu. "Apa itu?" tanya Natalie sambil menatap kartu itu. "Ini adalah kartu VVIP Mall PVJ Bandung, dengan kartu ini, kita bisa membeli seluruh barang di mall itu dengan gratis," kata Jennie. Natalie mengerutkan kening dan sedikit tidak percaya pada putrinya sendiri. Mall PVJ Bandung merupakan salah satu mall terbaik di kota Bandung. Meskipun putrinya merupakan mahasiswa yang sudah tingkat akhir, namun dia masih meru
Mega mengatakan itu dengan marah, lalu masuk kedalam kamar Andin. Sean memijat pundaknya sendiri dan menyimpan kembali makanan itu lalu duduk diruang tamu sambil menonton tv.— Keesokan harinya, Sean mengantar Andin ke sekolah dan sekalian pergi ke Perusahaan Arthaguna. Semenjak dia membeli Perusahaan Arthaguna itu, dia tidak pernah mengunjunginya karena terlalu sibuk menjaga putrinya. Dia kebetulan datang untuk melihat kondisi kantor hari ini dan juga sekalian mencari tahu siapa klien Mega itu. Setelah masuk melalui pintu kantor, Sean melihat beberapa satpam sedang menggosipi dirinya. Setelah mendengar semua perkataan satpam itu, hatinya pun dipenuhi oleh amarah. "Bukankah dia sudah dipecat? Kenapa datang lagi?" "Dipecat? Kamu berpikir terlalu banyak." "Ah, seingatku atasan kita pernah berkata, tidak hanya ingin memecatnya bahkan juga menahan gajinya." "Iya, ini merupakan kekuasaan Direktur Khair. Saat itu aku juga merasa kalau sudah waktunya o
"Pikirlah dengan jelas, sekarang beri aku data klien yang sedang dilayani oleh Mega itu," kata Sean sambil mematikan rokoknya. Chandra mengangguk dan langsung menyuruh sekretarisnya untuk pergi mencari manajer marketing. Dengan cepat, sekretarisnya kembali dengan membawa data klien itu. "Tuan Sean, ini adalah data yang kamu inginkan," kata sekretaris itu dengan hormat dan meletakkan data itu didepan Sean dan menatap Sean dengan tatapan yang berkilau.Siapa yang menduga, Sean yang awalnya hanya merupakan satpam di kantor ini, seketika dia bisa menjadi pemilik saham terbesar diperusahaan ini. Apalagi ketika melihat direktur Chandra sedang berdiri dengan hormat disamping Sean, sekretaris itu pun semakin menghormatinya. Setelah Sean melihat data orang itu, dia lalu mengeluarkan ponsel dan menelepon Roby. Jika ada yang berani mengganggu istrinya, maka harus berani menanggung resikonya juga! Setelah menutup telepon, Sean kembali berkata, "Satu lagi, atur jadwal untu
"Aku menertawakan kebodohanmu," kata Sean dengan sombong. "Hmm, dasar miskin, jangan terlalu bangga. Pemilik saham baru itu akan hadir dalam rapat yang akan diadakan pada hari rabu. Bersiaplah hari hari tenangmu akan segera berlalu. Satu lagi, apakah kamu tahu siapa klien yang dijumpai oleh istrimu itu? Aku beritahu kamu, klien itu adalah klien yang terkenal akan kegenitannya. Istrimu tidak akan berhasil mendapatkan bisnis itu jika tidak mengikutinya ke hotel. Kamu tinggal menunggu waktu untuk diselingkuhi saja," kata Khair dengan hina. "Oh begitu ya, kalau begitu bersiaplah mungkin kamu akan kecewa nantinya. Harus kamu ingat, dia tidak berani bersikap aneh aneh terhadap istriku. Dia mungkin akan bermohon kepada istriku dan akan menandatangani kontrak itu. Kalau tidak percaya, silahkan tunggu saja," kata Sean sambil tersenyum, lalu pergi dari perusahaan itu. Jika dengan Roby masih belum bisa menangani seorang manajer perusahaan ini, maka dia tidak usah bekerja untu
Mega mengerutkan kening dan menatap alkohol di meja itu dengan penuh keraguan. Dia tidak menyangka kalau Aksa begitu susah dilayani. Melihat keraguan Mega, Aksa pun tersenyum dan terus menatap Mega. Gadis ini dipenuhi oleh aura kewanitaan yang dewasa, terlihat seperti buah persik yang segar dan lembut dia sangat menggoda. "Nona Mega, aku tahu kontrak ini sangat penting bagimu. Aku akan menandatangani kontrak ini jika kamu membicarakan ini di dalam kamar bersamaku. Aku akan langsung menandatanganinya," kata Aksa. Dia berkata sambil kembali mengulurkan tangannya ke atas paha Mega. Aksa merasa kalau ini sudah merupakan waktu yang cocok dan Mega pastinya tidak akan menolaknya lagi.piak! Mega langsung menampar wajah Aksa. "Dasar laki-laki genit, kamu anggap apa aku? Terserah kamu saja mau kasih ke siapa kontrak ini, aku tidak membutuhkannya lagi!" Meskipun Mega membutuhkan kontrak ini, namun dia merupakan seorang wanita yang berprinsip. Apalagi sekarang penya